Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
kemudahan lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain, dan mudah atau
aksesibilitas adalah ukuran kemudahan yang meliputi waktu, biaya, dan usaha dalam
(Magribi, 1999).
Salah satu variabel yang dapat dinyatakan apakah tingkat aksesibilitas itu
tinggi atau rendah dapat dilihat dari banyaknya sistem jaringan yang tersedia pada
daerah tersebut. Semakin banyak sistem jaringan yang tersedia pada daerah tersebut
maka semakin mudah aksesibilitas yang didapat begitu pula sebaliknya semakin
rendah tingkat aksesibilitas yang didapat maka semakin sulit daerah itu dijangkau dari
variabel yaitu ketersediaan jaringan jalan, jumlah alat transportasi, panjang, lebar
jalan, dan kualitas jalan. Selain itu yang menentukan tinggi rendahnya tingkat akses
adalah pola pengaturan tata guna lahan. Keberagaman pola pengaturan fasilitas umum
fasilitas umum terjadi akibat berpencarnya lokasi fasilitas umum secara geografis dan
berbeda jenis dan intensitas kegiatannya. Kondisi ini membuat penyebaran lahan
dalam suatu wilayah menjadi tidak merata (heterogen) dan faktor jarak bukan satu-
satunya elemen yang menentukan tinggi rendahnya tingkat aksesibilitas (Miro, 2004).
mobilitas, baik berhubungan dengan mobilitas fisik, misalnya mengakses jalan raya,
rekreasi baik aktivitas non fisik seperti kesempatan untuk bekerja, memperoleh
(Kartono, 2001).
suatu daerah. Keadaan hidrologi seperti sungai, danau, rawa, dan laut juga sangat
tergantung pada morfologi, topografi, dan laut juga sistem jaringan serta tersedianya
wilayah adalah model yang dikembangkan oleh W.G. Hansen (dikutip dari Hansen,
penduduk berdasarkan daya tarik masing-masing lokasi. Model ini didasarkan pada
asumsi bahwa tersedianya lapangan kerja, tingkat aksesibilitas, dan adanya lahan
subwilayah tersebut. Menurut Lee, model ini tidak persis sama dengan metode
gravitasi karena didasarkan atas saling interaksi antar subwilayah (zona), melainkan
tiap subwilayah destination dianggap memiliki daya tarik tersendiri dan bagaimana
satu kegiatan dari keseluruhan wilayah bereaksi terhadap daya tarik tersebut. Artinya
origin tidak diperinci per subwilayah hanya destination yang diperinci per
indeks aksesibilitas adalah adanya unsur daya tarik yang terdapat di suatu subwilayah
umum wilayah dapat diartikan sebagai bagian permukaan bumi yang dapat dibedakan
dalam hal-hal tertentu dari daerah sekitarnya. Sehubungan dengan hal tersebut
terutama dalam segi fisiografis, telah membawa perubahan dalam bidang fisik dan
sosial. Perubahan fisik adalah perubahan dari daerah pedesaan menjadi daerah
perkotaan. Hal ini dapat diamati terutama dalam penggunaan lahannya yaitu untuk
wilayah tidak lepas dari daerah permukiman karena besarnya kebutuhan tempat
jalan, jaringan informasi, dan lainnya. Sesuatu kota selalu mengalami perkembangan
yang akhirnya akan dikembangkan pula oleh daerah dengan peningkatan taraf
seksama prasarana dan sarana transportasi dan komunikasi apa yang paling cocok
(infrastruktur) merupakan hal yang penting. Pembangunan tidak akan berjalan lancar
jika prasarana tidak baik. Jadi prasarana juga dianggap sebagai faktor potensial dalam
prasarana dan sarana pembangunan yang berkelanjutan dari berbagai bidang antara
lain:
1. Pendidikan
Pendidikan bagi masyarakat merupakan jenjang untuk menuju derajat yang lebih
2. Komunikasi
berbentuk benda melainkan berupa berita, gagasan, buah pikiran dan lain
(Sumaatmadja, 1988).
3. Kesehatan
tinggi dapat dicegah karena cukup tersedianya rumah sakit, puskesmas, poliklinik
dan tenaga medis. Wilayah yang sehat dan bersih dapat pula menarik penduduk
dari luar wilayah. Dengan keadaan tersebut wilayah yang memiliki kebersihan
4. Peranan Transportasi
jangkauan luas. Tersedianya berbagai jenis alat kendaraan merupakan salah satu
1988).
5. Banyaknya Industri
Industri merupakan usaha untuk memproduksi barang baik barang jadi dan barang
pedesaan. Banyaknya jenis industri mulai dari industri rumah, industri kecil,
industri sedang dan industri besar merupakan pengubahan komoditi menjadi lebih
utama yaitu bahan mentah, bahan bakar, tenaga dan konsumen (Jayadinata, 1992).
6. Jenis Perdagangan
lain perdagangan antar wilayah regional, kota dan desa. Perdagangan mencakup
Kota merupakan pusat berbagai aktivitas dari suatu wilayah terutama pada bidang
ekonomi, kegiatan budaya dan kegiatan politik. Aktivitas yang terjadi di daerah
(Marbun, 1990).
8. Peribadatan
lainnya.
9. Lembaga Keuangan
Location Quotient (LQ) merupakan alat atau metode untuk mengetahui keseimbangan
kelancaran pelayanan umum yang sangat penting, tersedianya prasarana jalan baik
kualitas maupun kuantitas sangat menentukan mudah dan tidaknya suatu daerah di
Sarana dan prasarana yang berada di suatu wilayah berupa jalan, jembatan,
jaringan telekomunikasi, kendaraan (darat, udara, dan laut), terminal, pelabuhan, dan
kemacetan perlu mengembangkan jaringan jalan dan jasa pelayanan dalam dengan
melibatkan peran pemerintah setempat dan masyarakat serta dunia usaha. Faktor
tanpa di dukung oleh sistem transportasi, sarana dan prasarana transportasi yang
2.16. Transportasi
suatu ruang dengan ruang kegiatan lainnya (Tamin, 2000), sebagai suatu kegiatan
memindahkan atau mengangkut barang dan atau penumpang dari satu tempat ke
tempat lainnya (Morlock, 1988), lebih lanjut didefinisikan bahwa transportasi adalah
suatu perpindahan barang atau penumpang dari satu lokasi ke lokasi lainnya, yang
mengangkut, dan mengalihkan suatu obyek dari suatu tempat ke tempat lain. Obyek
tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu (Magribi,
1970).
1. Prasarana transportasi seperti jalan raya, jalan kereta api, terminal bus, bandar
Jalur jalan dalam wilayah dan jalur-jalur jalan penghubung wilayah dengan
daerah disekitar wilayah sangat berpengaruh dalam ikut meningkatkan arus manusia
dan arus barang antar wilayah. Aksesibilitas wilayah menjadi semakin besar dan
perkembangan wilayah diberbagai daerah. Wilayah yang terletak pada fokus lalu
lintas yang ramai akan mengalami perkembangan yang cepat (Bintarto, 1989).
tidak terpenuhi di tempat asalnya. Perjalanan lalu lintas barang atau penumpang
antara suatu lokasi dengan lokasi lainnya dipengaruhi oleh sistem pola kegiatan tata
guna lahan seperti sistem kegiatan ekonomi, sosial, kebudayaan dan lainnya.
untuk mengembangkan dan memajukan daerah terpencil agar dapat menjadi maju.
Melalui pengembangan sarana ini diharapkan daerah dengan penduduknya akan dapat
berkembang. Untuk menembus daerah isolasi atau daerah terpencil dan pinggiran di
daerah Kota Medan dapat dilakukan dengan pengembangan prasarana dan sarana
transportasi, baik pembangunan jalan baru, maupun perbaikan kondisi jalan yang
sudah ada.
kegiatan yaitu :
kawasan perdagangan;
seperti bekerja (Wells, GR, 1975). Operasi tiga macam kegiatan ini dapat
Kawasan PERMUKIMAN
PENGANGKUTAN
Kawasan PUSAT KOTA PENGUMPULAN
DISTRIBUSI
TERMINAL / HALTE
Kawasan TEMPAT BEKERJA
Beberapa ciri-ciri dari tiga kegiatan ini dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Kegiatan pengumpulan akan berkaitan dengan banyak kegiatan berhenti dan akan
berhenti kurang disukai dan akan membuat kegiatan ini menjadi tidak efektif.
Ditinjau dari segi tujuan penggunaan jasa transportasi kota ini, maka
Perjalanan ulang alik adalah perjalanan yang setiap hari dilaksanakan oleh
pengguna jasa pada waktu dan lintasan yang tetap, kegiatan yang termasuk ke
dalam perjalanan ulang alik ini adalah perjalanan ke tempat bekerja, perjalanan
Perjalanan ulang alik seperti ini memerlukan sarana transportasi dengan frekuensi
yang cukup dan kenyamanan yang memadai, yang pertama yaitu kecepatan
pelayanan untuk jarak yang pendek sangat penting karena akan sangat tidak
sangat penting bagi jarak yang sangat jauh, karena dapat terjadi bahwa
2. Perjalanan Insidentil
mengikuti lintasan yang sama. Misalnya seorang ibu pergi ke Puskesmas untuk
memeriksa kesehatan dan dari sana ada pula yang berangkat ke departement store
3. Perjalanan Santai
Perjalanan santai di kota-kota banyak terjadi terutama untuk golongan atas seperti
pergi arisan, makan di luar rumah (restoran), pergi ke tempat hiburan. Perjalanan
santai ini mirip dengan perjalanan insidentil, tetapi masalah ketepatan waktu tidak
terlalu menentukan.
4. Perjalanan Liburan
Pada waktu liburan (akhir pekan) banyak orang yang akan berlibur ke luar kota.
Oleh karena itu seperti yang diuraikan di atas maka jalur-jalur tertentu akan
menjadi padat.
5. Perjalanan Wisata
wisata, umumnya rutenya tetap, asal dan tujuannya tetap yaitu misalnya hotel-
hotel berbintang. Perjalanan wisata ini pada umumnya dilaksanakan dengan bus
wisata.
Angkutan Kota atau angkot adalah salah satu sarana perhubungan dalam
kota dan antar kota yang banyak digunakan di Indonesia, berupa mobil jenis minibus
atau van yang dikendarai oleh seorang supir dan kadang juga dibantu oleh seorang
kenek. Tugas kenek adalah memanggil penumpang dan membantu supir dalam
perawatan kendaraan (ganti ban mobil, isi bahan bakar, dan lain-lain). Setiap jurusan
halte/tempat perhentian bus tertentu, namun pada praktiknya semua supir angkot akan
penumpang. Pelanggaran lain yang dilakukan adalah memasukkan orang dan barang
bawaan dalam jumlah yang melebihi kapasitas mobil, dan pintu belakang yang tidak
ditutup sama sekali atau tidak ditutup dengan rapat. Pelanggaran-pelanggaran seperti
ini biasanya diabaikan oleh aparat karena sistem penegakan hukum yang lemah.
orang yang menumpang jarak pendek atau anak sekolah biasanya membayar lebih
sedikit. Hal ini tidak dirumuskan dalam peraturan tertulis, namun menjadi praktik
umum. Semua angkot di Indonesia memiliki plat nomor berwarna kuning dengan
(backbone) ekonomi perkotaan dimana kota yang ”baik” dan “sehat” dapat ditandai
dengan melihat kondisi sistem angkutan umum perkotaannya. Hal ini disebabkan
karena transportasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat manusia selama hal
semua lokasi yang berbeda dan tersebar dengan karakteristik fisik yang berbeda pula.
Transportasi yang aman dan lancar, selain mencerminkan ketaraturan kota, juga
Hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat perkotaan yang berpenghasilan
sehari-hari sehingga mobilitas jasa angkutan umum ini sangat dirasakan penting
sebaik-baiknya sehingga pelayanan angkutan umum bisa menjamaah setiap inci dari
daerah perkotaan yang ada khususnya daerah permukiman, daerah perkantoran dan
pertokoan.
tanah oleh suatu jenis aktivitas yang homogen. Namun dalam konsistensinya dengan
perencanaan kota, pengertian itu telah berkembang sehingga memberi arti yang
Meski tetap tak dapat dihindarkan adanya korelasi dengan aspek lain, secara deskripsi
tata guna lahan dalam ruang kota dapat dijabarkan sebagai tata ruang dari kegiatan-
pada suatu struktur fisik untuk digunakan oleh suatu kegiatan tertentu.
pengertian aspek lokasi dan aspek kegiatan. Pemahaman dalam aspek ini merupakan
suatu pendekatan teoritis yang induktif dengan tujuan dapat menjadi landasan yang
kuat terhadap usulan rencana yang akan disusun dalam konteks pengendalian
perencanaan yang fleksibel, karena mampu mengenali tujuan dari prinsip tata guna
lahan.
Mengingat kondisi dan karakter yang dimiliki oleh suatu kota adalah
beragam, maka dalam perencanaan dan pembinaan tata guna lahan, masing-masing
kota perlu menerapkan prioritas pada fraksi tertentu. Penerapan prioritas ini dapat
dijadikan sebagai petunjuk untuk arah tujuan yang bersifat khusus dan lokal.
potensial.
lain adalah merupakan unsur daya tarik lain yang harus diperhatikan, untuk berlokasi
di subwilayah tersebut. Lahan kosong ini oleh Hansen dinamakan holding capacity.
lahan kosong yang tidak sesuai untuk permukiman penduduk harus dikeluarkan dari
daerah yang sering terkena banjir, sawah beririgasi teknis, badan jalan, sungai,
drainase, dan lahan yang sudah diperuntukan untuk tujuan lain, misalnya perkantoran,
daerah tersebut.
sekolah, olahraga, belanja, dan bertamu yang berlangsung diatas sebidang tanah
(kantor, pabrik, pertokoan, rumah dan lain-lain). Potongan lahan ini biasa disebut tata
tata guna lahan tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi (misalnya
berjalan kaki atau naik bus). Hal ini menimbulkan pergerakan arus manusia,
macam interaksi, hampir semua interaksi memerlukan perjalanan, dan oleh sebab itu
mencapai sasaran umum itu antara lain dengan menetapkan kebijakan tentang hal
berikut ini :
1. Sistem kegiatan; Rencana tata guna lahan yang baik (lokasi toko, sekolah,
akan perjalanan yang panjang sehingga membuat interaksi menjadi lebih mudah.
Perencanaan tata guna lahan biasanya memerlukan waktu cukup lama dan
pelayanan prasarana yang ada : melebarkan jalan, menambah jaringan jalan baru,
dan lain-lain.
3. Sistem pergerakan; Hal yang dapat dilakukan antara lain mengatur teknik dan
manajemen lalulintas (jarak pendek), fasilitas angkutan umum yang lebih baik
Jaringan jalan dan transportasi merupakan faktor utama pembentuk pola tata
penting koordinasi antara kebijaksanaan tata guna lahan dan transportasi terutama di
lingkungan kehidupan. Karena itu untuk memperoleh suatu kondisi transportasi yang
baik dalam arti aman, murah, cepat dan nyaman, tidak terlepas dari interaksi tiga
elemen yang merupakan sistem tata ruang transportasi yaitu, distribusi tata guna
lahan (landuse), jaringan jalan dan transportasi. Distribusi landuse dalam wilayah
kota akan menentukan pola bangkitan lalulintas serta macam pergerakkannya (modus
of transport).
mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan “mudah” atau
1981).
dan “kualitatif”. Mudah bagi seseorang belum tentu mudah bagi orang lain, begitu
juga dengan pernyataan susah. Oleh karena itu diperlukan kinerja kuantitatif (terukur)
suatu ukuran kemampuan seseorang untuk bergerak yang biasanya dinyatakan dari
Jika suatu tempat berdekatan dengan tempat lainnya, dikatakan aksesibilitas antara
kedua tempat tersebut tinggi. Sebaliknya, jika kedua tempat itu sangat berjauhan,
aksesibilitas antara keduanya rendah. Jadi, tata guna lahan yang berbeda pasti
mempunyai aksesibilitas yang berbeda pula karena aktivitas tata guna lahan tersebut
sembarangan dan biasanya terletak jauh dari kota (karena ada batasan dari segi
tersebut pasti akan selalu rendah karena letaknya yang jauh di luar kota. Namun,
menyediakan sistem jaringan transportasi yang dapat dilalui dengan kecepatan tinggi
diragukan orang dan mulai dirasakan bahwa penggunaan “waktu tempuh” merupakan
kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan “jarak” dalam menyatakan aksesibilitas.
Dapat disimpulkan bahwa suatu tempat yang berjarak jauh belum tentu dikatakan
mempunyai aksesibilitas rendah atau suatu tempat yang berjarak dekat mempunyai
aksesibilitas tinggi karena terdapat faktor lain dalam menentukan aksesibilitas yaitu
waktu tempuh.
Beberapa jenis tata guna lahan mungkin tersebar secara meluas (perumahan)
dan jenis lainnya mungkin berkelompok (pusat pertokoan). Beberapa jenis tata guna
lahan mungkin ada di satu atau dua lokasi saja dalam suatu kota seperti rumah sakit
dan bandara. Dari sisi jaringan transportasi, kualitas pelayanan transportasi pasti juga
dibandingkan dengan daerah lainnya baik dari segi kuantitas (kapasitas) maupun
diterangkan mengenai aksesibilitas dapat dilihat pada Tabel 2.1. (Black, 1981)
Apabila tata guna lahan saling berdekatan dan hubungan transportasi antar tata guna
lahan tersebut mempunyai kondisi baik, maka aksesibilitas tinggi. Sebaliknya jika
aktivitas tersebut saling terpisah jauh dan hubungan transportasinya jelek, maka
menengah.
dalam beberapa hal. Suatu tempat dikatakan “aksesibel” jika dapat dicapai, yang
aksesibel” jika sulit untuk dicapai. Ini adalah konsep yang paling sederhana;
Seperti telah dijelaskan, jarak merupakan peubah yang tidak begitu cocok
dan diragukan. Jika sistem transportasi antara kedua buah tempat diperbaiki
(disediakan jalan baru atau pelayanan bus baru), maka hubungan transportasi dapat
dikatakan akan lebih baik karena waktu tempunya akan lebih singkat. Hal ini sudah
jelas berkaitan dengan kecepatan sistem jaringan transportasi tersebut. Oleh karena
itu, “waktu tempuh” menjadi ukuran yang lebih baik dan sering digunakan untuk
aksesibilitas.
Selanjutnya, misalkan terdapat pelayanan bus yang baik antara dua tempat
dalam suatu daerah perkotaan. Akan tetapi, bagi orang miskin yang tidak mampu
membeli karcis, aksesibilitas antara kedua lokasi tersebut tetap rendah. Jadi “biaya
perjalanan” (Rp) menjadi ukuran yang lebih baik untuk aksesibilitas dibandingkan
dengan jarak dan waktu tempuh. Mobil pribadi hanya akan dapat memperbaiki
akasesibilitas dalam hal waktu bagi orang yang mampu membeli dan menggunakan
mobil.
Dengan alasan diatas, moda dan jumlah transportasi yang tersedia dalam
suatu kota merupakan hal yang penting untuk menerangkan aksesibilitas. Beberapa
memperhatikan mudah dan sukarnya suatu tempat dicapai, dinyatakan dalam bentuk
dan biaya.
Untuk meningkatkan tata guna lahan yang akan terhubungkan oleh sistem
transportasi. Tetapi, meskinpun tata guna lahan itu sudah mempunyai aksesibilitas
yang tinggi (atau mudah dicapai) karena terhubungkan oleh sistem jaringan
transportasi yang baik, belum tentu dapat menjamin mobilitas yang tinggi pula. Tidak
akan ada pembangunan sistem jaringan transportasi jika tidak dapat dinikmati, karena
hanya pada peningkatan aksesibilitasnya tetapi harus pula dapat menjamin setiap
Kelompok populasi yang berbeda, atau orang yang sama pada saat yang
berbeda, akan tertarik pada aksesibilitas yang berbeda-beda. Keluarga pada waktu
belanja, pelayanan kesehatan, fasilitas rekreasi. Pedagang akan lebih tertarik pada
dapat dilihat berikut ini (Black, 1977), dengan contoh khusus untuk suatu daerah
permukiman :
1. Berapa jarak ke tempat kerja, sekolah dan lain-lain; dan bagaimana kondisi
2. Bagaimana keragaman aksesibilitas tersebut dilihat dari ciri sosio ekonomi dari
lokasi aktivitas?
orang tua dan anak muda yang bergantung pada ketersediaan angkutan umum?
5. Apakah ada kelompok lain yang mempunyai aksesibilitas rendah karena mereka
tidak mempunyai sepeda motor? Dalam hal ini, konsep aksesibilitas dapat
besar. Namun perlu diperhatikan tumpang tindih rute/trayek. Selain itu peran
Kota Pematang adalah positif dan signifikan. Peran angkutan umum ini dilihat
pengembangan wilayah di Kota Binjai. Hal ini dilihat dari jumlah wilayah
kecamatan dan kelurahan di Kota Binjai dapat dijangkau oleh angkutan umum,
sektor informal di sekitar terminal angkutan umum yang menyerap tenaga kerja.
Gambar 2.2.
Prasarana Perdagangan
Prasarana Kesehatan
Prasarana Pendidikan
Prasarana Peribadatan
Perkembangan
Jumlah Permukiman
Kecamatan Kota Medan
Jumlah Industri
Jumlah Lembaga Keuangan
Jumlah Mata Pencaharian Indeks Aksesibilitas
Total Lapangan Kerja Jarak