Vous êtes sur la page 1sur 3

Bioteknologi telah berkembang demikian pesat dengan pencapaian-pencapaian yang

mengagetkan masyarakat dunia. Human Genome Project yang merupakan proyek besar
dalam pemetaan genom (gen-gen pada khromosom) manusia telah dapat diselesaikan 5
tahun sebelum masa yang dijadwalkan. Terapi gen pada manusia pun telah mulai
mendapat izin untuk dilaksanakan. Kloning domba yang menggegerkan kini telah digeser
gagasan atau proyek kloning manusia untuk tujuan pengobatan maupun tujuan reproduksi
kasus khusus.

Teknologi Rekayasa Genetika merupakan inti dari bioteknologi didifinisikan sebagai


teknik in-vitro asam nukleat, termasuk DNA rekombinan dan injeksi langsung DNA ke
dalam sel atau organel; atau fusi sel di luar keluarga taksonomi; yang dapat menembus
rintangan reproduksi dan rekombinasi alami, dan bukan teknik yang digunakan dalam
pemuliaan dan seleksi tradisional.

Prinsip dasar teknologi rekayasa genetika adalah memanipulasi atau melakukan


perubahan susunan asam nukleat dari DNA (gen) atau menyelipkan gen baru ke dalam
struktur DNA organisme penerima. Gen yang diselipkan dan organisme penerima dapat
berasal dari organisme apa saja. Misalnya, gen dari bakteri bisa diselipkan di khromosom
tanaman, sebaliknya gen tanaman dapat diselipkan pada khromosom bakteri. Gen
serangga dapat diselipkan pada tanaman atau gen dari babi dapat diselipkan pada bakteri,
atau bahkan gen dari manusia dapat diselipkan pada khromosom bakteri. Produksi insulin
untuk pengobatan diabetes, misalnya, diproduksi di dalam sel bakteri Eschericia coli (E.
coli) di mana gen penghasil insulin diisolasi dari sel pankreas manusia yang kemudian
diklon dan dimasukkan ke dalam sel E. coli. Dengan demikian produksi insulin dapat
dilakukan dengan cepat, massal, dan murah. Teknologi rekayasa genetika juga
memungkinkan manusia membuat vaksin pada tumbuhan, menghasilkan tanaman
transgenik dengan sifat-sifat baru yang khas.

Rekayasa genetika pada tanaman mempunyai target dan tujuan antara lain peningkatan
produksi, peningkatan mutu produk supaya tahan lama dalam penyimpanan pascapanen,
peningkatan kandunagn gizi, tahan terhadap serangan hama dan penyakit tertentu
(serangga, bakteri, jamur, atau virus), tahan terhadap herbisida, sterilitas dan fertilitas
serangga jantan (untuk produksi benih hibrida), toleransi terhadap pendinginan,
penundaan kematangan buah, kualitas aroma dan nutrisi, perubahan pigmentasi.

Rekayasa Genetika pada mikroba bertujuan untuk meningkatkan efektivitas kerja


mikroba tersebut (misalnya mikroba untuk fermentasi, pengikat nitrogen udara,
meningkatkan kesuburan tanah, mempercepat proses kompos dan pembuatan makanan
ternak, mikroba prebiotik untuk makanan olahan), dan untuk menghasilkan bahan obat-
obatan dan kosmetika.

Di negara-negara maju seperti di Amerika, Eropa, Australia, dan Jepang organisme hasil
rekayasa genetika telah banyak beredar di masyarakatnya maupun diekspor ke negara-
negara lain seperti Indonesia. Organisme hasil rekayasa genetika dapat berupa
mikrooraganisme (bakteri, jamur, ragi, virus), serangga, tanaman, hewan dan ikan. Di AS
produk-produk hasil rekayasa genetika dijual secara bebas di pasaran, sementara di Eropa
dan Jepang diwajibkan untuk memberi label bagi produk-produk tersebut. Cina juga
merupakan negara yang telah sangat maju dalam pengembangan bioteknologi rekayasa
genetika.

Beberapa tanaman transgenik yang telah banyak dihasilkan dan beredar di masyarakat
antara lain kedele dengan kandungan gizi yang lebih tinggi, golden rice (padi dengan
antosianin atau karotenoid untuk menghasilkan vitamin A dengan kosentrasi tinggi pada
beras), kapas dengan gen cry yang diisolasi dari bakteri bacillus turingiensis yang
menghasilkan senyawa tosik untuk membunuh seranga hama tertentu, jenis-jenis tanaman
hias seperti anggrek, tulip, yang bertujuan untuk meningkatklan kualitas bunga; warna,
bentuk, aroma, keseragaman bentuk dan kontinyuitas produksi. Perkembangan teknologi
dan produk rekayasa genetika juga tergolong pesat di Indonesia di tengah sikap kritis pro-
kontra yang dipengaruhi terutama dari LSM di Eropa. Indonesia telah sejak lama menjadi
pengimpor produk rekayasa genetika seperti kedele, kapas, jagung, buah-buahan,
tanaman hias, obat-obatan dan kosmetika. Beberapa Lembaga Riset dan Program Studi
Bioteknologi telah berdiri di Indonesia. Bahkan Kementerian Riset dan Teknologi serta
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi telah mengembangkan program insentif bagi
pengembangan bioteknologi (rekayasaya genetika) agar Indonesia tidak menjadi
penonton dan tertinggal dalam teknologi ini yang akhirnya menyebabkan kita selalu
menjadi negara pengimpor. Kami di Universitas Udayana bahkan telah menghasilkan tiga
paten untuk produk rekayasa genetika seperti tanaman jeruk transgenik dan beberapa
klon gen yang dipelihara dalam sel bakteri E. coli.

Orientasi dunia terhadap produk rekayasa genetika sangat beragam dari yang menolak,
setuju dan dengan sikap hati-hati. Sikap kritis ini muncul terutama karena kekhawatiran
akan keamanan pangan, keamanan pakan, dan keamanan lingkungan. Kekhawatiran ini
juga muncul karena ketidaktepatan informasi teknis mengenai rekayasa genetika. Banyak
kasus biologi dikaitkan dengan rekayasa genetika seperti munculnya penyakit sapi gila,
flu burung, kanker/tumor yang semuanya tidak ada bukti keterkaitannya dengan rekayasa
genetika.

Dampak produk rekayasa genetika bagi kesehatan manusia tidak perlu dikhawatirkan
sepanjang jenis produk yang dilepas ke masyarakat telah memenuhi Protokol Cartagena
dan terlebih dulu melalui proses pemeriksaan keamanan pangan dan lingkungan. Yang
sering dikhawatirkan para pemerhati bioteknologi adalah keikutan gen marker (biasanya
gen tahan antibiotika) terselip ke dalam khromosom organisme penerima, sehingga jika
makan produk tersebut kita juga akan memakan zat tahan antibiotika. Tentang hal ini
telah ada teknologi untuk menghilangkan gen tersebut agar tidak ikut terselip ke
organisme penerima. Di samping itu konsentrasi zat ini tidak tinggi untuk ukuran
manusia. Kekhawatiran juga muncul terhadap adanya gene flow yaitu menyebarnya gen
baru yang diselipkan pada organisme penerima kepada organisme lain yang sejenis di
sekitarnya melalui proses penyerbukan atau kawin silang. Tentang hal ini, bukankah di
alam proses penyerbukan silang seperti ini telah terjadi sejak organisme hidup mendiami
bumi? Bukankah gen yang diselipkan juga diambil dari organisme yang ada di alam? Jadi
tidak perlu khawatir.
Saat ini langkah-langkah yang perlu dilakukan pemerintah adalah melakukan prosedur
karantina untuk mengetahui status organisme atau produknya apakah hasil rekayasa
genetika atau bukan. Jika ya, apa jenis rekayasanya (jenis gen dan teknologi yang
digunakan). Jenis produk yang masih menjadi kontroversi mungkin lebih baik dilabel
untuk memberikan informasi yang benar dan pilihan kepada masyarakat. Produk obat-
obatan dan kosmetika tidak perlu diberi label karena telah diterima dan diterapkan sejak
lama. Penyebaran informasi yang benar ke masyarakat juga perlu diperbanyak
menggunakan berbagai media sehingga pemahaman tentang teknologi dan produk
rekayasa genetika makin baik.

Vous aimerez peut-être aussi