Vous êtes sur la page 1sur 12

MENCIPTAKAN BUDAYA SEKOLAH YANG TETAP EKSIS

(Sebuah Upaya Untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan),


I. PENDAHULUAN

Salah satu keunikan dan keunggulan sebuah sekolah adalah memiliki

budaya sekolah (school culture) yang kokoh, dan tetap eksis. Perpaduan semua

unsur (three in one) baik siswa, guru, dan orang tua yang bekerjasama dalam

menciptakan komunitas yang lebih baik melalui pendidikan yang berkualitas,

serta bertanggung jawab dalam meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah,

menjadikan sebuah sekolah unggul dan favorit di masyarakat.

Menurut Deal dan Peterson (1999), budaya sekolah adalah sekumpulan

nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol

yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa, dan

masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau

watak, dan citra sekolah tersebut di masyarakat luas.

Sebuah sekolah harus mempunyai misi menciptakan budaya sekolah yang

menantang dan menyenangkan, adil, kreatif, terintegratif, dan dedikatif terhadap

pencapaian visi, menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi dalam

perkembangan intelektualnya dan mempunyai karakter takwa, jujur, kreatif,

mampu menjadi teladan, bekerja keras, toleran dan cakap dalam memimpin, serta

menjawab tantangan akan kebutuhan pengembangan sumber daya manusia yang

dapat berperan dalam perkembangan iptek dan berlandaskan imtak.

Budaya sekolah yang harus diciptakan agar tetap eksis adalah

mengembangkan budaya keagamaan (Religi), Budaya kerjasama (team work),

Budaya Kepemimpinan (team work).


1. BUDAYA KEAGAMAAN (RELIGI) :

Menanamkan perilaku atau tatakrama yang tersistematis dalam

pengamalan agamanya masing-masing sehingga terbentuk kepribadian dan

sikap yang baik (akhlaqul Karimah) serta disiplin dalam berbagai hal.

Bentuk Kegiatan :

Budaya Salam, Doa sebelum/sesudah belajar, Doa bersama menyambut

UN/US Tadarus dan Kebaktian, Sholat Dzuhur Berjamaah, Lima Hari

Belajar, LOKETA (Lomba Keterampilan Agama), Studi Amaliah

Ramadhan, RETRET, Hafalan Juz Amma, Budaya Bersih; Konferensi

kasus, Kegiatan Praktek Ibadah, Buka Puasa Bersama, Pengelolaan ZIS,

PHBI

2. BUDAYA KERJASAMA (TEAM WORK) :

Menanamkan rasa kebersamaan dan rasa sosial melalui kegiatan bersama

Bentuk Kegiatan :

MOS, Kunjungan Industri, Parents Day, Baksos, Teman Asuh, Sport And

Art, Kunjungan Museum, Pentas Seni, Studi banding, Ekskul, Labs

Channel, Labs TV, Labs Care, Pelepasan Siswa, Seragam Sekolah,

Majalah Sekolah, Potency Mapping, Buku Tahunan, PHBN, PORSENI.

3. BUDAYA KEPEMIMPINAN (LEADHERSHIP) :

Menanamkan jiwa kepemimpinan dan keteladanan dari sejak dini


Bentuk Kegiatan :

Career Day; budaya kerja keras, cerdas dan ikhlas, budaya Kreatif;

Mandiri & bertanggung jawab, Budaya disiplin/TPDS, SAKSI, Lintas

juang OSIS, Ceramah Umum, upacara bendera, Olah Raga Jumat Pagi,

Studi Kepemimpinan Siswa, LKMS, OSIS

Dengan motto yang disepakati bersama oleh sekolah misalnya kreatif dan

berprestasi, akan menjadikan sekolah itu unggul dan berkualitas. Hal ini akan

dapat dibuktikan dengan banyaknya tamu yang akan datang ke sekolah tersebut,

dan banyaknya para orang tua yang mendaftarkan anaknya untuk bersekolah di

tempat itu, tetapi sekolah memiliki keterbatasan tempat. Sehingga sekolah itu

sering disebut sebagai sekolah favorit.

Sekolah favorit menurut pendapat saya secara pribadi adalah :

1. Definisi sekolah favorit salah satu indikatornya apabila banyak peminat yang

ingin bersekolah di sekolah itu melebihi dari batas daya tampungnya. Sekolah

yang banyak diminati dan sering dijadikan pilihan pertama. Sekolah yang

memiliki prestasi di bidang akademik maupun non akademik (banyaknya

kejuaran yang diikuti), tentunya konsekwen dengan aturan dan tata tertib yang

dibuat sesuai dengan budaya sekolahnya.

2. Sekolah favorit adalah sekolah yang menciptakan anak peduli dengan

lingkungan, dikenal luas oleh masyarakat, dan merupakan kombinasi antara

pendidikan sekolah dan pendidikan orang tua yang berimbang. Dapat

mengembangkan potensi kreatif siswa melalui ekstrakurikuler.


3. Sekolah favorit itu adalah Sekolah yang pengelolaannya profesional. Guru-

guru yang profesional dalam menangani para siswanya. Sekolah yang dapat

melahirkan generasi-generasi penerus bangsa yang dapat berguna, sehingga

menjadi contoh bagi sekolah-sekolah yang lain untuk lebih maju.

4. Sekolah favorit adalah sekolah yang memiliki kemampuan memuaskan siswa

dan orang tua dalam hal pelayanan (services) dengan mengedepankan tujuan

pendidikan dan sekuat tenaga mencetak manusia yang beriman dan bertaqwa

serta memiliki ilmu pengetahuan yang luas yang dapat digunakan untuk

dirinya sendiri dan akhirnya menciptakan keberhasilan untuk sekolah itu

sendiri.

5. Sekolah favorit adalah sekolah yang mampu menyediakan fasilitas memadai

yang dapat menunjang kegiatan belajar, konsisten terhadap KBM, Suasana

sekolah yang mendukung, lingkungan yang aman, nyaman, dan tentunya

tercipta hubungan yang baik antara setiap komponen sekolah sehingga tercipta

budaya sekolah yang tetap eksis dan menjadi rujukan bagi sekolah lain

(sasaran studi banding).

Bila sebuah sekolah sudah favorit, maka sebagai sekolah favorit di

masyarakat harus melaksanakan aktifitasnya secara profesional dan bertanggung

jawab. Profesional memiliki pengertian bahwa sekolah melaksanakan tugas

pokok menyelenggarakan proses belajar mengajar dan manajemen yang baik.

Bertanggungjawab memiliki pengertian bahwa sekolah melaksanakan pendidikan


secara akuntabilitas kinerja/ dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan

pemerintah.

Tuntutan sekolah yang profesional membutuhkan pengelolaan yang tepat

melalui pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Sebab dengan MBS,

lembaga dapat menginventarisir kekuatan-kekuatan dan kebutuhan-kebutuhannya,

kelemahan, peluang, hambatan, dan tantangan yang mungkin ada. Pendekatan ini

sering disebut dengan analisa SWOT. Dari analisis tersebut akan tampak

perbedaan karakteristik sebuah sekolah dengan sekolah lainnya. Karenanya,

dalam konteks penerapan MBS, Sergiovanni (2005) menyarankan agar para

pengambil kebijakan, para penilik, dan kepala sekolah menggunakan pendekatan

budaya sekolah atau school culture approach. Alasannya: Pertama, pendekatan

budaya lebih menitikberatkan faktor manusia di atas faktor-faktor lainnya. Peran

manusia amat sentral dalam suatu proses perubahan berencana. Sesuai dengan

pepatah man behind the gun, manusia adalah faktor yang menentukan

keberhasilan perubahan, bukan struktur atau peraturan legal. Kedua, pendekatan

budaya menekankan pentingnya peran nilai dan keyakinan dalam diri manusia.

Aspek ini merupakan elemen yang sangat berpengaruh dalam membentuk sikap

dan perilaku. Karenanya, pendekatan budaya menomorsatukan transformasi nilai

dan keyakinan terlebih dahulu sebelum perubahan yang bersifat legal-formal.

Ketiga, pendekatan budaya memberikan penghormatan dan penerimaan terhadap

perbedaan-perbedaan yang ada. Sikap menerima dan saling hormat menghormati

akan menciptakan rasa saling percaya dan kebersamaan di antara anggota

organisasi. Rasa kebersamaan akan memunculkan kerja sama, dan kerja sama
akan mewujudkan sikap profesionalisme yang membawa perubahan sehingga

mengubah nilai-nilai lama yang menghambat dengan nilai baru yang mendukung

MBS.

Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, dengan kurikulum baru KTSP

2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) membuat guru lebih aktif, kreatif,

kompetitif, inspiratif, inisiatif, independen dan inovatif dalam menemukan dan

mengembangkan kurikulum baru. Sekolah diberi kebebasan dalam membuat

program kerja oleh pemerintah melalui Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang

merupakan salah satu dari delapan standar nasional pendidikan sebagaimana

tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permen) No.23 Tahun

2006.

Sekolah yang favorit pasti memiliki sistem pengembangan budaya sekolah

yang terintegrasi dan terimplementasi dalam proses pembelajaran. Sekolah juga

telah melakukan inovasi-inovasi kegiatan budaya sekolah dan

terinventarisasikannya budaya sekolah yang sesuai dengan nilai-nilai lokal,

nasional, dan internasional. Semuanya itu telah menyatu ke dalam kegiatan

akademik dan kegiatan kesiswaan melalui kegiatan yang bersifat intrakurikuler

dan ekstrakurikuler sehingga nantinya sekolah itu akan menjadi Sekolah Bertaraf

Internasional (SBI).

Pengelola sekolah harus membangun sebuah sistem yang di dalamnya

mengutamakan kerjasama atau team work. Kesuksesan dibangun atas dasar

kebersamaan dan bukan kerja satu orang kepala sekolah atau one man show.
Kepala sekolah setiap periode akan berganti, tetapi sistem akan terus berjalan

mendampingi siapapun pemimpinnya.

Setiap sekolah harus dapat menciptakan budaya sekolahnya sendiri

sebagai identitas diri, dan juga sebagai rasa kebanggaan akan sekolahnya.

Kegiatan tidak hanya terfokus pada intrakurikuler, tetapi juga ekstrakurikuler

yang dapat mengembangkan otak kiri dan kanan secara seimbang sehingga

melahirkan kreativitas, bakat dan minat siswa. Selain itu, dalam menciptakan

budaya sekolah yang kokoh, kita hendaknya juga berpedoman pada misi dan visi

sekolah yang tidak hanya mencerdaskan otak saja, tetapi juga watak siswa serta

mengacu pada 4 tingkatan umum kecerdasan yaitu : kecerdasan intektual (IQ),

kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan rohani (SQ) dan kecerdasan sosial.

Budaya sekolah akan subur dan tetap eksis bila orang tua siswa dilibatkan

dalam menunjang kegiatan kesiswaan. Kegiatan POMG atau komite sekolah harus

menjadi budaya sekolah yang kental dan didukung penuh oleh pimpinan sekolah.

Bila itu terjadi, maka hasilnya POMG dapat mengumrohkan atau menghajikan

para guru ke tanah suci Mekah, menyekolahkan guru ke pasca sarjana, rekreasi

guru dan keluarga, dan lain-lain yang sangat menunjang untuk kegiatan siswa dan

kesejahteraan para guru. Namun demikian, kegiatan POMG tetap berjalan dalam

koridor tidak ’mengobok-obok’ kurikulum sekolah yang telah dibuat oleh sekolah

dan pemerintah atau Depdiknas.

Keterlibatan orang tua dalam menunjang kegiatan sekolah, keteladan

guru (mendidik dengan benar, memahami bakat, minat dan kebutuhan belajar

anak, menciptakan lingkungan dan suasana belajar yang kondusif dan


menyenangkan serta memfasilitasi kebutuhan belajar anak), dan prestasi siswa

yang membanggakan adalah tiga hal yang akan menyuburkan budaya sekolah.

Kegiatan-kegiatan itu menjadi gengsi tersendiri dalam suatu sistem yang utuh

(komprehensif) melalui indikator yang jelas, sehingga ”karakter atau watak

siswa” dapat terpotret secara optimal melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan

oleh sekolah. Kegiatan itu akan menjadi budaya dan berpengaruh dalam

perkembangan siswa selama bersekolah di sekolah itu.

Karena budaya sekolah yang tetap eksis itulah yang akan tertanam di hati

para siswa. Sehinga sekolah akan terbebas dari narkoba, rokok, minuman keras,

tawuran antar pelajar, dan ’penyakit’ kenakalan pelajar lainnya. Pastikan siswa

terbaik yang lulus, akan terukir namanya dalam batu prasasti sekolah. Pastikan

pula para alumninya tersebar ke sekolah-sekolah favorit ’papan atas’ baik di

tingkat propinsi maupun nasional dan akan menjadi ’leader’ di sekolahnya

masing-masing.

Lingkungan pendidikan yang harmonis dalam suasana kekeluargaan

merupakan faktor yang mendukung terselenggaranya KBM yang baik. Sebab

dengan lingkungan yang aman dan nyaman serta bersahabat siswa akan tenang

dalam belajar. Salah satu usaha menciptakan keharmonisan tersebut adalah

dengan budaya salam yang kental tanpa membedakan Suku, Agama, Ras, dan

Antargolongan (SARA) sehingga terbangun ’tata krama yang sistematik’ dan

dapat membangun akhlaqul karimah yang dicontohkan oleh nabi Muhammad

SAW.
Budaya sekolah yang harus diciptakan selain hal-hal tersebut di atas

adalah budaya unggul dan mampu bersaing di dunia global. Memiliki daya juang

yang tinggi, tanpa kehilangan jati diri suatu bangsa, dan tak mengenal kata ’putus

asa’. Sekolah harus dapat melestarikan budaya lokal dengan tetap mengikuti tren

budaya global yang berkembang, misalnya bahasa daerah, gamelan, dan tarian

tradisional perlu dilestarikan sebagai warisan budaya bangsa. Tetapi tidak dapat

kita pungkiri pula bahwa penguasaan bahasa asing, band, dan modern dance harus

juga dipelajari sebagai budaya global yang disukai remaja saat ini.

Karena itu, nuansa religius di sekolah dengan pelaksanaan tadarus dan

kebaktian sebelum pembelajaran yang dilaksanakan harus dijadikan aktivitas

rutin. Membudayakan salam dan saling menegur dengan bahasa yang ramah harus

menjadi fenomena yang biasa. Budaya keteladanan, kedisiplinan, dan kerja sama,

baik orang tua, guru, dan siswa harus terus dikembangkan dan memiliki tanggung

jawab untuk memajukan sekolah. Melalui kegiatan POMG atau komite sekolah,

para orang tua harus berperan aktif membantu program-program yang dibuat oleh

sekolah sehingga dapat membawa nama baik sekolah di masyarakat. Rendahnya

mutu pendidikan kita saat ini disebabkan oleh lemahnya komitmen warga sekolah

dalam mewujudkan budaya sekolah dan kurangnya pemahaman masyarakat

terhadap pendidikan sehingga akan berdampak pada rendahnya peran serta dan

partisipasi masyarakat terhadap pendidikan baik secara moril maupun materiil.

Kredibilitas sekolah di mata masyarakat, akuntabilitas kinerja sekolah,

dan sigma kepuasan orang tua siswa harus sudah terbentuk, sehingga membawa

sekolah memiliki budaya sekolah yang tetap eksis. Guru, orang tua, dan siswa
harus dapat bekerja sama menciptakan budaya sekolah yang tetap eksis di tengah

era derasnya globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi dan

komunikasi (TIK).

Budaya sekolah terbentuk dari eratnya kegiatan akademik dan kesiswaan,

seperti dua sisi mata uang logam yang tak dapat dipisahkan. Melalui kegiatan

ekstrakurikuler yang beragam dalam bidang keilmuan, keolahragaan, dan

kesenian membuat siswa dapat menyalurkan minat dan bakatnya masing-masing.

Sekarang ini, keunggulan suatu sekolah tidak ditentukan oleh besar

kecilnya dana yang tersedia, tetapi lebih pada komitmen dan dedikasi para guru

juga peran serta orang tua dalam memajukan sekolah dan dapat menciptakan

budaya sekolah yang tetap eksis dengan terus membangun kredibilitas dan

akuntabilitas kinerja, sehingga melahirkan sigma kepuasan di kalangan

masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

Vous aimerez peut-être aussi