Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oleh :
Kelompok 8
Nurul Pustikasari F34061564
Asto Hadiyoso F34062305
Neli Muna F34062405
Pratiwi Eka P. F34063211
2009
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lemak dan Minyak merupakan salah satu komponen penting untuk
menunjang kesehatan tubuh manusia. Selain itu, lemak dan minyak juga
merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat
dan protein. Lemak atau minyak nabati mengandung asam-asam essential seperti
asam linoleat, asam linolenat, dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan
pembuluh darah akibat kolesterol. Lemak dan minyak juga berfungsi sebagai
pelarut bagi vitamin A, D, E, dan K.
Lemak yang berasal ari hewan mengandung banyak sterol atau disebut
kolesterol ssedangkan dari nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak
mengandung asam lemak tak jenuhnya sehingga umumnya berbentuk cair. Lemak
hewani ada yang berbentuk padat dan berbentuk cair. Lemak yang padat
umumnya berasal dari hwan darat seperti lemak susu, lemak babi, dan lemak sapi.
Lemak yang berbentuk cair atau minyak berasal hewan laut seperti minyak ikan
herring, minyak ikan paus, dan minyak ikan cod. Minyak nabati yang berbentuk
cair atau minyak contohnya ialah minyak kelapa, minyak kacang tanah, dan
minyak wijen. Lemak nabati yang berbentuk padat contohnya ialah lemak coklat,
asam lemak stearin yang terdapat dalam kelapa sawit.
Dalam pengolahan bahan pangan, minyak dan lemak berfungsi sebagai
media penghantar panas, seperti minyak goring, shortening, lemak, mentega, dan
margarine. lemak ada pula yang ditambahkan ke dalam makanan untuk
menambah citarasa dari makanan tersebut. lemak yang ditambahkan kedalam
makanan memiliki persyaratan dan sifat-sifat tertentu. Oleh karena itu perlu
dilakukan pengujian untuk mengetahui karaketeristik dari kinyak tersebut antara
lain melalui pengujian bilangan penyabunan dan bilangan iod.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui karakteristik
(bilangan iod dan bilangan penyabunan) dari minyak atau lemak yang umum
digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
II. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum Karakteristik minyak
antara lain minyak kelapa, minyak jagung, minyak kkelapa komersial,
minyak jarak keoyor, minyak goreng, minyak wijen, minyak margarine,
lemak sapi, kloroform, larutan hanus, larutan KI 15%, larutan Thio sulfat
0,1N, larutan HCl 0.5 N, pati, dan larutan KOH 0.5N.
Alat yang digunakan ialah Erlenmeyer, gelas ukur, pipet, balm,
B. Metode
1. Bilangan Yod
Bahan : pereaksi hanus, kloroform, larutan KI 15%, larutan
thiosulfat 0,1 N, larutan pati 1%.
Alat : timbangan, erlemeyer
10 ml kloroform
+ 25 ml Hanus
+ 15 ml KI 15%
50 ml KOH 0,5 N
Dinginkan
+ PP (merah)
A. Hasil
Keterangan
N Thio Sulfat = 0.1007 N
N HCl = 0.6231 N
Blanko bil. Yod = 42.6 ml
Blanko Bil. Penyabunan = 35.6 ml
No Sample (Gram) Titran (ml) Bilangan Yod
1. 0.2110 24.8 107.887
2 0.1182 31.1 123.426
3 0.4166 39.35 9.976
4 0.189 30.95 78.831
5 0.1847 34.35 57.1242
6 0.1046 29.5 160.17
7 0.5255 28 35.53
8 0.1248 38.6 40.99
B. Pembahasan
1. Bilangan Iod
Bilangan iod merupakan parameter yang dibutuhkan dalam analisa
produk minyak-lemak untuk mengetahui tingkat kejenuhannya. Kejenuhan
suatu minyak menandai jumlah ikatan rangkap yang terdapat di dalamnya,
menjadi acuan tingkat kemudahan suatu minyak-lemak teroksidasi,
sekaligus mengindikasikan tinggi rendah titik cairnya. Semakin jenuh
suatu minyak berarti semakin kecil pula jumlah ikatan rangkap dalam
molekul trigliseridanya, semakin sulit minyak untuk teroksidasi, dan
semakin tinggi titik cairnya. Hal tersebut juga berlaku sebaliknya.
Percobaan yang dilakukan menunjukkan hasil bilangan iod yang
tertinggi ada pada minyak wijen. Hal tersebut berarti minyak wijen adalah
minyak yang paling tidak jenuh di antara miyak yang digunakan dalam
percobaan yang juga berdampak pada titik cairnya yang rendah (encer
pada suhu kamar). Sebaliknya minyak yang memiliki bilangan iod paling
kecil adalah minyak kelapa percobaan. Hal ini berarti minyak kelapa
merupakan minyak yang paling jenuh di antara minyak yang digunakan
dalam percobaan. Hal ini juga berarti minyak kelapa merupakan minyak
yang memiliki titik cair paling tinggi dan paling sulit teroksidasi.
Apabila merujuk pada hasil percobaan, urutan minyak dari yang
paling jenuh hingga yang paling tidak jenuh adalah minyak kelapa
percobaan, minyak kelapa, margarine, lemak sapi, minyak goreng (kelapa
sawit), minyak jarak kepyar, minyak jagung, minyak kelapa komersial,
dan minyak wijen. Apabila merujuk pada berbagai literature yang
diperoleh, urutan minyak dari yang paling jenuh hingga yang paling tidak
jenuh adalah minyak kelapa, minyak kelapa komersial, minyak goring
(kelapa sawit), minyak jarak kepyar, minyak wijen, dan minyak jagung.
Dari dua hal tersebut terdapat perbedaan yang perlu mendapatkan
perhatian. Perbedaan paling mencolok terdapat pada bilangan iod minyak
jagung, minyak kelapa komersial dan minyak wijen. Bilangan iod minyak
jagung dari hasil percobaan lebih kecil daripada yang diketahui melalui
literature. Sebaliknya bilangan iod minyak kelapa komersial pada hasil
percobaan jauh lebih tinggi daripada yang diketahui melalui literature. Hal
yang sama juga terjadi pada minyak wijen.
Perbedaan kondisi minyak tersebut dapat disebabkan oleh
perbedaan spesies tanaman, kondisi lingkungan tumbuhnya tanaman,
ataupun cara tanam dari tanaman yang dijadikan acuan. Khusus untuk
minyak jagung, perbedaan dengan acuan yang berasal dari literatur juga
dapat disebabkan oleh kondisi penyimpanan minyak yang kurang baik
sehingga memungkinkan minyak tersebut teroksidasi terlebih dahulu
sebelum diuji.
Perbedaan antara informai yang diperoleh dari literatur dengan
hasil percobaan tidak terjadi pada minyak kelapa maupun minyak goreng.
Nilai bilangan iod minyak kelapa dari hasil percobaan masih berada pada
rentang nilai pada literatur. Pada minyak goreng (kelapa sawit), nilai
bilangan iod juga tidak berbeda signifikan dan dapat diterima dengan
mempertimbangkan adanya deviasi atau bias pada pengukuran. Hal ini
menunjukkan kedua jenis minyak tersebut berada dalam keadaan baik.
Hal yang menarik untuk diperhatikan adalah perbandingan antara
minyak kelapa dengan lemak sapi. Minyak kelapa memiliki bilangan iod
yang jauh lebih rendah daripada lemak sapi. Secara teoritis hal tersebut
berarti titik cair yang dimiliki minyak kelapa lebih tinggi daripada titik
cair lemak sapi. Namun pada kenyataannya lemak sapi berwujud padat
pada suhu kamar bahkan membutuhkan pemanasan tambahan untuk
mencair sedangkan minyak kelapa sendiri telah berada dalam kondisi cair
bahkan encer pada suhu kamar. Bila hasil percobaan diasumsikan benar,
kontradiksi ini menandakan adanya faktor lain di luar jumlah ikatan
rangkap trigliserida yang turut mempengaruhi titik cair suatu minyak atau
lemak.
Adapun mekanisme yang terjadi dalam uji bilangan iod adalah
sebagai berikut. Penambahan kloroform dalam uji iod berfungsi untuk
melarutkan minyak atau lemak yang akan diuji. Dalam keadaan larut,
minyak atau lemak tersebut akan memiliki luas permukaan reaksi yang
lebih besar sehingga lebih mudah bereaksi dengan reagen yang diberikan.
Selanjutnya penambahan cairan Hanus yang merupakan persenyawaan
iodin bromida akan bereaksi dengan trigileserida di mana iodine akan
berikatan dengan trigliserida tersebut dengan memecah ikatan rangkap
yang ada. Jumlah ikatan rengkap dalam trigliserida menentukan seberapa
banyak atom I yang dapat bereaksi. Selanjutnya penambahan KI akan
memecah kembali ikatan iodine dengan trigliserida tersebut sehingga atom
I yang sudah berikatan kembali terlepas dan membentuk senyawa I2.
Senyawa I2 inilah yang dijadikan representasi jumlah ikatan rangkap pada
minyak atau lemak melalui titrasi dengan Na 2SO3. Campuran yang
mengandung senyawa I2 di dalamnya cenderung memiliki warna kuning.
Itulah sebab mengapa setelah dititrasi semakin lama akan terbentuk cairan
dengan warna kekuningan. Adapun alasan penambahan amilum atau pati,
adalah agar perubahan warna dapat dideteksi dengan mudah sehingga
lebih akurat. Amilum akan membuat campuran yang mengandung iodine
menjadi berwarna biru, sedangkan perubahan warna akan lebih mudah
dideteksi dari biru menjadi being daripada kuning bening menjadi bening.
2. Bilangan Penyabunan
Salah satu sifat fisiko kimia minyak lemak yang penting yaitu
bilangan penyabunan. Bilangan penyabunan adalah jumlah milligram
KOH yang diperlukan untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak
(Ketaren, 1986). Bilangan penyabunan setiap jenis minyak atau lemak
berbeda bergantung pada jenis asam lemak yang menyusunnya. Reaksi
penyabunan akan terjadi ketika KOH berlebih dalam alcohol ditambahkan
ke dalam sejumlah contoh minyak atau lemak. Senyawa alkali tersebut
akan bereaksi dengan asam lemak yang terikat dalam molekul trigliserida.
Reaksi penyabunan adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Sifat Minyak Sawit Minyak Inti Sawit
Bobot jenis pada suhu kamar 0,900 0,900-0,913
0
Indeks bias D 40 C 1,4565-1,4585 1,495-1,415
Bilangan Iod 48-56 14-20
Bilangan penyabunan 196-205 244-254
Sumber : Krischenbauer (1960)
IV.KESIMPULAN
Bilangan iod adalah parameter yang menunjukkan tingkat kejenuhan atau
jumlah ikatan rangkap yang terdapat dalam suatu trigliserida. Semakin tinggi
bilangan iod semakin tidak jenuh triglserida tersebut atau semakin banyak ikatan
rangkap yang dimilikinya. Minyak yang paling tidak jenuh berdasarkan hasil
percobaan adalah minyak wijen, diikuti oleh minyak kelapa komersial, minyak
jagung, minyak jarak kepyar, minyak goreng, lemak sapi, margarin, minyak
kelapa.
Beberapa hal dapat menyebabkan perbedaan antara hasil pengujian
bilangan iod dengan bilangan iod yang diperoleh dari berbagai literatur tentang
minyak. Hal tersebut dapat berupa perbedaan verietas tanaman, kondisi tanam,
kondisi lingkungan tanam, ataupun kerusakan akibat penyimpanan yang kurang
baik. Dari percobaan yang dilakukan, minyak yang disinyalir berada dalam
kondisi baik adalah minyak kelapa dan minyak goring (kelapa sawit) karena nilai
bilangan iod yang diperoleh sesuai dengan yang tertera pada literatur. Sedangkan
nilai bilangn iod pada jenis minyak lain tidak sesuai dengan literatur yang dapat
diakibatkan oleh alasan seperti yang dikemukakan sebelumnya.
Bilangan penyabunan adalah jumlah milligram KOH yang diperlukan
untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak. Bilangan penyabunan dapat
digunakan untuk menentukan bobot molekul relatif minyak atau lemak. Semakin
tinggi bilangan penyabunan semakin rendah bobot molekul relative suatu minyak
atau lemak dan semakin rendah titik cairnya. Sebaliknya, semakin rendah
bilangan penyabunan, semakin tinggi bobot molekul relatif dan semakin tinggi
titik cairnya. urutan angka penyabunan dari terkecil hingga terbesar (bobot
molekul dan titik didih dari terbesar ke terkecil) adalah minyak kelapa, goreng
sawit, jarak wijen, jagung, margarine, lemak sapi, kelapa komersial.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1958. Influence Of Heat and Oxidative Stability on Effectiveness Of
Metal in Activator Soybean Oil.
Bailey, A. E. 1950. Industrial Oil and Fat Product. Interscolastic Publishing :
New York.
Hariyani, S. 2006. Pengaruh Waktu Pengadukan Terhadap Kualitas VCO.
Skripsi. Fakultas MIPA UNNES : Semarang.
Hilditch, T. P. 1947. The Industrial Chemistry of The Fats and Waxes. D Van
Nostrand Co. Inc. : New York.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan Edisi 1. UI
Press : Jakarta.
Krischenbauer. 1960. Fats and Oil. An Outline of Their Chemistry and
Technology. Reinhold Publishing Co. : New York.
SNI-3741-1995
Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1997. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty : Jakarta.
Winarno, F. G. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Balai Pustaka :
Jakarta.