Vous êtes sur la page 1sur 38

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN STROKE

DAN PENINGKATAN TEKANAN INTRA KRANIAL

Oleh :
Sgd 3
Ni Made Sri Ayu Rachmasari (0802105007)
I Gede Wiranata (0802105008)
Ni Luh Putri Swandewi (0802105013)
Ni Putu Eva Juli W. (0802105019)
I Putu Wira Pradana (0802105027)
Ni Nyoman Sri Wulandari (0802105029)
Kadek Melia Endrawati (0802105034)
Putu Ita Purwanti Diansari (0802105045)
Luh Nyoman Trisna Sudiartini (0802105052)
Made Asri Meiniyari (0802105068)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2009
Hari, Tanggal : Rabu, 30 September 2009
Topik : Asuhan keperawatan pada sistem neuro
Ketua : I PutuWira Pradana (0802105027)
Sekretaris : Ni Nyoman Sri Wulandari (08021050529)

SOAL :
Buatlah asuhan keperawatan pada klien dengan stroke dan peningkatan tekanan intrakranial.

A. KONSEP DASAR PENYAKIT STROKE


1. Definisi/Pengertian
 Stroke secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan
mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah
otak (Hudak dan Gallo, 1997)
 Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan
oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan olek karena
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler.
(UPF, 1994)
 Stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang
timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal otak yang
terkena (WHO, 1989).
 Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-
tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian
reaksi bio-kimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel otak. Kematian
jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu.

2. Epidemiologi/insiden kasus
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan
keganasan. Stroke diderita oleh ± 200 orang per 100.00 penduduk per tahunnya. Stroke
merupakan penyebab utama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85%
merupakan stroke non hemoragik (± 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke
embolik) dengan angka kematian stroke trombotik ± 37%, dan stroke embolik ± 60%.
Presentase stroke non hemoragik hanya sebanya 15-35%. ± 10-20% disebabkan oleh
perdarahan atau hematom intraserebral, dan ± 5-15% perdarahan subarachnoid. Angka
kematian stroke hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya CT scan mencapai 70-95%,
sewtelah ditemukannya CT scan mencapai 20-30%.
Prevalensi stroke di USA adalah 200 per 1000 orang pada rentang usia 45-54 tahun,
60 per 1000 pada rentang usia 65-74 tahun, dan 95 per 1000 orang pada rentang usia 75-84
tahun. Dengan presentase kematian mencapai 40-60%
3. Penyebab / faktor predisposisi
1. Penyebab
Penyebab utama dari stroke diurutkan dari yang paling penting adalah aterosklerosis
(trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan
ruptur aneurisme sakular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain
seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus
atau penyakit vascular perifer.
2. Faktor Risiko
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
- Usia
Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar pula
risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuan)
yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh
darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).
- Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan
perempuan. Hal ini mungkin terkait bahwa laki-laki cenderung merekok. Dan rokok
itu sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh.
- Herediter
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat stroke
pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan
dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
- Ras/etnik
Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang lebih
besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
- Hipertensi (darah tinggi)
Orang-orang yang tekanan darahnya tinggi memiliki peluang besar untuk
mengalami stroke. Bahkan hipertensi merupakan penyebab terbesar (etiologi) dari
kejadian stroke itu sendiri. Hal ini disebabkan karena pada kasus hipertensi, dapat
terjadi gangguan aliran darah tubuh dimana diameter pembuluh darah pada nantinya
akan mengecil (vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir ke otak pun akan
berkurang. Dengan pengurangan aliran darah otak (ADO) maka otak akan akan
kekurangan suplai oksigen dan juga glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang
secara terus menerus, maka jaringan otak lama-lama akan mengalami kematian.
- Penyakit jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak miokard (kematian
otot jantung) juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke. Seperti kita ketahui,
bahwa sentral dari aliran darah di tubuh terletak dijantung. Bilamana pusat
mengaturan aliran darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun
akan mengalami gangguan. Termasuk aliran darah yang menuju ke otak. Karena
adanya gangguan aliran, jaringan otak pun dapat mengalami kematian secara
mendadak ataupun bertahap.
- Diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) atau disebut juga sebagai kencing manis, memiliki risiko
untuk mengalami stroke. Hal ini terkait dengan pembuluh darah penderita DM yang
umumnya menjadi lebih kaku (tidak lentur). Adanya peningkatan ataupun
penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kematian
jaringan otak.
- Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol didalam darah
berlebih. Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan mengakibatkan
terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah, yang lama-lama akan semakin
banyak dan menumpuk sehingga lama-lama akan mengganggu aliran darah.
- Obesitas
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hal tersebut
terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah pada orang dengan
obesitas, dimana biasanya kadar LDL (lemak jahat) lebih tinggi dibandingkan
dengan kadar HDLnya (lemak baik/menguntungkan).
- Polocitemia
Pada polocitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat
sehingga perfusi otak menurun.
- Merokok
Dari penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok ternyata memiliki
kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak
merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya
penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku
dengan demikian dapat menyebabkan gangguan aliran darah.

4. Patofisiologi terjadinya penyakit


a. Trombosis (penyakit trombo – oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering.
Arteriosclerosis selebral dan perlambatan sirkulasi selebral adalah penyebab utama
trombosis selebral, yang adalah penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis
selebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien
mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya.
Secara umum trombosis selebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan
paralysis berat pada beberapa jam atau hari.
Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local dinding pembuluh
darah akibat atrosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada
lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut ,
sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai,
sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung
terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang melengkung. Trombi juga
dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang
mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria
karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan
membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka
sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan
melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat
fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di
tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
b. Embolisme : embolisme sereberi termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama
stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita
trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal dari suatu trombus dalam jantung,
sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. 
Meskipun lebih jarang terjadi, embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa
sinus karotikus atau arteria karotis interna. Setiap bagian otak dapat mengalami
embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang
sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi
media, terutama bagian atas.
c. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab
utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh
dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh
ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid,
sehingga jaringan yang terletakdi dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat
mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar
perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi.
Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan
mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan
dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Karena kerja enzim – enzim akan terjadi
proses pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua
jaringan nekrotik akan terganti oleh astrosit dan kapiler – kapiler baru sehingga
terbentuk jalinan di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh serabut – serabut
astroglia yang mengalami proliferasi. Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan
pecahnya suatu aneurisme. Kebanyakan aneurisme mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi
atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering terdapat lebih
dari satu aneurisme.

5. Klasifikasi penyakit
Stroke dapat diklasifikasikan sesuai dengan patologi penyakit, stroke dapat dibagi menjadi
tiga jenis, yaitu :
1. Stroke hemoragi: Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke
substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen
intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang
tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang bila
berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu,
darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan
edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan
aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak. Penyebab
stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa.
2. Stroke non hemoragi: Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak
oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya
aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran
darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi
kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh
embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok
pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi
gangguan neurologist fokal.Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh
darah arteri yang menuju ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83%
mengalami strok jenis ini. Sedangkan stroke non hemoragik sendiri dapat
diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu:
a. Trans Ischemic Attack (TIA) atau Serangan Iskemik Sepintas: merupakan gangguan
neurologis fokal yang timbul mendadak dan menghilang dalam beberapa menit
sampai beberapa jam.
b. RIND (Reversible Ischemic Neurologis Deficit): merupakan gangguan neurologist
setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3
minggu.
c. Progresif/inevolution (stroke yang sedang berkembang) : perjalanan stroke
berlangsung perlahan meskipun akut. Stoke dimana deficit neurologisnya terus
bertambah berat. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa
hari.
d. Stroke lengkap/completed : gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan
dengan sedikit perbaikan. Stroke dimana deficit neurologisnya pada saat onset lebih
berat, bisa kemudian membaik/menetap
6. Gejala klinis
Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana
yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adequat dan jumlah aliran darah
kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik
sepenuhnya. Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya
daerah otak yang terkena.
a. Pengaruh terhadap status mental
 Tidak sadar : 30% - 40%
 Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
b. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
 Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
 Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
 Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
c. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
 hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
 inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena
d. Daerah arteri serebri posterior
 Nyeri spontan pada kepala
 Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
e. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
 Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
 Hemiplegia alternans atau tetraplegia
 Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi labil)

Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
a. Stroke hemisfer kanan
 Hemiparese sebelah kiri tubuh
 Penilaian buruk
 Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke
sisi yang berlawanan
b. Stroke hemisfer kiri
 Mengalami hemiparese kanan
 Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
 Kelainan bidang pandang sebelah kanan
 Disfagia global
 Afasia
 Mudah frustasi

7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak
bisa bicara
3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b. Pemeriksaan integumen
1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus
bed rest 2-3 minggu
2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Kepala : bentuk normocephalik
2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)

d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun
suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan
menelan.
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat
kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi
1) Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
2) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
3) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
4) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks
patologis.(Jusuf Misbach, 1999)

8. Pemeriksaan diagnostik / penunjang


a. Pemeriksaan radiologi
1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)
2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges,
2000)
3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)
4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999)
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998)
2) Pemeriksaan darah rutin
3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
(Linardi Widjaja, 1993)

9. Diagnosis / Kriteria Diagnosis


Pada diagnosis penyakit serebrovaskular, maka tindakan arteriografi adalah esensial
untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. CT Scan dan MRI merupakan sarana
diagnostik yang berharga untuk menunjukan adanya hematoma, infark atau perdarahan.
EEG dapat membantu dalam menentukan lokasi.

10. Therapy / tindakan penanganan


Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga mendapatkan pengobatan
maksimal). Therapeutik window ini ada 3 konsensus:
1. Konsensus amerika : 6 jam
2. Konsensus eropa: 1,5 jam
3. Konsensus asia: 12 jam
Prinsip pengobatan pada therapeutic window:
1. Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak menjadi iskhemik.
2. Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi.
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai
mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan
oksigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi. Sedapat
mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi
“keluar – masuk” setiap 4 sampai 6 jam.
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan
glukosa murni atau cairan hipotonik
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau
ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
11. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
a. penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap 2 jam
b. dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50
kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan
untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki)
12. Penatalaksanaan spesifik berupa:
 Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat
hemoragik
 Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan pembedahan,
menurunkan TIK yang tinggi.
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan
neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, tPA.
1. Pentoxifilin:
Mempunyai 3 cara kerja:
Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
Meningkatkan deformalitas eritrosit
Memperbaiki sirkulasi intraselebral
2. Neuroprotektan:
- Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: neotropil
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis
glikogen
- Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel,
ex.nimotup
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan
memperbaiki perfusi jaringan otak
- Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi radikal
bebas dan biosintesa lesitin
- Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan
13. Pengobatan konservatif:
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO), tetapi
belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di
tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada
pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara oral (asam nikotinat, tolazolin,
papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan berikut ini masih
berguna : histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverin intraarteri.
14. Pembedahan:
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah otak. Penderita
yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti
hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan
dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik
dapat dipertahankan.
11. Komplikasi
a. Komplikasi neurologik
 Edema otak
 Kejang
 Nyeri kepala
 Hiccup
 Lain-lain: mis. Transformasi hemoragik dariinfark, hidrosefalus obstruktif
b. Komplikasi medik
 Peninggian atau penurunan tekanan darah
 Demam atau infeksi
 Emboli paru
 Abnormalitas jantung
 Gangguan fungsi menelan, aspirasi, pneumonia
 Kelainan metabolik dan nutrisi
 Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin
 Peradarahan gastrointestinal
 Dehidrasi
 Hiponatremia
 Hiperglikemia atau hipoglikemia
c. Komplikasi imobilitas
 Ulkus dekubitus
 Kontraktur dan nyeri bahu
 Penekanan N. Peroneus, N. Ulnaris, atau N. Femoralis
 Osteopenia dan osteoporosis
 Kecemasan, depresi atau perubahan perilaku yang lain
d. Komplikasi muskuloskeletal
 Spatisitas dan kontraktur
 Nyeri bahu
 Tungkai-kaki dingin, bengkak
 Jatuh dan fraktur
e. Komplikasi para pendamping (care giver)
 Perubahan emosi dan perilaku, depresi, dan beban fisik.

12. Prognosis
Prognosis stroke ditentukan oleh banyak parameter dan prediktor klinis. Penelitian
Wardlaw, dkk (1998) pada 993 pasien stroke memperlihatkan bahwa infark yang terlihat
pada gambaran CT Scan kepala akan meningkatkan risiko kematian sebesar 4,5 kali (95%
CI: 2,7-7,5), dan ketergantungan hidup sebesar 2,5 kali (95% CI 1,9-3,3).  Penelitian de
Jong, dkk (2002) pada 333 pasien memperlihatkan bahwa pasien stroke dengan lebih dari
1 infark lakuner memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan 1 infark
lakuner. Angka moralitas yang lebih tinggi (33% VS 21%),  angka rekurensi stroke yang
lebih tinggi (21% VS 11%), dan nilai status fungsional yang lebih rendah dihubungkan
dengan infark lakuner yang lebih dari 1.
Pada kasus stroke perdarahan, angka mortalitas relatif lebih tinggi. Penelitian Larsen, dkk
(1984) pada 53 pasien stroke perdarahan menunjukkan bahwa angka mortalitas akut
adalah 27%. Faktor prognosis yang utama adalah tingkat kesadaran dan volume
hematoma. Penelitian Fieschi, dkk (1988) pada 104 pasien stroke menunjukkan angka
kematian pada bulan pertama adalah 30%. Faktor prognosis yang paling signifikan adalah
usia, tingkat kesadaran saat masuk RS, dan ukuran heatoma. Penelitian Kiyohara, dkk
(2003) pada 1621 pasien stroke di Jepang memperlihatkan hasil serupa,  angka kematian
pada perdarahan serebral di 30 hari pertama adalah 63,3% dibanding infark serebral
sebesar 9%.
Faktor demografik, penyakit penyerta, dan keparahan gejala stroke berkontribusi terhadap
luaran stroke. Penelitian kohort Kernan, dkk (2000) memperlihatkan prognosis stroke
dipengaruhi oleh usia, komorbiditas gagal jantung, riwayat stroke sebelumnya, diabetes,
hipertensi, dan penyakit jantung koroner. Adanya komorbiditas, usia tua, riwayat stroke
sebelumnya akan memberikan prognosis yang lebih buruk.
B. KONSEP DASAR PENINGKATAN TEKANAN KRANIAL

1. Definisi/Pengertian
Tekanan Intrakranial (TIK) adalah suatu fungsi nonlinear dari fungsi otak, cairan
serebrosspinal (CSS) dan volume darah otak. Peningkatan tekanan intrakranial (PTIK)
adalah suatu peninmgkatan tekanan yang terjadi dalam rongga tengkorak.
Ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah dan cairan serebrospinal.
Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan
intrakranial normal berkisar antara 5 dan 15 mmHg (millimeter air raksa). PTIK adalah
komplikasi serius yang mengakibatkan herniasi dengan gagal pernapasan dan gagal jantung
serta kematian.

2. Penyebab / faktor predisposisi


a. Tumor primer atau metastasis
b. Hemoragia otak
c. Hematoma subdural
d. Abses otak
e. Hidrosefalus akut
f. Nekrosis otak yang diinduksi oleh radiasi

3. Patofisiologi terjadinya penyakit


Edema otak barangkali merupakan sebab yang paling lazim dari peningkatan tekanan
intrakranial dan memiliki banyak penyebab antara lain peningkatan cairan intrasel,
hipoksia, ketidak seimbangan cairan dan elektrolit, iskemia serebral, meningitis, dan tentu
saja cedera.
Tekanan intrakranial pada umumnya bertambah secara berangsur-angsur. Setelah
cedera kepala, timbulnya edema memerlukan waktu 36 sampai 48 jam untuk mencapai
maksimum. Peningkatan tekanan intrakranial sampai 33 mmHg mengurangi aliran darah
otak secara bermakna. Iskemia yang timbul merangsang pusat motor, dan tekanan darah
sistemik meningkat, Rangsangan pada pusat inhibisi jantung mengakibatkan bradikardia
dan pernapasan menjadi lambat. Mekanisme kompensasi ini, dikenal sebagai refleks
Cushing, membantu mempertahankan aliran darah otak. Akan tetapi, menurunnya
pernapasan mengakibatkan retensi Co2 dan mengakibatkan vasodilatasi otak yang
membantu menaikkan tekananan intrakranial.
Trauma otak menyebabkan fragmentasi jaringan dan kontusio, merusak sawar darah
orak (SDO), disertai vasodilatasi dan eksudasi cairan sehingga timbul edema. Edema
menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan dan akhirnya menngkatkan TIK, yang
pada gilirannya akan menurunkan aliran darah otak(ADO), iskemia, hipoksia, asidosis
(penurunan pH dan penigkatan PCo2), dan kerusakan SDO lebih lanjut. Siklus ini akan
terus berlanjut sehingga terjadi kematian sel dan edema bertambah secara progresif kecuali
bila dilakukan intervensi.

4. Gejala klinis
Manifestasi klinik peningkatan tekanan intrakranial banyak dan bervariasi dan dapat
tidak jelas. Perubahan tingkat kesadaran penderita merupakan indikator yang paling sensitif
dari semua tanda peningkatan tekanan intrakranial
a. Gejala umum terjadinya peningkatan TIK adalah:
 Nyeri kepala
 Muntah
 TD meninggi dan nadi melambat (reflex Cushing)
 Kejang
 Gangguan kesadaran, berupa gangguan mental dan kesadaran menurun (GCS<15)
b. Gejala khusus: sesuai lokasi dan kausa
c. CT scan: misalnya edema otak hematom, tumor, atau herniasi
d. Intracranial Pressure Monitoring. Tekanan normal: ICP <10 mmHg
 >20 mmHg: Moderate elevation
 >40 mmHg: Severe elevation
Trias klasik peningkatan tekanan intrakranial adalah ;
1. Nyeri kepala karena regangan durameter dan pembuluh darah
2. Papiledema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus.
3. Muntah sering proyektil
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial lainnya;
1. Hipertermia
2. Perubahan motorik dan sensorik
3. Perubahan berbicara

5. Pemeriksaan diagnostik / penunjang


a. Scan otak. Meningkat isotop pada tumor.
b. Angiografi serebral untuk melihat adanya deviasi pembuluh darah.
c. X-ray tengkorak untuk melihat adanya erosi posterior atau adanya kalsifikasi
intracranial.
d. X-ray dada untuk mendeteksi tumor paru primer atau penyakit metastase.
e. CT scan atau MRI untuk mengidentfikasi vaskuler tumor, perubahan ukuran ventrikel
serebral.
f. Ekoensefalogram terlihat adanya peningkatan pada struktur midline.

6. Diagnosis / Kriteria Diagnosis


Pada diagnosis penyakit serebrovaskular, maka tindakan arteriografi adalah esensial
untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. CT Scan dan MRI merupakan sarana
diagnostik yang berharga untuk menunjukan adanya hematoma, infark atau perdarahan.
EEG dapat membantu dalam menentukan lokasi.

7. Therapy / tindakan penanganan


Lakukan penatalaksanaan jalan napas yang agresif. Pertimbangkan pra-terapi dengan
pemberian lidokain 1-2 mg/ kg secara intravena jika di intubasi diindikasikan untuk
menjaga adanya peningkatan TIK
a. Lakukan hiperventilasi untuk mengurangi PaCo2 sampai 25-30 mmHg
b. Pertimbangkan pemberian manitol 1-2mg/kg IV
c. Pertimbangkan deksametason 200-100mg IV : mulai timbulnya efek lebih lambat dari
pada tindakan intubasi atau manitol
d. Pemantauan tekanan intrakranial secara noninvasif seperti MRI, CT scan, tomografi
emisi positron, single-photon emission computed tomografi, evoked potential, dan
oksimetri.
e. Dekompresi secara bedah berdasarkan temuan CT scan mungkin diperlukan.

C. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN.
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboraturium untuk memperoleh
informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana
asuhan keperawatan klien.
Dari wawancara akan diperoleh informasi tentang biodata, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat kesehatan/penyakit masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pola aktifitas
sehari-hari, dan riwayat psikososial.
a Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang
menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat
perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E.
Doenges et al, 1998)
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose
medis.
2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
(Hendro Susilo, 2000)
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi
oral.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase
akut.
c. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
d. Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, mudah lelah
e. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
f. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan,
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola
kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i. Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke,
seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j. Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan
proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, kelemahan,
hemiparesis.
2. Risiko cedera berhubungan dengan hemiparesis dan gangguan penglihatan.
3. Gangguan sensori persepsi: Penglihatan berhubungan dengan deviatin ke arah lesi,
diplopia, gangguan penglihatan / pergerakan bola mata.
4. Sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan hemiparesis.
5. Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat.
6. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perdarahan intracerebral.
7. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan disarrtria, afasia, amourasis fulgaks
akibat kerusakan sentral bicara
8. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum akibat:
kelemahan, hilangnya refleks batuk.
9. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia.
10. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
11. Gangguan Kenyaman: mual berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
3. RENCANA KEPERAWATAN
e. Menyusun Prioritas :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum akibat:
kelemahan, hilangnya refleks batuk.
2. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perdarahan intracerebral.
3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
4. Risiko cedera berhubungan dengan hemiparesis dan gangguan penglihatan.
5. Gangguan Kenyaman: mual berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
kelemahan, hemiparesis.
7. Gangguan sensori persepsi: Penglihatan berhubungan dengan deviatin ke arah lesi,
diplopia, gangguan penglihatan / pergerakan bola mata.
8. Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat.
9. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
disfagia.
10. Sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan hemiparesis.
11. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan disarrtria, afasia, amourasis
fulgaks akibat kerusakan sentral bicara

f. Intervensi Keperawatan
NO. DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI DAN RASIONAL
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL

1. Bersihan jalan nafas Pasien mampu 1. Berikan penjelasan kepada klien


tidak efektif mempertahankan jalan dan keluarga tentang sebab dan
berhubungan dengan nafas yang paten. akibat ketidakefektifan jalan
penumpukan sputum nafas
akibat: kelemahan, Kriteria hasil : 2. Ubah posisi tiap 2 jam sekali
hilangnya refleks a. Bunyi nafas vesikuler 3. Berikan intake yang adekuat
batuk. b. RR normal (2000 cc per hari)
c. Tidak ada tanda-tanda 4. Observasi pola dan frekuensi
sianosis dan pucat nafas
d. Tidak ada sputum 5. Auskultasi suara nafas
6. Lakukan fisioterapi nafas sesuai
dengan keadaan umum klien

Rasional: :
1. Klien dan keluarga mau
berpartisipasi dalam mencegah
terjadinya ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
2. Perubahan posisi dapat
melepaskan sekret darim saluran
pernafasan
3. Air yang cukup dapat
mengencerkan sekreT
4. Untuk mengetahui ada tidaknya
ketidakefektifan jalan nafas
5. Untuk mengetahui adanya
kelainan suara nafas
6. Agar dapat melepaskan sekret
dan mengembangkan paru-paru

2. Gangguan perfusi Perfusi serebral membaik 1. Berikan penjelasan kepada


jaringan serebral keluarga klien tentang sebab-
berhubungan dengan Kriteria hasil : sebab peningkatan TIK dan
perdarahan a. Tingkat kesadaran akibatnya
intracerebral. membaik (GCS 2. Anjurkan kepada klien untuk
meningkat) bed rest totat
b. fungsi kognitif, 3. Observasi dan catat tanda-tanda
memori dan motorik vital dan kelain tekanan
membaik intrakranial tiap dua jam
c. TIK normal 4. Berikan posisi kepala lebib
d. Tanda-tanda vital tinggi 15-30 dengan letak
stabil jantung ( beri bantal tipis)
e. Tidak ada tanda 5. Anjurkan klien untuk
perburukan neurologis menghindari batukdan
mengejan berlebihan
6. Ciptakan lingkungan yang
tenang dan batasi pengunjung
7. Kolaborasi dengan tim dokter
dalam pemberian obat
neuroprotektor

Rasional:
1. Keluarga lebih berpartisipasi
dalam proses penyembuhan
2. Untuk mencegah perdarahan
ulang
3. Mengetahui setiap perubahan
yang terjadi pada klien secara
dini dan untuk penetapan
tindakan yang tepat
4. Mengurangi tekanan arteri
dengan meningkatkan draimage
vena dan memperbaiki sirkulasi
serebral
5. Batuk dan mengejan dapat
meningkatkan tekanan intra
kranial dan potensial terjadi
perdarahan ulang
6. Rangsangan aktivitas yang
meningkat dapat meningkatkan
kenaikan TIK. Istirahat total dan
ketenagngan mingkin
diperlukan untuk pencegahan
terhadap perdarahan dalam
kasus stroke hemoragik /
perdarahan lainnya
7. Memperbaiki sel yang masih
viabel

3. Nyeri akut Nyeri kepala terkontrol. 1. Berikan lingkungan yang


berhubungan dengan tenang.
peningkatan tekanan Kriteria hasil : 2. Tingkatkan tirah baring,
intrakranial a. Skala nyeri berkurang bantulah kebutuhan perawatan
dari … menjadi … diri yang penting.
b. Wajah pasien tidak 3. Dukung untuk menemukan
meringis. posisi yang nyaman, seperti
kepala agak tinggi sedikit.
4. kolaborasi pemberian analgetik,
seperti asetaminofen, kodein
Rasional:
1. Menurunkan reaksi terhadap
stimulasi dari luar dan
meningkatkan
istirahat/relaksasi.
2. Menurunkan gerakan yang
dapat meningkatkan nyeri.
3. Menurunkan resultan
ketidaknyaman lebih lanjut.
4. Mungkin diperlukan untuk
menghilangkan nyeri yang
berat.

4. Risiko cedera Klien terhindar dari cedera 1. Gunakan tempat tidur yang
berhubungan dengan selama perawatan rendah, dengan pagar tempat
hemiparesis dan tidur terpasang
gangguan penglihatan. Kriteria hasil : 2. Jauhkan benda-benda yang
a. Klien tidak terjatuh berbahaya (seperti benda-benda
b. Tidak ada trauma dan tajam)
komplikasi lain 3. Orientasikan pasien pada
kondisi di sekelilingnya.
4. Lakukan kewaspadaan
keamanan pada pasien
Rasional:
1. Untuk menghindari cedera saat
jatuh dari tempat tidur
2. Untuk menghindari pasien
cedera akibat terkena benda-
benda tersebut
3. Mengetahui kondisi sekeliling
membantu mencegah terjadinya
cidera.
4. Kewaspadaan dapat
menghindarkan pasien dari
kemungkinan mengalami cidera.

5. Gangguan Kenyaman: Mual muntah teratasi 1. Jelaskan penyebab mual dan


mual berhubungan durasinya bila perlu.
dengan peningkatan Kriteria hasil : 2. Singkirkan pemandangan dan
tekanan intrakranial. a. Tidak terjadi bau yang tidak sedap.
peningkatan saliva. Rasional:
b. Mual berkurang. 1. Ini dimaksudkan agar klien
c. Tidak muntah. dapat mengantisipasi awal agar
tidak mual.
2. Karena pemandangan dan bau
yang tidak sedap dapat memicu
mual.

6. Gangguan mobilitas Pasien mendemonstrasikan 1. Ubah posisi klien tiap 2 jam


fisik berhubungan mobilisasi aktif 2. Ajarkan klien untuk melakukan
dengan kerusakan latihan gerak aktif pada
neuromuskuler, Kriteria hasil : ekstrimitas yang tidak sakit
kelemahan, a. tidak ada kontraktur atau 3. Lakukan gerak pasif pada
hemiparesis. foot drop ekstrimitas yang sakit
b. kontraksi otot membaik 4. Berikan papan kaki pada
c. mobilisasi bertahap ekstrimitas dalam posisi
fungsionalnya
5. Tinggikan kepala dan tangan
6. Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuklatihan fisik
klien

Rasional:
1. Menurunkan resiko terjadinnya
iskemia jaringan akibat sirkulasi
darah yang jelek pada daerah
yang tertekan
2. Gerakan aktif memberikan
massa, tonus dan kekuatan otot
serta memperbaiki fungsi
jantung dan pernapasan
3. Otot volunter akan kehilangan
tonus dan kekuatannya bila
tidak dilatih untuk digerakkan

7. Gangguan sensori Meningkatnya persepsi 1. Kaji fungsi saraf III, IV, VI, VII
persepsi: Penglihatan sensorik secara optimal. 2. Gunakan obat tetes mata dan
berhubungan dengan pelindung
deviatin ke arah lesi, Kriteria hasil: 3. Orientasikan pasien pada
diplopia, gangguan 1. Tidak terjadi deviatin ke lingkungan sekitar sebagaimana
penglihatan / arah lesi kebutuhan
pergerakan bola mata. 2. Tidak ada diplopia Rasional:
3. Tidak ada gangguan 1. Menentukan adekuatnya saraf
penglihatan cranial yang berhubungan
dengan kemampuan pergerakan
mata
2. Memberikan lubrikan dan
melindungi mata
3. Mengenali lingkungan

8. Konstipasi Klien tidak mengalami 1. Berikan penjelasan pada klien


berhubungan dengan konstipasi dan keluarga tentang penyebab
imobilisasi, intake konstipasi
cairan yang tidak Kriteria hasil: 2. Auskultasi bising usus
adekuat. - Klien dapat defekasi 3. Anjurkan pada klien untuk
secara spontan dan makan maknanan yang
lancar tanpa mengandung serat
menggunakan obat 4. Berikan intake cairan yang
- Konsistensifses lunak cukup (2 liter perhari) jika tidak
- Tidak teraba masa pada ada kontraindikasi
kolon ( scibala ) 5. Lakukan mobilisasi sesuai
- Bising usus normal ( 15- dengan keadaan klien
30 kali permenit ) 6. Kolaborasi dengan tim dokter
dalam pemberian pelunak feses
(laxatif, suppositoria, enema)

Rasional:
1. Klien dan keluarga akan
mengerti tentang penyebab
obstipasi
2. Bising usu menandakan sifat
aktivitas peristaltik
3. Diit seimbang tinggi kandungan
serat merangsang peristaltik dan
eliminasi reguler
4. Masukan cairan adekuat
membantu mempertahankan
konsistensi feses yang sesuai
pada usus dan membantu
eliminasi reguler
5. Aktivitas fisik reguler
membantu eliminasi dengan
memperbaiki tonus oto
abdomen dan merangsang nafsu
makan dan peristaltik
6. Pelunak feses meningkatkan
efisiensi pembasahan air usus,
yang melunakkan massa feses
dan membantu eliminasi

9. Resiko gangguan Tidak terjadi gangguan 1. Tentukan kemampuan klien


nutrisi kurang dari nutrisi dalam mengunyah, menelan
kebutuhan tubuh dan reflek batuk
berhubungan dengan Kriteria hasil: 2. Letakkan posisi kepala lebih
disfagia. - Berat badan dapat tinggi pada waktu, seama dan
dipertahankan/ sesudah makan
ditingkatkan 3. Stimulasi bibir untuk menutup
- Hb dan albumin dalam dan membuka mulut secara
batas normal manual dengan menekan ringan
diatas bibir/dibawah gagu jika
dibutuhkan
4. Letakkan makanan pada daerah
mulut yang tidak terganggu
5. Berikan makan dengan
berlahan pada lingkungan yang
tenang
6. Mulailah untuk memberikan
makan peroral setengah cair,
makan lunak ketika klien dapat
menelan air
7. Anjurkan klien menggunakan
sedotan meminum cairan
8. Anjurkan klien untuk
berpartisipasi dalam program
latihan/kegiatan
9. Kolaborasi dengan tim dokter
untuk memberikan ciran
melalui iv atau makanan
melalui selang

Rasional:
1. Untuk menetapkan jenis
makanan yang akan diberikan
pada klien
2. Untuk klien lebih mudah untuk
menelan karena gaya gravitasi
3. Membantu dalam melatih
kembali sensori dan
meningkatkan kontrol muskuler
4. Memberikan stimulasi sensori
(termasuk rasa kecap) yang
dapat mencetuskan usaha untuk
menelan dan meningkatkan
masuka
5. Klien dapat berkonsentrasi
pada mekanisme makan tanpa
adanya distraksi/gangguan dari
luar
6. Makan lunak/cairan kental
mudah untuk
mengendalikannya didalam
mulut, menurunkan terjadinya
aspirasi
7. Menguatkan otot fasial dan dan
otot menelan dan merunkan
resiko terjadinya tersedak
8. Dapat meningkatkan pelepasan
endorfin dalam otak yang
meningkatkan nafsu makan
9. Mungkin diperlukan untuk
memberikan cairan pengganti
dan juga makanan jika klien
tidak mampu untuk
memasukkan segala sesuatu
melalui mulut
10. Sindrom kurang Kebutuhan perawatan diri 1. Tentukan kemampuan dan
perawatan diri klien terpenuhi tingkat kekurangan dalam
berhubungan dengan melakukan perawatan diri
hemiparesis. Kriteria hasil: 2. Beri motivasi kepada klien
- Klien dapat melakukan untuk tetap melakukan aktivitas
aktivitas perawatan diri dan beri bantuan dengan sikap
sesuai dengan sungguh
kemampuan klien 3. Hindari melakukan sesuatu
- Klien dapat untuk klien yang dapat
mengidentifikasi sumber dilakukan klien sendiri, tetapi
pribadi/komunitas untuk berikan bantuan sesuai
memberikan bantuan kebutuhan
sesuai kebutuhan 4. Berikan umpan balik yang
positif untuk setiap usaha yang
dilakukannya atau
keberhasilannya
5. Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi/okupasi

Rasional:
1. Membantu dalam
mengantisipasi/merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara
individual
2. Meningkatkan harga diri dan
semangat untuk berusaha terus-
menerus
3. Klien mungkin menjadi sangat
ketakutan dan sangat tergantung
dan meskipun bantuan yang
diberikan bermanfaat dalam
mencegah frustasi, adalah
penting bagi klien untuk
melakukan sebanyak mungkin
untuk diri-sendiri untuk
mempertahankan harga diri dan
meningkatkan pemulihan
4. Meningkatkan perasaan makna
diri dan kemandirian serta
mendorong klien untuk
berusaha secara kontinyu
5. Memberikan bantuan yang
mantap untuk mengembangkan
rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat
penyokong khusus

11. Kerusakan komunikasi Proses komunikasi klien 1. Berikan metode alternatif


verbal berhubungan dapat berfungsi secara komunikasi, misal dengan
dengan disarrtria, optimal bahasa isarat
afasia, amourasis 2. Antisipasi setiap kebutuhan
fulgaks akibat Kriteria hasil klien saat berkomunikasi
kerusakan sentral - Terciptanya suatu 3. Bicaralah dengan klien secara
bicara. komunikasi dimana pelan dan gunakan pertanyaan
kebutuhan klien dapat yang jawabannya “ya” atau
dipenuhi “tidak”
- Klien mampu merespon 4. Anjurkan kepada keluarga untuk
setiap berkomunikasi tetap berkomunikasi dengan
secara verbal maupun klien
isarat 5. Hargai kemampuan klien dalam
berkomunikasi
6. Kolaborasi dengan fisioterapis
untuk latihan wicara

Rasional:
1. Memenuhi kebutuhan
komunikasi sesuai dengan
kemampuan klien
2. Mencegah rasa putus asa dan
ketergantungan pada orang lain
3. Mengurangi kecemasan dan
kebingungan pada saat
komunikasi
4. Mengurangi isolasi sosial dan
meningkatkan komunikasi yang
efektif
5. Memberi semangat pada klien
agar lebih sering melakukan
komunikasi
6. Melatih klien belajar bicara
secara mandiri dengan baik dan
benar

4. Evaluasi
No. Diagnosa Keperawatan Evaluasi
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan 1. Bunyi nafas vesikuler
dengan penumpukan sputum akibat: kelemahan, 2. RR normal
hilangnya refleks batuk. 3. Tidak ada tanda-tanda sianosis
dan pucat
4. Tidak ada sputum
2 Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan 1. Tingkat kesadaran membaik
dengan perdarahan intracerebral. (GCS meningkat)
2. fungsi kognitif, memori dan
motorik membaik
3. TIK normal
4. Tanda-tanda vital stabil
5. Tidak ada tanda perburukan
neurologis
3 Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan 1. Skala nyeri berkurang dari …
tekanan intrakranial. menjadi …
2. Wajah pasien tidak meringis.
4 Risiko cedera berhubungan dengan hemiparesis 1. Klien tidak terjatuh
dan gangguan penglihatan. 2. Tidak ada trauma dan komplikasi
lain
5 Gangguan Kenyaman: mual berhubungan dengan 1. Tidak terjadi peningkatan saliva.
peningkatan tekanan intrakranial. 2. Mual berkurang.
3. Tidak muntah.
6 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan 1. tidak ada kontraktur atau foot
kerusakan neuromuskuler, kelemahan, drop
hemiparesis. 2. kontraksi otot membaik
3. mobilisasi bertahap
7 Gangguan sensori persepsi: Penglihatan 1. Tidak terjadi deviatin ke arah lesi
berhubungan dengan deviatin ke arah lesi, 2. Tidak ada diplopia
diplopia, gangguan penglihatan / pergerakan bola 3. Tidak ada gangguan penglihatan
mata.
8 Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi, 1. Klien dapat defekasi secara
intake cairan yang tidak adekuat. spontan dan lancar tanpa
menggunakan obat
2. Konsistensifses lunak
3. Tidak teraba masa pada kolon
( scibala )
4. Bising usus normal ( 15-30 kali
per menit )
9 Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan 1. Berat badan dapat dipertahankan/
tubuh berhubungan dengan disfagia. ditingkatkan
2. Hb dan albumin dalam batas
normal
10 Sindrom kurang perawatan diri berhubungan 1. Klien dapat melakukan aktivitas
dengan hemiparesis. perawatan diri sesuai dengan
kemampuan klien
2. Klien dapat mengidentifikasi
sumber pribadi/komunitas untuk
memberikan bantuan sesuai
kebutuhan
11 Kerusakan komunikasi verbal berhubungan 1. Terciptanya suatu komunikasi
dengan disarrtria, afasia, amourasis fulgaks akibat dimana kebutuhan klien dapat
kerusakan sentral bicara. dipenuhi
2. Klien mampu merespon setiap
berkomunikasi secara verbal
maupun isyarat

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.

Depkes RI, 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan,
Diknakes, Jakarta.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
EGC, Jakarta.

Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC,
Jakarta.

Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hudak C.M.,Gallo B.M.,1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II,
EGC, Jakarta.

Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4,
Buku II, EGC, Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi