Vous êtes sur la page 1sur 17

Uji Difusi

Uji difusi dilakukan menggunakan membrane Whatman yang telah dilapisi dengan cairan
Spangler sebelumnya.
Uji permeasi perkutan dilakukan dengan menggunakan metode flow through yang terdiri
dari sel difusi Franz, pompa peristaltik, batang pengaduk, gelas kimia, penangas air, penampung
reseptor, termometer, dan selang dengan diameter 5 mm. Sampel krim uji ditimbang 1,0 g dan
diratakan diatas membran. Suhu media adalah 37±0,5 ºC dengan total volume cairan reseptor
100 mL. Pompa peristaltik menghisap cairan reseptor dari gelas kimia kemudian dipompa ke sel
sehingga terjadi aliran hidrodinamis. Proses dilakukan se!ama
1 jam. Kadar obat yang terdifusi melalui membran ke media permeasi kemudian ditetapkan
dengan cara spekrofotometri UV pada _ = 276 nm.
1. Alat dan Bahan
ALAT:
- Alat-alat gelas
- Pompa peristaltic
- Pengaduk
- Gelas piala
- Penangas air
- Termometer
- Selang dengan diameter 4 mm

BAHAN:
- Membran difusi
- Kertas whatman No. 1
- Cairan spangler
- Asam oleat
- Asam stearat
- Minyak kelapa
- Parafin
- Lecitin
- Cera alba
- Parasetamol
- Na CMC
- Propilen glikol
- Na benzoat
- Air suling
2. Cara Kerja
Pembuatan Membran difusi
a) Digunting kertas whatman sesuai dengan diameter alat donor
b) Ditimbang kertas whatman tersebut
c) Dibuat cairan spangler dengan komposisi :
Asam oleat 10 g
Asam stearat 2,5 g
Minyak kelapa 7,5 g
Parafin 5g
Lesitin 2,5 g
Cera Alba 10 g
d) Bahan untuk cairan spangler dilebur dan diaaduk sampai rata
e) Dimasukkan kedalamnya kertas whatman selama 15 menit
f) Diangkat segera dan dikeringkan dengan kertas saring dan ditimbang kembali
( ditentukan jumlah cairan yang terserap ).

Kelompok 4
Bo = 0,0310 g
Bt = 0,0968 g
Presentasi impregnasi = Bt – Bo x 100 %
Bo
Presentasi impregnasi kelompok 4 = Bt – Bo x 100 %
Bo
= 0,0968-0,0310 x 100 %
0,0310
= 212,26 %
Kelompok 5
Bo = 0,0811 g
Bt = 0,0945 g
Presentasi impregnasi kelompok 5 = Bt – Bo x 100 %
Bo
= 0,0945-0,0811 x 100 %
0,0811
= 16,52 %
Kelompok 6
Bo = 0,0300 g
Bt = 0,1116 g
Presentasi impregnasi kelompok 6 = Bt – Bo x 100 %
Bo
= 0,1116- 0,0300 x 100 %
0,0300
= 272 %

Pembuatan Sediaan Gel


Formula gel Kel.1 Kel.2 Kel.3 Kel.4 Kel.5 Kel.6
Parasetamol 0,5 % 1% 1,5 % 0,5 % 1% 1.5 %
CMC Na 5% 5% 5% 5% 5% 5%
Propilenglikol 10 % 10 % 10 % 5% 5% 5%
Na Benzoat 0,1 % 0,1 % 0,1 % 0,1 % 0,1 % 0,1 %
Air suling ad 100 % 100 % 100 % 100 % 100 % 100 %

Cara kerja
- Diambil dan timbang semua bahan sesuai ukuran
- Na CMC dikembangkan dengan air hangat 20 x nya didalam lumpang
- Digerus parasetamol dalam lumpang
- Dimasukkan Na CMC yang sudah dikembangkan ke dalam lumpang yang berisi
parasetamol
- Dimasukkan semua bahan lain yaitu propilen glikol, Na Benzoat ke dalam lumpang
tersebut
- Gel sudah terbentuk
cara Kerja Uji Difusi
- Diambil 1 gram gel, diratakan di atas kertas membran
- dimasukkan kertas membran tersebut kedalam alat flow through dengan posisi gel berada
diatas.
- Dioperasikan alat tersebut
- Setelah 20 menit, diambil 5 ml cairan yang mengandung obat yang sudah menembus
membrane dan diganti cairan reseptor dengan 5 ml air yang berada di beker glass
sebelahnya
- Percobaan dilakukan selama 1 jam dengan rentang waktu 20 menit

5. Hasil Pengamatan
X Y

Konsentrasi Absorban
( ppm )

0 0.0017

2 0.1693

8 0.5812

10 0.6916

15 0.9913

20 1.3092

Dihitung dengan kalkulator maka diperoleh :

a = 0.0326

b = 0.0645
r =0.9989

Persamaan regresi yang diperoleh : y = 0.0326 + 0.0645 x

Pada Sampel Sediaan Gel 0,5% Parasetamol A

a) t = 20’, A= 0.0773
y = 0.0326 + 0.0645 x

0.0773 = 0.0326 + 0.0645 x

0.0447 = 0.0645 x

x = 0.693

b) t = 40’, A= 0.0921
y = 0.0326 + 0.0645 x

0.0921 = 0.0326 + 0.0645 x

0.0447 = 0.0645 x

x = 0.922

c) t = 60’, A= 0.1869
y = 0.0326 + 0.0645 x

0.1869 = 0.0326 + 0.0645 x

0.1543 = 0.0645 x

x = 2,392
Pada Sampel Sediaan Gel 1% Parasetamol B

a. t = 20’, A= 0.2021
y = 0.0326 + 0.0645 x

0.2021 = 0.0326 + 0.0645 x

0.1695 = 0.0645 x

x = 2.628

b. t = 40’, A= 0.1816

y = 0.0326 + 0.0645 x

0.1816 = 0.0326 + 0.0645 x

0.149 = 0.0645 x

x = 2.310

c. t = 60’, A= 0.0983
y = 0.0326 + 0.0645 x

0.0983 = 0.0326 + 0.0645 x

0.0657 = 0.0645 x

x = 1.019
Pada Sampel Sediaan Gel 1,5% Parasetamol

a. t = 20’, A= 0.1099
y = 0.0326 + 0.0645 x

0.1099 = 0.0326 + 0.0645 x

0.0773 = 0.0645 x

x = 1.198

b. t = 40’, A= 0.1697

y = 0.0326 + 0.0645 x

0.1697 = 0.0326 + 0.0645 x

0.1371 = 0.0645 x

x = 2.126

c. t = 60’, A= 0.1071
y = 0.0326 + 0.0645 x

0.1071 = 0.0326 + 0.0645 x

0.0745 = 0.0645 x

x = 1.155
3. Pembahasan
Praktikum kali ini, kami melakukan uji difusi obat untuk mengetahui seberapa banyak
obat menembus membran tiap waktu. Difusi pasif merupakan suatu proses perpindahan masa
dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi rendah. Prinsip absorbsi
obat melalui kulit adalah difusi pasif yaitu proses di mana suatu substansi bergerak dari daerah
suatu sistem ke daerah lain dan terjadi penurunan kadar gradien diikuti bergeraknya molekul
(Anief, 1997). Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses trans-membran bagi
umumnya obat. Tenaga pendorong untuk difusi pasif ini adalah perbedaan konsentrasi obat pada
kedua sisi membran sel. membran padat digunakan sebagai model pendekatan membran
biologis. Membran padat juga digunakan sebagai model untuk mempelajari kompleks atau
interaksi antara zat aktif dan bahan tambahan serta proses pelepasan dan pelarutan
Uji difusi secara transdermal dengan mengumpakan kertas whatman sebagai
membran/kulit, cairan spangler sebagai cairan yang dioleskan diatas membran , cairan spangler
dibuat dengan komposisi Asam oleat, Asam stearat, Minyak kelapa, Parafin, Lesitin, Cera Alba.
Peran asam oleat sebagai peningkat penetrasi ini ditunjang oleh sifat lipofil asam oleat dan
kepolaran medium gel yang cukup tinggi, sehingga asam oleat mudah dilepas-kan dari sediaan
dan berpenetrasi ke dalam membran. Mekanisme asam oleat dalam meningkatkan penetrasi
absorpsi perkutan berdasarkan kemampuannya mengubah fluiditas lipida dalam stratum korneum
yang dapat meningkatkan permeabilitas lapisan stratum korneum. Komposisi cairan spangler
banyak mengandung lipid karena stratum korneum yang terdiri dari kurang lebih 40 % protein
(pada umumnya keratin) dan 40 % air dengan lemak berupa trigliserida, asam lemak bebas,
kolesterol dan fosfat lemak.. Gel juga dibuat dengan formulasi yang berbeda-beda untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan obat menembus membran. Kandungan air yang tinggi
dalam basis gel dapat menyebabkan terjadinya hidrasi pada stratum korneum sehingga akan
memudahkan penetrasi obat melalui kulit. Gel juga terdiri atas bahan pembantu yang berfungsi
untuk meningkatkan penetrasi zat kedalam kulit. Propilen glkol pada formula juga bertujuan
untuk penambahan propilen glikol pada sediaan topikal juga dapat meningkatkan laju difusi.
Gel yang sudah dibuat dioleskan kertas whatman yang telah dioleskan dengan cairan spangler
yang sebelumnya telah dikeringkan.. Alat yang digunakan untuk melakukan uji difusi adalah
flow through. Membran yang telah dioleskan dengan gel diletakan mengehadap keatas dimana
posisi gel berada diatas, hal ini bertujuan agar mekanisme difusi terjadi melewati membrane dan
membran tiruan ini yang berfungsi sebagai sawar yang memisahkan sediaan dengan cairan
disekitarnya. Alat ini dilengkapi oleh pompa peristaltic yang bertujuan untuk menghisap cairan
reseptor dari gelas kimia kemudian dipompa ke sel difusi melewati penghilang gelembung
sehingga aliran terjadi secara hidrodinamis. Alat flow through juga dilengkapi dengan donor
yang berfungsi untuk meletakkan membrane dan mengalirkan hasil cuplikan sample. Di alat flow
through ini terdapat dua beker glass yang diletakkan bersebelahan dan susu pada alat ini adalah
37 0 C sesuai dengan suhu tubuh manusia, beker glass yang satu berisi cairan aquadest 330 ml
yang diibaratkan sebagai cairan tubuh, dan disebelahnya beker glass yang berisi air untuk
menggantikan air pada beker glass pertama setelah diambil cuplikan sebnyak 5 ml. Cuplikan atau
sample yang sudah ditampung dalam beker glass diambil sebanyak 5 ml tiap interval waktu 20
menit, 4-0 menit, 60 menit.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil spektrofotometri nilai Absorban parasetamol
konsentrasi 0,5 % adalah 0,0773 ; 0,0921 ; 0,1869. Absorban yang diperoleh meningkat karena
waktunya juga meningkat, yaitu mulai dari interval 20’, 40’, 60’. Setelah dihitung konsentrasinya
juga meningkat. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan nilai Absorban berbanding lurus
dengan konsentrasi. Konsentrasi yang meningkat menunjukan bahwa telah terjadi difusi obat
pada membrane kulit. Sedangkan pada konsentrasi parasetamol dengan kadar 1 % menghasilkan
Konsentrasi terus menurun dari waktu ke waktu, padahal konsentrasi gel parasetamolnya lebih
tinggi. Seharusnya gel parasetamol 1% menghasilkan absorban yang lebih tinggi dan menigkat
sesuai dengan interval waktu. Hal tersebut terjadi karena parasetamol belum semuanya berdifusi
ke membrane. Dan obat harus melewati barier absorpsi. Sehingga tidak semuanya konsentrasi
parasetamol yang berdifusi ke membrane. Sedangkan Tujuan umum penggunaan obat pada terapi
dermatologi adalah untuk menghasilkan efek terapetik pada tempat-tempat spesifik di jaringan
epidermis. Absorpsi perkutan didefinisikan sebagai absorpsi menembus stratum korneum
(lapisan tanduk) dan berlanjut menembus lapisan di bawahnya dan akhirnya masuk ke sirkulasi
darah. Kulit merupakan perintang yang efektif terhadap penetrasi perkutan obat.
Untuk Gel parasetamol 1,5 % diperoleh konsentrasi yang menurun pada menit ke 40,
karena mencerminkan penundaan penembusan senyawa ke bagian stratum corneum dan
pencapaian gradient difusi. Dan mengalami kenaikan lagi pada menit ke-60. Penurunan
konsentrasi terjadi karena pada membrane difusi terdapat cairan spangler yang diibaratkan
dikulit manusia adalah sebagai barier pada permukaan kulit. Lapisan tersebut mengandung asam-
asam lemak dan bertindak sebgai barier. Molekul obat mempenetrasi dengan cara difusi pasif,
jadi jumlah obat yang pindah menyebrangi lapisan kulit tergantung pada konsentrasi obat atau
aimya
. Kesimpulan
Difusi pasif merupakan suatu proses perpindahan masa dari tempat yang berkonsentrasi
tinggi ke tempat yang berkonsentrasi rendah.
Prinsip absorbsi obat melalui kulit adalah difusi pasif yaitu proses di mana suatu
substansi bergerak dari daerah suatu sistem ke daerah lain dan terjadi penurunan kadar
gradien diikuti bergeraknya molekul
Komposisi cairan spangler banyak mengandung lipid karena stratum korneum yang
terdiri dari kurang lebih 40 % protein (pada umumnya keratin) dan 40 % air dengan
lemak berupa trigliserida, asam lemak bebas, kolesterol dan fosfat lemak.
Absorban berbanding lurus dengan konsentrasi, Semakin besar nilai Absorban maka
konsentrasi yang diperoleh semakin besar, begitu juga sebaliknya. Dan semakin lama
waktu uji difusi dilakukan konsentrasi akan bertambah.
PERCOBAAN II

METODA PENGENDAPAN PROTEIN PLASMA

1. Tujuan

Mengetahui berbagai metode denaturasi protein


Melakukan proses pengendapan protein dengan berbagai metode
3. Alat dan Bahan

Alat:

- Vortex
- Sentrifuge
- Tabung
- Pipet Tetes
- Mikro Pipet
- Beaker Glass
- Oven
- Kulkas
- Kaca Arloji
- Spatula

Bahan:

- Zat Pengendap Protein


- Diklorometan
- Eter
- Plasma
- Parasetamol
- Etil Asetat
4. Cara Kerja

Cara Kerja 1

a) Dibuat sample parasetamol 1000 ppm


Dibuat Larutan NaOH ( 0,1 N ) sebanyak 1 liter
V= 1 liter
N= 0,1 N
n= 0,1 x 1 = 0,1
massa yang ditimbang : 0,1 x 40 = 4 gram
Ditimbang 4 gram NaOH, kemudian dilarutkan dengan aquadest 1000 ml
Ditimbang 100 mg paracetamol, kemudian dilarutkan dengan 100 ml NaOH yang telah
dibuat sebelumnya.
100 mg / 100 ml = 1 mg / ml = 1000 ppm
b) Diambil 500 ul = 0,5 ml plasma + 500 ul = 0,5 ml paracetamol + zat pengendap protein
( Asetonitril/AC, trikloroasetat/TCA, Metanol ) pada tabung sentrifuse yang berbeda-
beda.
c) Divortex selama 30 detik
d) Disentrifugasi selama 5 menit ( 10.000-15.000 ppm ).

Cara Kerja 2 :
a) Supernatant yang diperoleh dari pengendapan terbanyak cara kerja 1 diambil kemudian
divortex selama 30 detik
b) Disentrifugasi selama 5 menit ( 10.000-15.000 ppm ).
c) Ditambah etil asetat 1 ml , lalu divortex selama 30 detik, dan disentrifugasi selama 5
menit.
d) Supernatant yang diperoleh dipisahkan dalam tabung sentrifuse baru.

6. Pembahasan

Pada praktikum kali ini, kami melakukan uji analisis parasetamol dalam cairan hayati
menggunakan larutan parasetamol 1000 ppm. Cairan hayati yang digunakan adalah plasma. Analisis
tersebut dilakukan untuk mengetahui kadar obat yang berikatan dengan plasma. Percobaan ini
dilakukan untuk mengedapkan protein pada sampel. Hal ini dilakukan ketika akan melakukan uji
farmakokinetik berikutnya. Perlakuan ini harus dilakukan karena adanya protein dalam sampel akan
mengganggu uji farmakokinetik yang dilakukan. Perlakuan ini juga dilakukan untuk mengisolasi atau
memisahkan obat yang akan diteliti dari matriks sampel. Pengendapan protein dilakukan dengan
denaturasi protein. Denaturasi dapat dilakukan akibat adanya perubahan pH, temperature, dan
penambahan senyawa kimia. Cara denaturasi protein yang umum digunakan adalah dengan
penambahan precipitating agen.

Intensitas farmakologi obat sering sekali dikaitkan dengan dosis obat yang dikonsumsi, namun
sebenarnya konsentrasi obat yang berikatan dengan reseptorlah yang menentukan besarnya efek
farmakologi yang diberikan oleh suatu obat. Reseptor sebagian besar terdapat dalam jaringan, oleh
karena itu sebagian besar sel-sel jaringan diperfusi oleh darah, maka pemeriksaan kadar obat dalam
darah merupakan suatu metode yang paling tepat untuk pemantauan pengobatan dan pengoptimalan
manfaat terapi obat dalam layanan farmasi.

Zat pengendap protein yang digunakan adalah Trikloro asetat / TCA, Asetonitril, dan
methanol. Antikoagulan tersebut diberikan untuk memisahkan eritrosit dengan plasma. Zat
tersebut akan mengendapkan protein dalam plasmanya. TCA berfungsi untuk mengendapkan
protein dalam plasma darah, sehingga yang tersisa dibagian atas atau yang dikenal dengan
supernatan hanyalah ikatan obat dengan plasma. Fungsi TCA adalah untuk menghentikan
jalannya reaksi hidrolisis dengan cara mendenaturasi enzim karena sifat TCA adalah asam.
Reagen ini menghentikan reaksi enzimatis karena sifatnya yang asam sehingga enzim menjadi
inaktif dan kehilanagan fungsi katalitiknya.
Sifat zwitter ion pada protein membuat protein memiliki muatan yang berbeda pada pH
yang berbeda pula. Akibatnya protein dapat larut pada rentang pH tertentu dimana protein
bermuatan. Suatu saat di pH tertentu protein akan mencapai titik isoelektrik, yakni pH dimana
jumlah total muatan protein sama dengan nol (muatan positif sebanding dengan muatan negatif),
hal ini akan mempengaruhi kelarutan protein. Pada titik isoelektrik, kelarutan protein sangat
rendah, sehingga potein dapat mengendap. Selain itu, protein juga dapat membentuk ikatan
dengan logam dimana beberapa asam amino dapat terikat pada satu logam sehingga molekulnya
menjadi besar, beratnya juga menjadi besar sehingga potein mengendap. Selain itu terdapat juga
beberapa sifat lain yang berhubungan dengan presipitasi protein ini yang dijelaskan pada
mekanisme pengendapan oleh masing-masing reagen
Teknik yang digunakan dalam praktikum isolasi tau pemisahan obat adalah ekstraksi cair-cair,
dengan prinsip menggunakan 2 zat cair sebagi pengekstraksi. Pada praktikum kali ini plasma darah 0,5
ml + 0,5 ml parasetamol + zat pengendap protein ( TCA, Asetonitril, metanol ) dimasukan kedalam
tabung sentrifuse yang berbeda dan divortex selama 30 detik. Vortex dilakukan dengan tujuan
menghomogenkan cairan tersebut. Setelah divortex tabung sentrifuse dimasukkan kedalam sentrifuse.
Proses sentrifuse dilakukan dengan tujuan mengendapkan protein dalam plasma dan terliat supernatant
yang dipeoleh dari plasma tersebut. Setelah praktikum ini dilakukan terlihat bahwa endapan protein
paling banyak terdapat pada penambahan zat pengendapan protein TCA. Oleh karena itu supernatant
yang diperoleh dari pengendapan protein dengan TCA diambil supernatantnya dilakukan pengulangan
cara kerja seperti pengendapan protein diatas. Sedangkan penggunaan agen pengendap metanol
menghasilkan endapan yang sedikit, dan asetonitril tidak menghasilkan endapan. Hal tersebut terjadi
karena mekanisme TCA 10 % sebagai agen presipitasi yakni ion negatif dari TCA akan bergabung dengan
protein yang sedang berada pada kondisi sebagai kation ( pH larutan dalam kondisi asam hingga pH
isoelektrik protein ) hingga membentuk garam protein. Beberapa garam yang dihasilkan tersebut tidak
larut dengan demikian metode ini dapat digunakan untuk memisahkan protein dari larutan. Umumnya
agen presipitasi akan melarut sedangkan garam protein akan terdekomposisi dengan adanya
penambahan basa (membentuk protein yang bermuatan negatif atau anionic protein). TCA umumnya
digunakan untuk protein-protein yang telah berada dalam keadaan bebas pada filtrat darah dan pada
pemeriksaan awal materi biologis. Sedangkan Metanol dan Asetonitril merupakan pelarut organik yang
dapat mengendapkan protein. Pengendapan ini berkaitan dengan pI protein, dimana semakin jauh dari
titik isoelektrik maka kelarutan akan semakin meningkat dan semakin dekat dengan titik isoelektrik
maka kelarutan akan semakin menurun. Penambahan larutan organik seperti metanol ataupun
asetonitril pada larutan protein dalam air akan menurunkan Kd (Konstanta Dielektrik) pelarut/air yang
meningkatkan tarikan antara molekul-molekul bermuatan dan memfasilitasi interaksi elektrostatik
protein. Selain itu pelarut organik ini juga akan menggantikan beberapa molekul air di sekitar daerah
hidrofob dari permukaan protein yang berasosiasi dengan protein sehingga menurunkan konsentrasi air
dalam larutan dengan demikian kelarutan protein akan menurun dan memungkinkan terjadinya
pengendapan. Pada hasil percobaan diperoleh bahwa keefektifan pelarut organik asetonitril lebih besar
dibandingkan dengan metanol.

Kemudian hasil supernant baru dari pengendapan protein terbanyak ( pada TCA ) yang
diperoleh ditambahkan 1 ml etil asetat, kemudian divortex untuk menghomogenkan cairan
tersebut, dan disentrifuse. Dari penambahan etil asetat tersebut diperoleh supernatant baru. Dari
hasil praktikum, kelompok 1 memperoleh supernatant akhir 1 ml. Kelompok 2 memperoleh
supernatant sebanyak 0,5 ml. Supernatant yang diperoleh oleh kelompok 3 adalah 0,75 ml.
kelompok 4 memperoleh supernatant akhir 1 ml. Kelompok 5 memperoleh supernatant akhir
0,75. Supernatant yang diperoleh oleh kelompok 6 adalah 0,5 ml. Perbedaan hasil supernatant
tersebut karena perbedaan volume pada saat pemipetan zat pengendap protein maupun zat
lainnya, perbedaan volume sangat berpengaruh terhadap pengendapan proteinnya. Adanya udara
dalam sediaan juga turut mempengaruhi perbedaan hasil. Kemudian kemungkinan perbedaan
perlakuan pada saat memvortex. Perbedaan dengan hasil percobaan kemungkinan karena
pengaruh pH yang masih terdapar oleh dapar dalam plasma. Keuntungan metoda presipitasi
plasma protein menggunakan agen presipitasi adalah mudah dilakukan dan cepat namun
kerugiannya yakni tidak dapat mengendapkan protein secara sempurna.
Jika ikatan plasma terlepas dari obat maka obat akan terikat pada pelarut organik, pelarut
organiknya yang akan dianalisis. Jika pelarut organik yang dianalsis tinggi berarti baik dalam penarikan
obat dari terlepasnya ikatan obat dengan plasma. Pada praktikum zat pengendap protein yang cocok
adalah TCA. Jika cocok dengan pengendap protein maka obat ada di dalam pelarut, akan tetapi jika
pengendap protein yang digunakan tidak cocok maka obat cenderung terikat dengan protein sehingga
obat sedikit yang dianalisa. Ikatan pada protein plasma umumnya mempunyai derajat yang sangat
bervariasi dan biasanya ikatan yang terjadi adalah dengan albumin, walaupun tidak tertutup
kemungkinan terjadi juga ikatan dengan globulin dan protein yang lain. Tingkat dan kekuatan ikatan
protein plasma sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain muatan molekul radiofarmaka, pH,
sifat protein dan konsentrasi anion dalam plasma. Ikatan protein memberikan efek yang signifikan
dalam distribusi pada jaringan, uptake pada organ yang diinginkan serta plasma clearance. Oleh karena
itu, penentuan tingkat ikatan protein plasma dari radiofarmaka harus dilakukan

. Kesimpulan
Intensitas farmakologi obat sering sekali dikaitkan dengan dosis obat yang dikonsumsi, namun
sebenarnya konsentrasi obat yang berikatan dengan reseptorlah yang menentukan besarnya
efek farmakologi yang diberikan oleh suatu obat.
Antikoagulan tersebut diberikan untuk memisahkan eritrosit dengan plasma. Zat tersebut akan
mengendapkan protein dalam plasmanya.
TCA menghasilkan endapan terbanyak dibandingkan dengan zat pengendap astonitiril dan
metanol.
Perbedaan hasil supernatant tersebut karena perbedaan volume pada saat pemipetan zat
pengendap protein maupun zat lainnya, perbedaan volume sangat berpengaruh terhadap
pengendapan proteinnya. Kemudian kemungkinan perbedaan perlakuan pada saat memvortex.
Adanya udara dalam sediaan juga turut mempengaruhi perbedaan hasil. Perbedaan dengan
hasil percobaan kemungkinan karena pengaruh pH yang masih terdapar oleh dapar dalam
plasma
Jika ikatan plasma terlepas dari obat maka obat akan terikat pada pelarut organik, pelarut
organiknya yang akan dianalisis. Jika pelarut organik yang dianalsis tinggi berarti baik dalam
penarikan obat dari terlepasnya ikatan obat dengan plasma. Pada praktikum zat pengendap
protein yang cocok adalah TCA.
Jika cocok dengan pengendap protein maka obat ada di dalam pelarut, akan tetapi jika
pengendap protein yang digunakan tidak cocok maka obat cenderung terikat dengan protein
sehingga obat sedikit yang dianalisa

PEMBUATAN KURVA KALIBRASI

4. Cara Kerja

a. Dibuat Larutan NaOH ( 0,1 N ) sebanyak 1 liter


V= 1 liter
N= 0,1 N
n= 0,1 x 1 = 0,1
massa yang ditimbang : 0,1 x 40 = 4 gram
b. Ditimbang 4 gram NaOH, kemudian dilarutkan dengan aquadest 1000 ml
c. Ditimbang 100 mg paracetamol, kemudian dilarutkan dengan 100 ml NaOH yang telah
dibuat sebelumnya.
100 mg / 100 ml = 1 mg / ml = 1000 ppm
d. Paracetamol 1000 ppm diencerkan menjadi 100 ppm dengan cara di pipet 10 ml
paracetamol induk lalu di ad dengan NaOH 100 ml.
e. Lalu dibuat satu seri larutan paracetamol dengan konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 8 ppm, 10
ppm, 15 ppm, 20 ppm.
Konsentrasi 2 ppm
V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 100 = 50 x 2
V1 = 1 ml
Jadi volume yang di pipet dari parasetamol 100 ppm adalah 1 ml untuk menghasilkan
konsentrasi paracetamol 2 ppm
Konsentrasi 4 ppm
V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 100 = 50 x 4
V1 = 2 ml
Konsentrasi 8 ppm
V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 100 = 50 x 8
V1 = 4 ml
Konsentrasi 10 ppm
V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 100 = 50 x 10
V1 = 5 ml
Konsentrasi 15 ppm
V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 100 = 50 x 15
V1 = 7,5 ml
Konsentrasi 20 ppm
V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 100 = 50 x 20
V1 = 10 ml
f. Masing-masing larutan parasetamol dimasukkan dalam kuvet , lalu diukur dengan alat
spektrofotometri dan dibaca intensitas warna yang terjadi pada spektrofotometri.
g. Setelah diperoleh data maka akan terbentuk kurva kalibrasi yaitu hasil plot antara
Absorban terhadap konsentrasi.

Vous aimerez peut-être aussi