Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap muslim. Dan dalam menuntut ilmu itu ada beberapa ada yang
harus diperhatikan, berikut di antaranya.
Imam Ahmad rahimahullahu mengatakan: “Tidaklah aku menulis satu hadits pun dari Nabi n, kecuali
telah aku amalkan, sampai ada hadits bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berbekam kemudian
memberikan Abu Thaybah satu dinar,[1] maka aku pun memberi tukang bekam satu dinar tatkala aku
dibekam.” (al-Adab asy-Syar’iyyah, jilid 2, hlm. 14)
7. Merasa sedih tatkala ada masyayikh yang sezaman tapi tidak sempat bertemu, serta mencontoh adab dan
akhlak mereka.
al-Khalal meriwayatkan akhlak Imam Ahmad rahimahullahu dari Ibrahim, ia berkata: “Apabila mereka
mendatangi seseorang yang akan mereka ambil ilmunya, mereka memperhatikan shalat, kehormatan dan gerak-
gerik serta tingkah lakunya, kemudian barulah mereka mengambil ilmu darinya.
Dan dari al-A’masy rahimahullahu berkata, “Orang dahulu belajar kepada ahli fikih tentang semua hal
termasuk pakaian dan sandalnya. (al-Adab asy-Syar’iyyah, jilid 2, hlm. 145)
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia
memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. an-Nahl: 78)
Terlebih apabila kesulitan dalam mempelajari sesuatu.
11.Membaca kitab-kitab yang berkaitan dengan thalabul ilmi dan mempelajari metode yang benar dalam
menuntut ilmu, serta berusaha mengetahui kekurangan dan kesalahan yang ada pada dirinya.
12.Antusias untuk hadir lebih awal dan mempergunakan waktu dengan baik.
13.Berusaha melengkapi pelajaran yang terlewatkan.
14.Mencatat faedah pada halaman depan atau buku catatan.
15.Berusaha keras untuk mengulang-ulang faedah yang telah didapatkan.
16.Tatkala membeli buku hendaknya diperhatikan terlebih dahulu.
17.Tidak melemparkan kitab ke tanah.
Ada seseorang yang melakukan itu di hadapan Imam Ahmad rahimahullahu dan beliau marah seraya
mengatakan, “Beginikah kamu memperlakukan ucapan orang-orang baik?” (al-Adab asy-Syar’iyyah, jilid 2,
hlm. 389)
18.Tidak memotong perkataan guru sampai beliau menyelesaikannya.
Imam al-Bukhari berkata: Bab barangsiapa yang ditanya tentang ilmu, sedangkan dia sibuk berbicara, maka
selesaikan dulu permbicaraannya. Kemudian beliau membawakan hadits:
أَي َْن أَ َراهُ السَّا ِئ ُل َع ِن:ضى َح ِد ْي َث ُه َقا َل َ ضى الرَّ س ُْو ُل فِي َح ِد ْي ِث ِه َوأَعْ َر
َ ض َع ْن ُه َح َّتى إِ َذا َق َ َّاع ُة؟ َف َم ُ أَنَّ أَعْ َر ِابيا ًّ َقا َل َوال َّن ِبيُّ َي ْخ
َ َم َتى الس: ُطب
َّاعةِ؟
َ الس
Ada seorang Arab Badui bertanya kapan hari kiamat tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkhutbah, maka
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melanjutkan khutbahnya dan berpaling dari orang itu, tatkala Nabi
menyelesaikan khutbahnya, kemudian bertanya: “Dimana orang yang tadi bertanya tentang hari kiamat.” (al-
Fath, jilid 1, hlm. 171)
19.Ibnul Jauzi rahimahullahu berkata: “Kapan saja ada yang tidak dapat dipahami dari perkataan guru oleh
muridnya, hendaklah dia bersabar sampai sang guru menyelesaikan ucapannya, baru kemudian dia meminta
penjelasan gurunya dengan penuh adab dan kelembutan dan tidak memotong di tengah-tengah
pembicaraannya.” (al-Adab asy-Syar’iyyah, jilid 2, hlm. 163)
20.Sopan tatkala mengajukan pertanyaan kepada guru, tidak menanyakan sesuatu yang dibuat-buat atau
berlebihan atau menanyakan sesuatu yang sudah tahu jawabannya dengan tujuan supaya gurunya tidak
mampu menjawab dan menunjukkan bahwa dia tahu jawabannya, atau menanyakan sesuatu yang belum
terjadi, dimana salafush shalih mencela hal seperti ini apabila pertanyaan itu dibuat-buat. (Tahdzib at-Tahdzib,
jilid 8, hlm. 274, as-Siyar, jilid 1, hlm. 398)
21.Membaca biografi para ulama.
22.Membaca topik dan tema yang berbeda sebelum tiba waktunya. Seperti Ramadhan dan hukum-hukum yang
berkaitan dengan puasa, sepuluh awal dzulhijah dan kurban.
23.Antusias untuk membeli kitab-kitab yang khusus membahas permasalahan-permasalahan fikih. Seperti kitab
yang berkaitan dengan sunnah-sunnah Rawatib atau qiyamullail, dll.
24.Memprioritaskan hal-hal yang utama dalam menuntut ilmu.
25.Memulai dengan yang lebih penting.
Sebagaimana petunjuk Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memulai yang lebih penting yang beliau lakukan
dengan tujuan itu. Oleh karena itu tatkala ‘Utban bin Malik memanggil Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam seraya
berkata kepada beliau, “Aku ingin Anda datang untuk shalat di rumahku, supaya aku jadikan tempat itu menjadi
mushalla”, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam keluar beserta beberapa orang sahabatnya.
Tatkala sampai di rumah ‘Utban, mereka meminta izin untuk masuk, kemudian mereka masuk, dan ‘Utban
telah membuatkan makanan untuk mereka, maka Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak makan terlebih dahulu,
bahkan berkata: “Dimana tempat yang ingin kamu jadikan mushalla itu?” kemudian diperlihatkan kepada beliau,
kemudian beliau shalat, setelah itu baru duduk untuk menyantap hidangan. (HR. al-Bukhari, no. 425 & 667,
Muslim, no. 263 dan disebutkan juga oleh Syaikh al-Utsaimin rahimahullahu dalam Syarh Riyadhu ash-Shalihin,
jilid 3, hlm. 98)
b. Menepati janji. Allah memuji para Nabi dan Rasul sebagaimana firman-Nya etntang Nabi Ismail Alaihi
salam: Sesungguhnya ia adalah
seorang yang benar janjinya. (QS. Maryam: 54)
c. Bijaksana, sabar dan lemah lembut. Allah ta’âlâ berfirman:
Jadilah engkau pemaaf dan perintahkanlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari
pada orang-orang yang bodoh. (QS. al-A’raf: 199)
ضعُوْ ا َحتَّى الَ يَ ْفخَ َر أَ َح ٌد َعلَى أَ َح ٍد َوالَ يَب ِْغ أَ َح ٌد َعلَى أَ َح ٍد
َ ي أَ ْن تَ َوا
َّ َ َوإِ َّن هَّللا َ أَوْ َحى إِل.
Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian saling bertawadhu’, supaya tidak ada yang
membanggakan dan menyombongkan diri. (HR. Muslim)
‘Ikrimah rahimahullahu mengatakan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu : “Nasihati manusia satu jum’at
sekali, jikalau mau maka dua kali, jika mau maka tiga kali, jangan bikin mereka bosan dengan al-Qur‘an dan
jangan mendatangi mereka tatkala sedang dalam urusannya dan kau sela pembicaraannya, sehingga mereka
merasa jemu, akan tetapi diamlah, jikalau mereka meminta, maka nasihati karena mereka menginginkannya
dan hindari olehmu sajak dalam berdoa, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan para sahabatnya
tidak melakukan hal itu. (HR. al-Bukhari, no. 6337)
Disitu ada dalil, seyogyanya sesuatu yang tidak jelas tidak di sampaikan ke khalayak ramai, dan
hendaknya berkata sesuai dengan apa yang dipahami orang lain, juga ucapan Ibnu Mas’ud Radhiyallahu
‘anhu, “Jangan kau ajak bicara satu kaum yang tidak dapat dipahami oleh mereka karena tu dapat
menimbulkan fitnah.” (HR. Muslim)