Vous êtes sur la page 1sur 36

Askep Anak dengan Atresia Ani

Pengertian Atresia Ani

Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara kongenital
(Dorland, 1998).

Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi
anus, rektum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002)

Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran
anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).

Atresia Ani

Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau
makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya
atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut
juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya
berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan
sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu.
Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu
tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika
atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat
saluran seperti keadaan normalnya

Suatu perineum tanpa apertura anal diuraikan sebagai inperforata. Ladd dan Gross
(1966) membagi anus inperforata dalam 4 golongan, yaitu:

1. Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus


2. Membran anus menetap
3. Anus inperforata dan ujung rectum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak
dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum yang buntu

Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula, pada bayi wanita yang sering ditemukan
fisula rektovaginal (bayi buang air besar lewat vagina) dan jarang rektoperineal, tidak
pernah rektobrinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan
berakhir dikandung kemih atau uretra serta jarang rektoperineal

Etiologi Atresia Ani

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur

2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan

3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus,


rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat
sampai keenam usia kehamilan.

Patofisiologi Atresia Ani

Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :

1) Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik

2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur

3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada


kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan

4) Berkaitan dengan sindrom down

5) Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan

Terdapat tiga macam letak

 Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan


jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator
biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital
 Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya
 Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung
rectum paling jauh 1 cm.
Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum
Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius

Gambaran Klinik Atresia Ani

Pada sebagian besar anomati ini neonatus ditemukan dengan obstruksi usus. Tanda
berikut merupakan indikasi beberapa abnormalitas:

1.      Tidak adanya apertura anal

2.      Mekonium yang keluar dari suatu orifisium abnormal

2
3.      Muntah dengan abdomen yang kembung

4.      Kesukaran defekasi,  misalnya dikeluarkannya feses mirip seperti stenosis

Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir harus dilakukan
colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2
cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung
tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau jari tidak dapat masuk. Bila anus
terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum. Gejala akan timbul
dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau.

Pemeriksaan Penunjang Atresia Ani

1. X-ray, ini menunjukkan adanya gas dalam usus


2. Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius, misalnya suatu
sistouretrogram mikturasi akan memperlihatkan hubungan rektourinarius dan kelainan
urinarius
3. Pemeriksaan urin, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mekonium

Penatalaksanaan Atresia Ani

Medik:

1.      Eksisi membran anal

2.      Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah umur 3 bulan
dilakukan koreksi sekaligus

Keperawatan :

Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan
tersebut dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi akan dilakukan 2 tahap yaitu
tahap pertama hanya dibuatkan anus buatan dan setelah umur 3 bulan dilakukan
operasi tahapan ke 2, selain itu perlu diberitahukan perawatan anus buatan dalam
menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi. Serta memperhatikan kesehatan bayi.

Diagnosa Keperawatan Atresia Ani

1.      Gangguan eliminasi BAK b.d Dysuria

2.      Gangguan rasa nyaman b.d vistel rektovaginal, Dysuria

3.      Resti infeksi b.d feses masuk ke uretra, mikroorganisme masuk saluran kemih

4.      Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia

5.      Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d trauma jaringan post operasi

3
6.      Resti infeksi b.d perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post operasi

7.      Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak
terkontrol

Path Ways

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Atresia Ani

4
1.      Gangguan eliminasi BAK b.d vistel rektovaginal, dysuria

Tujuan :

Tidak terjadi perubahan pola eliminasi BAK setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan kriteria evaluasi: Pasien dapat BAK dengan normal, tidak ada perubahan pada
jumlah urine.

Intervensi :

 Kaji pola eliminasi BAK pasien


 Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine
 Selidiki keluhan kandung kemih penuh
 Awasi/observasi hasil laboratorium
 Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

2.      Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d vistel rektovaginal, dysuria

Tujuan :

Pasien merasa nyaman setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam


dengan KH:

 Nyeri berkurang
 Pasien merasa tenang

Intervensi :

 kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien


 Ajarkan teknik relaksasi distraksi
 Berikan posisi yang nyaman pada pasien
 Jelaskan penyebab nyeri dan awasi perubahan kejadian
 Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

3.      Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia

Tujuan :

Tidak terjadi kekurangan nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24


jam dengan KH :

 Pasien tidak mengalami penurunan berat badan


 Turgor pasien baik
 Pasien tidak mual, muntah
 Nafsu makan bertambah

Intervensi :

5
 Kaji KU pasien
 Timbang berat badan pasien
 Catat frekuensi mual, muntah pasien
 Catat masukan nutrisi pasien
 Beri motivasi pasien untuk meningkatkan asupan nutrisi
 Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan menu

4.      Nyeri b.d trauma jaringan post operasi (Kolostomi)

Tujuan :

Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam pertama


dengan KH:

 Nyeri berkurang
 Pasien merasa tenang
 Tidak ada perubahan tanda vital

Intervensi :

 Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien


 Berikan penjelasan pada pasien tentang nyeri yang terjadi
 Berikan tindakan kenyamanan, yakinkan pada pasien bahwa perubahan posisi tidak
menciderai stoma
 Ajarkan teknik relaksasi, distraksi
 Bantu melakukan latihan rentang gerak
 Awasi adanya kekakuan otot abdominal
 Kolaborasi pemberian analgetik

5.      Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak
terkontrol

Tujuan :

Tidak terjadi kerusakan integritas kulit setalah dilakukan tindakan keperawatan 24 jam
pertama dengan KH:

 Mempertahankan integritas kulit


 Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan integritas kulit
 Mengindentifisikasi faktor resiko individu

Intervensi :

 Lihat stoma/area kulit peristomal pada setiap penggantian kantong


 Ukur stoma secara periodik misalnya tiap perubahan kantong
 Berikan perlindungan kulit yang efektif
 Kosongkan irigasi dan kebersihan dengan rutin
 Awasi adanya rasa gatal disekitar stoma

6
 Kolaborasi dengan ahli terapi.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (1996). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC. Jakarta.

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3.
Jakarta : EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta :
EGC.

Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans.


Guidelines for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni
Made Sumarwati. EGC. Jakarta.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih


(ed), Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.

Dorland. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorlana. Alih Bahasa: Dyah Nuswantari Ed.
25. Jakarta: EGC

Prince A Sylvia. (1995). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah
EGC. Jakarta.

Long, Barbara. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Terjemahan: Ikatan Alumni


Pendidikan Keperawatan. USA: CV Mosby

Atresia Rekti dan Atresia Anus

Atresia rekti yaitu obstruksi pada rektum (sekitar 2 c dari batas kulit anus). Pada
pasien ini, umumnya memiliki kanal dan anus yang normal

Atresia anus yaitu obstruksi pada anus

Etiologi

Malformasi kongenital

Manifestasi Klinik

- Tidak bisa BAB melalui anus

7
- Distensi abdomen

- Tidak dapat dilakukan pemeriksaan suhu rektal

- Perut kembung

- Muntah

Penatalaksanaan :

Dilakukan tindakan kolostomi

4. Hirschprung

Hirschprung merupakan kelainan konginetal berupa obstruksi pada sistem


pencernaan yang disebabkan oleh karena menurunnya kemampuan motilitas kolon,
sehingga mengakibatkan tidak adanya ganglionik usus

Etiologi :

Kegagalan pembentukan saluran pencernaan selama masa perkembangan fetus

Tanda dan Gejala :

• Konstipasi/tidak bisa BAB/diare

• Distensi abdomen

• Muntah

• Dinding abdomen tipis

Penatalaksanaan :

• Pengangkatan aganglionik (usus yang dilatasi)

• Dilakukan tindakan Colostomi

• Pertahankan pemberian nutrisi yang adekua

8
ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ANI

A. Pengertian
Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara congenital
(Dorland, 1998).
Suatu perineum tanpa apertura anal diuraikan sebagai inperforata. Ladd dan Gross
(1966) membagi anus inperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus menetap
3. Anus inperforata dan ujung rectum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak
dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum yang buntu
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula, pada bayi wanita yang sering ditemukan
fisula rektovaginal (bayi buang air besar lewat vagina) dan jarang rektoperineal, tidak
pernah rektobrinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan
berakhir dikandung kemih atau uretra serta jarang rektoperineal.

B. Pathofisiologi

C. Ganbaran Klinik
Pada sebagian besar anomati ini neonatus ditemukan dengan obstruksi usus. Tanda
berikut merupakan indikasi beberapa abnormalitas:
1. Tidak adanya apertura anal
2. Mekonium yang keluar dari suatu orifisium abnormal
3. Muntah dengan abdomen yang kembung
4. Kesukaran defekasi, misalnya dikeluarkannya feses mirip seperti stenosis
Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir harus dilakukan
colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2
cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung
tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau jari tidak dapat masuk. Bila anus
terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum. Gejala akan timbul
dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau.
artikel disini :http://blog.ilmukeperawatan.com
D. Pemeriksaan Penunjang
1. X-ray, ini menunjukkan adanya gas dalam usus
2. Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius, misalnya suatu
sistouretrogram mikturasi akan memperlihatkan hubungan rektourinarius dan kelainan
urinarius
3. Pemeriksaan urin, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mekonium

9
E. Penatalaksanaan
? Medik:
1. Eksisi membran anal
2. Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sememtara dan setelah umur 3 bulan
dilakukan koreksi sekaligus
? Keperawatan
Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan
tersebut dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi akan dilakukan 2 tahap yaitu
tahap pertama hanya dibuatkan anus buatan dan setelah umur 3 bulan dilakukan
operasi tahapan ke 2, selain itu perlu diberitahukan perawatan anus buatan dalam
menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi. Serta memperhatikan kesehatan bayi.

F. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi BAK b.d Dysuria
2. Gangguan rasa nyaman b.d vistel rektovaginal, Dysuria
3. Resti infeksi b.d feses masuk ke uretra, mikroorganisme masuk saluran kemih
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia
5. Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d trauma jaringan post operasi
6. Resti infeksi b.d perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post operasi
7. Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak
terkontrol

G. Path Ways

G. Intervensi
DP Tujuan Intervensi
Gangguan eliminasi BAK b.d vistel rektovaginal, Dysuria

Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d vistel rektovaginal, Dysuria

Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia

Nyeri b.d trauma jaringan post operasi (Kolostomi)

Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak
terkontrol

Tidak terjadi perubahan pola eliminasi BAK setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan KH:
? Pasien dapat BAK dengan normal
? idak ada perubahan pada jumlah urine

Pasien merasa nyaman setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam


dengan KH:

10
? Nyeri berkurang
? Pasien merasa tenang

Tidak terjadi kekurangan nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24


jam dengan KH :
? Pasien tidak mengalami penurunan berat badan
? Turgor pasien baik
? Pasien tidak mual, muntah
? Nafsu makan bertambah
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam pertama
dengan KH:
? Nyeri berkurang
? Pasien merasa tenang
? Tidak ada perubahan tanda vital

Tidak terjadi kerusakan integritas kulit setalah dilakukan tindakan keperawatan 24 jam
pertama dengan KH:
? Mempertahankan integritas kulit
? Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan integritas kulit
? Mengindentifisikasi faktor resiko individu • Kaji pola eliminasi BAK pasien
• Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine
• Selidiki keluhan kandung kemih penuh
• Awasi/observasi hasil laborat
• Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

• kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien


• Ajarkan teknik relaksasi distraksi
• Berikan posisi yang nyaman pada pasien
• Jelaskan penyebab nyeri dan awasi perubahan kejadian
• Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

• Kaji KU pasien
• Timbang berat badan pasien
• Catat frekuensi mual, muntah pasien
• Catat masukan nutrisi pasien
• Beri motivasi pasien untuk meningkatkan asupan nutrisi
• Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan menu
• Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien
• Berikan penjelasan pada pasien tentang nyeri yang terjadi
• Berikan tindakan kenyamanan, yakinkan pada pasien bahwa perubahan posisi tidak
menciderai stoma
• Ajarkan teknik relaksasi, distraksi
• Bantu melakukan latihan rentang gerak
• Awasi adanya kekakuan otot abdominal
• Kolaborasi pemberian analgetik

11
• Lihat stoma/area kulit peristomal pada setiap penggantian kantong
• Ukur stoma secara periodik misalnya tia perubahan kantong
• Berikan perlindungan kulit yang efektif
• Kosongkan irigasi dan kebersihan dengan rutin
• Awasi adanya rasa gatal disekitar stoma
• Kolaborasi dengan ahli terapi.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (1996). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC. Jakarta.
Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans.
Guidelines for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni
Made Sumarwati. EGC. Jakarta.
Dorland. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorlana. Alih Bahasa: Dyah Nuswantari Ed.
25. Jakarta: EGC
Prince A Sylvia. (1995). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah
EGC. Jakarta.
Long, Barbara. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Terjemahan: Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan. USA: CV Mosby
[ad#tak-usah-bingung]

DAFTAR PUSTAKA

http://blog.ilmukeperawatan.com/asuhan-keperawatan-atresia-ani.html

http://nursingbegin.com/page/10/

http://nursingbegin.com/askep-atresia-ani/

http://www.scribd.com/doc/23909398/ATRESIA-REKTI

http://johan17.blogspot.com/2009/11/atresia-rekti-anus-imperforata-dan.html

http://ko-kr.facebook.com/topic.php?uid=154621369973&topic=15205

http://www.mantri-suster.co.cc/2010/02/atresia-rekti-dan-anus.html

http://terselubung.cz.cc/

12
enyakit Hirschprung

Definition :
Penyakit Hirschsprung (Megakolon Kongenital) adalah suatu kelainan kongenital yang
ditandai dengan penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus
yang tidak adekuat karena sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang
mengendalikan kontraksi ototnya. Sehingga menyebabkan terakumulasinya feses dan
dilatasi kolon yang masif.

Cause :
Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna bisa berjalan di sepanjang usus
karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini
disebut gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan
saraf yang disebut ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit
Hirschsprung, ganglion ini tidak ada, biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter.
Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-
bahan yang dicerna dan terjadi penyumbatan. Penyakit Hirschsprung 5 kali lebih sering
ditemukan pada bayi laki-laki. Penyakit ini kadang disertai dengan kelainan bawaan
lainnya, misalnya sindroma Down.

Sign & Symptoms :

Pada bayi yang baru lahir :

 segera setelah lahir, bayi tidak dapat mengeluarkan mekonium (tinja pertama
pada bayi baru lahir)
 tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir
 perut menggembung
 muntah
 diare encer (pada bayi baru lahir)
 berat badan tidak bertambah, mungkin terjadi retardasi pertumbuhan
 malabsorbsi.

Pada anak :

 Failure to thrive (gagal tumbuh)


 Nafsu makan tidak ada (anoreksia)
 Rektum yang kosong melalui perbaan jari tangan
 Kolon yang teraba
 Hipoalbuminemia

13
Kasus yang lebih ringan mungkin baru akan terdiagnosis di kemudian hari.
Pada anak yang lebih besar, gejalanya adalah sembelit menahun, perut menggembung
dan gangguan pertumbuhan.

Diagnose :
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
colok dubur (memasukkan jari tangan ke dalam anus) menunjukkan adanya
pengenduran pada otot rektum.

Treatment :

Pengobatan dengan diberikan obat-obat yang bersifat simptomatis atau definitif. Pada
keadaan gawat darurat, mungkin juga diperlukan koreksi cairan dan keseimbangan
elektrolit.

Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyumbatan usus, segera dilakukan


kolostomi sementara. Kolostomi adalah pembuatan lubang pada dinding perut yang
disambungkan dengan ujung usus besar. Pengangkatan bagian usus yang terkena dan
penyambungan kembali usus besar biasanya dilakukan pada saat anak berusia 6 bulan
atau lebih. Jika terjadi perforasi (perlubangan usus) atau enterokolitis, diberikan
antibiotik

(http://www.tanyadokter.com/disease.asp?id=1001483)

ATRESIA REKTI
Pengertian :
Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara
congenital.
Tanda Gejala :

Tanda dan gejala dari Atrsia Ani ini antara lain adalah : Mekonium tidak keluar
dalam waktu 24 - 48 jam setelah lahir; Tinja keluar dari vagina atau uretra; Perut
menggembung; Muntah; Tidak bisa buang air besar; Tidak adanya anus, dengan ada/tidak
adanya fistula; Pada atresia ani letak rendah mengakibatkan distensi perut, muntah,
gangguan cairan elektrolit dan asam basa.2

Etiologi :

Kegagalan pada fase embrio yang penyebab belum diketahui


Faktor Herediter
Abnormal kromosom, mutasi gen dan teratogen

Klasifikasi :
Melbourne membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang melewati

14
ischii kelainan disebut :
-
Letak tinggi, rectum berakhir di atas M.Levator ani ( m.pubo coxigeus )
-
Letak intermediet, akhiran rectum terletak di M.Levator ani
-
Letak rendah, akhiran rectum berakhir di bawah M.Levator ani
Komplikasi :

Tidak ada komplikasi


Komplikasi minor
Komplikasi mayor

Penatalaksanaan :

Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi
harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia
ani menggunakan prosedur Abdomino Perineal Poli Through (APPT), tapi metode ini
banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena
dan Defries (1982) memperkenalkan metode operasi yang baru, yaitu PSARP (Postero
Sagital Ano Recto Plasty). Yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan
muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan pemotongan
fistel. Tekhnik dari PSARP ini mempunyai akurasi yang sangat tinggi dibandingkan
dengan APPT yang mempunyai tingkat kegagalan yang tinggi.

ANUS IMPERFORATA
Pengertian :

anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu kelainan


kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani, Agenesis
rekti dan Atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit
tersering yang merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal,
Renal, Limb).

Tanda Gejala :

Mekonium tidak keluar dalam waktu 24 - 48 jam setelah lahir; Tinja keluar dari
vagina atau uretra; Perut menggembung; Muntah; Tidak bisa buang air besar; Tidak
adanya anus, dengan ada/tidak adanya fistula; Pada atresia ani letak rendah
mengakibatkan distensi perut, muntah, gangguan cairan elektrolit dan asam basa.2

Etiologi :
-
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur

15
-
Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
-

Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum


bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.

Klasifikasi :
Terdapat bermacam-macam klasifikasi anorektal menurut beberapa penulis
Komplikasi :

Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan
menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan
pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post
operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung
pada letak ketinggian akhiran rectum dan ada tidaknya fistula.

Penatalaksanaan :

harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. PSARP (Postero Sagital Ano Recto
Plasty). Yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator
ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan pemotongan fistel. Tekhnik dari
PSARP ini mempunyai akurasi yang sangat tinggi dibandingkan dengan APPT yang
mempunyai tingkat kegagalan yang tinggi.

PENYAKIT HIRSCH SPRUNG


Pengertian :
-

Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel - sel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid kolon dan ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan.

Penyakit Hirschsprung merupakan gangguan perkembangan sistem saraf enterik dan


ditandai dengan tidak ditemukannya sel ganglion pada colon bagian distal sehingga
terjadi obstruksi fungsional.

Tanda gejala :

Gejala dan tanda dapat bermacam-macam berdasarkan keparahan dari kondisi.


Kadang-kadang mereka muncul segera setelah bayi lahir. Pada saat yang lain mereka mungkin
saja tidak tampak sampai bayi tumbuh menjadi remaja ataupun dewasa. Pada kelahiran baru,
tanda dapat mencakup:

16
-
Kegagalan dalam mengeluarkan mekonium dalam hari pertama atau kedua kelahiran
-
Muntah, mencakup muntahan cairan hijau disebutbile – cairan pencernaan yang
diproduksi di empedu
-
Konstipasi
-
Perut kembung
-
Diare dehidrasi
Etiologi :

Pada dasarnya, etiologi secara pasti tidak diketahui, kemungkinan adanya faktor
familial/ genetik. Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus
besar paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Syaraf yang berguna untuk
membuat usus bergerak melebar menyempit biasanya tidak ada sama sekali atau
kalaupun ada sedikit sekali.

Klasifikasi :

HD diklasifikasikan berdasarkan keluasan segmen agangliosinosisnya, yaitu:


1. HD klasik (75%), segmen aganglionik tidak melewati bagian atas segmen sigmoid.
2. Long segment HD (20%)
3. Total colonic aganglionosis (3-12%)
Beberapa lainnya terjadinya jarang, yaitu:
1. Total intestinal aganglionosis
2. Ultra-short-segment HD (melibatkan rektum distal dibawah lantai pelvis dan anus
(Yoshida, 2004).

Komplikasi :

Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung


dapat digolongkan atas kebocoran anastomose, stenosis, enterokolitis dan gangguan
fungsi spinkter.

-
Kebocoran anastomose
-
Stenosis
-
Enterokolitis
-
Gangguan Fungsi Spingter
Penatalaksanaan :

17
Seperti kelainan kongenital lainnya, HD memerlukan diagnosis klinik secepat dan
intervensi terapi secepat mungkin, untuk mendapatkan hasil terapi yang sebaik-baiknya
(Belknap, 2006).

Preoperatif
Operatif

Tergantung pada jenis segmen yang terkena. pada hirschprung ultra short
dilakukan miektomi rektum, sedangkan pada bentuk short segmen, tipikal, dan long
segmen dapat dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan beberapa bulan kemudian baru
dilakukan operasi definitif dengan metode Pull Though Soave, Duhamel maupun
Swenson. Apabila keadaan memungkinkan, dapat dilakukan Pull Though satu tahap
tanpa kolostomi terlebih dahulu. persiapan operasi meliputi : dekompresi kolon dengan
irigasi rektum, stabilisasi cairan dan elektrolit, asam basa serta temperatur, pemberian
antibiotik. perawatan pasca operasi meliputi : dekompresi abdomen dengan tetap
memasang pipa rektum, sefotaksim injeksi, stabiltasi cairan dan elektrolit serta asam basa
(SPM sardjito).

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (1996). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC. Jakarta.
Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans.
Guidelines for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni
Made Sumarwati. EGC. Jakarta.

Dorland. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorlana. Alih Bahasa: Dyah Nuswantari Ed. 25.
Jakarta:
EGC
Prince A Sylvia. (1995). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah EGC.
Jakarta.
Long, Barbara. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Terjemahan: Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan. USA: CV Mosby

ATRESIA ESOFAGUS

1. Pengertian
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau

18
muara (buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung
esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah
berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan
fistula).
Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia
esofagaus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastroin
testinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata).
2. Tanda dan Gejala
a. Biasanya disertai hidramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan
frekuensi bayi lahir prematur, sebaiknya dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa
kehamilan ibu diertai hidramnion hendaknya dilakukan kateterisasi esofagus. Bila kateter
terhenti pada jarak ≤ 10 cm, maka di duga atresia esofagus.
b. Bila pada bbl Timbul sesak yang disertai dengan air liur yang meleleh keluar, di
curigai terdapat atresia esofagus.
c. Segera setelah di beri minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspirasi
cairan kedalam jalan nafas.
d. Pada fistula trakeosofagus, cairan lambung juga dapat masuk kedalam paru, oleh
karena itu bayi sering sianosis.

3. Klasifikasi
a. Kalasia
Kalasia adalah kelainan yang terjadi pada bagian bawah esophagus(pada persambungan
dengan lambung) yang tidak dapat menutup rapat sehingga bayi sering regurgitasi bila
dibaringkan.
b. Akalasia
Akalasia merupakan kebalikan dari kalasia, pada akalasia bagian distal esophagus tidak
dapat membuka dengan baik sehingga terjadi keadaan seperti stenosis atau atresia.
Disebut pula sebagai spasme kardio- esofagus. Penyebab akalasia adalah adanya
kartilago trakea yang tumbuh ektopik pada esofagus bagian bawah. Pada pemeriksaan
mikroskopis ditemuka jaringa tulang rawan dalam lapisan otot esophagus.
Pertolongannya adalah tindakan bedah sebelum dioperasi pemberian minum harus
dengan sendok sedikit demi sedikit dengan bayi dalam posisi duduk.

4. Pengobatan
a. Medik
Pengobatan dilakukan dengan operasi.
Pada penderita atresia anus ini dapat diberikan pengobatan sebagai beriikut :
- Fistula yaitu dengan melakukan kolostomia sementara dan setelah 3 bulan dilakukan
koreksi sekaligus
- Eksisi membran anal
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus

dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :


1. Dismotilitas esophagus. Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus.
Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat
bayi sudah mulai makan dan minum.

19
2. Gastroesofagus refluk. Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami
gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik
atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau
pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang. Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan
seperti ini.
4. Disfagia atau kesulitan menelan. Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat
esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk
tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak. Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan
makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.
6. Batuk kronis. Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia
esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan. Pencegahan keadaan ini adalah dengan
mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh
dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.
b. Keperawatan
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya
regurgitasi cairan lambung ke dalam paru, cairan lambung harus sering diisap untuk
mencvegah aspirasi.

Atresia Ani
Filed under:Anes tes i, med papers — ningrum @ 6:13 am
Pendahuluan
Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu
kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani,
Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai
penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial,
Esofageal, Renal, Limb)1

Malformasi anorektal mencakup spetrum luas defek-defek pada pembentukan saluran


makanan dan urogenital bagian paling bawah. Banyak anak-anak dengan malformasi ini
dikatakan memiliki anus imperforata karena mereka tidak mempunyai lubang dimana
anus seharusnya berapa. Walaupun istilah tersebut dapat secara akurat mendeskripsikan
penampakan pada anak tersebut, selalu diyakini bahwa kebenaran kompleksitas dari
malformasi tersebut jauh diatasnya. Ketika muncul malformasi pada anus, otot dan saraf-
saraf yang berhubungan dengan anus selalu memiliki derajat keterlibatan yang sama2

Organ yang terkena terletak sangat dalam di pelvis dan tidak dapat terlihat dengan baik
melalui insisi abdominal. Keputusan pembedahan tradisional tidak membolehkan bagian
midline posterior karena bagian otot ini diyakini menyebabkan inkontinensia pada anak-
anak. Karenanya, pendekatan ahli bedah pada malformasi ini menggunakan kombinasi
pendekatan abdominal, sakral dan perineal, dengan pandangan terbatas. Pendekatan-
pendekatan tersebut membuat kontinensia berada pada resiko lebih besar dibandingkan
dengan pemotongan sederhana otot sfingter untuk memperjelas penglihatan pada
malformasi. Pada tahun 1982 Pena dkk melaporkan hasil pendekatan perbaikan bedah
postero sagital. Teknik ini dinamakan PSARP atau PSARVUP. Setelah prosedur bedah
ini kebanyakan anak-anak masih mengalami efek malformasi mereka dalam bentuk
inkontinensia faeces dan urin. Meskipun manajemen pembedahan optimal tidak ada

20
perbakan yang tepat untuk minimnya perkembangan otot dan saraf yang sedang
berkembang.2

Definisi

Anus imperforata merupakan defek kongenital dimana lubang anus hilang atau
tersumbat. Anus merupakan lubang menuju rektum dimana kotoran meninggalkan
tubuh.3

Embriologi
Secara embriologis, saluran pencernaan berasal dari Foregut, Midgut dan Hindgut.
Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung,
sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pancreas.Midgut membentuk usus halus,
sebagian duodenum, sekum, apendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon

transversum.Hindgut meluas darim idgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini


tersusun dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm/analpit. Usus terbentuk
mulai minggu keempat disebut sebagai primitive gut. Kegagalan perkembangan yang
lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator.
Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan
proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani
perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat
tidak ada atau rudimenter.1

Patofisiologi

Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala
akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan
diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah
traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan
terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada 90% wanita fistula ke
vagina (rektovagina) atau ke perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak
tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate (rektovesika). Pada
letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis).1

Penyebab

Atresia anorektal terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan. Secara


embriologishindgut dari aparatus genitourinarius yang terletak di depannya atau
mekanisme pemisahan struktur yang melakukan penetrasi sampai perineum. Pada atresia
letak tinggi atau supra levator, septum urorektal turun secara tidak sempurna atau
berhenti pada suatu tempat di jalan penurunannya.1

Anus imperforata dapat muncul dalam beberapa bentuk. Rektum dapat berakhir pada
kantong buntu yang tidak terhubung dengan kolon. Ataupun dapat memiliki lubang yang
terhubung ke uretra, kandung kemih, atau skrotum pada anak laki-laki atau vagina pada
anak perempuan. Kondisi stenosis anus ataupun hilangnya anus dapat muncul.3

21
Masalah ini disebabkan perkembangan abnormal pada janin, dan kebanyakan bentuk
anus imperforata berhubungan dengan kelainan bawaan lahir lainnya. Merupakan kondisi
umum relatif yang terjadi pada 1 dari 5000 bayi baru lahir.3

Gejala

Lubang anus sangat dekat dengan lubang vagina pada anak perempuan

Hilangnya lubang atau lubang salah tempat ke anus

Tidak adanya mekonium dalam 24 – 48 jam paska kelahiran
o
Kotoran keluar melalui vagina, dasar penis, skrotum ataupun uretra
o
Perut gembung
Jika anus tidak

dijumpai, maka setelah lahir kotoran tidak dapat keluar. Usus


menjadi buntu sehinga kotoran bayi yang disebut mekonium tetap berada di usus. Hal ini
dapat menyebabkan muntah dan pembengkakan abdomen. Pada beberapa kasus, rektum
dapat berakhir pada letak tinggi di pelvis atau letak rendah mendekati posisi anus
seharusnya berada.4

Jika dijumpai adanya fistula atau jalur hubungan antara usus dan kandung kemih, kotoran
dapat ditemukan bersama dengan urin. Jika fistula menghubungkan usus dengan vagina
maka kotoran akan keluar melalui vagina.4

Klasifikasi5
Anterior displacement of the anus

Anomali ini lebih sering terjadi pada anak perempuan dibanding dengan anak laki-laki.
Gambaran klinisnya berupa konstipasi dan muntah kotoran. Diagnosis bergantung kepada
temuan lokasi anus apakah dekat kepada dasar skrotum ataufour chette vagina.5

Anal stenosis

Pada anal stenosis, lubang anal mungkin dapat sangat kecil dan tersumbat oleh kotoran.
Defekasi menjadi sulit dan kotoran menjadi “ribbonlike”, kotoran tertinggal dan distensi
abdomen. Kelainan ini dijumpai pada 10% anomali anorektal. Kelainan ini dapat luput pada
pemeriksaan pada bayi baru lahir dan diketahui melalui pemeriksaan rektum bayi dengan
keluhan muntah dan perdarahan rektum ringan dikarenakan sempitnya lubang anus. Pada
kasus ini, anus dari luar terlihat normal.5

Imperforate anal membrane

Bayi dengan imperforate anal membrane tidak dapat mengeluarkan mekonium dan
terlihat membran yang menonjol berwarna kehijauan. Setelah dilakukan eksisi, fungsi
usus dan sfingter kembali normal.5

Anal agenesis

22
Pada anak dengan anal agenesis, bakal anus dijumpai dan stimulasi perianal
menyebabkan bakal anus mengkerut, yang mengindikasikan adanya sfingter eksternal.
Jika tidak dijumpai adanya fistula yang menghubungkan usus dengan organ
retroperitoneal maka dijumpai obstruksi usus. Fistula menghubungkan usus dengan vulva
pada anak perempuan dan menghubungkan usus dengan urethra pada anak laki-laki.

Anorectal agenesis
Anorectal agenesis merupakan 75% total kasus anomali anorektal. Fistula hampir selalu
dijumpai. Pada anak perempuan, fistula dapat terhubung dengan vagina atau dapat
menuju sinus urogenital, yang merupakan jalur umum uretra dan vagina. Pada anak laki-

laki, fistula dapat berbentuk rektovesikal atau rektouretral. Kelainan kongenital lain juga umum
dijumpai. Defek sakral dan ketidakadaan usus dan sfingter ani bagian luar umum dijumpai.5

Diagnosis

Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir

Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula

Bila ada fistula pada perineum (mekonium +) kemungkinan letak rendah
Untuk menegakkan diagnosis Atresia Ani adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan
perineum yang teliti .1
PENA menggunakan cara sebagai berikut:
1.Bayi LAKI-LAKI dilakukan pemeriksaan perineum dan urine bila :

Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membrane berarti
atresia letak rendah → minimal PSARP tanpa kolostomi.

Mekoneum (+) → atresia letak tinggi → dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan
8 minggu kemudian dilakukan tindakan definitive.
Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram bila:

Akhiran/ujung rektum < 1 cm dari kulit → disebut letak rendah

Akhiran/ujung rektum > 1 cm disebut letak tinggi
Pada laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis, rektourethralis dan rektoperinealis.
1.Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel. Bila ditemukan:

Fistel perineal (+) → minimal PSARP tanpa kolostomi.

Fistel rektovaginal atau rektovestibuler → kolostomi terlebih dahulu.

Fistel (-) → invertrogram :
-
Akhiran < 1 cm dari kulit → dilakukan postero sagital anorektoplasti
-
Akhiran > 1 cm dari kulit → dilakukan kolostomi terlebih dahulu
LEAPE (1987) menyatakan bila mekonium didapatkan pada perineum, vestibulum atau
fistel perianal → letak rendah. Bila Pada pemeriksaan Fistel (-) → letak tinggi atau

23
rendah.1
Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisi udara, dengan
cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala

laki, fistula dapat berbentuk rektovesikal atau rektouretral. Kelainan kongenital lain juga umum
dijumpai. Defek sakral dan ketidakadaan usus dan sfingter ani bagian luar umum dijumpai.5

Diagnosis

Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir

Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula

Bila ada fistula pada perineum (mekonium +) kemungkinan letak rendah
Untuk menegakkan diagnosis Atresia Ani adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan
perineum yang teliti .1
PENA menggunakan cara sebagai berikut:
1.Bayi LAKI-LAKI dilakukan pemeriksaan perineum dan urine bila :

Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membrane berarti
atresia letak rendah → minimal PSARP tanpa kolostomi.

Mekoneum (+) → atresia letak tinggi → dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan
8 minggu kemudian dilakukan tindakan definitive.
Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram bila:

Akhiran/ujung rektum < 1 cm dari kulit → disebut letak rendah

Akhiran/ujung rektum > 1 cm disebut letak tinggi
Pada laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis, rektourethralis dan rektoperinealis.
1.Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel. Bila ditemukan:

Fistel perineal (+) → minimal PSARP tanpa kolostomi.

Fistel rektovaginal atau rektovestibuler → kolostomi terlebih dahulu.

Fistel (-) → invertrogram :
-
Akhiran < 1 cm dari kulit → dilakukan postero sagital anorektoplasti
-
Akhiran > 1 cm dari kulit → dilakukan kolostomi terlebih dahulu
LEAPE (1987) menyatakan bila mekonium didapatkan pada perineum, vestibulum atau
fistel perianal → letak rendah. Bila Pada pemeriksaan Fistel (-) → letak tinggi atau
rendah.1
Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisi udara, dengan
cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala

2 minggu paska operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2x sehari
dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan sampai

24
mencapai ukuran ynag sesuai dengan umurnya. Businasi dihentikan bila busi
nomor 13-14 mudah masuk.1

UMUR
UKURAN
1 – 4 Bulan
# 12
4 – 12 bulan
# 13
8 – 12 bulan
# 14
1 – 3 tahun
# 15
3 – 12 tahun
# 16
> 12 tahun
# 17
FREKUENSI
DILATASI
Tiap 1 hari
1x dalam 1 bulan
Tiap 3 hari
1x dalam 1 bulan
Tiap 1 minggu
2 x dalam 1 bulan
Tiap 1 minggu
1x dalam 1 bulan
Tiap 1 bulan
1x dalam 3 bulan

Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan serta tidak ada rasa
nyeri dilakukan 2x selama 3 – 4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara
bertahap frekuensi diturunkan.1

Skoring Klotz
VARIABEL
KONDISI
SKOR
1 Defekasi
1 – 2 kali sehari
2 hari sekali
3 – 5 kali sehari
3 hari sekali
> 4 hari sekali
11223
2 Kembung

Tidak pernah
Kadang-kadang
Terus menerus

25
123
3 Konsistensi

Normal
Lembek
Encer

12
4 Perasaan ingin BAB
Terasa
Tidak terasa
13
5 Soiling

Tidak pernah
Terjadi bersama flatus
Terus menerus

123
6 Kemampuan menahan feses
yang akan keluar
> 1 menit
< 1 menit
Tidak bisa menahan
123
7 Komplikasi

Tidak ada
Komplikasi minor
Komplikasi mayor

123

Penilaian hasil skoring :


Nilai scoring 7 – 21
7

= Sangat baik
8 – 10
= Baik
11 – 13
= Cukup
> 14
= Kurang1
Prognosis
Dengan pembedahan hasil selalu baik, akan tetapi bergantung pada penyebabnya.
Beberapa bayi tidak akan dapat mengontrol pergerakan usus.3
Komplikasi
Komplikasi antara lain: inkontinensia usus, konstipasi dan hambatan intestinal.3
Morbiditas biasanya datang dari dua penyebab:

26

Morbiditas akibat malformasi
Morbiditas akibat malformasi berhubungan dengan motilitas usus, persarafan anorektal
dan otot sfingter. Morbiditas yang umum dijumpai adalah konstipasi. Beberapa anak

dengan malformasi ringan dapat mengalami konstipasi tetapi tidak penyebabnya tidak
jelas.2

Morbiditas akibat pembedahan

Morbiditas akibat pembedahan umumnya adalah infeksi dan pneumonia. Infeksi luka
dapat terjadi pada pembedahan usus. Anak dengan anus imperforata mempunyai resiko
yang lebih besar untuk terkena infeksi organ pelvik. Pada saat eksplorasi pembedahan
ureter dapat salah disangka sebagai rektum. Uretra dapat dibuka atau terpotong, dan
prostat dan vesica seminalis dapat terluka. Pemotongan organ ini dapat mengakibatkan
iskemik dan kemungkinan striktur atau stenosis total.2

Definisi

Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis
yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu
keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang
keluar (Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak
lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara
abnormal (Suriadi, 2001). Sumber lain menyebutkan atresia rekti dan anus adalah
kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam
kandungan.
Atresia rekti dan anus adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai
lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang
terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir,
tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau
pemeriksaan perineum.

27
Etiologi
Etiologi secara pasti atresia rekti dan anus belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan
pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaananus umumnya
tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada
agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa
ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia
rekti dan anus. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang
sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang
mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga
beresiko untuk menderita atresia rekti dan anus. Sedangkan kelainan bawaan rectum
terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital
sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang
memisahkannya.

Faktor predisposisi
Atresia rekti dan anus dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat
lahir seperti :

1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal,


jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
2. Kelainan sistem pencernaan.
3. Kelainan sistem pekemihan.
4. Kelainan tulang belakang.

Klasifikasi
Secara fungsional, pasien atresia rekti dan anus dapat dibagi menjadi 2 kelompok
besar yaitu :

1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis


dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutma melibatkan bayi
perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar,
dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan
dekompresi usus yang adequate sementara waktu.
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam
keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk
menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk
intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub
kelompok anatomi yaitu :

28
1) Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter
internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat
hubungan dengan saluran genitourinarius.
2) Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter
eksternal berada pada posisi yang normal.
3) Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya
berhungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina
(perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm.

Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia rekti dan anus dibagi 2
golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I dibagi
menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel
tidak ada.
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan
kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada.
Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran
anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ;
lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal.
Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel
perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat
diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu
menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang
seharusnya, tetapi sangat sempit.

Patofisiologi
Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian
belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur
anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur
kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat
juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan
vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak
dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstrksi.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia rekti dan anus adalah kegagalan lewatnya
mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran
anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak
diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir,
gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan
terlihat menonjol (Adele,1996)
Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu
manifestasi klinis atresia rekti dan anus. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau

29
karena cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.

Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut
:
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak
pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan
mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan
traktus urinarius.

Penatalaksaan
Penatalaksanaan Medis

 Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi


posterosagital atau plastik anorektal posterosagital.
 Colostomi sementara

ATRESIA REKTI

Pengertian :

30
Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara
congenital.

Tanda Gejala :
Tanda dan gejala dari Atrsia Ani ini antara lain adalah : Mekonium tidak keluar
dalam waktu 24 - 48 jam setelah lahir; Tinja keluar dari vagina atau uretra; Perut
menggembung; Muntah; Tidak bisa buang air besar; Tidak adanya anus, dengan
ada/tidak adanya fistula; Pada atresia ani letak rendah mengakibatkan distensi perut,
muntah, gangguan cairan elektrolit dan asam basa.2

Etiologi :
Kegagalan pada fase embrio yang penyebab belum diketahui
Faktor Herediter
Abnormal kromosom, mutasi gen dan teratogen

Klasifikasi :
Melbourne membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang melewati
ischii kelainan disebut :
-          Letak tinggi, rectum berakhir di atas M.Levator ani ( m.pubo coxigeus )
-          Letak intermediet, akhiran rectum terletak di M.Levator ani
-          Letak rendah, akhiran rectum berakhir di bawah M.Levator ani

Komplikasi :
Tidak ada komplikasi
Komplikasi minor
Komplikasi mayor

31
Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak
tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan
atresia ani menggunakan prosedur Abdomino Perineal Poli Through (APPT), tapi
metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih
tinggi. Pena dan Defries (1982) memperkenalkan metode operasi yang baru, yaitu
PSARP (Postero Sagital Ano Recto Plasty). Yaitu dengan cara membelah muskulus
sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong
rectum dan pemotongan fistel. Tekhnik dari PSARP ini mempunyai akurasi yang sangat
tinggi dibandingkan dengan APPT yang mempunyai tingkat kegagalan yang tinggi.

ANUS IMPERFORATA

Pengertian :
anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu kelainan
kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani,
Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran  yang dapat muncul sebagai
penyakit tersering  yang merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial,
Esofageal, Renal, Limb). 

Tanda Gejala :
Mekonium tidak keluar dalam waktu 24 - 48 jam setelah lahir; Tinja keluar dari
vagina atau uretra; Perut menggembung; Muntah; Tidak bisa buang air besar; Tidak
adanya anus, dengan ada/tidak adanya fistula; Pada atresia ani letak rendah
mengakibatkan distensi perut, muntah, gangguan cairan elektrolit dan asam basa.2

Etiologi :
-          Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur
-          Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
-          Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.

Klasifikasi :
Terdapat bermacam-macam klasifikasi anorektal menurut beberapa penulis

Komplikasi :
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena
kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat,
keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta
perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya
berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rectum dan ada tidaknya fistula.

Penatalaksanaan :

32
harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. PSARP (Postero Sagital Ano Recto
Plasty). Yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus
levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan pemotongan fistel.
Tekhnik dari PSARP ini mempunyai akurasi yang sangat tinggi dibandingkan dengan
APPT yang mempunyai tingkat kegagalan yang tinggi.

Aunty Dyah ATRESIA REKTI

A. DEFINISI
Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal (anus) secara congenital
(sejak lahir).

B. GEJALA DAN TANDA


Tanda dan gejala dari Atrsia Ani ini antara lain adalah : mekonium (feses bayi) tidak keluar
dalam waktu 24 - 48 jam setelah lahir; tinja keluar dari vagina atau uretra; perut menggembung;
Muntah; tidak bisa buang air besar; tidak adanya anus, dengan ada/tidak adanya fistula
(saluran abnormal); Pada atresia ani letak rendah mengakibatkan distensi /tegang perut,
muntah, gangguan cairan elektrolit dan asam basa

C. PENYEBAB
• Kegagalan pada fase embrio yang penyebabnya belum diketahui
• Faktor herediter (keturunan)
• Abnormal kromosom, mutasi gen.

D. TERAPI
a. Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan.
Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan
kolostomi (membuat anus buatan) beberapa saat setelah lahir, kemudian anoplasti perineal
yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi
berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi
waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga
memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya.
b. Pengobatan
1) Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
2) Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi
sekaligus (pembuat anus permanen)

E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
a. Asidosis hiperkioremia (kekurangan bikarbonat yang reabsorpsi di tubulus ginjal).
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang:stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)

33
F. PENCEGAHAN
Tidak ada pencegahan yang dapat dilakukan karena bersifat kongenital/bawaan.

G. SUMBER REFERENSI
1. Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3.
Jakarta : EGC.
2. Carpenito, Lynda Juall (1997). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta : EGC.
3. Wong, Donna L (2003). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih (ed),
Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.

Atresia Rekti dan Anus


bawah judul

Definisi
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis yang
berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak
adanya atau tertutupnya lubang badan normal.
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar
(Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya
perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,
2001). Sumber lain menyebutkan atresia rekti dan anus adalah kondisi dimana rectal terjadi
gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.
Atresia rekti dan anus adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang
untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat
kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa
terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.

Etiologi
Etiologi secara pasti atresia rekti dan anus belum diketahui, namun ada sumber mengatakan
kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus
dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaananus umumnya tidak ada kelainan rectum,
sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen
autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia rekti dan anus. Orang tua yang mempunyai
gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat
kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan
congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia rekti dan anus. Sedangkan kelainan
bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus
urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang
memisahkannya.

Faktor predisposisi
Atresia rekti dan anus dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir
seperti :

1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung,
trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
2. Kelainan sistem pencernaan.

34
3. Kelainan sistem pekemihan.
4. Kelainan tulang belakang.

Klasifikasi
Secara fungsional, pasien atresia rekti dan anus dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :

1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai
melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan
dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini
sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate
sementara waktu.
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja.
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi
spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa
diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :

1) Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal
dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan
dengan saluran genitourinarius.
2) Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal
berada pada posisi yang normal.
3) Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya
berhungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan).
Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm.

Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia rekti dan anus dibagi 2 golongan
yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 4
kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada.
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel
vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada.
Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal,
stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat
anterior dari letak anus normal.
Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum,
stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan
tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada
stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit.

Patofisiologi
Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang
berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur anorektal. Terjadi
stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena
tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu
dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis
sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar
anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstrksi.

35
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia rekti dan anus adalah kegagalan lewatnya
mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan
fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika
bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran
abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996)
Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu
manifestasi klinis atresia rekti dan anus. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena
cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.

Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak
pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari
adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus
urinarius.

Penatalaksaan
Penatalaksanaan Medis

 Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi


posterosagital atau plastik anorektal posterosagital.
 Colostomi sementara

Lebih lengkap disini: Atresia Rekti dan Anus | kumpulan askep askeb | download KTI Skripsi |
asuhan keperawatan kebidanan
http://terselubung.cz.cc/

36

Vous aimerez peut-être aussi