Vous êtes sur la page 1sur 15

KATA PENGANTAR

‫بسم الله الرحمن الرحيم‬


‫الحمد لله رب العالمين والصلة والسلم على‬
‫أشرف النبياء والمرسلين سيدنا ومولنا محمد‬
‫وعلى اله وصحبه أجمعـين‬
Segala puji dan syukur kehadirat Allah Swt atas limpahan taufiq dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul:

“AKHLAK TERPUJI”. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah keharibaan Nabi

Muhammmad Saw beserta keluarga, sahabat dan pengikut.

Dalam penulisan dan penyelesaian makalah ini, penulis banyak mendapat

bantuan berupa bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak. Karena itu, dalam

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih, terutama kepada semua pihak

yang turut membantu baik moril maupun materil dalam penyusunan makalah ini.

Semoga bantuan, bimbingan dan arahan yang telah diberikan mereka kepada penulis

mendapat ganjaran pahala di sisi Allah Swt.

Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih mungkin terdapat

kekurangan. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.

Akhirnya, penulis berharap laporan ini bermanfaat bagi semua. Kepada Allah-

lah penulis berserah diri.

Martapura, Oktober 2010.

Penulis,
2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………. 1


DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. 2

BAB I : PENDAHULUAN …………………………………………………. 3


BAB II : PEMBAHASAN ……………………………………………………. 4
A. Pengertian Akhlak ………………………………………………. 4
B. Ruang Lingkup Akhlak Islam …………………………………… 6
C. Sumber-sumber Akhlak ………………………………………….. 8
D. Akhlak Seorang Muslim ………………………………………… 9
E. Akhlak Terpuji …………………………………………………… 11

BAB III : PENUTUP/KESIMPULAN ………………………………………… 14

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 15


3

BAB I
PENDAHULUAN

Manusia adalah khalifah dimuka bumi, yang mendapat kepercayaan untuk

mengelola dan memakmurkan bumi. Kepercayaan ini tidak diberikan kepada

makhluk lainnya selain manusia.. Manusia yang mulia dihadapan Allah bukanlah

manusia yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, pangkat atau jabatan yang

tinggi, ketampanan atau kecantikan yang menakjubkan, kekuatan atau kesaktian yang

hebat. Tetapi manusia yang mulia dihadapan Allah adalah manusia yang beriman dan

bertaqwa yang dihiasi dengan akhlak al-karimah atau budi pekerti yang mulia.

Untuk melahirkan sebuah genarasi yang beraklak al-karimah memang tidak

gampang, karena memerlukan berbagai macam persiapan dan latihan yang tidak

gampang. Islam sebagai agama yang mempunyai konsep paling hebat dan paling

lengkap telah meletakkan dasar-dasar akhlak al-karimah yang berdasarkan Al-Qur’an

dan Al-Hadits. Rasulullah SAW adalah sebagai contoh teladan yang paling pantas

untuk diteladani, karena dalam sepanjang sejarah umat manusia tidak pernah

ditemukan seorang yang lebih tinggi akhlaknya daripada Rasulullah SAW. Allahpun

memujinya dalam kitabnya yang mulia.


4

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendifinisikan akhlak,

yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminilogi (istilah).

Secara linguistik akhlak berasal dari kata bahasa Arab yaitu isim masdar dari kata

‫ أخلق يخلق أخلقا‬yang berarti perangai, tabi’at, kelakuan, tingkah laku. Tetapi ada

yang mengatakan bahwa secara linguistik kata akhlak ada yang mengatakan

isim jamid atau ghairu mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata

melainkan kata tersebut sudah demikian adanya. 1 Ada juga yang

mengatakan kata akhlak jamak dari kata ‫ خلللق‬yang berarti budi pekerti,

perangai, tabi’at. 2

Kata ‫ خلق‬mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan ‫ خلللق‬yang

berarti kejadian yang erat hubungannya dengan ‫ خللالق‬yang berarti pencipta,

demikian pula dengan ‫ مخلللوق‬yang berarti yang diciptakan.3 Ahmad Amin

mendefinisikan akhlak sebagaimana dikutif A. Mustofa, “akhlak adalah kehendak

yang dibiasakan, yakni suatu kehendak bila dibiasakan terhadap sesuatu, sehingga

menjadi kebiasaan, maka itulah yang dinamakan akhlak”.4

Yang dimaksud dengan akhlak adalah Adat al-Iradah atau kehendak yang

dibiasakan. Dengan kehendak itulah manusia melakukan suatu perbuatan, baik

11
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h.1.
22
Ahmad Warsono Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir, (Yogyakarta: Pustaka
Progressif, 1997), h. 364.
33
A.Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Pustaka Setia, 1997), h. 11.
4
Ibid., h. 13.
5

perbuatan bathin maupun lahir yang dilakukan secara berulang-ulang

sehingga menjadi bebiasaan. Sesuatu yang dibiasakan itulah yang dinamakan

akhlak. Ibnu Miskawaih secara singkat mengemukakan sebagaimana dikutif

A. Mustofa bahwa, “akhlah adalah hal/sifat diri yang mendorong diri itu

untuk mengerjakan berbagai pekerjaan/perbuatan tanpa didahului oleh

pemikiran dan pertimbangan”:5

Imam Al-Ghazali mengemukakan akhlak adalah:

‫الخلق عبارة عن هيئة فى النفس راسخة عنهلا تصللدر الفعلال بسلهولة ويسلر ملن‬
.‫غير حاجة إلى فكر وروية‬
Keseluruhan definisi akhlak tersebut nampak tidak ada pertentangan

melainkan memiliki kemiripan antara satu dan yang lainnya, dan saling

melengkapi, dan di sini akhlak memiliki lima ciri, adalah sebagai berikut:

1. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa
seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah dilakukan dengan mudah dan
tanpa pemikiran.
3. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang
mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
4. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dikerjakan dengan sesungguhnya,
bukan main-main atau karena bersandiwara.
5. Perbuatan khusunya akhlak yang baik adalah perbuatan yang dilakukan secara
ikhlas semata-mata karena Allah swt.6

Jadi pembinaan akhlak dapat diartikan sebagai usaha, cara untuk

memperbaharui, mengembangkan dan menyempurnakan budi pekerti, watak dan

tabi’at anak melalui kegiatan latihan dan pendidikan yang terprogram dengan baik

dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten agar anak tersebut

mempunyai akhlak al karimah yang sesuai dengan Alquran dan Alhadis.


5
Ibid., h. 12.
69
Ibid., h. 7.
6

Akhlak adalah merupakan sifat yang tumbuh dan menyatu di dalam diri

seseorang. Dari sifat yang ada itulah terpancar sikap dan tingkah laku perbuatan

seseorang, seperti sifat sabar, kasih sayang, dan sebaliknya, pemarah, pembenci,

dendam, iri dengki dan lain-lain.7

Sedangkan yang dimaksud dengan akhlak Islam adalah perangkat tata nilai

yang bersifat samawi dan azali, yang mewarnai cara berpikir, bersikap dan

bertindak seorang muslim terhadap dirinya, terhadap Allah dan Rasul-Nya,

terhadap sesamanya dan terhadap lingkungannya.8

Samawi berarti akhlak itu bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits,

sedangkan azali berarti bahwa akhlak Islam tersebut bersifat tetap, tidak berubah,

walaupun tata nilai atau norma-norma dalam kehidupan bermasyarakat berubah

sesuai dengan perubahan masa dan keadaan.

Akhlak yang baik dan mulia akan mengantarkan kedudukan seseorang

pada posisi yang terhormat dan tinggi. Akhlak secara umum dapat dibagi menjadi

dua yaitu akhlak al-karimah dan akhlak mazmumah. Akhlak al-karimah adalah

budi pekerti yang luhur seperti yang telah diteladankan Rasulullah SAW.

Sedangkan akhlak mazmumah adalah budi pekerti atau perangai yang tercela.

B. Ruang Lingkup Akhlak Islam

Akhlak bukanlah sekedar prilaku manusia yang bersifat bawaan lahir,

tetapi merupakan salah satu dari demensi kehidupan seseorang muslim yang

mencakup aqidah, ibadah, akhlak dan syari’ah. Karena itu akhlak ruang

7
Abdullah Salim, Akhlak Islam (Membina Rumah Tangga dan Masarakat), Media Dakwah,
Jakarta, 1994, h. 5
8
Ibid., h. 11
7

lingkupnya sangat luas, yakni ethos, ethis, moral dan estetika.

Ethos, yang mengatur hubungan seseorang dengan khaliqnya, Al-Ma’bud

bil haq serta kelengkapan Uluhiyan dan Rububiyah, seperti terhadap Rasul-kasul

Allah, kitab-kitab-Nya dan sebagainya.

1. Ethis, yang mengatur sikap seseorang terhadap dirinya dan terhadap sesamanya

dalam kegiatan kehidupan sehari-harinya.

2. Moral, yang mengatur hubungan sesamanya, tetapi yang berlainan jenis dan

atau yang menyangkut kehormatan tiap pribadi.

3. Estetika, rasa keindahan yang mendorong seseorang untuk meningkatkan

keadaan dirinya serta lingkungannya, agar lebih indah dan menuju

kesempurnaan.9

Dari uraian ditas dalam istilah yang lebih cendrung kepada Islam maka

akhlak Islami secara umum dibagi menjadi dua bagian yaitu akhlak kepada Allah

dan akhlak kepada makhluk Allah.

Akhlak kepada Allah adalah mencakup seluruh aspek kehidupan muslim

baik secara zahir atau bathin, baik prilaku anggota tubuh ataupun prilaku hati

dalam hubungan dengan Allah baik dalam shalat dan lainnya. Sedangkan akhlak

kepada makhluk Allah adalah sikap dan tingkah laku yang dipraktekkan dalam

hubungan dengan makhluk Allah, baik manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan

lain-lain.

9
Musthafa Muhammad Tahhan, Muslim Ideal Masa Kini, Cendikia Centra Muslim, Jakarta,
2000, h. 175
8

C. Sumber-sumber Akhlak

Apabila diperhatikan dalam kehidupan umat manusia, akan dijumpai

tingkah laku manusia yang bermacam-macam, yang satu berbeda dengan yang

lain, bahkan dalam sebuah penelitian, tingkah laku itu berbeda, tergantung

pada batasan baik dan buruk suatu masyarakat, atau yang lebih dikenal dengan

sebutan norma. 10

Dengan demikian dapat difahami bahwa akhlak seseorang dalam kehidupan

ditentukan oleh norma yang berlaku di dalam masyarakat dimana seseorang itu

hidup. Norma itulah yang menjadi akhlak seseorang. Ahli kemasyarakatan melihat

terjadinya norma disebabkan dua hal yakni kebudayaan dan agama.

Islam mengajarkan bahwa norma akhlak seseorang ditentukan oleh

hidayah (petunjuk) Allah, dalam bentuk ayat-ayat Al-Qur’an dan pelaksanaan atau

penerapannya dilakukan oleh Rasulullah SAW sebagai uswatun hasanah (contoh

yang baik) kepada masing-masing individu manusia. Sebagaimana firman Allah

dalam surah Al-Ahzab ayat 21 :

ُ
‫ن‬
ْ ‫مـ‬
َ ِ‫ة ل‬
ٌ َ ‫س ـن‬
َ ‫ح‬ َ ٌ ‫س ـوَة‬ْ ‫ل الل ّـهِ أ‬ ِ ‫سو‬ُ ‫م ِفي َر‬ ْ ُ ‫ن ل َك‬ َ ‫لقد‬
َ ‫كا‬
َ ّ ‫خَر وَذ َك ََر الل‬
‫ه ك َِثيًرا‬ ِ ‫م اْل‬
َ ْ‫ه َوال ْي َو‬
َ ّ ‫جو الل‬ ُ ‫ن ي َْر‬ َ
َ ‫كا‬
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang

baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” 11.

10
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, 88
11
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-
Qur’an, 1999, h. 670.
9

Dengan demikian yang menjadi sumber akhlak menurut pandangan Islam

adalah hidayah atau petunjuk Allah yang berupa ayat-ayat Al-Qur’an yang telah

dicontohkan oleh Rasulullah SAW sebagai teladan dan ikutan.

D. Akhlak Seorang Muslim

Seperti telah disinggung ditas bahwa akhlak seorang muslim pada dasarnya

dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu akhlak kepada Allah sebagai Khaliq dan

akhlak kepada makhluk Allah. Sebagai seoarang muslim setiap individu muslim

harus bertindak, bertingkah laku dan berakhlak kepada Allah dengan akhlak yang

mulia. Bagaimanakah akhlak yang mulia hubungannya antara manusia sebagai

makhluk dengan Allah sebagai Khaliq. Akhlak kepada Allah dapat

diemplementasikan dalam bentuk prilaku anggota badan yang zhahir dan gerak

hati atau bathin yang selalu mengamalkan nilai-nilai yang diajarkan Allah dan

Rasul-Nya melalui Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Dengan menta’ati segala nilai-nilai yang diajarkan itu maka setiap individu

muslim dapat dikatakan sebagai muslim yang berakahlak Al-karimah kepada

Allah. Seperti melaksanakan kewajiban shalat, puasa dan lain-lain yang bersifat

zahir dan ingat selalu kepada Allah yang bersifat bathin dalam hati.

Di antara akhlak kepada Allah adalah ridha terhadap apa yang telah

ditaqdirkan-Nya, syukur atas ni’mat-Nya, shabar atas segala ujian-Nya dan ta’at

serta ibadat kepada-Nya. Masih banyak lagi nilai-nilai yang termasuk akhlak

kepada Allah yang tidak dapat penulis uraikan dalam kesempatan ini.12

12
Ahmad Libaru dan M.A. Daud, Tashilul Mubtadi, Hasanu, Banjarmasin, 1986, h. 93
10

Akhlak kepada makhluk Allah, adalah sikap atau tingkah laku yang

teremplementasi dalam praktik kehidupan sehari-hari kita terhadap sesama

manusia, kepada binatang, kepada tumbuhan dan lainnya. Akhlak kepada manusia

kalau dijabarkan sangat banyak sekali, di antaranya tolong menolong, tidak

menyakiti, tidak mendzalimi terhadap sesama manusia. Sedangkan akhlak kepada

binatang dan tumbuhan diantarnya tidak menyakiti dan membunuh binatang

melainkan dalam kondisi yang dibenarkan agama, tidak membabat dan menebangi

hutan dengan semaunya tanpa mengindahkan kelestariannya, karena semua itu

akan menimbulkan bahaya dan bencana bagi manusia itu sendiri.

Seorang muslim dituntut mencontoh apa yang telah Rasulullah praktekkan

dalam kehidupan beliau sehari-hari, karena Rasulullah adalah seorang Nabi dan

Rasul yang mempunyai akhlak yang sungguh sangat mulia dan patut dicontoh.

Allah SWT memuji ketinggian akhlak Rasulullah Saw dalam sebuah Firman-Nya:

ُ ُ ‫ك ل ََعلى‬
َ ّ ‫وَإ ِن‬
ٍ ‫ظيم‬
ِ َ‫ق ع‬
ٍ ‫خل‬
Artinya : Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.13

Dengan demikian seorang muslim harus berakhlak sebagaimana apa yang

telah Allah SWT gariskan dan juga Rasul SAW emplementasikan dalam hidup

dan kehidupan beliu sehari-hari. Muslim yang mengikuti Rasulullah SAW itulah

muslim yang berakhlakul karimah. Dengan akhlak al-karimah atau mulia seorang

akan mendapat derajat yang tinggi disisi Allah SWT dan juga disisi makhluk-Nya,

sebaliknya dengan akhlak mazmumah atau tercela seseorang akan rendah

derajatnya disisi Allah SWT dan dihadapan makhluk-Nya.

13
Ibid., h. 960.
11

E. Akhlak Terpuji

Sesungguhnya identitas seseorang dilihat dari segi akhlaknya. Apabila

akhlaknya baik, maka baiklah nama orang tersebut. Begitu juga sebaliknya,

kalau akhlaknya buruk, maka buruk pulalah harkat dan martabatnya. Karena

itu, memelihara dan memakai akhlak yang baik sangat penting dalam

kehidupan sehari-hari dalam tatanan hidup bermasyarakat dan bernilai ibadah

di sisi Allah Swt.

Di antara akhlak terpuji yang harus dipelihara oleh setiap muslim

khususnya adalah kejujuran. Kejujuran lebih penting dari kepintaran dan

kecerdasan, sebab kejujuran itu akan selalu membawa kepada kebaikan dan

kepintaran atau kecerdasan itu terkadang digunakan untuk berbuat kejahatan. Hal

ini sesuai dengan sabda Nabi Saw :

ِ ‫ه عَل َْيــ‬
‫ه‬ ُ ّ ‫صّلى الل‬ َ ِ‫ل الل ّه‬ ُ ‫سو‬ ُ ‫ل َر‬ َ ‫ل َقا‬ َ ‫ن ع َب ْد ِ الل ّهِ َقا‬ ْ َ‫ع‬
‫دي‬ ِ ‫ن ال ْب ِـّر ي َهْ ـ‬ ّ ِ ‫دي إ ِل َــى ال ْب ِـّر وَإ‬ ِ ْ‫صد ْقَ ي َه‬ ّ ‫ن ال‬ ّ ِ‫م إ‬ َ ّ ‫سل‬ َ َ‫و‬
‫ديًقا‬ ّ ‫صـ‬ ِ ‫ب‬ َ ‫حت ّــى ي ُك ْت َـ‬ َ ُ‫صد ُق‬ ْ َ ‫ل ل َي‬ َ ‫ج‬ ُ ‫ن الّر‬ ّ ِ ‫جن ّةِ وَإ‬َ ْ ‫إ َِلى ال‬
‫دي‬ ِ ‫جــوَر ي َهْ ـ‬ ُ ‫ن ال ُْف‬ ّ ِ ‫جــورِ وَإ‬ ُ ‫دي إ َِلى ال ُْف‬ ِ ْ‫ب ي َه‬ َ ِ ‫ن ال ْك َذ‬ ّ ِ ‫وَإ‬
‫ذاًبا‬ ّ ‫ب ك َـ‬ َ ‫حت ّــى ي ُك ْت َـ‬ َ ‫ب‬ ُ ِ‫ل ل َي َك ْـذ‬َ ‫جـ‬ ُ ‫ن الّر‬ ّ ِ ‫إ ِل َــى الن ّــارِ وَإ‬
(‫)متفق عليه‬
Artinya : Dari Abdullah katanya : Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya
kejujuran itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan itu membawa
ke jalan menuju surga. Seseorang yang senantiasa bersifat jujur, maka
ia tercatat (di sisi Allah dan pandangan manusia) sebagai seorang yang
jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan, dan
kejahatan itu membawa kepada jalan menuju neraka. Seseorang yang
senantiasa bersifat dusta, maka ia tercatat (di sisi Allah dan pandangan
manusia) sebagai seorang yang pendusta. (Muttafaq ‘Alaih)

Hadis tersebut menggambarkan betapa pentingnya kejujuran dalam

kehidupan sehingga orang yang jujur selamanya akan dinilai baik, dan orang yang
12

pendusta selamanya tidak akan dipercaya orang. Dalam hadis yang lain Nabi

SAW bersabda:

‫ما‬
َ ْ ‫ د َع‬: ‫ل‬ ُ ‫ن رسول الله صلى الله عليه وسلم ي َُقو‬ َ ‫كا‬َ
ْ ُ ‫ك فَـإن الصـدق ط‬
‫ن‬
ّ ِ ‫ة وَإ‬
ٌ ‫مأِنين َـ‬
َ َ ْ ّ ّ ِ ِ َ ‫مــا َل ي‬
َ ‫ريب ُـ‬ َ ‫ك إ ِل َــى‬َ ُ ‫ريب‬
ِ َ‫ي‬
(‫ة )رواه أحمد‬ ٌ َ ‫ب ِريب‬َ ِ‫ال ْك َذ‬
Artinya : Rasulullah SAW senantiasa bersabda : Jauhilah dan tinggalkanlah
olehmu hal-hal yang membingungkan kepada hal-hal yang tidak
membingungkan, sebab sesungguhnya kejujuran itu adalah ketenangan
dan dusta itu adalah kebimbangan/ kebingungan. (H. R. Ahmad)

Hadis tersebut menggambarkan bagaimana efek dari sifat jujur, yaitu

membawa kepada ketenangan dan ketenteraman hidup, sehingga orang yang jujur

hidupnya selalu merasa damai, jauh dari stress dan beban pikiran serta kecemasan.

Sebaliknya orang yang pendusta, ia merasa selalu dihantui oleh perasaan bersalah,

takut kalau orang yang didustainya marah dan menyakitinya serta berbagai

perasaan tidak tenteram lainnya.

Orang yang senantiasa jujur, maka akan mendapatkan pertolongan dari

Allah SWT dan dari manusia, sedangkan orang yang pendusta akan mendapat

laknat dari Allah dan permusuhan dari manusia. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi

Saw yang berbunyi:

ِ ‫ه عَل َي ْـ‬
‫ه‬ ُ ‫صّلى الل ّـ‬ َ ِ‫ل الل ّه‬
ُ ‫سو‬ ُ ‫ل َر‬ َ ‫ت َقا‬ ْ َ ‫ة َقال‬ َ ‫ش‬ َ ِ ‫عائ‬
َ ‫ن‬ ْ َ‫ع‬
َ ‫ل مـ‬
‫ن‬َ ‫مي‬ِ ِ ‫سـل‬
ْ ‫م‬ ُ ْ ‫مـرِ ال‬ْ ‫نأ‬ ْ ِ ّ ‫جـ‬ َ َ‫ه ع َّز و‬ ُ ّ ‫ن وَّلهُ الل‬ ْ ‫م‬ َ ‫م‬ َ ّ ‫سل‬َ َ‫و‬
َ
‫ي‬َ ‫سـ‬ ِ َ‫ن ن‬ ْ ِ ‫ق ف َ ـإ‬
ٍ ْ ‫صد‬ ُ َ‫ل ل‬
ِ ‫ه وَِزيَر‬ َ َ‫جع‬ َ ‫خي ًْرا‬ َ ِ‫شي ًْئا فَأَراد َ ب ِه‬ َ
(‫ه )رواه أحمد‬ ُ َ ‫عان‬َ َ ‫ن ذ َك ََر أ‬ ْ ِ ‫ذ َك َّره ُ وَإ‬
Artinya : Dari Aisyah, katanya : Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa
13

yangdipilih oleh Allah sebagai pemimpin kaum muslimin dan Dia


menghendaki kebaikan baginya, maka Allah akan menjadikannya
pemimpin yang jujur, jika ia lupa maka Allah akan mengingatkan-nya,
dan jika ia ingat, maka Allah akan menolongnya” (H. R. Ahmad)

Hadis tersebut menegaskan bahwa orang yang senantiasa jujur, maka ia

senantiasa ditolong Allah dalam segala hal. Jika ia lupa, maka Allah akan

membuatnya ingat, dan jika ia ingat maka Allah akan lebih menolongnya dalam

segala urusannya untuk selalu berbuat jujur dan kebaikan.

Memang berbuat jujur tidak semudah yang dibayangkan. Terkadang

berlaku jujur harus menanggung resiko yang merugikan, seperti berlaklu jujur

terhadap penjahat. Karena itu Nabi SAW pernah bersabda yang artinya :

“Katakanlah yang benar itu walaupun pahit”. Ringkasnya, kita harus berlaku dan

bersifat jujur semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan keamanan diri,

sebab dalam hal-hal yang membahayakan kita boleh saja tidak berlaku jujur.
14

BAB III
PENUTUP

Setelah penulis membahas tentang topik akhlak seorang muslim pada bab II

tersebut maka penulis daat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Akhlak Islam adalah perangkat tata nilai yang bersifat samawi dan azali, yang

mewarnai cara berpikir, bersikap dan bertindak seorang muslim terhadap dirinya,

terhadap Allah dan Rasul-Nya, terhadap sesamanya dan terhadap lingkungannya.

2. Akhlak mencakup aqidah, ibadah, akhlak dan syari’ah. Karena itu akhlak ruang

lingkupnya sangat luas, yakni ethos, ethis, moral dan estetika.

3. Akhlak berdasarkan objeknya pada dasarnya dapat dibagi menjadi akhlak kepada

Allah sebagai Khaliq dan akhlak kepada makhluk Allah, seperti sesamam

manusia, hewan dan tumbuhan yang termasuk dalam lingkungannya. Sedangkan

akhlak menurut baik dan buruknya dapat dibagi menjadi akhlak al-karimah dan

akhlak mazmumah.

4. Seorang muslim dapat dikatakan berakhlak al-karimah jika ia mengikuti praktek

yang telah dilakonkan oleh Rasul SAW yang bersumber dari Al-Qur’an dan

Hadits. Dengan itu seseorang dapat dikatakan berakhlak al-karimah.


15

DAFTAR PUSTAKA

A.Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Pustaka Setia, 1997).

Abdullah Salim, Akhlak Islam (Membina Rumah Tangga dan Masarakat), Media
Dakwah, Jakarta, 1994.

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997).

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000

Ahmad Libaru dan M.A. Daud, Tashilul Mubtadi, Hasanu, Banjarmasin, 1986.

Ahmad Warsono Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir, (Yogyakarta:


Pustaka Progressif, 1997).

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Proyek Pengadaan Kitab Suci
Al-Qur’an, 1999.

Musthafa Muhammad Tahhan, Muslim Ideal Masa Kini, Cendikia Centra Muslim,
Jakarta, 2000.

Vous aimerez peut-être aussi