Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Abstrak
Penelitian ini mengevaluasi irradiansi dari unit-unit penyembuhan (curing) melalui inti
dan lapisan keramik hot-pressed, sama halnya seperti penerimaan dari material-material
tersebut. Kepingan-kepingan dari 0.7, 1.4, dan 2 mm dalam ketebalan Empress (EMP)
dan Empress Esthetic (EST), dan 0,8 (n=5) dan 1.1 mm (n=5) dalam ketebalan Empress 2
(E2) telah didapat. Untuk E2 , dua dari kepingan dengan tebal 0.8 mm telah dilapisi
dengan dentin (dengan tebal 1.2 dan 1.4 mm) dan dua dentin + enamel (dengan tebal 1.5
mm). Spesimen dengan tebal 1.1 mm telah ditambahkan untuk prosedur pelapisan yang
ANOVA, dan tes Tukey dengan level pembeda 5%. Penyebaran melalui keramik
menurunkan irradiansi dari semua keramik. Irradiansi melalui EST secara signifikan
lebih tinggi daripada melalui EMP. Untuk E2, reduksi dalam irradiansi bergantung pada
ketebalan inti atau ketebalan lapisan. Mode QTH yang sporadis, menunjukkan irradiansi
yang lebih tinggi dari mode yang berkesinambungan dan keduanya menunjukkan
irradiansi yang lebih tinggi dari LED. Keramik secara signifikan mempengaruhi
irradiansi dan penerimaan, dimana kedua hal tersebut dapat digunaka untuk mengurangi
peningkatan ketebalan.
Pendahuluan
berbeda untuk meningkatkan kualitas mekanis dari keramik tanpa merusak kualitas
estetik keramik tersebut (1). Beberapa material yang paling representatif adalah the glass
dan keramik alumunium/zirconium oxide. IPS Empress (EMP) dan Empress 2 (E2)
adalah dua material hot-pressed yang paling menonjol dan baru-baru ini IPS Empress
EMP adalah keramik leucite-reinforced glass yang didesain untuk menyimpan unit-unit
tunggal seperti lapisan-lapisan, inlays, onlays dan crowns (1,3). E2 dikembangkan untuk
memproduksi crown dan sub struktur anterior bridge (1,4), dikarenakan mikrostrukur
disilicate-based nya, dengan jumlah kristal yang hilang di dalam matriks yang rata (3).
EST juga merupakan material yang leucite-based akan tetapi dengan sedikit kristal yang
didistribusikan ke sebuah mode yang lebih homogen dibandingkan EMP (2). Di lain kata,
lapisan keramik yang berada di dalam inti E2 dibentuk dari kristal-kristal fluorapatite di
Dikarenakan karakter keramik yang rapuh, semen yang berbahan resin digunakan untuk
secara kimiawi terpolimerisasi diatas sebuah campuran bahan baku dan komponen katalis
yang ikut terekspos ke polimerisasi cahaya karena pengaruh photoinitiator (5). Molekul
tersebut muncul melalui cahaya dengan wavelength dan irradiansi yang cukup (6,7).
Untuk mendapatkan kekuatan ikat yang cukup setelah proses sementasi, maka penting
bagi cahaya untuk mencapai the luting agent agar memperoleh polimerisasi yang
maksimal (8).
Lebih lanjut, beberapa peneliti telah melaporkan adanya efek atenuasi cahaya yang
disebabkan oleh keramik (5, 9-13). Tingkat dari atenuasi ini sangatlah bergantung pada
bayangan (shade) (5, 10, 11). Kombinasi dari pemisahan, refleksi, dan penyerapan yang
berada di luar permukaan dari material yang mempengaruhi dapat menerangkan adanya
peristiwa reduksi cahaya (14). Beberapa penelitian telah mengeveluasi efek dari
Tujuan dari studi in vitro ini adalah untuk mengevaluasi irradiansi dari curring units
melalui inti dan lapisan keramik hot-pressed dari ketebalan yang berbeda dan juga untuk
mengevaluasi penerimaan dari material-material ini. Hipotesis yang telah dites adalah
irradiansi.
Keramik yang dievaluasi adalah EMP, E2, EST, dan IPS Iris untuk E2 dentin (D) dan
Enamel (E), semuanya dari Ivoclar Vivadent AG (Schaan, Liechtenstein). Untuk EMP
dan EST, tiga kepingan dengan diameter 10 mm dan dengan ketebalan 0.7, 1.4, dan 2 mm
dengan ketebalan 0.8 (n=5) atau 1.1 mm (n=5) berhasil didapat/dihasilkan, kemudian
dibagi menurut lapisan material (D atau E) untuk kemudian diaplikasikan, seperti yang
Dimensi penerimaan difusi cahaya dihasilkan dalam range 300 sampai 600 nm yang
Elmer, Shelton, CT, USA), dilengkapi dengan sebuah gelembung perekat. Sebuah papan
hitam berbentuk segiempat (4x4 cm) dengan sebuah alat peraga berbentuk pusat rongga
cahaya per nanometer didapatkan dengan Origin 6.1 software (Microcal Software Inc,
Irradiansi melalui spesimen keramik telah dievaluasi dengan menggunakan dua unit
dan sebuah blue light-emitting diode (Ultrablue Is; DMC Equip. Ltda., São Carlos, SP,
Brazil). Level irradiansi telah dinilai dengan sebuah radiometer tangan (model 100;
Demetron Kerr, Orange, CA, USA), dengan pengawasan atas kelembaban (50 ± 10%)
sebuah alat untuk menstabilkan voltase dan sebuah alat penanda cahaya dalam sebuah
kelanjutan untuk mode pancaran tersebut, untuk unit QTH, sebuah metode yang tidak
lazim telah diujicobakan, yaitu dalam setiap 40 s dijalankanlah pancaran yang dimulai
setelah menghentikan kipas pendingin the curing unit. Data untuk grup-grup EMP dan
curing method), dengan tiga perlakuan tambahan (kontrol untuk setiap curing method).
Faktor-faktor dibandingkan ke control group yang relevan, yang dihasilkan oleh tes
Dunnett dan diantara yang lainnya, yang dihasilkan oleh tes Tukey. Data untuk inti E2
(keramik x unit light-curing), dan diikuti oleh tes Tukey. Semua analisis statistik
Hasil
Hasil dari penerimaan cahaya melalui spesimen EMP dan EST ditunjukkan dalam
diagram 2, dan inti serta lapisan E2 ditunjukkan dalam diagram 3. Terdapat penurunan
prosentase dari penerimaan cahaya yang dipengaruhi oleh ketebalan keramik. Spesimen
EST menunjukkan prosentase penerimaan cahaya yang lebih tinggi daripada EMP untuk
semua lapisan ketebalan. Penurunan ini lebih tinggi bagi lapisan spesimen E2 dengan D
yang dikomparasikan dengan lapian spesimen E2+D dengan E. lebih lanjut, dalam kedua
ketebalan.
Irradiansi cahaya
Hasil-hasil dari spesimen EMP dan EST ditujukkan dalam tabel 1. Semua kelompok yang
pada irradiansi cahaya ketika dikomparasikan dengan control group (p < 0.05), dengan
ketebalan keramik. Bagaimanapun juga, tingkat irradiansi melalui EST secara signifikan
lebih tinggi daripada melalui EMP (p < 0.05), irrespective dari ketebalan keramik atau
curing method. Sebagai tambahan, metode yang tidak lazim dari QTH secara signifikan
< 0.05), mengesampingkan material yang ada di keramik dan ketebalannya. Lebih lanjut,
unit LED secara signifikan menunjukkan irradiansi yang lebih rendah daripada unit QTH
(p < 0.05), bahkan ketika QTH digunakan dalam metode yang normal.
Hasil dari inti E2 dan lapisan spesimen ditunjukkan dalam tabel 2. Seluruh kelompok
control group (p < 0.05), yang dimana kelompok-kelompok tersebut bergantung pada inti
dan ketebalan lapisan keramik. Irrespective dalam curing method, irradiansi melalui E2
dalam satuan 0.8 mm secara signifikan lebih tinggi daripada tingkat radiansi pada satuan
1.1 mm (p < 0.05). Kedua lapisan spesimen E2 dengan D dan D+E menyebabkan sebuah
penurunan irradiansi cahaya (p < 0.05) secara signifikan dan berkesinambungan akan
tetapi terdapat adanya kenaikan ketebalan lapisan. Lebih lanjut, mode QTH yang tidak
lazim menunjukkan adanya tingkat irradiansi yang lebih tinggi melalui lapisan spesimen
dengan tebal 1.2, 1.4, dan 1.5 mm daripada mode normal LED dan QTH (p < 0.05),
walaupun penemuan yang sama telah terdeteksi untuk semua mode pancaran cahaya
ketika diuji-cobakan pada keramik dengan tebal 1.6, 1.9, dan 2 mm.
Diskusi
irradiansi dan penerimaan di hampir semua spesimen keramik. Dalam sebuah situasi
klinis, hal tersebut mungkin akan terjadi dalam keadaan energi cahaya yang rendah ketika
menyentuh lapisan semen saat prosedur luting, dan hal ini akan berpotensi menimbulkan
rendahnya kualitas polimerisasi. Reaksi curing terjadi dan dihasilkan ketika terdapat
energi cahaya dengan intensitas yang cukup serta panjang gelombang yang sesuai
menghasilkan sebuah molekul photo-initiator yang sangat besar, karena itu dihasilkanlah
sebuah radikal bebas yang cukup (6, 7). Curing yang tidak mencukupi membawa ke hasil
mekanis yang tidak berkualitas dan peningkatan solubility semen (5, 12), yang akan
berujung kepada pengikatan restorasi keramik yang membutuhkan waktu lama (9).
irradiansi dan penerimaan cahaya yang dipengaruhi oleh ketebalan keramik, dan hal ini
menunjukkan kebenaran dari hipotesis. Hal ini muncul dari fakta bahwa opacity dari
keramik dipengaruhi oleh ketebalannya. Semakin tebal spesimen tersebut maka semakin
opaque material tersebut, dan sebagai konsekuensi yang harus diterima energi cahaya
yang rendah akan dapat disalurkan melalui material tersebut (14-16). Sebagai tambahan
peningkatan opacity, seperti yang dapat dilihat dari observasi dalam E2 yang berlapis
dengan D. Tambahan dari titanium oxide untuk mengikat sebuah bayangan kuning-coklat
akan menjadi sesuai/pas dengan kondisi alami gigi yang meningkatkan tingkat absorpsi
cahaya (17).
Ketika membandingkan spesimen EST dan EMP, penerimaan dan irradiansi melalui EST
secara signifikan lebih tinggi daripada melalui EMP, pada semua tingkat ketebalan.
Jumlah dari cahaya yang berhasil diserap, direfleksikan, dan diteruskan akan bergantung
pada bagian yang besar dari jumlah kristal di dalam glassy matrix ( 14, 15, 17) dan
cahaya (14, 17). Walaupun glass ceramics disokong oleh kristal-kristal leucite yang
menghasilkan partikel-partikel yang lebih kecil 35 ± 5 vol % dari leucite untuk EMP
dalam perbandingan 70 ± 5 vol % dari lithium disilicate untuk E2 (3), ukuran dari kristal-
kristal leucite yang diisolasi di dalam glassy matrix EST memungkinkan tingkat cahaya
yang tinggi untuk menembus masuk. Bagaimanapun, sebuah efek pemisahan cahaya
maksimum terjadi ketika ukuran dari kristal setidaknya mencapai setengah (18) atau
Faktor lain yang mempengaruhi transmisi cahaya adalah perbedaan indeks refractive
antara kristal-kristal dengan glassy matrix. Indeks refractive adalah indeks untuk
mengukur berapa cepat kecepatan cahaya terkurangi ketika melalui sebuah medium; efek
pemisahan maksimum diharapkan terjadi ketika terdapat sebuah perbedaan besar antara
indeks dari partikel-partikel dan glassy matrix itu sendiri. Leucite [1.51] dan lithium
disilicate [1.55] mempunyai kemiripan indeks dengan glassy matrix [1.50] (14, 19).
ke dalam transmisi cahaya daripada partikel-partikel itu sendiri. Perbedaan antara indeks
refractive dari pori-pori [ 1.00] dan dari glassy matrix (14, 17, 19) akan membawa ke
menghasilkan efek yang besar dari penurunan irradiansi dan penerimaan cahaya, sperti
juga, Cattell et al. (4) menguji ide yang menyebutkan bahwa terdapat peningkatan kadar
kristal dalam konten E2 yang dilapisi dengan D+E dan terjadi ketika siklus firing.
bahwa tidak ada fase perubahan crystalline yang signifikan dalam inti keramik ketika hal
Lebih lanjut, terdapat sebuah observasi ketika adanya peningkatan penerimaan cahaya
disertai dengan adanya peningkatan penjang gelombang. Hasil ini sama seperti yang
didapat dengan Rayleigh scattering equation (16), yang menegaskan bahwa terdapat
pemisahan yang lebih tinggi yang terjadi ketika adanya panjang gelombang yang lebih
pendek. Observasi ini sangatlah penting mengingat adanya spectral emission dari curing
units dan juga puncak penyerapan pada 468 nm (6,7), phenyl-propanedione (PPD) pada
410 nm, bisacylphospine oxide (BAPO) dari 320 sampai 390 nm, dan triacylphosphine
oxide (TPO) pada 381 nm (7). Untuk itu, resin yang mengandung camphorquinone akan
dari material yang mengandung PPD, BAPO, atau TPO karena adanya penurunan
penerimaan yang lebih tinggi yang terjadi pada panjang gelombang yang lebih rendah.
Pada prosedur-prosedur light-curing, mode tak lazim QTH pada umumnya menunjukkan
tingkat irradiansi yang lebih tinggi daripada mode yang normal. Jumlah cahaya
inframerah yang diproduksi oleh unit-unit QTH memproduksi panas yang tinggi, yang
difilter dan dibuang oleh perangkat-perangkat kipas pendingin (6). Seringkali, tidak
hanya mengenai hasil akhir yang berupa energi cahaya, tetapi peningkatan suhu
juga, ketidakadaan aliran dari udara pendingin akan menghasilkan kegagalan dini atas
pembentukan bola (early bulb failure) dan dapat menimbulkan sebuah penurunan
intensitas cahaya yang memakan waktu lama (6). Hasil-hasil yang ada menunjukkan
Di lain kata, unit LED secara signifikan menunjukkan tingkat irradiansi yang lebih
rendah dari hasil yang dihasilkan oleh unit QTH, walaupun ketika kemudian digunakan
dalam mode yang normal, kecuali untuk E2 yang telah terlapisi. Telah dilaporkan bahwa
unit-unit LED adalah yang paling efisien, karena unit-unit tersebut mampu
mengkonversikan arus listrik ke panjang gelombang yang tepat, mirip dengan absorbsi
dari spectral emission di dalam blue region (daerah biru) dari spektrum yang nampak
(500 sampai 515 nm), irradiansi yang cukup seharusnya dilepaskan oleh curing unit (6,
7). Karena itu (diperlukan adanya perhatian yang lebih dalam proses polimerisasi agen-
agen resin luting di bawah restorasi keramik) terdapat irespektif dari unit light-curing
yang digunakan.
signifikan dalam tingkat irradiansi dan penerimaan cahaya, dimana ditemukan juga
adanya penurunan sampai peningkatan ketebalan keramik. Mode pancaran cahaya QTH
yang tak lazim menunjukkan adanya tingkat irradiansi yang lebih tinggi daripada yang
ditunjukkan dalam mode yang normal, dan kedua mode tersebut menunjukkan tingkat
irradiansi yang lebih tinggi (melalui keramik) daripada apa yang ditunjukkan dalam unit
curing LED.