Vous êtes sur la page 1sur 144

KEWENANGAN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL (BAPEPAM-LK)

DALAM MENGAWASI MONEY LAUNDERING DI PASAR MODAL

Oleh :
Agung Yuriandi
Medan
2011

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasar modal adalah tempat perusahaan mencari dana segar untuk

meningkatkan kegiatan bisnis sehingga dapat mencetak lebih banyak keuntungan.

Dana segar yang ada di pasar modal berasal dari masyarakat yang disebut juga

sebagai investor. Para investor melakukan berbagai teknik analisis dalam menentukan

investasi dimana semakin tinggi kemungkinan suatu perusahaan menghasilkan laba

dan semakin kecil resiko yang dihadapi maka semakin tinggi pula permintaan

investor untuk menanamkan modalnya.

Tujuan pasar modal adalah untuk menunjang pelaksanaan pembangunan

nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas

ekonomi nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat. Selain untuk

kesejahteraan rakyat pasar modal juga mempunyai peranan strategis sebagai salah

satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha, sedangkan di sisi lain pasar modal juga

merupakan wahana investasi bagi masyarakat, termasuk pemodal; kecil dan

menengah. Keikutsertaan masyarakat melalui instrumen pasar modal diharapkan


2

mampu memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi secara nasional dengan

mengoptimalkan dana yang berlebih atau tersedia. 1

Berbicara mengenai pasar modal yang merupakan tempat favorit untuk

dijadikan sebagai tempat berlangsungnya kejahatan. Salah satu kejahatan tersebut

adalah pasar modal dijadikan tempat pencuci uang. Lembaga yang melakukan

pengawasan pada pasar modal adalah Badan Pengawas Pasar Modal yang merupakan

salah satu Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK). Menurut D. T. Hartono tentang

money laundering mengakui bahwa bursa efek berpotensi menjadi tempat idola untuk

mencuci uang kotor.2

Kemajuan teknologi informasi dan globalisasi keuangan saat ini

mengakibatkan semakin mendunianya perdagangan barang dan jasa serta arus

finansial yang mengikutinya. Kemajuan yang dirasakan ternyata dalam prakteknya

tidak selalu berdampak positif bagi negara dan masyarakat, melainkan seringkali

justru menjadi sarana yang subur bagi berkembangnya kejahatan, khususnya

kejahatan kerah putih (white collar crime).3

1
Bismar Nasution, “Modul Perkuliahan : Hukum Pasar Modal”, (Medan : Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 11.
2
D. T. Hartono, “Bisakah Pasar Modal Sebagai Lahan Money Laundering?”,
http://www.bapepam.go.id/pasar_modal/publikasi_pm/info_pm/warta/2005_pebruari/money_launderin
g.pdf., diakses pada 19 November 2010.
3
Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul “Bisnis Kotor : Anatomi Kejahatan Kerah
Putih” di halaman 9 menjelaskan pengertian white collar crime sebagai suatu perbuatan (atau tidak
berbuat) dalam sekelompok kejahatan yang spesifik yang bertentangan dengan hukum pidana yang
dilakukan oleh pihak profesional, baik oleh individu, organisasi, sindikat kejahatan maupun yang
dilakukan oleh badan hukum. Biasanya kejahatan tersebut sangat berkaitan dengan pekerjaannya
sehari-hari dengan tujuan untuk melindungi kepentingan bisnis atau kepentingan pribadi, untuk
mendapatkan uang, harta benda maupun jasa, atau kedudukan dan jabatan tertentu, perbuatan mana
dilakukkan oleh pelakunya bukan dengan cara-cara kasar seperti mengancam, merusak atau memaksa
secara fisik, melainkan dilakukan dengan cara-cara halus dan canggih, yakni dengan jalan menutup-
nutupi, menipu, menyuap, atau menerima suap, atau memainkan perhitungan akuntansi yang biasanya
(tetapi tidak selamanya) dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi dalam
3

Kejahatan kerah putih tersebut sekarang tidak hanya terjadi di dalam negeri

saja, melainkan sudah pada taraf Trans Nasional4 yang tidak lagi mengenal adanya

batas-batas negara. Oleh karena itu, sudah menembus batas negara maka bentuk dari

kejahatan tersebut semakin canggih dan sangat terorganisir sehingga aparat penegak

hukum seringkali mengalami kesulitan mendeteksinya. Salah satu contohnya adalah

kejahatan di bidang pasar modal yang sedang marak akhir-akhir ini.5

Kejahatan di bidang pasar modal adalah kejahatan yang khas dilakukan oleh

pelaku pasar modal dalam kegiatan pasar modal. Secara internasional, kasus-kasus

kejahatan di bidang pasar modal bermodus tidak jauh berbeda dengan kejahatan

konvensional lainnya. Pemerintah Indonesia, melalui Badan Pengawas Pasar Modal

(selanjutnya disingkat BAPEPAM-LK) berupaya keras untuk mengatasi dan

mencegah tindak kejahatan di pasar modal Indonesia dengan berbagai cara, antara

lain : menertibkan dan membina pelaku pasar modal sebagai tindakan preventif yaitu

pencegahan terjadinya kejahatan, dan menuntaskan kejahatan di bidang pasar modal

sebagai tindakan represif yaitu penegakan hukum.6

Sebagai tindakan pencegahan BAPEPAM-LK mengeluarkan peraturan

mengenai prinsip mengenal nasabah terlebih dahulu sebelum memasuki pasar yaitu

Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal No. Kep-476/BL/2009 tentang

masyarakat dan mempunyai keahlian tertentu, dan biasanya pula perbuatan tersebut dilakukan ketika
pelakunya sedang menjalankan tugas atau profesinya, sumber : Munir Fuady, Bisnis Kotor : Anatomi
Kejahatan Kerah Putih, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004), hal. 9.
4
Trans Nasional disini diartikan sebagai lintas batas negara.
5
Jurnal Hukum Bisnis, “Menyikapi Globalisasi Pencucian Uang”, Volume 22, No. 3, 2003,
hal. 4.
6
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal, (Jakarta : Prenada Media,
2004), hal. 257.
4

Prinsip Mengenal Nasabah oleh Penyedia Jasa Keuangan di Bidang Pasar Modal.

Pada Lampiran Keputusan, Angka 11 huruf a dan b ini menyebutkan bahwa :

”sebelum Penyedia Jasa Keuangan di Bidang Pasar Modal menerima suatu


Pihak menjadi Nasabah yang berinvestasi di Pasar Modal, baik melalui atau
tanpa melalui pembukaan rekening Efek, Penyedia Jasa Keuangan di bidang
Pasar Modal wajib melakukan pertemuan langsung (face to face) dengan
calon Nasabah dan meminta informasi mengenai :
1) Latar belakang dan identitas calon nasabah;
2) Maksud dan tujuan pembukaan rekening Efek calon nasabah;
3) Informasi lain yang memungkinkan Penyedia Jasa Keuangan di bidang
Pasar Modal untuk dapat mengetahui profil calon Nasabah; dan
4) Identitas Pihak Lain (beneficial owner), dalam hal calon Nasabah
bertindak untuk dan atas nama Pihak Lain (beneficial owner).
Informasi mengenai nasabah tersebut harus dapat dibuktikan dengan
keberadaan dokumen-dokumen pendukung”.

Tugas yang diemban oleh BAPEPAM-LK tidaklah ringan, oleh karena itu

BAPEPAM-LK diberikan kewenangan untuk melakukan penyelidikan, pemeriksaan,

penyidikan sampai dengan meneruskan penuntutan kepada kejaksaan atas dugaan

terjadinya tindak kejahatan. Untuk kasus pelanggaran, BAPEPAM-LK mempunyai

kewenangan melakukan pemeriksaan, penyidikan sampai pemberian sanksi

administratif. 7 Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan efektivitas penegakan

peraturan di bidang pasar modal, maka dalam Rancangan Undang-Undang (RUU)

Perubahan UUPM ditegaskan beberapa ketentuan penambahan kewenangan

BAPEPAM-LK dan perumusan sanksi secara lebih tegas lagi. Ketentuan mengenai

perubahan yang diusulkan antara lain meliputi penambahan kewenangan bagi

Penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk melakukan cegah dan tangkal, sanksi pidana

bagi perusahaan efek dan penasihat investasi atau pihak terafiliasinya yang

memberikan keterangan mengenai nama dan kegiatan nasabah tanpa hak, serta sanksi

7
Ibid.
5

pidana bagi kustodian atau pihak terafiliasinya yang memberikan keterangan

mengenai rekening efek tanpa hak.8

Kejahatan pasar modal sebenarnya sudah cukup lama ada di berbagai negara,

meskipun jika dibandingkan dengan kejahatan di bidang lain, terutama kejahatan

konvensional, tentu saja kejahatan pasar modal tergolong kejahatan baru. Di London,

Inggris, sejak tahun 1285 telah ada peraturan yang mewajibkan para pialang saham

mendapat izin terlebih dahulu sebelum menjalankan pekerjaannya sebagai pialang

saham. Pelanggaran terhadap keharusan mendapatkan izin tersebut dianggap sebagai

kejahatan pasar modal.9

Di Prancis, antara tahun 1834 sampai dengan tahun 1836 telah terjadi

penyuapan terhadap operator dari Optical Telegraph oleh 2 (dua) orang banker

Prancis agar dapat mengeluarkan informasi tidak benar tentang saham sehingga para

penyuap mendapatkan keuntungan tertentu atas beban pihak investor lain. Tahun

1869, di Amerika Serikat terjadi ”cornering”10 oleh Jay Gould, James Fiske dan

Daniel Drew terhadap pasar emas sehingga harga emas turun mendadak yang memicu

terjadinya peristiwa ”Black Friday”. Black Friday ini merupakan salah satu

kepanikan finansial terbesar dalam sejarah Amerika Serikat. Berbagai macam

kejahatan di pasar modal terus saja terjadi dengan berbagai modus operandinya,

8
BAPEPAM-LK, Master Plan Pasar Modal Indonesia 2005 – 2009, (Jakarta : Departemen
Keuangan Republik Indonesia, 2005), hal. 34.
9
Munir Fuady, Op.cit., hal. 115.
10
Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul Pasar Modal Modern di halaman 163
menjelaskan cornering sebagai perbuatan dimana saham dikuasai oleh seseorang sampai terjadi
shortage di pasar dan kemudian dia dapat mengontrol harga. Sering cornering dilakukan dengan cara
terlebih dahulu melakukan penjualan dengan tidak memiliki efek (short selling), dengan cara
meminjamkan efek dari cornering kepada pelaku short selling, tetapi kemudian menarik kembali
saham dalam pinjaman tersebut sehingga pihak pelaku short selling harus mencarinya di pasar, sumber
: Munir Fuady, Pasar Modal Modern, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 163.
6

dimana pada abad ke-19 dan abad ke-20 serta dalam memasuki abad ke-21, intensitas

kejahatan pasar modal semakin tinggi, bahkan dengan cara-cara yang semakin lama

semakin canggih sehingga sangat susah untuk dideteksi, yang kesemuanya bertujuan

untuk mengecoh investor.11

Berbeda dengan di Indonesia dimana setiap orang yang melakukan tindak

pidana kejahatan biasanya melakukan pencucian uang di pasar modal agar uang

tersebut kelihatan bersih dengan cara membuat kesepakatan bisnis yang tampak aneh

dan tidak normal yang sudah bukan rahasia lagi bahwa kini banyak beredar dana-

dana liar yang asal muasalnya tidak jelas. Ada bersumber dari hasil korupsi, ada yang

berasal dari transaksi ilegal seperti transaksi narkoba, penyelundupan, dan berbagai

bentuk kejahatan kerah putih lainnya.12 Uang haram atau uang kotor yang tidak jelas

asal-usulnya ini dari hari ke hari kian menumpuk dan sulit keluar dari brankas dengan

warna bersih dan cemerlang. Karena itulah pemilik uang kotor rela menyusutkan

nilainya asal bisa keluar dari brankas dengan aman dan bisa dipergunakan

sebagaimana layaknya.13

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa pasar modal adalah seperti juga jenis

pasar lainnya dimana di dalamnya berkumpul orang-orang untuk melakukan jual beli,

tetapi yang menjadi objeknya adalah Efek. Dengan demikian pasar modal berarti

suatu pasar dimana dana-dana jangka panjang baik utang maupun modal

11
Munir Fuady, Bisnis Kotor : Anatomi Kejahatan Kerah Putih, Op.cit., hal. 116.
12
Harian Ekonomi Neraca, “B.E.I Perketat Pencucian Uang”, tanggal 13 Juni 2010,
http://www.neraca.co.id/2010/06/13/bei-perketat-pencucian-uang/., diakses pada 21 November 2010.
Memberitakan bahwa Gayus Tambunan terlibat dalam kasus penggelapan dan pencucian uang pajak di
Pasar Modal Indonesia.
13
M. Tri Agustiyadi, “Praktek Money Laundering pada Pasar Modal (Pasar Modal Bukan
Mesin Cuci Uang)”, http://triagus.multiply.com/reviews/item/33., diakses pada 19 November 2010.
7

diperdagangkan. Karena di dalam pasar modal banyak uang yang beredar, maka

orang-orang ramai untuk bergabung dengan perannya yang berbeda-beda satu sama

lain. Ada di antara mereka yang merupakan pemain yang baik, tetapi banyak pula di

antara mereka yang hanya sekedar mencari untung seketika dengan menghalalkan

segala macam cara, sehingga mereka menjadi pelaku kejahatan di pasar modal.

Banyak yang berpendapat bahwa pasar modal tidak terkait dengan pencucian

uang, mengingat transaksi yang terjadi di pasar modal bukanlah transaksi yang

melibatkan uang tunai. Dengan kata lain, untuk bertransaksi di pasar modal, pelaku

harus terlebih dahulu menyetorkan uang tunai ke sistem perbankan, sehingga indikasi

pencucian uang terdeteksi dan dicegah di pihak bank. Namun, demikian sebenarnya

kegiatan pencucian uang sangatlah mungkin dilakukan di pasar modal, dimana

kegiatannya tidak hanya melibatkan arus uang (flow of fund) tetapi juga arus efek

(flow of securities).14

Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, kegiatan pencucian uang adalah

suatu proses atau perbuatan yang bertujuan untuk menyembunyikan atau

menyamarkan asal-usul uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak

pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari

kegiatan yang sah.15

14
Ibid.
15
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, Lembaran Negara Republik Indonesia No. 122, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia No. 5164.
8

Saat ini, banyak orang sudah menggunakan internet sebagai alat untuk

berkomunikasi dalam hal jual beli Efek di Pasar Modal. Ironisnya, internet itu juga

semakin meluas digunakan oleh para penjahat berdasi tersebut untuk melakukan

kejahatan di pasar modal. Internet memang sangat menstimulasi orang untuk

melakukan kejahatan pasar modal. Pertama, karena penggunaan internet relatif

murah, kedua, karena internet sudah merata digunakan oleh orang-orang berdasi, dan

yang ketiga adalah karena penggunaan internet tidak terlalu sulit, cukup sambil

istirahat di rumah pribadi menekan beberapa tombol maka pekerjaan penjahat pasar

modal sudah selesai. 16

Kejahatan pasar modal merupakan salah satu kejahatan tercanggih di dunia

yang umumnya dilakukan dengan modus operandi yang sangat rumit dan tidak

gampang untuk dilacak. Di samping modus operandinya yang canggih-canggih, para

pelaku kejahatan pasar modal juga umumnya terdiri dari orang-orang terpelajar

sehingga dikatakan bahwa kejahatan pasar modal termasuk ke golongan kejahatan

kerah putih (white collar crime). Karena itu kejahatan pasar modal sulit untuk

dibuktikan apalagi jika penegak hukum masih menggunakan metode-metode

konvensional dalam melakukan law enforcement.17

Persoalan terjadinya kejahatan dan pelanggaran di pasar modal diasumsikan

berdasarkan beberapa alasan, yaitu kesalahan pelaku, kelemahan aparat yang

mencakup integritas dan profesionalisme dan kelemahan peraturan. Untuk itu

BAPEPAM-LK berkewajiban selalu melakukan penelaahan hukum yang menyangkut

16
Munir Fuady, Bisnis Kotor : Anatomi Kejahatan Kerah Putih, Op.cit., hal. 116.
17
Ibid., hal. 118.
9

perlindungan hukum dan penegakan hukum yang semakin penting. Dikatakan penting

karena Lembaga Pasar Modal merupakan lembaga kepercayaan, yaitu sebagai

lembaga perantara (intermediary) yang menghubungkan kepentingan pemakai dana


18
(issuer, ultimate borrower) dan para pemilik dana (pemodal, ultimate lender).

Dengan demikian, penelitian aspek hukum, yaitu perangkat peraturan perundang-

undangan yang mengatur tentang pasar modal akan memberikan kontribusi positif

bagi penegakan hukum dalam memberikan jaminan dan kepastian hukum kepada

pelaku pasar modal. 19 Tantangannya yang dihadapi oleh Penyidik Pegawai Negeri

Sipil BAPEPAM-LK sebagai aparat penegak hukum yang diberi kewenangan untuk

melakukan penyidikan saat ini dan masa yang akan datang akan semakin berat seiring

dengan semakin canggihnya teknik tindak pidana di bidang pasar modal.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya disebut

“UUPM”) telah menggariskan jenis-jenis tindak pidana di bidang pasar modal, seperti

penipuan, manipulasi pasar dan perdagangan orang dalam (insider trading), UUPM

juga menetapkan sanksi pidana bagi para pelaku tindak pidana tersebut yaitu denda

dan pidana penjara/kurungan.20

Tindak pidana di bidang pasar modal memiliki karakteristik yang khas, yaitu

antara lain adalah “barang” yang menjadi objek dari tindak pidana adalah

“informasi”, selain itu pelaku tindak pidana tersebut bukanlah mengandalkan

kemampuan fisik seperti halnya pencurian dan perampokan mobil, akan tetapi lebih
18
Lembaga Pasar Modal merupakan lembaga kepercayaan maka untuk itu diperlukan prinsip
keterbukaan. Seperti yang dikemukakan oleh Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal,
(Jakarta : Universitas Indonesia, 2001), hal. 76.
19
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op.cit., hal. 259.
20
Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Lembaran Negara Republik
Indonesia No. 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3608.
10

mengandalkan pada kemampuan membaca situasi pasar serta memanfaatkan untuk

kepentingan pribadi. Selain itu, karakteristik lainnya yang membedakan dengan

tindak pidana lain yaitu pembuktianya yang cenderung sulit dan dampak pelanggaran

dapat berakibat fatal dan luas.21

Pada kejahatan di bidang pencucian uang, uang hasil kejahatan biasanya

diputar atau diusahakan di pasar modal agar uang tersebut nampak berasal dari sebab

yang halal. Uang merupakan nafas dari kejahatan, jika pelaku tindak pidana tidak

mempunyai uang maka tidak akan terjadi tindak pidana lanjutan. Hal ini dilihat dari

perspektif kejahatan kerah putih yang semua tindak kejahatannya membutuhkan uang

untuk melakukan tindak kejahatan.22

Lembaga yang berfungsi untuk melacak uang kejahatan tersebut adalah Pusat

Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) yang merupakan struktur dari Undang-

Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang. PPATK dapat berkolaborasi dengan BAPEPAM-LK dalam

pemberantasan pencucian uang di pasar modal untuk memperoleh informasi lengkap

terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang di bursa saham. Menurut Yanuar

Rizky, peneliti Aspirasi Indonesia Research Institute, menilai “pelaku pasar modal

berpotensi melakukan tindak pidana pencucian uang dalam jumlah besar, misalnya

melalui modus menggoreng saham”.23

21
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Loc.cit.
22
Bismar Nasution, ”Catatan Perkuliahan : Hukum Anti Money Laundering”, (Medan :
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009).
23
Anugerah Perkasa, ”PPATK Bisa Menggandeng BAPEPAM-LK Terkait Pencucian Uang
di Bursa”, http://bataviase.co.id/node/371225., diakses pada 19 November 2010.
11

Masalahnya adalah dugaan praktek pencucian uang itu jarang dilaporkan ke

PPATK, meski BAPEPAM-LK sudah pasti mengetahui berbagai masalah pencucian

uang tersebut. Ketua PPATK, Yunus Husein mengungkapkan bahwa : “PPATK

menemukan sejumlah kecil praktek pencucian uang di pasar modal berkaitan dengan

rendahnya pelaporan Suspicious Transaction Report (STR) kepada lembaga

PPATK”.24

Para pelaku kejahatan di bidang pasar modal berupaya agar uang hasil

kejahatannya dapat diselamatkan. Salah satu cara adalah melalui mekanisme

pencucian uang (money laundering). Dengan cara tersebut, para pelaku kejahatan

berusaha mengubah atau mencuci sesuatu yang didapat secara illegal menjadi legal.

Pencucian uang ini dilakukan terhadap uang hasil tindak pidana perdagangan

narkotika, korupsi, penyelundupan senjata, perjudian, penggelapan pajak, dan insider

trading dalam transaksi saham di pasar modal.25 Dengan pencucian uang ini, pelaku

kejahatan dapat menyembunyikan asal-usul yang sebenarnya dana atau uang hasil

kejahatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan ini pula para pelaku kejahatan dapat

menikmati dan menggunakan hasil kejahatannya secara bebas seolah-olah tampak

sebagai hasil kegiatan yang legal.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka judul penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut : “Kewenangan Badan Pengawas Pasar Modal

(BAPEPAM-LK) Dalam Penanganan Money Laundering di Pasar Modal”.

24
Ibid.
25
Jurnal Hukum Bisnis, “Menyikapi Globalisasi Pencucian Uang”, Op.cit.
12

B. Rumusan Masalah

Mengingat luasnya lingkup tindak pidana di bidang pasar modal, maka ruang

lingkup pembahasan dalam penulisan ini difokuskan pada tindak pidana pencucian

uang di pasar modal Indonesia sebagai predicate crime. Berdasarkan uraian latar

belakang di atas, selanjutnya dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai

berikut :

1. Bagaimana terjadinya praktek money laundering di pasar modal?

2. Bagaimana kewenangan BAPEPAM-LK terhadap penanganan praktek money

laundering di pasar modal?

3. Bagaimana kendala Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan

dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang terhadap praktek money

laundering di pasar modal?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui peranan hukum dalam

pembangunan ekonomi di Indonesia terkait dengan Badan Pengawas Pasar Modal

(BAPEPAM-LK). Bertolak dari rumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini,

antara lain :

1. Untuk mengetahui terjadinya praktek money laundering di pasar modal;

2. Untuk mengetahui kewenangan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-

LK) terhadap penanganan praktek money laundering di pasar modal; dan


13

3. Untuk menganalisis kendala dan hambatan dari Undang-Undang No. 8 Tahun

2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

terhadap praktek money laundering di pasar modal.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu :

1. Secara Teoritis

a. Sebagai bahan informasi bagi para akademisi maupun sebagai bahan

pertimbangan bagi penelitian lanjutan.

b. Memperkaya khasanah kepustakaan.

2. Secara Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi Badan Pengawas Pasar Modal

(BAPEPAM-LK) dalam mengambil langkah yang ditempuh untuk

mencegah terjadinya pencucian uang di Pasar Modal Indoensia.

b. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat (pelaku pasar) agar terbentuk

peraturan atau kebijakan yang mampu menciptakan kestabilan,

keterprediksian, dan keadilan bagi seluruh anggota masyarakat.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran studi kepustakaan khususnya pada

lingkungan Perpustakaan Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, bahwa

penelitian dengan judul “Kewenangan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-


14

LK) Dalam Penanganan Money laundering di Pasar Modal” sudah pernah dilakukan,

antara lain :

1. Tesis dengan judul “Kebijakan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)

dalam Penanggulangan Pencucian Uang di Pasar Modal” yang dilakukan di

Medan pada tahun 2008 oleh Mega Kartika;

2. Tesis dengan Judul “Penegakan Hukum Pidana di Bidang Pasar Modal”, yang

dilakukan di Medan pada tahun 2009 oleh Budi Satrio; dan

3. Skripsi dengan judul “Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar

Modal melalui Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles)

Berdasarkan Keputusan Ketua BAPEPAM-LK No. 476/BL/2009” oleh Ika

Rahayu di Medan pada tahun 2010.

Keduanya memiliki rumusan permasalahan dan kajian yang berbeda.

Penelitian lanjutan ini mengkaji mengenai kewenangan BAPEPAM-LK khususnya

masalah pencucian uang dan upaya penanggulangannya. Penelitian ini juga

menjunjung tinggi kode etik penulisan karya ilmiah, oleh karena itu penelitian ini

adalah benar keasliannya baik dilihat dari materi, permasalahan, dan kajian dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teoritis dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan dalam peneltian ini,

digunakan teori sistem hukum yang dikemukan oleh Lawrence M. Friedman, yang

memandang hukum sebagai suatu sistem yang terdiri dari sub-sistem substansi
15

hukum, struktur hukum dan kultur hukum. Penggunaan teori ini didasarkan pada

pandangan bahwa pembahasan terhadap penegakan hukum anti pencucian uang

(money laundering) tidak bisa disandarkan pada analisis aspek substansi peraturan

perundang-undangan saja, tetapi juga harus dipandang dalam suatu kerangka sistemik

yang juga meliputi pembahasan terhadap struktur hukumnya yang meliputi lembaga-

lembaga terkait dalam penegakannya, seperti PPATK, Kepolisian, Kejaksaan dan

BAPEPAM-LK khusus terkait dengan tindak pidana pencucian uang yang terjadi di

pasar modal. Di samping itu perlu pula diperhatikan aspek kultural, yang dalam

penelitian ini lebih difokuskan pada kultur aparaturnya lebih khusus lagi terkait masih

adanya budaya menerima suap pada oknum aparatur. Dengan pendekatan teori sistem

ini diharapkan didapatkan suatu gambaran (deskripsi) yang utuh tentang berbagai

aspek yang dirumuskan dalam permasalahan.

Dengan demikian, beberapa alasan menggunakan teori sistem hukum dari

Lawrence M. Friedman untuk menjawab permasalahan utama berupa kewenangan

BAPEPAM-LK dalam penanganan money laundering di pasar modal, dapat

dikemukakan sebagai berikut :

(1) Diasumsikan bahwa salah satu letak permasalahan sulitnnya penanganan money

laundering di pasar modal adalah karena lemahnya substansi Undang-Undang

No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang;

(2) Secara struktural lembaga yang berwenang dalam penanganan pemberantasan

tindak pidana pencucian uang adalah PPATK, kepolisian dan kejaksaan. Undang-
16

Undang No. 8 Tahun 2010 secara eksplisit tidak melibatkan BAPEPAM-LK

sebagai otoritas pasar modal.

(3) Masih adanya budaya menerima suap di kalangan oknum aparatur sehingga

membuat tidak efektifnya penegakan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

(4) Menggunakan teori sistem dapat menggambarkan secara utuh aspek substansi,

struktur dan kultur hukum dimaksud.

Teori sistem hukum ini dipergunakan sebagai teori umum, yang diperkuat

oleh sejumlah teori-teori yang dipergunakan untuk menjawab hal-hal yang lebih

bersifat aplikasi/terapan. Teori dimaksud digali dari teori-teori di bidang disiplin ilmu

hukum pasar modal dan hukum tindak pidana pencucian uang.

Lawrence M. Friedman membagi sistem hukum dalam tiga unsur yakni :

struktur, substansi dan kultur hukum. Struktur dari sistem hukum terdiri dari unsur

berikut ini : jumlah dan ukuran pengadilan, yurisdiksinya (yaitu jenis perkara yang

mereka periksa, dan bagaimana serta mengapa), dan cara naik banding dari satu

pengadilan ke pengadilan lainnya. Struktur juga berarti bagaimana badan legislatif

ditata, berapa banyak anggota yang duduk di Komisi Dagang Federal, apa yang boleh

dan tidak boleh dilakukan seorang presiden, prosedur apa yang diikuti oleh

departemen kepolisian dan sebagainya. 26

Struktur hukum dengan demikian adalah bagaimana agensi-agensi, organ-

organ, pejabat-pejabat, badan atau lembaga yang mengawasi peraturan hukum dan

26
Lawrence M. Friedman. American Law An Introduction, (Second Edition), diterjemahkan
oleh Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, (Jakarta : Tata Nusa, 2001), hal.7
17

melaksanakan fungsi struktural tersebut yang diawasi dengan sebuah sistem

pengawasan yang memadai.27 Setiap peraturan perundang-undangan harus

mempunyai lembaga pengawas untuk menegakkan undang-undang tersebut agar

tegaknya hukum yang dibuat. Struktur hukum disini adalah Badan Pengawas Pasar

Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) dan Pusat Pelaporan Analisis

Transaksi Keuangan (PPATK). BAPEPAM-LK untuk mengawasi pasar modal dan

PPATK untuk mengawasi tindak pidana pencucian uang atau money laundering.

Setiap lembaga pengawas tersebut memiliki fungsi, wewenang, dan peran masing-

masing.

Substansi hukum adalah aturan, norma, peraturan perundang-undangan yang

berlaku dalam masyarakat, dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam sistem

itu. Substansi hukum tidak hanya menyangkut peraturan perundang-undangan yang

terdapat dalam kitab-kitab hukum (law in books) dalam hal ini berbicara mengenai

pasar modal dan tindak pidana pencucian uang, maka tidak terlepas dari Undang-

Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Undang-Undang No. 8 Tahun

2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, tetapi

juga pada hukum yang hidup (living law) termasuk di dalamnya ”produk” yang

dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem itu, misalnya keputusan-keputusan

yang mereka keluarkan dan aturan-aturan yang mereka susun.28 Substansi hukum itu

adalah alur jalan atau peraturan untuk melaksanakan aturan main dalam pasar modal

27
Ibid. hal. 9.
28
Ibid. hal. 8.
18

dan tindak pidana pencucian uang. Substansi hukum berguna untuk mencapai

kepastian hukum.

Kultur hukum (budaya hukum) menyangkut sikap manusia terhadap hukum

dan sistem hukum, bisa meliputi persoalan-persoalan kepercayaan, nilai, pemikiran

dan harapan manusia terhadap hukum dan sistem hukum. Budaya hukum dapat

diartikan pula sebagai suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan

bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Budaya hukum sangat

dipengaruhi oleh ”sub-budaya hukum” seperti sub-budaya orang kulit putih, orang

kulit hitam, orang-orang Katholik, Protestan, Yahudi, polisi, penjahat, penasehat

hukum, pengusaha, dan lain sebagainya. Sub-budaya hukum yang sangat menonjol

dan sangat berpengaruh terhadap hukum adalah budaya hukum dari ”orang dalam”

(insiders) yaitu hakim dan para penegak hukum yang bekerja dalam sistem hukum

itu. 29 Kultur hukum adalah budaya hukum suatu masyarakat untuk menegakkan

hukum tersebut yang sudah dibuat, diawasi, ditegakkan oleh lembaga-lembaga yang

tersebut di atas. Budaya hukum merupakan ”kunci starter” atas jalannya hukum itu.

Budaya hukum setiap masyarakat jelas berbeda-beda. Inilah yang dituntut oleh

masyarakat agar para pejabat publik yang berfungsi sebagai penyidik dalam hal

money laundering agar memiliki budaya hukum yang baik demi menegakkan

peraturan perundang-undangan.

Unsur-unsur sistem hukum bekerja secara terintegral satu dengan yang

lainnya agar tujuan dari hukum dapat tercapai, yaitu : keadilan, kepastian, dan

29
Ibid. hal. 10.
19

manfaat. Tercapainya tujuan hukum dapat menekan para pelaku kejahatan untuk

melakukan aksinya.

Penelitian tesis ini difokuskan pada aspek sistem hukum dalam penegakan

Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang, khususnya yang terjadi dalam kegiatan pasar modal. Struktur

hukum yang terkait langsung dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana

pencucian uang di pasar modal adalah PPATK, kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.

Namun, oleh karena kejahatan yang diteliti ini terkait dengan praktek di pasar modal,

maka mau tidak mau harus bersentuhan dengan BAPEPAM-LK sebagai otoritas

pasar modal. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di pasar

modal akan efektif dengan adanya keterlibatan aktif dari BAPEPAM-LK sebagai

otoritas di pasar modal. Lembaga ini memiliki banyak hal yang dibutuhkan untuk

tercapainya secara efektif pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian

uang di pasar modal. Permasalahannya adalah substansi hukum yang ada, dalam hal

ini Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, kurang melibatkan peran serta aktif dari

BAPEPAM-LK. Dalam konteks ini ingin disampaikan bahwa terdapat kekurangan

dalam subsistim substansi dan struktur hukum dalam pencegahan dan pemberantasan

tindak pidana pencucian uang di pasar modal. Hal ini diperburuk oleh masih adanya

budaya mau menerima suap dari oknum aparatur.

Selanjutnya teori sistem hukum didukung oleh uraian-uraian teoritis terkait

praktek pencucian uang, sehingga dapat dijelaskan hal-hal yang lebih praktis atau

lebih bersifat hukum terapan.


20

Para pelaku kejahatan di pasar modal sering juga disebut sebagai white collar

crime karena perbuatannya merupakan akumulasi dari berbagai macam faktor antara

lain kecerdikan, kelihaian, jaringan, kekuatan modal, kecepatan informasi, dan

sasaran kejahatannya yang berkaitan dengan nilai keuntungan yang akan didapat oleh

para pelaku kejahatan tersebut. Karena keuntungan yang didapat sangatlah besar,

maka para pelaku kejahatan mempunyai kecenderungan untuk melakukan pratek

pencucian uang sehingga hasil kejahatannya seolah-olah dianggap sebagai uang yang

legal.

Pada umumnya terdapat 3 (tiga) metode yang digunakan dalam pencucian

uang, metode tersebut digunakan secara kumulatif ataupun alternatif. Salah satu dari

tiga tersebut jika dilakukan untuk melakukan tindak pidana money laundering, berarti

sudah bisa dikatakan pencucian uang atau money laundering. Ketiga hal tersebut

antara lain :

a. ”Penempatan (placement) merupakan menempatkan uang tunai yang berasal

dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan (financial system) atau upaya

menempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat deposito, dan lain-

lain) kembali ke dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan. Dalam

proses penempatan uang tunai ke dalam sistem keuangan ini, terdapat

pergerakan fisik uang tunai baik melalui penyelundupan uang tunai dari suatu

negara ke negara lain, penggabungan antara uang tunai yang berasal dari

kejahatan dengan uang yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah, atau cara-

cara lain seperti pembukaan deposito, pembelian saham-saham atau juga

mengkonversikannya ke dalam mata uang negara lain;


21

b. Transfer (layering) merupakan upaya untuk mentransfer harta kekayaan,

berupa benda bergerak atau tidak bergerak yang berwujud maupun tidak

berwujud, yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam

sistem keuangan melalui penempatan (placement). Dalam proses ini terdapat

rekayasa untuk memisahkan uang hasil kejahatan dari sumbernya melalui

pengalihan dana hasil placement ke beberapa rekening atau lokasi tertentu

lainnya dengan serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain untuk

menyamarkan/mengelabui sumber dana ”haram” tersebut. Layering dapat

pula dilakukan dengan transaksi jaringan internasional baik melalui bisnis

yang sah atau perusahaan-perusahaan ”shell” (perusahaan mempunyai nama

dan badan hukum namun tidak melakukan kegiatan usaha apapun);

c. Menggunakan harta kekayaan (integration), suatu upaya menggunakan harta

kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam

sistem keuangan melalui placement atau layering sehingga seolah-olah

menjadi harta kekayaan “halal”. Proses ini merupakan upaya untuk

mengembalikan uang yang telah dikaburkan jejaknya sehingga pemilik

semula dapat menggunakan dengan aman. Disini uang yang di ‘cuci’ melalui

placement maupun layering dialihkan ke dalam kegiatan-kegiatan resmi

sehingga tampak seperti tidak berhubungan sama sekali dengan aktivitas

kejahatan yang menjadi sumber dari uang tersebut”.30

30
Bismar Nasution, Rejim Anti-Money Laundering di Indonesia, (Bandung : Book Terrace &
Library, 2005).
22

Dengan melihat apa yang telah diuraikan di atas, BAPEPAM-LK sebagai

otoritas di bidang pasar modal harus tanggap dalam menyikapi praktek kejahatan

tersebut. Dengan demikian diperlukan kerjasama yang baik antar lembaga dan aparat

penegak hukum di bidang pasar modal dan bidang lainnya yang terkait, seperti :

PPATK, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK), dan lain sebagainya sehingga segala bentuk tindak pidana di bidang pasar

modal dapat diatasi bersama.

2. Kerangka Konsep

Dalam melakukan penelitian tesis ini, perlu dijelaskan beberapa istilah di

bawah ini sebagai definisi operasional dari konsep-konsep yang dipergunakan, yaitu :

1. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK)

adalah suatu badan yang diberi kewenangan dan kewajiban untuk membina,

mengatur dan mengawasi setiap pihak yang melakukan kegiatan di pasar

modal. Semua itu dilakukan dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan

pasar modal yang teratur, wajar, dan efisien, serta melindungi kepentingan

pemodal dan masyarakat.31

2. Wewenang BAPEPAM-LK adalah melakukan pembinaan, pengaturan, dan

pengawasan sehari-hari di Pasar Modal Indonesia. Menurut Pasal 5 Undang-

31
Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Lembaran Negara Republik
Indonesia No. 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3608, pada Pasal 3-4.
23

Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa

BAPEPAM-LK berwenang untuk32 :

a. Memberi :

1) Izin usaha kepada Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan,

Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan

Efek, Penasihat Investasi, dan Biro Administrasi Efek;

2) Izin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil

Perantara Pedagang Efek, dan Wakil Manajer Investasi; dan

3) Persetujuan bagi Bank Kustodian.

b. Mewajibkan pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dan Wali

Amanat;

c. Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan

memberhentikan untuk sementara waktu komisaris dan atau direktur

serta menunjuk manajemen sementara Bursa Efek, Lembaga Kliring

dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian

sampai dengan dipilihnya komisaris atau direktur yang baru;

d. Menetapkan persyaratan dan tata cara Pernyataan, Pendaftaran serta

menyatakan, menunda atau membatalkan efektifnya Pernyataan

Pendaftaran;

e. Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Pihak dalam

hal terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap

undang-undang dan atau peraturan pelaksanaannya;

32
Ibid., pada Pasal 1 angka 13.
24

f. Mewajibkan setiap pihak untuk :

1) Menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang

berhubungan dengan kegiatan di Pasar Modal; atau

2) Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi

akibat yang timbul dari iklan atau promosi dimaksud.

g. Melakukan pemeriksaan terhadap :

1) Setiap Emiten atau Perusahaan Publik yang telah atau diwajibkan

menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam; atau

2) Pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang

perseorangan, persetujuan, atau pendaftaran profesi berdasarkan

undang-undang.

h. Menunjuk Pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam

rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud huruf

g;

i. Mengumumkan hasil pemeriksaan;

j. Membekukan atau membatalkan pencatatan suatu Efek pada Bursa

Efek atau menghentikan transaksi Bursa atas Efek tertentu untuk

jangka waktu tertentu guna melindungi kepentingan pemilik modal;

k. Menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka waktu

tertentu dalam hal keadaan darurat;

l. Memeriksa keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan sanksi

oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, atau Lembaga


25

Penyimpanan dan Penyelesaian serta memberikan keputusan

membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi dimaksud;

m. Menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan,

dan penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan Pasar Modal;

n. Melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian

masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang Pasar

Modal;

o. Memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas Undang-

Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal atau peraturan

pelaksanaannya;

p. Menetapkan instrumen lain sebagai Efek selain yang telah ditentukan

dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang

Pasar Modal; dan

q. Melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan Undang-Undang

No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

3. Fungsi BAPEPAM-LK adalah seperti yang dijelaskan dalam Pasal 3

Kepmenkeu RI No. 503/KMK.01/1997 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Badan Pengawas Pasar Modal, antara lain :

a. Penyusunan peraturan di bidang Pasar Modal;

b. Pembinaan dan pengawasan terhadap Pihak yang memperoleh izin

usaha, persetujuan, pendaftaran dari Bapepam dan Pihak lain yagn

bergerak di Pasar Modal;


26

c. Penetapan prinsip-prinsip keterbukaan perusahaan bagi Emiten di

Perusahaan Publik;

d. Penyelesaian keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan

sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, dan

Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian;

e. Penetapan ketentuan akuntansi di bidang Pasar Modal;

f. Pengamanan teknis pelaksanaan tugas pokok Bapepam sesuai dengan

kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Tujuan BAPEPAM-LK adalah memperkuat pengawasan Pasar Modal,

meningkatkan kepastian hukum di Pasar Modal, meningkatkan peran dan

kualitas pelaku Pasar Modal, memperluas alternatif investasi dan pembiayaan

di Pasar Modal, dan mengembangkan Pasar Modal berbasis syariah. 33

5. Kepastian hukum adalah landasan hukum yang kukuh, setiap pihak baik

langsung maupun tidak langsung wajib untuk menghormati dan menegakkan

substansi hukum yang berlaku dengan tujuan untuk menjamin dan

meningkatkan kepercayaan pemodal terhadap industri efek nasional. 34

33
BAPEPAM-LK, Op.cit, hal. 42-66.
34
Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, Cet. 3, Ed. Revisi, (Bandung : Book Terrace
& Library, 2009).
27

6. Pencucian Uang atau Money Laundering adalah segala perbuatan yang

memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-

undang.35

7. Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum

dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang

diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. 36

8. Transaksi adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak atau kewajiban atau

menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih,

termasuk kegiatan pentransferan dan/atau pemindahbukuan dana yang

dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan. 37

9. Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah38 :

a. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau

kebiasaan pola transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;

b. Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan

dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang

bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan

ketentuan Undang-Undang ini;

c. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan

menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari Hasil Tindak

Pidana; atau

35
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, Op.cit., Pasal 1 angka 1.
36
Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Op.cit.
37
Loc.cit., angka 3.
38
Ibid., angka 5.
28

d. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh

Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal

dari hasil tindak pidana.

10. Uang haram adalah uang hasil tindak pidana kejahatan atau uang yang didapat

dari tindakan melawan hukum.

11. Predicate Crime adalah tindak pidana asal dan atau dasar pidana sebelum

terjadinya pencucian uang.

12. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disebut

PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah

dan memberantas tindak pidana pencucian uang.39

13. Penegakan Hukum adalah proses hukum itu diterapkan untuk menciptakan

kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat.

14. Penyidikan adalah penelitian terhadap suatu kasus tindak pidana, dalam hal ini

adalah TPPU atau money laundering. Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun

2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,

penyidikan dilakukan terhadap tindak pidana asal. 40

G. Metode Penelitian

39
Ibid., angka 2
40
Ibid., Penjelasan Pasal 74, yang mengatakan bahwa : Yang dimaksud dengan “penyidik
tindak pidana asal” adalah penjabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk
melakukan penyidikan, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Penyidik tindak pidana
asal dapat melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang apabila menemukan bukti permulaan
yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang saat melakukan penyidikan tindak pidana asal
sesuai kewenangannya.
29

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan

pendekatan juridis normatif empiris. 41 Dengan demikian objek penelitian adalah

norma hukum yang terwujud dalam kaidah-kaidah hukum dibuat dan ditetapkan oleh

pemerintah dalam sejumlah peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang

terkait secara langsung dengan kewenangan Badan Pengawas Pasar Modal

(BAPEPAM-LK) terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal Indonesia.

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan

menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dalam

melakukan pengkajian kewenangan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-LK)

dalam menangani Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal Indonesia.

Pendekatan tersebut berkaitan dengan pendekatan yang dilakukan dengan

menggunakan teori hukum murni yang berupaya membatasi pengertian hukum pada

bidang-bidang hukum saja, bukan karena hukum itu mengabaikan atau memungkiri

pengertian-pengertian yang berkaitan, melainkan karena pendekatan seperti ini

menghindari pencampuradukan berbagai disiplin ilmu yang berlainan metodologi

(sinkretisme metodologi) yang mengaburkan esensi ilmu hukum dan meniadakan

batas-batas yang ditetapkan pada hukum itu oleh sifat pokok bahasannya.42

41
Adapun tahap-tahap dalam analisis juridis normatif adalah : merumuskan azas-azas hukum
dari data hukum positif tertulis; merumuskan pengertian-pengertian hukum; pembentukan standar-
standar hukum; dan perumusan kaidah-kaidah hukum. Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode
Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Press, 2010), hal. 166-167.
42
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni : Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, diterjemahkan
oleh Raisul Muttaqien, disunting oleh Nurainun Mangunsong, (Bandung : Nusamedia & Nuansa, Cet.
III, 2007).
30

Sifat penelitian adalah penelitian deskriptif analisis yang ditujukan untuk

menggambarkan secara tepat, akurat, dan sistematis gejala-gejala hukum terkait

dengan peranan hukum dalam pembangunan ekonomi studi terhadap kewenangan

Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-LK) dalam menangani Tindak Pidana

Pencucian Uang di Pasar Modal Indonesia.

2. Sumber Bahan Hukum

Penelitian hukum normatif yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan

dan berdasarkan pada data sekunder, maka sumber bahan hukum yang digunakan

dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu :

1. Bahan hukum primer, meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang

relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian, antara lain : Undang-

Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, Undang-Undang No. 8

Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian

Uang, dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait seperti

Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-LK).

2. Bahan hukum sekunder digunakan untuk membantu memahami berbagai

konsep hukum dalam bahan hukum primer, analisis bahan hukum primer

dibantu oleh bahan hukum sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber baik

jurnal, buku-buku, makalah, serta karya ilmiah mengenai pasar modal dan

pencucian uang, berita, dan ulasan media, juga sumber-sumber lain yang

relevan dengan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-LK), Tindak

Pidana Pencucian Uang, dan Pasar Modal.


31

3. Bahan hukum tertier diperlukan dipergunakan untuk berbagai hal dalam hal

penjelasan makna-makna kata dari bahan hukum sekunder dan bahan hukum

primer, khususnya kamus-kamus hukum dan ekonomi.

3. Teknik Pengumpulan Data

Seluruh bahan hukum dikumpulkan dengan menggunakan tehnik studi

kepustakaan43 (library research) dan studi dokumen dari berbagai sumber yang

dipandang relevan, antara lain instansi terkait dan Badan Pengawas Pasar Modal

(BAPEPAM-LK). Perpustakaan yang digunakan adalah Perpustakaan Universitas

Sumatera Utara dan Perpustakaan Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara.

4. Analisis Data

Data-data tersebut di atas berupa bahan-bahan hukum dianalisis dengan

menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Dilihat dari tujuan analisis, maka

ada dua hal yang ingin dicapai dalam analisis data kualitatif, yaitu : 1) Menganalisis

proses berlangsungnya suatu fenomena hukum dan memperoleh suatu gambaran yang

tuntas terhadap proses tersebut; dan 2) Menganalisis makna yang ada di balik

43
Menurut Bambang Sunggono, studi kepustakaan dapat membantu peneliti dalam berbagai
keperluan, misalnya : a) Mendapatkan gambaran atau informasi tentang penelitian yang sejenis dan
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti; b) Mendapatkan metode, teknik, atau cara pendekatan
pemecahan permasalahan yang digunakan; c) Sebagai sumber data sekunder; d) Mengetahui historis
dan perspektif dari permasalahan penelitiannya; e) Mendapatkan informasi tentang cara evaluasi atau
analisis data yang dapat digunakan; f) Memperkaya ide-ide baru; dan g) Mengetahui siapa saja peneliti
lain di bidang yang sama dan siapa pemakai hasil penelitian tersebut, seperti yang dikemukakan
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Press, 2010), hal. 112-113.
32

informasi, data, dan proses suatu fenomena.44 Bahan hukum primer yang

terinventarisasi terlebih dahulu disistematisasikan sesuai dengan substansi yang diatur

dengan mempertimbangkan relevansinya terhadap rumusan permasalahan dan tujuan

penelitian. Kemudian dilakukan prediktabilitas hukum, mencari keadilan hukum,

perlindungan hukum, dan lain-lain. 45

Analisis dilakukan secara holistik46 dan integral untuk menemukan hubungan

logis antara berbagai konsep hukum yang sudah ditemukan dengan menggunakan

kerangka teoritis yang relevan. Dalam hal ini yang akan diuji hubungan logisnya

antara lain meliputi hubungan antara Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-

LK), Pasar Modal, peran ekonomi Pelaku Usaha dalam Pasar Modal, Tindak Pidana

Pencucian Uang, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan

lain-lain yang ditemukan dalam penelitian.

Melalui pendekatan holistik dalam ilmu hukum, maka ilmu hukum dapat

menjalankan perkembangannya sebagai suatu ilmu pengetahuan yang lebih utuh dan

tidak terintegrasi ke dalam ilmu-ilmu lain yang nantinya akan berakibat bagi

perkembangan ilmu hukum itu sendiri, oleh sebab itu paradigma tersebut tentunya

akan mengubah peta hukum dan pembelajaran hukum selama ini memandu kita

44
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya, Ed. 1, Cet. 3, (Jakarta : Kencana, 2009), hal. 153.
45
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Rosda, 2006), hal. 248,
dalam Burhan Bungin, Ibid., hal. 144-145.
46
Menurut Dilthey, holistik adalah hubungan melingkar antara part (bagian) dan whole
(keseluruhan) sebagai perputaran antara bagian dan keseluruhan dalam memahami sesuatu. Bagian
yang satu dapat dipahami apabila direlasikan dengan bagian yang lain sehingga membentuk totalitas
atau keseluruhan, dalam Yusran Darmawan, ”Membincang Holistik dalam Antropologi”,
http://timurangin.blogspot.com/2009/08/membincang-holistik-dalam-antropologi.html., diakses pada
13 Agustus 2010.
33

dalam setiap kajian-kajian ilmu hukum yang lebih baik dalam prinsip keilmuan.47

Pendekatan secara integral maksudnya adalah suatu konsep yang meliputi seluruh

bagian dari Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-LK) agar menjadikan sebuah

penelitian itu lengkap dan sempurna.48

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir

deduktif – induktif yaitu dilakukan dengan teori yang digunakan dijadikan sebagai

titik tolak untuk melakukan penelitian. Deduktif artinya menggunakan teori sebagai

alat, ukuran dan bahkan instrumen untuk membangun hipotesis, sehingga secara tidak

langsung akan menggunakan teori sebagai pisau analisis dalam melihat masalah

dalam kebijakan yang dibuat oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-LK).

Teorisasi induktif adalah menggunakan data sebagai awal pijakan melakukan

penelitian, bahkan dalam format induktif tidak mengenal teorisasi sama sekali artinya

teori dan teorisasi bukan hal yang penting untuk dilakukan. Maka deduktif – induktif

adalah penarikan kesimpulan didasarkan pada teori yang digunakan pada awal

penelitian dan data-data yang didapat sebagai tunjangan pembuktian teori tersebut

apakah : 1) hasil-hasil penelitian ternyata mendukung teori tersebut sehingga hasil

penelitian dapat memperkuat teori yang ada; 2) apakah teori dalam posisi dapat

dikritik karena telah mengalami perubahan-perubahan disebabkan karena waktu yang

berbeda, lingkungan yang berbeda, atau fenomena yang telah berubah, untuk itu perlu

dikritik dan direvisi teori yang digunakan tadi; 3) apakah membantah teori yang
47
Satjipto Rahardjo, “Pendekatan Holistik Terhadap Hukum”, (Jurnal Progresif, Vol. 1 No.
2), hal. 5, dalam Ronny Junaidy K., “Ilmu Hukum dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan Modern”,
http://www.legalitas.org/content/ilmu-hukum-dalam-perspektif-ilmu-pengetahuan-modern., diakses
pada 13 Agustus 2010.
48
Departemen Pendidikan Nasional, “Integral”, Kamus Besar Bahasa Indonesia Online,
http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php., diakses pada 13 Agustus 2010.
34

digunakan untuk penelitian berdasarkan hasil penelitian, maka semua aspek teori

tidak dapat dipertahankan karena waktu, lingkungan, dan fenomena yang berbeda,

dengan demikian teori tidak dapat dipertahankan atau direvisi lagi, karena itu teori

tersebut harus ditolak kebenarannya dengan menggunakan teori baru.49

49
Burhan Bungin, Op.cit., hal. 26-29.
35

BAB II

PRAKTEK TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI PASAR MODAL

Pasar modal merupakan salah satu bagian dari pasar keuangan (financial

market), di samping pasar uang (money market) yang sangat penting peranannya bagi

pembangunan nasional pada umumnya, khususnya bagi pengembangan dunia usaha

sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan eksternal oleh perusahaan.50 Sama

halnya dengan pencarian sumber dana segar untuk menyelenggarakan bisnis

perusahaan yang dilakukan oleh pelaku usaha dan/atau pengelola perusahaan, dalam

hal ini jajaran direksi. Pasar modal merupakan salah satu dari perkembangan bisnis

dewasa ini. Pasar modal dapat memainkan peranan penting dalam perkembangan

ekonomi di suatu negara, baik sebagai sarana investasi maupun sebagai sumber

pembiayaan bagi para investor.51

Melalui pasar modal, perusahaan dapat mengembangkan instrumen

keuntungan, mendiversifikasikan resiko dan memobilisasi dana masyarakat sehingga

dapat tercipta pengalokasian sumber dana secara lebih efisien dan dapat melahirkan

budaya fairness melalui keterbukaan yang pada akhirnya akan menciptakan ekonomi

yang sehat dari suatu negara.52 Fairness di atas dimaksudkan adalah keadilan dalam

dunia usaha yaitu menguntungkan pengusaha dan pemodal. Tidak ada yang dirugikan

disini, namun jika usaha yang dilakukan mengalami kemunduran atau kerugian maka

50
Nasarudin dan Surya, Op.cit., hal. 13.
51
Perlindungan terhadap investor merupakan satu kata kunci di pasar modal. Perlindungan
merupakan kebutuhan dasar investor yang harus dijamin keberadaannya. Hal ini penting dan mutlak.
Bisa dibayangkan bagaimana mungkin investor bersedia menanamkan dananya, jika tidak ada jaminan
perlindungan terhadap investasinya. Sumber : I Putu Gede Ary Suta, Peranan Pasar Modal, hal. 91.
52
I Putu Gede Ary Suta, Menuju Pasar Modal Modern, (Jakarta : Yayasan SAD Satria
Bhakti, 2000), hal. 51.
36

dapat diambil jalan pembagian kerugian. Dengan kata lain, pemodal juga tidak dapat

menerima untung atau laba saja melainkan kerugian juga ditanggung mereka.

Adapun misi dari pasar modal di Indonesia adalah untuk menunjang

pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan,

pertumbuhan, dan stabilitas ekonomi nasional ke arah peningkatan kesejahteraan

rakyat. 53 Dari uraian di atas, dapat disimpulkan fungsi dari pasar modal, yaitu 54 :

1. Sarana untuk menghimpun dana-dana masyarakat untuk disalurkan ke dalam

kegiatan-kegiatan yang produktif;

2. Sumber pembiayaan yang mudah, murah, dan cepat bagi dunia usaha dan

pembangunan nasional;

3. Mendorong terciptanya kesempatan berusaha dan sekaligus menciptakan

kesempatan kerja;

4. Mempertinggi efisiensi alokasi sumber produksi;

5. Memperkokoh beroperasinya mekanisme finansial market dalam menata

sistem moneter, karena pasar modal dapat menjadi sarana ”open market

operation” sewaktu-waktu diperlukan oleh Bank Sentral;

6. Menekan tingginya tingkat bunga menuju suatu ”rate” yang reasonable; dan

7. Sebagai alternatif investasi bagi para pemodal.

Adanya modal yang cukup mengakibatkan perusahaan dapat melanjutkan

bidang usahanya dalam membuka lapangan pekerjaan dengan begitu dapat

menampung banyak masyarakat yang dapat bekerja. Adanya masyarakat yang

53
Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Op.cit., dalam Penjelasan Umum.
54
Nasarudin dan Surya, Op.cit., hal. 278.
37

bekerja akan memutar perekonomian negara dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

Penegakan hukum tidak boleh terlepas dari kerangka keadilan, karena kalau

tidak, penegakan hukum malah akan menjadi counter productive, yang pada

gilirannya akan menjadi bumerang bagi perkembangan pasar modal. Bagi investor

sebaiknya membekali dirinya dengan pemahaman yang mencukupi sebelum

mengambil keputusan untuk melakukan transaksi efek. Prospektus dan laporan

berkala dan insidentil menjadi pedoman bagi investor untuk dapat melihat dan

mempertimbangkan pengambilan keputusannya.55 BAPEPAM-LK secara tidak

langsung berupaya agar pemegang saham mengetahui dan mempergunakan hak

dalam melindungi kepentingannya menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Perkembangan pasar modal sangatlah pesat sehingga perangkat hukum yang

ada perlu penyempurnaan dan penajaman. Perkembangan dan kemajuan pasar modal

sangat ditentukan oleh adanya kepastian hukum bagi para pelakunya, terutama

masyarakat investor.

Investor, khususnya investor internasional menaruh perhatian yang sangat

besar terhadap aturan hukum (rule of law) disamping adanya aspek disclosure

(keterbukaan informasi). Investor manapun pasti enggan masuk pasar jika pasar yang

bersangkutan tidak memiliki perangkat aturan yang jelas. Apalagi bisnis di pasar

modal dapat dibilang sebagai bisnis yang mengandalkan kepercayaan. Kepercayaan

tersebut akan lebih aman dan terjamin jika dipayungi oleh peraturan yang jelas dan

55
Nasarudin dan Surya, Op.cit., hal. 279.
38

mengikat. Oleh karena itu, sejalan dengan semakin diakuinya peran strategis di

bidang pasar modal, BAPEPAM-LK memiliki kewajiban untuk mengeluarkan

regulasi di bidang pasar modal Standar dan praktek internasional telah mengharuskan

BAPEPAM-LK untuk membuat setiap aturan yang mengacu kepada standar

internasional. 56

Hal tersebut diwujudkan dalam kebijakan pembuatan peraturan BAPEPAM-

LK yang pada intinya menetapkan mekanisme pembuatan peraturan yang melibatkan

semua pihak yang terkait. Sebagai hasilnya, telah dibuat peraturan dalam dua bahasa,

Indonesia dan Inggris, dimana keseluruhan peraturan tersebut tertuang dalam buku

Peraturan BAPEPAM-LK (BAPEPAM-LK Rulebook) yang telah menjadi acuan bagi

para pihak yang bergerak di bidang pasar modal.

Tindak pidana dan aktivitas di pasar modal telah semakin kompleks yang

antara lain berdampak pada semakin canggihnya tekhnik yang dilakukan oleh pihak-

pihak tertentu yang melakukan tindak pidana di Pasar Modal. Tantangan yang

dihadapi oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil BAPEPAM-LK sebagai aparat penegak

hukum yang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan saat ini dan pada masa

yang akan datang akan semakin berat, seiring dengan semakin canggihnya tekhnik

tindak pidana, termasuk di dalamnya tindak pidana di bidang pasar modal.57

56
BAPEPAM-LK adalah instansi yang berada di bawah Departemen Keuangan, merupakan
instansi yang setingkat dengan Direktorat Jenderal. Dalam kegiatan pasar modal, BAPEPAM-LK
bertindak sebagai wasit yang adil bagi pelaku pasar modal, yakni perusahaan go public (emiten),
penjamin emisi (underwriter), investor dan broker/dealer. BAPEPAM-LK berwenang untuk
menyiapkan berbagai perangkat aturan (hukum) yang berhubungan dengan aktivitas pasar modal, lihat
Marzuki Usman, Singgih Riphat, dan Syahrir Ika, Pengetahuan Dasar Pasar Modal, (Jakarta : Jurnal
Keuangan dan Moneter, 1997), hal. 13.
57
Nasarudin dan Surya, Op.cit., hal. 259.
39

Untuk dapat memahami lebih lanjut tentang tindak pidana di bidang Pasar

Modal, berikut ini akan diuraikan lebih rinci jenis-jenis tindak pidana yang dikenal di

Pasar Modal. Tindak pidana di pasar modal terbagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu :

tindak pidana yang berasal dari dalam pasar modal itu sendiri dan tindak pidana yang

berasal dari luar pasar modal.

A. Tindak Pidana Pencucian Uang yang berasal dari dalam (Internal) Pasar
Modal

Tindak pidana pencucian uang yang berasal dari dalam (internal) pasar modal

terbagi 2 (dua), yaitu : penipuan dan manipulasi pasar. Penipuan dalam pasar modal,

menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 90 huruf c

adalah :

”membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta material atau tidak


mengungkapkan fakta material agar pernyataan yang dibuat tidak
menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat
dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk
diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk
membeli atau menjual efek”.

Informasi atau Fakta Material adalah informasi atau fakta penting dan relevan

mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga Efek pada

Bursa Efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau Pihak lain yang

berkepentingan yang menjadi nasabahnya.58 Fakta material sebagai salah satu tujuan

dari prinsip keterbukaan.

Larangan ini ditujukan kepada semua pihak yang terlibat dalam perdagangan

efek, bahkan turut serta melakukan penipuan pun tidak terlepas dari jerat pasal ini.

58
Pasal 1 angka 7, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Op.cit.
40

Bagi kalangan tertentu yang mempunyai kemampuan dan fasilitas teknologi yang

dengan itu semua mereka dapat melakukan penipuan pun tidak lepas dari pasal ini.

BAPEPAM-LK dan PT. Bursa Efek Jakarta selaku regulator dan pengelola kegiatan

perdagangan pasar modal harus mampu menjaga kredibilitas pasar modal Indonesia.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal juga memberikan beberapa

spesifikasi mengenai pengertian penipuan, yaitu terbatas dalam kegiatan perdagangan

Efek yang meliputi kegiatan penawaran, pembelian, dan atau penjualan Efek yang

terjadi dalam rangka Penawaran Umum, atau terjadi di Bursa Efek maupun di luar

Bursa Efek atas Efek Emiten atau Perusahaan Publik.

Berkaitan dengan pengertian tipu muslihat atau rangkaian kebohongan

sebagaimana ditentukan dalam KUHP, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang

Pasar Modal menegaskan bahwa hal tersebut termasuk membuat pernyataan yang

tidak benar mengenai fakta material atau tidak mengungkapkan fakta yang material.

Selain penipuan, dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar

Modal dikenal pula suatu bentuk tindak pidana lain, yaitu manipulasi pasar. Secara

sederhana manipulasi pasar adalah kegiatan untuk menciptakan gambaran semu atau

menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga Efek di

Bursa Efek atau memberi pernyataan, atau keterangan yang tidak benar atau

menyesatkan sehingga harga Efek di bursa terpengaruh. Ketentuan tentang

manipulasi pasar diatur dalam Pasal 91, 92, dan 93 Undang-Undang No. 8 Tahun

1995 tentang Pasar Modal.


41

Menurut R. J. Shook dan Robert L. Shook dalam The Wall Street Direct

Dictionary, manipulasi pasar adalah59 :

“The illegal buying or selling of security to create the false impression that
active trading exist in an effort to convince other people to buy more shares
or sell the ones they own. Manipulation is done to influence prices so the
person doing the manipulating can achieve a more advantegeous market”.

False Impression tersebut mendorong pihak lain melakukan tindakan jual atau

beli suatu efek pada tingkat harga yang diinginkan manipulator. Transaksi yang dapat

menimbulkan gambaran semu antara lain adalah transaksi Efek yang tidak

mengakibatkan perubahan kepemilikan atau penawaran jual atau beli Efek pada harga

tertentu dimana Pihak tersebut juga telah bersekongkol dengan Pihak Lain yang

melakukan penawaran beli atau jual Efek yang sama pada harga yang kurang lebih

sama. Motif dari manipulasi pasar antara lain adalah untuk meningkatkan,

menurunkan atau mempertahankan harga efek.

Beberapa pola manipulasi pasar diantaranya60 :

a. Menyebarluaskan informasi palsu mengenai emiten dengan tujuan untuk

mempengaruhi harga efek perusahaan yang dimaksud di Bursa Efek (false

information). Misalnya suatu pihak menyebarkan rumor bahwa Emiten A

akan segera dilikuidasi, pasar merespon yang menyebabkan harga efeknya

jatuh tajam di Bursa.

b. Menyebarluaskan informasi yang menyesatkan atau informasi yang tidak

lengkap (misinformation). Misalnya, suatu pihak menyebarkan rumor bahwa

59
R. J. Shook dan Robert L. Shook, The Wall Street Direct Dictionary, hal. 234.
60
Nasarudin dan Surya, Op.cit., hal. 260.
42

Emiten A tidak termasuk perusahaan yang akan dilikuidasi oleh pemerintah,

padahal Emiten A termasuk yang diambil alih oleh pemerintah.

Dalam praktek perdagangan Efek dikenal beberapa kegiatan yang dapat

digolongkan sebagai manipulasi pasar, yaitu 61 : marking the close; painting the tape;

pembentukan harga berkaitan dengan merger, konsolidasi, dan akuisisi; cornering the

market; pools; wash sales; dan insider trading (perdagangan orang dalam).

Selain bentuk tindak kejahatan di atas, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995

tentang Pasar Modal, mengkategorikan sejumlah tindakan lain di bidang pasar modal

sebagai tindakan kejahatan yang diancam pidana, yaitu 62 :

1. Setiap pihak yang tanpa izin, persetujuan atau pendaftaran melakukan

kegiatan di bidang pasar modal sebagai :

a. Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan

Penyelesaian.

b. Perseroan Reksa Dana.

c. Perusahaan Efek.

d. Penasihat Investasi.

e. Penyelenggara Jasa Kustodian.

f. Biro Administrasi Efek.

g. Wali Amanat.

h. Profesi Penunjang Pasar Modal, seperti Akuntan, Konsultan Hukum,

Penilai, Notaris, dan Profesi Lain yang ditetapkan Pemerintah.

61
Ibid.
62
Ibid., hal. 271.
43

2. Manajer Investasi dan Pihak terafiliasi yang menerima imbalan dari pihak lain

dalam bentuk apapun, langsung maupun tidak untuk melakukan pembelian

atau penjualan efek;

3. Emiten atau Perusahaan Publik melakukan penawaran umum namun tidak

menyampaikan pernyataan pendaftaran atau pernyataan pendaftarannya belum

dinyatakan efektif oleh BAPEPAM-LK (Pasal 70, Undang-Undang No. 8

Tahun 1995 tentang Pasar Modal);

4. Siapa saja yang melakukan penipuan, menyesatkan BAPEPAM-LK,

menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah, mengaburkan,

menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari pihak yang memperoleh izin,

persetujuan dan pendaftaran dari BAPEPAM-LK (Pasal 107, Undang-Undang

No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal);

5. Pihak yang langsung atau tidak mempengaruhi pihak lain untuk melakukan

pelanggaran pasal-pasal Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar

Modal diancam pidana seperti ditentukan dalam Pasal 103, 104, 105, 106,

107. (Pasal 108, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal);

Setiap pelaku kejahatan atau tindakan lain yang dikualifikasikan sebagai

kejahatan di bidang pasar modal, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar

Modal mengancam pidana penjara selama 3 (tiga) sampai 10 (sepuluh) tahun dan

denda sebanyak Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) sampai

Rp. 15.000.000.000,- (lima belas milyar rupiah). 63 Bila dibandingkan dengan KUHP

63
Ibid., hal. 272.
44

Pasal 378, ancaman hukumannya paling lama adalah 4 (empat) tahun penjara bagi

mereka yang terbukti melakukan penipuan. Sedanagkan dalam KUHP Pasal 390,

ancaman hukumannya adalah paling lama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan penjara.

Dalam KUHP Pasal 378 disebutkan bahwa :

”Penipuan adalah tindakan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
dengan cara melawan hukum, mamakai nama palsu atau martabat palsu, tipu
muslihat, rangkaian kebohongan, membujuk orang lain untuk menyerahkan
barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi utang atau menghapuskan
piutang”.

Dengan tetap memperhatikan ketentuan yang diatur dalam KUHP, Undang-

Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memberikan beberapa spesifikasi

mengenai pengertian penipuan, yaitu terbatas dalam kegiatan perdagangan efek yang

meliputi kegiatan penawaran, pembelian, dan atau penjualan efek yang terjadi dalam

rangka penawaran umum, atau terjadi di bursa efek maupun di luar bursa efek atas

efek Emiten atau Perusahaan Publik. 64

Dari pengertian Penyedia Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

17 ayat (1) huruf a, Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, beberapa di antaranya merupakan

lembaga yang melakukan kegiatan di pasar modal seperti perusahaan efek, pengelola

reksa dana, kustodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian. Sebagai

lembaga yang termasuk dalam kategori Penyedia Jasa Keuangan, lembaga-lembaga

64
Ibid., hal. 262.
45

ini mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan kepada Pusat Pelaporan dan

Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dalam hal mendapatkan kondisi berikut65 :

a. Transaksi Keuangan Mencurigakan;

b. Transaksi Keuangan Tunai dalam jumlah paling sedikit Rp. 500.000.000,-

(lima ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara,

yang dilakukan baik dalam satu kali Transaksi maupun beberapa kali

Transaksi dalam 1 (satu) hari kerja; dan/atau

c. Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri.

Dalam hubungannya dengan kewajiban pelaporan perusahaan efek kepada

PPATK, hal yang dilaporkan pada dasarnya adalah : a) mengetahui latar belakang,

keadaan keuangan, dan tujuan investasi nasabahnya; dan b) membuat dan menyimpan

catatan dengan baik mengenai pesanan, transaksi dan kondisi keuangannya.66 Selain

itu, terhadap Perusahaan Efek, Pengelola Reksa Dana, dan Bank Kustodian, Wali

Amanat, dan Lembaga Penyelesaian dan Penyimpanan, berdasarkan ketentuan

Peraturan BAPEPAM No. V.D.10, kewajiban untuk menyampaikan laporan tersebut

lebih difokuskan terhadap transaksi yang mencurigakan. Adapun contoh-contoh

transaksi keuangan yang mencurigakan dalam pasar modal diantaranya67 :

1. Transfer dana tanpa disertai informasi yang jelas mengenai identitas pengirim

atau penyetor dana tersebut;

65
Pasal 23 ayat (1), Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Op.cit.
66
Pasal 36, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Op.cit.
67
Robinson Simbolon, “Mewaspadai Pencucian Uang Melalui Pasar Modal, dalam Jurnal
Hukum Bisnis, Vol. 22, No. 3, (Jakarta : Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2003), hal. 55.
46

2. Transfer dana, terutama dari luar negeri, untuk tujuan investasi tetapi jumlah

investasinya relatif lebih kecil dibandingkan dengan jumlah dana yang

ditransfer tersebut;

3. Keputusan investasi yang tidak memperhatikan pertimbangan ekonomis

(misalnya menyimpan dana yang besar dalam rekening pasar uang);

4. Nasabah yang mempunyai beberapa rekening atau yang mempunyai rekening

atas nama pihak lain yang tidak mempunyai hubungan bisnis atau alasan yang

tepat lainnya dengan nasabah;

5. Adanya aliran dana yang masuk ke dalam rekening nasabah yang jumlahnya

jauh lebih besar dibandingkan dengan pendapatan atau sumber penghasilan

nasabah;

6. Nasabah yang memperlihatkan kehati-hatian yang berlebihan terutama

terhadap kerahasiaan identitas atau kegiatan usahanya, atau nasabah yang

menunda-nunda untuk memberikan informasi dan dokumen pendukung

mengenai identitasnya;

7. Nasabah yang tidak memperhitungkan resiko dalam berinvestasi termasuk

biaya-biaya yang timbul dalam berinvestasi;

8. Nasabah yang berasal dari atau yang mempunyai rekening di Negara yang

dikenal sebagai tempat pencucian uang atas Negara yang kerahasiaan banknya

sangat ketat;

9. Adanya transfer dana ke dalam suatu rekening yang sangat tinggi secara tiba-

tiba padahal sebelumnya rekening tersebut tergolong tidak aktif;


47

10. Pembayaran transaksi melalui uang tunai, transfer dari rekening atas nama

pihak lain, cek atas nama pihak lain, atau bentuk pembayaran lain yang

sejenis dalam jumlah yang besar; dan

11. Adanya frekuensi transaksi pada rekening nasabah yang sangat tinggi tetapi

frekuensi transaksi efeknya sangat sedikit.

B. Tindak Pidana Pencucian Uang yang berasal dari luar (Eksternal) Pasar
Modal

Tindak pidana yang berasal dari luar (eksternal) pasar modal dapat dilihat

pada Pasal 2, Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang, yang menyatakan bahwa68 :

(1) “Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana:
a. Korupsi;
b. Penyuapan;
c. Narkotika;
d. Psikotropika;
e. Penyelundupan tenaga kerja;
f. Penyelundupan imigran;
g. Di bidang perbankan;
h. Di bidang pasar modal;
i. Di bidang perasuransian;
j. Kepabeanan;
k. Cukai;
l. Perdagangan orang;
m. Perdagangan senjata gelap;
n. Terorisme;
o. Penculikan;
p. Pencurian;
q. Penggelapan;
r. Penipuan;
s. Pemalsuan uang;
t. Perjudian;

68
Pasal 2, Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang, Op.cit.
48

u. Prostitusi;
v. Di bidang perpajakan;
w. Di bidang kehutanan;
x. Di bidang lingkungan hidup;
y. Di bidang kelautan dan perikanan; atau
z. Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat)
tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana
menurut hukum Indonesia.
(2) Harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau
digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme,
organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n”.

Pembagian tindak pidana pasar modal ke internal dan eksternal adalah untuk

memudahkan pemahaman mengenai kejahatan asal dari pencucian uang dilakukan.

Untuk lebih lanjut akan dibahas mengenai contoh kasus pencucian uang. Kasus yang

diangkat dalam penulisan riset penelitian ini adalah Kasus L/C Fiktif Bank BNI’46.

C. Kasus L/C Fiktif BNI’46

Kasus pembobolan Bank BNI menjadi isu yang mengejutkan masyarakat

Indonesia di akhir tahun 2003, dimana Bank BNI mengalami kerugian sebesar Rp.1,7

triliun yang diduga terjadi karena adanya transaksi ekspor fiktif melalui surat Letter

of Credit (disingkat L/C). 69 Kasus ini menjadi fenomenal karena selain merugikan

keuangan Bank BNI tetapi juga berimbas pada keuangan negara secara makro. Awal

terbongkarnya kasus, pada saat BNI melakukan audit internal pada bulan Agustus

69
Letter of Credit (disingkat L/C) adalah suatu pernyataan tertulis dari bank atas permintaan
nasabah untuk menyediakan dan menyelesaikan suatu jumlah kewajiban tertentu bagi kepentingan
pihak ketiga (beneficiary), dengan syarat-syarat yang ditentukan. Pada umumnya L/C digunakan untuk
membiayai penjualan barang jarak jauh antara eksportir dan importir. Lihat Black’s Law Dictionary,
http://www.blackslawdictionary.com/Home/Default.aspx., diakses pada 20 Maret 2011.
49

2003. Dari audit itu diketahui bahwa ada posisi euro yang tinggi, senilai 52 juta euro.

Pergerakan posisi euro dalam jumlah besar mencurigakan karena peredaran euro di

Indonesia terbatas dan kinerja euro yang sedang baik pada saat itu.70

Dari audit akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang besar dan negara

bakal rugi lebih dari satu triliun rupiah. Penjelasan mengenai L/C fiktif BNI 46

adalah sebagai berikut 71 :

1. Waktu kejadian : Juli 2002 s/d Agustus 2003;

2. Opening Bank72 : RosBank Switzerland, Dubai Bank Kenya

Ltd., The Wall Street Banking Corp., dan

Middle East Bank Ltd.;

3. Total nilai L/C : US$. 166,79 juta dan €. 56,77 juta atau

sekitar Rp. 1,7 triliun;

4. Beneficiary/Penerima L/C73 : 11 Perusahaan di bawah Gramarindo Group

dan 2 Perusahaan di bawah Petindo Group;

5. Objek Ekspor : Pasir Kuarsa dan Minyak Residu;

6. Tujuan Eskpor : Congo dan Kenya;

7. Skim : Usance L/C.74

70
“Indikasi Kejahatan yang dilakukan oleh Kreditur/Bank kepada Debitur/Nasabah”,
http://korup5170.files.wordpress.com/2008/05/money-laundering.pdf., diakses pada 19 Maret 2011.
71
Ibid.
72
Opening Bank atau Issuing Bank atau Bank Penerbit adalah bank yang diminta oleh yang
mengajukan permohonan/applicant untuk menerbitkan L/C. Dalam Black’s Law Dictionary, Op.cit.
73
Beneficiary atau Penerima adalah pihak yang menerima L/C dan biasanya juga adalah
eksportir. Dalam Ibid.
74
Usance L/C adalah L/C yang mensyaratkan pembayaran atas unjuk, dimana kewajiban
bank untuk melakukan pembayaran adalah pada saat dokumen-dokumen diajukan kepadanya. Dalam
Ibid.
50

Adapun kronologis kejadian L/C BNI 46 tersebut, adalah sebagai berikut 75 :

1. Bank BNI Cabang Kemayoran Baru menerima 156 buah L/C dengan Issuing

Bank : RosBank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd., The Wall Street

Banking Corp, dan Middle East Bank Ltd. Oleh karena BNI belum

mempunyai hubungan koresponden langsung dengan bank yang tersebut di

atas, mereka memakai bank mediator yaitu American Express bank dan

Standard Chartered Bank;

2. Beneficiary mengajukan permohonan diskonto wesel ekspor berjangka (kredit

ekspor) atas L/C-L/C tersebut di atas BNI dan disetujui oleh pihak BNI.

Gramarindo Group menerima Rp. 1,6 triliun dan Petindo Group menerima Rp.

105 miliar;

3. Setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo, Opening Bank tidak bisa

membayar kepada BNI dan nasabahpun tidak bisa mengembalikan hasil

ekspor yang sudah dicairkan sebelumnya;

4. Setelah diusut pihak Kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak

pernah ada terjadi;

5. Gramarindo Group telah mengembalikan Rp. 542 miliar, sisanya (Rp. 1,2

triliun) merupakan potensi kerugian BNI.

Dalam menanggapi kasus ini manajemen Bank BNI mengatakan bahwa tidak

ada ekspor fiktif dan belum ada kerugian, tetapi yang ada hanya potensi kerugian

75
“Indikasi Kejahatan yang dilakukan oleh Kreditur/Bank kepada Debitur/Nasabah”, Op.cit.
51

(potential losses). Minimnya informasi mengenai sistem pembayaran perdagangan

internasional melalui Letter of Credit (L/C) menimbulkan semakin banyaknya

kerugian-kerugian yang akan ditimbulkan di kemudian hari. 76

1. Pelanggaran dan Penyimpangan yang Terjadi

Adapun beberapa pelanggaran atau penyimpangan yang terjadi pada kasus

yang sudah dipaparkan di atas, antara lain 77 :

1. Pelanggaran terhadap Peraturan Bank Indonesia dan peraturan perundang-

undangan lainnya;

Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan bank

(prudential banking practice) Bank Indonesia telah membuat ketentuan Batas

Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yaitu 20 % dari modal disetor bank. Modal

disetor BNI per 31 Desember 2003 adalah sebesar Rp 7.042 milyar, sehingga dengan

demikian BMPK untuk kelompok Gramarindo dan Petindo adalah Rp 1,4 trilyun

(20% modal disetor). Nilai L/C yang diberikan kepada Gramarindo transaksi sebesar

Rp. 1,7 triliun jelas merupakan pelanggaran karena pada dasarnya dapat digolongkan

dalam fasilitas pemberian kredit, terutama ketika fasilitas negosiasi tersebut efektif

menjadi kredit karena tidak bisa dibayar oleh Issuing Bank. Diduga telah terjadi

tindak pidana pemalsuan terhadap L/C dan dokumen ekspor (B/L), karena dari

informasi yang ada, ternyata tidak pernah terjadi realisasi ekspor dan pengapalan

barang ke Kenya dan Kongo.

76
Ibid.
77
Ibid.
52

Di samping itu, berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

telah diputuskan terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Korupsi dan Undang-Undang No. 15 Tahun 2002

Pasal 6 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (pada saat kasus diperiksa di

pengadilan masih menggunakan Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang).

2. Pelanggaran terhadap aturan internal Bank;

Semua bank, tidak terkecuali Bank BNI pasti sudah mempunyai aturan baku

dalam menangani transaksi L/C, sehingga apabila semua aturan yang ada

dilaksanakan niscaya kasus seperti Bank BNI tidak akan terjadi. Untuk lebih

memberikan gambaran yang rinci, akan dianalisa kemungkinan pelanggaran pada

setiap tahapan pemrosesan L/C sebagai berikut :

a. Pada saat meneruskan L/C;

Dari nama-nama Issuing Bank sebagaimana disebutkan, tidak terdapat dalam

daftar nama-nama bank yang ada di Bankers Almanac atau setidak-tidaknya tidak

cukup terkenal, untuk tidak mengatakan bahwa nama-nama bank itu hanya fiktif.

Dalam praktek perbankan pada umumnya, kalau Issuing Bank tersebut bukan

korespnden, tentunya pada saat L/C diterima mestinya tidak bisa diproses, karena

tidak bisa dilakukan otentikasi atas kebenaran dan keabsahan L/C dimaksud, terlebih

lagi kalau ternyata L/C itu diterbitkan oleh bank fiktif, jelas bank tidak boleh

melakukan proses selanjutnya.


53

Dalam UCP 50078 Pasal 7 disebutkan bahwa dalam hal advising bank79

memutuskan untuk meneruskan L/C maka harus mengambil langkah-langkah yang

benar dalam memeriksa keabsahan L/C yang diteruskannya dan apabila bank tersebut

memutuskan tidak meneruskan, maka ia harus memberitahukan kepada Issuing

Bank. Pasal 7 lebih lanjut mengatur bahwa apabila tidak bisa memastikan keabsahan

L/C, Advising Bank pada kesempatan pertama harus memberitahukan kepada Issuing

Bank dan apabila Advising Bank memilih untuk meneruskan L/C tersebut, maka ia

harus memberitahukan kepada Beneficiary bahwa ia tidak dapat memastikan

keabsahan L/C tersebut. Ada beberapa kemungkinan atas lolosnya L/C dari bank-

bank tersebut, yaitu :

1) L/C tersebut memang benar-benar asli dan otentik, dalam arti nama bank

memang ada dan Bank BNI dapat melakukan otentikasi atas keabsahan L/C

dimaksud.

2) L/C tersebut asli tapi palsu, dalam artian bukan diterbitkan oleh bank-bank

tersebut,tapi dibuat seolah-olah diterbitkan oleh bank-bank tersebut dan dengan

bantuan oknum-oknum yang ada di Bank BNI dapat diotentikasi dengan

menggunakan sandi otentikasi dari bank-bank tersebut dengan cara-cara illegal.

3) L/C memang tidak diotentikasi sama sekali oleh Bank BNI

4) Satu hal yang juga sudah menjadi praktek standart yang dilakukan oleh bank-

78
UCP 500 adalah peraturan internasional mengenai perdagangan antar negara dengan
menggunakan L/C. Kepanjangannya adalah Uniform Customs and Practice for Documentary Credits.
Dikeluarkan oleh ICC (International Chamber of Commerce) di Paris, Perancis. 500 adalah nomor seri
keluarannya. Dalam Black’s Law Dictionary, Op.cit.
79
Advising Bank atau Bank Penerus adalah bank koresponden dari Issuing Bank yang diminta
untuk meneruskan L/C kepada eksportir. Dalam Ibid.
54

bank diseluruh dunia dan itu mungkin tidak dilakukan dalam kasus Bank BNI,

adalah bahwa untuk nilai transaksi yang cukup besar biasanya dimintakan

klarifikasi ulang kepada Issuing Bank untuk memastikan keabsahan dari L/C.

b. Pada saat proses negosiasi (Diskonto Usance L/C);

Sebelum melakukan negosiasi, bank biasanya melakukan rating terhadap

resiko bank korespondennya dan kemudian dibuatkan commercial line. Ada atau

tidaknya commercial line, dijadikan dasar pertimbangan untuk menegosiasi atau

tidak. Artinya bahwa jika tidak ada commercial line, maka Bank dapat memutuskan

untuk menolak negosiasi. Pada saat dokumen ekspor diajukan kepada bank, maka

bank akan memeriksa untuk meyakini bahwa semua syarat dan kondisi L/C telah

terpenuhi. Dalam memeriksa dokumen bank tidak bertanggung jawab terhadap

kebenaran isi dokumen, sebagaimana diatur dalam UCP Pasal 4 : “dalam pelaksanaan

L/C, bank hanya berurusan dengan dokumen-dokumen dan bukan dengan barang-

barang, jasa-jasa dan atau pelaksanaan lainnya yang berkaitan dengan dokumen yang

bersangkutan”.

Meskipun UCP Pasal 4 mengatur demikian, bukan berarti bank tidak berhak

mengecek apakah memang barang telah benar-benar dimuat di atas kapal, sehingga

bisa diterbitkannya Bill of Lading.80 Dalam kasus BNI, seharusnya karena nilai

dokumennya sangat besar, maka bank harus meyakini bahwa barang memang benar-

benar telah dimuat diatas kapal dengan mengklarifikasi kepada perusahaan pelayaran

80
Bill of Lading adalah surat yang dikeluarkan maskapai pelayaran yang menerangkan bahwa
ia telah menerima barang dari pengirim untuk diangkut sampai ke pelabuhan tujuan dan diserahkan
kepada penerima; surat muatan mempunyai tiga fungsi yaitu sebagai perjanjian pengangkutan, tanda
bukti penerimaan barang, dan tanda bukti pemilikan barang. Dalam Ibid.
55

atau dengan memeriksa secara langsung di pelabuhan muat. Setelah dokumen

diperiksa lengkap dan sesuai dengan L/C, maka dalam kasus Bank BNI dimana L/C

mensyaratkan pembayaran berjangka, maka tahap selanjutnya adalah memintakan

akseptasi kepada Issuing Bank dan apabila sudah ada akseptasi maka baru bisa

dilaksanakan negosiasi.

c. Penanganan Pasca Negosiasi (Diskonto Usance L/C);

Permasalahan di Bank BNI adalah bahwa setelah jatuh tempo, ternyata pihak

Issuing Bank wanprestasi atau tidak bisa membayar tagihan wesel ekspor

Usance. Sudah menjadi praktek umum di dunia perbankan, apabila terdapat tagihan

wesel yang tidak dibayar oleh Issuing Bank, maka Negotiating Bank harus

mengusahakan agar outstanding tagihan tersebut segera dibayar dan agar tidak terjadi

akumulasi tagihan wesel yang tidak terbayar, maka bank seharusnya untuk sementara

berhenti memberikan fasilitas negosiasi sampai semua tagihan weselnya dilunasi oleh

Issuing Bank. Disamping itu pada saat memberikan fasilitas negosiasi, bank biasanya

mensyaratkan kepada beneficiary untuk menyerahkan semacam surat jaminan yang

dimana jika ternyata wesel ekspornya tidak dibayar oleh bank di luar negeri,

negotiating bank dapat menarik kembali dari beneficiary atau sering disebut dengan

hak regres.

Hak regres adalah hak yang dimiliki oleh Negotiating Bank atas L/C yang

tidak dikonfirmasi, untuk L/C yang dikonfirmasi Negotiating Bank tidak mempunyai

hak regres (Pasal 9.IV UCP 500). Jadi dalam praktek, sebelum melakukan negosiasi

bank akan meminta terlebih dahulu surat jaminan yang nantinya akan digunakan oleh

Negotiating Bank untuk mengeksekusi hak regresnya. Bank juga harus meyakini
56

bahwa pada saat hak regres itu akan dieksekusi, maka rekening nasabah masih

tersedia cukup dana.

Dari penjelasan-penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan telah terjadi

pelanggaran prosedur dalam menangani transaksi L/C tersebut di atas sejak dari tahap

awal penerusan L/C sampai dengan L/C itu kemudian direalisir dan terjadi negosiasi.

Pelanggaran tersebut kemudian berlanjut hingga saat fasilitas negosiasi menjadi

bermasalah karena tidak dibayar oleh Issuing Bank, dimana kemungkinan Bank BNI

kurang cepat dalam melakukan tindakan-tindakan pengamanan atas fasilitas yang

telah diberikan kepada nasabahnya.

3. Pelanggaran terhadap UCP 500;

Dalam kasus Bank BNI, pihak yang wanprestasi adalah Issuing Bank. Dengan

asumsi bahwa nama-nama bank yang disebutkan sebelumnya adalah benar, maka

Issuing Bank dimaksud telah melanggar Pasal 9.A.III, UCP 500 yang antara lain

berbunyi :

“Suatu irrevocable L/C merupakan jaminan yang pasti dari Issuing Bank
asalkan dokumen-dokumen yang diminta diserahkan kepada Bank yang
ditunjuk Negotiating Bank dan sesuai dengan syarat dan kondisi L/C, untuk :
a. Apabila L/C mensyaratkan pembayaran atas unjuk (sight) – untuk
membayar atas unjuk;
b. Apabila L/C mensyaratkan pembayaran kemudian (defferred
payment) – untuk membayar pada tanggal jatuh tempo yang ditentukan
sesuai dengan yang disyaratkan L/C tersebut;
c. Apabila L/C mensyaratkan akseptasi :
1) Oleh Issuing Bank – untuk mengaksep wesel yang ditarik oleh
beneficiary pada Issuing Bank dan membayarnya pada saat jatuh
tempo
2) Oleh bank tertarik lainnya untuk menerima dan membayar pada
saat jatuh tempo wesel yang ditarik oleh beneficiary pada Issuing
Bank dalam hal bank tertarik yang ditunjuk dalam L/C tidak
mengaksep wesel yang ditarik atas bank tersebut, atau membayar
wesel yang telah diaksep tetapi tidak dibayar oleh bank tertarik
57

tersebut pada saat jatuh tempo”.

4. Penyimpangan terhadap kebiasaan dan Best Practice di Dunia Perbankan;

Berdasarkan penjelasan pada bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan

telah terjadi penyimpangan terhadap Kebiasaan dan Best Practice di dunia perbankan

sebagai berikut :

a. Tidak dilakukan assessment resiko terhadap Issuing Bank (Commercial Line);

b. Tidak dimintakan konfirmasi dari First Class International Bank, padahal

untuk yang L/C berasal dari high risk country dan nilainya sangat besar

lazimnya dikonfirmasi;

c. Tidak dilakukan assessment terhadap nasabah penerima fasilitas (Gramarindo

& Petindo), dengan analisa 5C (Character, Capability, Capital, Collateral &

Condition) dan Trade Line;

d. Tidak ada pemisahan fungsi manajemen risiko dan fungsi marketing karena

semua keputusan dilakukan oleh satu pejabat yakni Kepala Cabang atau

pejabat lain yang ditunjuk Kepala Cabang, tanpa adanya review dari sisi Risk

Manajemen.

5. Pelanggaran terhadap Etika;

Pegawai Bank BNI Kebayoran Baru lainnya tidak melaporkan adanya indikasi

pelanggaran prosedur diskonto L/C kepada unit yang berwenang, sehingga potensi

kerugian Bank BNI menjadi semakin besar.

6. Vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan;

Sehubungan dengan persidangan kasus L/C fiktif Bank BNI, Pengadilan

Negeri Jakarta Selatan telah menjatuhkan vonis sebagai berikut :


58

Vonis terhadap pelaku internal BNI :


No. Nama Jabatan Vonis PN
1. Edi Santoso Kabid Pelayanan LN BNI Penjara Seumur Hidup
Cab. Kebayoran Baru
2. Kusadiyuwoon Kepala Cab. BNI Kebayoran 16 Tahun Penjara
Baru

Vonis terhadap pelaku nasabah BNI :


No. Nama Jabatan Vonis PN
1. Olah Abdullah Agam Direktur PT. Gramarindo 15 Tahun penjara
Legal Indonesia dikurangi masa tahanan;
Denda Rp. 300 Juta.
2. Aprilla Widharta Direktur Pan Kifros 15 Tahun Penjara
dikurangi masa tahanan;
Denda Rp. 200 juta
3. Adrian P. Lumowa Direktur Magnetique Esa 15 Tahun Penjara
Indonesia dikurangi masa tahanan;
Denda Rp. 400 juta.
4. Titik Pristiwanti Direktur Binekatama Pasific 8 Tahun Penjara;
Denda Rp. 300 juta.
5. Richard Kuontul Direktur Netrantara 10 Tahun Penjara;
Denda Rp. 150 juta.

PASAL YANG DILANGGAR :


PRIMAIR :
- Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang No. 20 tahun 2001

tentang perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1)

ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

SUBSIDAIR :
- Pasal 3 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 25 tahun 2003 tentang perubahan

atas Undang-Undang No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

jo. Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.

LEBIH SUBSIDAIR :
- Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 25 tahun 2003 tentang Perubahan atas

Undang-Undang No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo.

Pasal 64 ayat (1) KUHP.


59

Penjatuhan sanksi pidana kepada para pelaku baik internal maupun eksternal

pada kasus L/C Fiktif Bank BNI’46 ini adalah terlalu ringan karena dana yang

diambil lebih besar dari yang dijatuhi hukuman. Hal tersebut jelas tidak membuat jera

para pelaku kejahatan. Seharusnya para pelaku kejahatan tersebut dimiskinkan atau

disita seluruh harta bendanya baik atas namanya maupun atas nama anak, saudara dan

3 (tiga) garis keturunan ke bawah. Jika sudah dimiskinkan maka pelaku tidak dapat

berbuat apa-apa lagi untuk naik banding ataupun ingin mengajukan upaya hukum

lainnya. Sehingga kasus tersebut selesai sampai disitu.

2. Analisis Hukum L/C Fiktif Bank BNI’46

Dalam Kasus seperti yang dijelaskan pada sub bab sebelumnya, ada beberapa

indikasi yang dilakukan oleh pihak kreditur bersama dengan para penegak hukum,

yaitu81 :

1. Melaporkan tindak pidana kepada Aparat Kepolisian. Contoh kasus tersebut,

kreditur melakukan penyuapan kepada pihak kepolisian, kejaksaan, dan

pengadilan agar kasus tersebut dapat dipidanakan, sehingga menyeret

beberapa aparat kepolisian masuk penjara karena terlibat penyuapan. Pihak

kejaksaan dan pengadilan belum ditemukan adanya kasus penyuapan karena

terjadi kesepakatan-kesepakatan untuk saling menyelamatkan institusi;

2. Walaupun telah dilaporkan kepada pihak kepolisian, bahwa telah terjadi

tindak pidana, tetapi beberapa Asset yang telah diserahkan karena Debitur

melaksanakan Akte Pengakuan Hutang, dijual sendiri oleh kreditur dengan

81
“Indikasi Kejahatan yang dilakukan oleh Kreditu/Bank kepada Debitur/Nasabah”, Op.cit.
60

alasan melakukan recovery bank atau melakukan negosiasi sendiri apabila

yang dijaminkan oleh debitur adalah Tagihan Piutang pada Pihak ke-III;

3. Polisi seharusnya menyita Asset dari Debitur, karena telah dibuktikan

melakukan tindak pidana, tidak segera menyita, sebaliknya bersama kreditur

ikut melakukan penjualan Asset tersebut tanpa melibatkan Debitur, sehingga

Debitur tidak tahu dengan sebenar-benarnya berapa yang telah dijual dan yang

telah disetorkan kepada pihak Kreditur, contoh kasus L/C BNI tersebut, aparat

polisi bersama-sama dengan kreditur menjual Assets milik Debitur, dengan

hasil penjualan adalah Rp. 5,3 miliar, disetorkan kepada Kreditur hanya Rp. 1

miliar, sisanya hilang begitu saja;

4. Terjadi tarik menarik dan saling menyalahkan, antara pihak kepolisian yang

seharusnya berhak menyita, karena telah dilaporkan adanya tindak pidana,

tetapi Kreditur tidak menyerahkan kepada aparat polisi karena mengharapkan

melakukan recovery sendiri;

5. Kreditur sangat melindungi institusinya dengan mengorbankan pejabat

rendahan. Bahwa pejabat tersebut yang telah bersama-sama dengan debitur

melakukan tindak pidana padahal sistem pada BNI 46 tersebut sangatlah tidak

mungkin apabila pejabat sampai tingkat pusat tidak mengetahui, karena semua

transaksi sangat berpengaruh pada perdagangan Valuta Asing (Valas) yang

bersifat harian dan menggunakan sistem online;

6. Kreditur selalu memberikan biaya operasi kepada setiap tindakan para aparat

hukum, membelikan laptop, handphone, meubelair, uang saku, dan uang

operasional perjalanan untuk melakukan sita administrasi dan biaya-biaya


61

lainnya agar tindak pidana tersebut tidak melebar dan mengarah kepada tindak

pidana yang dilakukan oleh Kreditur, cukup para Debitur dan pegawai

rendahan Kreditur yang dikorbankan;

7. Kreditur rela mengeluarkan uang untuk mengatur media massa, cetak dan

elektronik dalam bentuk pemasangan iklan, sehingga semua pemberitaan

menjadi tidak seimbang, semua pemberitaan menyudutkan debitor hanya

untuk membentuk opini masyarakat;

8. Secara aktif melakukan pendekatan kepada institusi penegak hukum, melewati

pengacaranya dan memberikan informasi kepada penegak hukum baik tertulis

ataupun lisan yang menguntungkan Debitur;

9. Ada kecenderungan penegak hukum (polisi, jaksa, hakim) yang menangani

kasus tersebut tidak begitu paham/pandai melihat kasus yang sebenarnya,

penegak hukum dan Kreditur telah melakukan kolaborasi untuk memidanakan

Debitur dengan alasan telah terjadi Tindak Pidana Korupsi, karena kalau

dikenakan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, penegak hukum

yakin Debitur akan bebas karena alasan pembuktiannya akan lemah sekali dan

mudah dibantahkan oleh Debitur;

10. Ada kecenderungan Kreditur mempengaruhi proses persidangan, bahkan

daftar penyitaan asset yang dilakukan oleh hakim, bukan dari alat-alat bukti

yang diajukan dalam persidangan yang terlebih dahulu telah disita oleh polisi

tetapi daftar asset yang diajukan oleh Kreditur pada saat menjadi saksi dalam

persidangan, dimana daftar asset-asset tersebut harus diteliti lebih dahulu


62

kepemilikannya bahkan kepemilikan pihak ketiga yang tidak terkait kasus

tersebut ikut disita;

11. Ada perlakuan pidana yang tidak sama terhadap para Debitur, walaupun peran

dan pasal yang divoniskan sama, Debitur A divonis ringan, tanpa penyitaan,

Debitur B divonis berat, tanpa penyitaan, Debitur C divonis berat dan tetap

dilakukan penyitaan, dan penghitungan uang pengganti untuk menutu

pkerugian negara, tanpa menggunakan tolok ukur yang benar;

12. Penyitaan asset yang dilakukan, hanya Sita Administrasi karena ada unsur

kesengajaan yang dilakukan Penegak Hukum dan Kreditur untuk tidak segera

melakukan Sita Eksekusi terhadap asset debitur, sehingga asset potensial yang

seharusnya dapat menutup kerugian negara, menjadi terlantar dan terjadi

penurunan nilai ekonomis yang cukup signifikan;

13. Kreditur melakukan window dressing selama lebih dari satu tahun terhadap

neraca keuangannya, karena ada maksud tersembunyi dari pemidanaan para

Debitur yaitu menutupi kejadian Debitur lainnya yang lebih besar, agar

Kreditur tidak ketahuan dan Debitur yang dilindungi dapat mempunyai waktu

untuk melakukan penyelesaian kreditnya.

Dari seluruh poin-poin di atas yang terkait dengan pencucian uang dalam

kasus L/C Fiktif BNI 46 dibuktikan dengan hasil pencucian uang kasus BNI masuk
63

ke pasar modal. 82 Menurut keterangan Ketua BAPEPAM, Herwidayatmo, sebagai

berikut :

”Terdapat aliran dana ke pasar modal yang diduga merupakan hasil tindak
pidana pencucian uang (money laundering). Jumlahnya sekitar Rp. 11,4
miliar. Berdasarkan laporan dari PPATK aliran dana diduga merupakan
bagian dari hasil tindak pidana manipulasi kredit ekspor BNI. Sebagian
dimasukkan ke reksadana, sebagian lagi ke pasar saham, dan sisanya
dibelikan obligasi korporasi.

BAPEPAM-LK sudah mengirim tim ke PPATK untuk mengkaji bahan-bahan


dan temuan yang ada untuk ditindaklanjuti. Saat ini sudah ada empat
perusahaan yang terindikasi menerima dana tersebut. Perusahaan tersebut
harus diperksa apabila diketahui ada transaksi yang mencurigakan, maka
berdasarkan peraturan yang ada perusahaan-perusahaan tersebut harus
dilaporkan ke PPATK dan BAPEPAM-LK.

Berdasarkan Peraturan BAPEPAM No. 5/D/10, perusahaan diwajibkan untuk


menerapkan prinsip mengenal nasabah atau Know Your Customer (KYC).
Kebanyakan perusahaan-perusahaan tersebut tidak mengetahui bahwa duit
yang digunakan untuk membeli surat-surat berharta tersebut adalah uang
haram. Sewaktu mengambil uangnya di bank tidak ada masalah karena
kasusnya baru terbongkar beberapa waktu kemudian”.

Sebelumnya berkas laporan telah terjadi pencucian uang di pasar modal sudah

diserahkan kepada BAPEPAM-LK oleh PPATK. Hal ini diungkapkan oleh Ketua

PPATK, Yunus Husein, sebagai berikut 83 :

”Yunus Husein mengakui adanya empat perusahaan sekuritas yang menjadi


sarana pencucian uang (money laundering) dana hasil pembobolan BNI.
Tetapi kemungkinan besar perusahaan tersebut tidak mengetahuinya.

Sebagian dana hasil pembobolan BNI ternyata disalurkan ke pasar modal.


Dana sebesar Rp. 11,4 miliar tersebut digunakan untuk membeli satu obligasi,
dua saham, dan satu reksadana. Hal ini terungkap berkat laporan dari bank
yang digunakan untuk menyalurkan dana tersebut. Jadi, bank tidak salah.
82
Ahmad Ihsan, “Hasil Pencucian Uang Kasus BNI Masuk Pasar Modal”, Kamis, 19 Februari
2004, http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2004/02/19/brk,20040219-28,id.html., diakses pada 19
Maret 2011.
83
Ahmad Ihsan, “PPATK : Empat Perusahaan Sekuritas Terlibat Pencucian Uang”,
http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2004/02/19/brk,20040219-39,id.html., diakses pada 21
Maret 2011.
64

Bank justru yang membantu karena melaporkan adanya transaksi yang


mencurigakan tersebut.

PPATK kemudian menemukan adanya empat perusahaan sekuritas yang


membantu menyalurkan dana tersebut. Selanjutnya, PPATK melayangkan
surat pemberitahuan kepada perusahaan-perusahaan bahwa mereka telah
menjadi sarana tindak pidana pencucian uang. Perusahaan tersebut hanyalah
sebagai sarana, pelaku sebenarnya adalah yang menyuruh untuk membeli dan
sekarang memiliki surat-surat berharga tersebut.

Yunus mengakui keempat perusahaan tersebut bersalah karena tidak


melaporkan dari awal adanya transaksi keuangan yang mencurigakan tersebut.
Barulah setelah dikirimi pemberitahuan oleh PPATK keempatnya melaporkan
konfirmasi adanya empat perusahan sekuritas tersebut. Yunus menduga
kemungkinan besar mereka memang tidak mengetahui bahwa dana yang
disetorkan oleh investornya adalah dana hasil pembobolan BNI. Informasi
yang dikumpulkan PPATK menyatakan bahwa aktivitas pembelian surat
berharga oleh uang haram tersebut dilakukan pada bulan September, Oktober,
dan November 2003.

Menurut Yunus Husein, wajar apabila empat perusahaan sekuritas tersebut


tidak mencurigai dana dan si investor karena pada saat itu kasus BNI belum
terbuka, BI baru menerima laporan dari BNI pada bulan Oktober 2003.
Beberapa bank juga tidak mengetahui adanya uang haram hasil pembobolan
BNI yang disimpannya.

Bagaimana bank bisa curiga karena mereka menggunakan nama badan hukum
lain, nama orang lain yang tidak dikenal untuk menyimpan maupun
mencairkan uang tersebut. Oleh karena itu wajar saja kalau empat perusahaan
sekuritas tersebut tidak menyadari bahwa dana yang diterima adalah uang
haram.

Bank saja awalnya tidak tahu. Baru setelah dikirimi surat pemberitahuan
kemudian menjadi waspada dan berhasil menemukan beberapa rekening yang
mencurigakan. Walaupun demikian pemeriksaan tetap dilakukan mengapa
keempatnya tidak melaporkan adanya transaksi keuangan yang mencurigakan
tersebut. Seluruh berkas laporan sudah diserahkan kepada Bapepam, kini
semuanya tergantung dengan mereka. PPATK juga melaporkan temuan ini
kepada Kepolisian karena dana tersebut merupakan barang bukti kasus BNI”.

Dalam hal pengejaran atau pencarian aliran dana yang masuk ke pasar modal

dapat dilakukan dengan mengikuti arus aliran dana atau arus aliran saham, seperti
65

yang sudah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya. Hal inilah yang dilakukan PPATK

untuk mengejar para pelaku kejahatan pencucian uang. Pengejaran dimaksud harus

didasarkan dengan laporan dari BAPEPAM-LK terlebih dahulu barulah PPATK

dapat bekerja. Ini yang disebut passive responsive dari institusi PPATK. Dalam

pemberian sanksi kepada perusahaan sekuritas tempat terjadinya pencucian uang

kasus BNI ini diserahkan kembali oleh PPATK kepada BAPEPAM-LK karena

pemberian sanksi bukanlah kewenangan PPATK. Ranah hukumnya adalah

BAPEPAM-LK.

Mengenai budaya hukum yang diutarakan dalam teori Sistem Hukum,

Lawrence M. Friedman terkait dengan kasus L/C Fiktif BNI adalah bahwa belum

adanya budaya anti korupsi di dalam masyarakat dan perbedaan pemahaman

masyarakat (nasabah bank) mengenai praktik pencucian uang. Karena masih banyak

masyarakat yang berpendapat bahwa pencucian uang tidak langsung akan merugikan

masyarakat. Substansi dari sistem hukum adalah norma-norma yang tedapat dalam

undang-undang dan putusan pengadilan. Aparatur atau organ dapat diumpamakan

sebagai mesin yang menghasilkan produk hukum tersebut. Selanjutnya, yang

menentukan berjalannya suatu sistem hukum adalah budaya hukum (legal culture)

masyarakat. Budaya hukum masyarakat ditentukan oleh sub-culture. Sub-Culture

tersebut dipengaruhi, antara lain oleh : agama; pendidikan, posisi atau kedudukan;

kepentingan; dan nilai-nilai yang dianut.


66

Secara umum hambatan yang ada dalam tindak pidana pencucian uang dalam

Kasus L/C Fiktif BNI tersebut, yaitu84 :

1. Kelemahan substansi sistem hukum yang antara lain disebabkan oleh :

a. Materi dan sanksi hukum tidak lengkap;

b. Sanksi hukum tidak menimbulkan efek jera;

c. Hukum hanya mementingkan kepastian hukum dan mengabaikan

keadilan;

d. Tidak mengikuti perkembangan zaman.

2. Kelemahan aparatur negara;

a. Ketidakpastian bank-bank dan penyedia jasa keuangan untuk

melaksanakan kewajiban pelaporan;

b. Ketidakmampuan para petugas penyedia jasa keuangan dalam mendeteksi

transaksi dan rekening yang ada, atau yang menimbulkan kecurigaan;

c. Kinerja atau profesionalitas penegak hukum yang tidak memadai dalam

mengungkapkan kejahatan money laundering;

3. Budaya hukum masyarakat belum mendukung anti pencucian uang.

Agar tindak pidana money laundering dapat diberantas maka harus dilakukan

secara sistematis dengan cara melakukan perubahan pada struktur dan pelaku yang

dualitas hubungan keduanya menentukan wajah sistem tersebut. Upaya memerangi

tindak pidana ini harus digerakkan serta didukung sepenuhnya oleh Presiden dan

pejabat yang menduduki posisi-posisi kunci seperti Menteri, Kepala Kepolisian,

84
“Indikasi Kejahatan yang dilakukan oleh Kreditur/Bank kepada Debitur/Nasabah”, Op.cit.
67

Kepala Kejaksaan, Ketua Mahkamah Agung, dan Ketua-ketua Pengadilan dan

tentunya anggota Komisi Pemberantasan Korupsi. Para penegak hukum tersebut

harus mengedepankan supremasi hukum di atas kekuatan dan kepentingan lainnya.85

Selain itu diperlukan peran serta masyarakat untuk melaporkan setiap

transaksi (perbankan) yang mencurigakan serta lembaga-lembaga suatu ”kelompok

pengawas” yang secara konsisten melakukan pengawasan terhadap penguasa dan

jajaran pemerintahannya misalnya lembaga seperti Indonesian Corruption Watch

(ICW) di setiap Kabupaten/Kota untuk mengawasi perilaku penguasa dan pemerintah

daerah tersebut.86

D. Terjadinya Praktek Pencucian Uang di Pasar Modal

Adapun terjadinya praktek pencucian uang di Pasar Modal dilakukan dengan

2 (dua) cara yaitu : integration dan layering. Integration adalah mengembalikan dana

yang telah tampak sah kepada pemiliknya sehingga dapat digunakan dengan aman.

Layering adalah memindahkan atau mengubah bentuk dana melalui transaksi

keuangan yang kompleks dalam rangka mempersulit pelacakan (audit trail) asal usul

dana.87

Pertama, hasil dari tindak pidana selain tindak pidana pasar modal masuk ke

dalam sistem pasar modal (dicuci melalui transaksi yang dilakukan di pasar modal,

misalnya uang hasil korupsi diinvestasikan dengan cara pembelian saham. Kedua,

85
Ibid.
86
Ibid.
87
Yunus Husein, “Rezim Anti Money Laundering : Aspek Hukum dan Perkembangan
Terkini”, Disampaikan dalam Kuliah Umum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 8
Mei 2009, hal. 8.
68

hasil tindak pidana pasar modal dicuci melalui sistem pasar modal juga. Jika yang

terjadi adalah keadaan yang kedua, maka kejahatan dan proses pencucian uang

dilakukan dalam satu medium yang sama yaitu pasar modal.


69

BAB III

KEWENANGAN BAPEPAM-LK TERHADAP PENANGANAN PRAKTEK


MONEY LAUNDERING DI PASAR MODAL

Salah satu kejahatan kerah putih yang sedang naik daun di dunia kejahatan

adalah pencucian uang. Maraknya tindak pidana jenis kerah putih seperti pencucian

uang ini bisa disebabkan oleh sulitnya pendeteksian dini disamping canggihnya

teknologi yang digunakan dalam aplikasi transfer uang melalui sistem perbankan.

Sulitnya upaya pemberantasan tindak pidana pencucian uang terbukti suatu negara

akan dimasukkan dalam daftar negara dan wilayah yang tidak kooperatif dalam

memerangi tindak pidana pencucian uang oleh The Financial Action Task Force

(FATF), sekalipun pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang Money

Laundering. Indonesia pernah masuk ke dalam daftar tersebut pada tahun 2003 tetapi

saat ini sudah keluar dari daftar tersebut. FATF adalah sebuah lembaga internasional

intra pemerintah yang didirikan oleh kelompok G-7 di Prancis, Juli 1989, dengan

tujuan untuk mengembangkan dan mempromosikan kebijakan untuk memerangi

pencucian uang.88

Tentu saja penerbitan peraturan tidaklah cukup tanpa diiringi oleh penegakan

hukum terhadap pelaku kejahatan itu sendiri. Namun, paling tidak pemerintah

Indonesia telah dapat menunjukkan iktikad baik dan secara sungguh-sungguh

berusaha memberantas kejahatan pencucian uang melalui penerapan prinsip

88
Robinson Simbolon, “Mewaspadai Pencucian Uang Melalui Pasar Modal”, (DIKTI :
Journal Hukum Bisnis Vol. 22, No. 23, 2003), hal. 52.
70

pengenalan nasabah pada sektor lembaga keuangan seperti : bank, pasar modal,

asuransi, dan sebagainya.89

Untuk melihat apa saja upaya BAPEPAM-LK dalam hal mengurangi money

laundering akan dibahas pada sub-bab selanjutnya. Selanjutnya, akan dibahas

mengenai peran dan kewenangan BAPEPAM-LK.

A. Kewenangan BAPEPAM-LK di Pasar Modal Untuk Melakukan


Penegakan Hukum

BAPEPAM-LK sebagai lembaga pengatur, pengawas, dan pembina disebut

dengan wewenang. Wewenang disebut dengan peran, maka sub-bab ini membahas

mengenai peran BAPEPAM-LK sebagai Regulator, Pengawas, dan Pembina.

Mengingat pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan dunia usaha dan

sebagai wahana investasi bagi para pemodal, serta memiliki peranan strategis untuk

menunjang pembangunan nasional, kegiatan pasar modal perlu mendapat pengawasan

agar pasar modal dapat berjalan secara teratur, wajar, efisien serta melindungi

kepentingan pemodal dan kelompok. Untuk itu, BAPEPAM-LK diberi kewenangan

dan kewajiban untuk membina, mengatur, dan mengawasi setiap pihak yang

melakukan kegiatan di Pasar Modal. Pengawasan tersebut dilakukan dengan

menempuh upaya-upaya, baik yang bersifat prefentif dalam bentuk aturan, pedoman,

bimbingan, dan arahan maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan,

penyidikan, dan pengenaan sanksi.

Wewenang BAPEPAM-LK tercantum pada Bab II Undang-Undang No. 8

Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang secara garis besarnya mencakup90 :

89
Ibid.
71

Pasal 3, menyebutkan bahwa :

(1) “Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan Pasar


Modal dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal yang selanjutnya
disebut Bapepam.
(2) Bapepam berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri”.

Pasal 4, menyebutkan bahwa :

“Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 3 dilaksanakan oleh Bapepam dengan tujuan untuk mewujudkan
terciptanya kegiatan Pasar Modal yang teratur, wajar, dan efisien serta
melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat”.

Pasal 5, menyebutkan bahwa :

“Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan


Pasal 4, Bapepam berwenang untuk :
a. Memberi :
1) Izin usaha kepada Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan,
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan
Efek, Penasihat Investasi, dan Biro Administrasi Efek;
2) Izin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil
Perantara Pedagang Efek, dan Wakil Manajer Inestasi; dan
3) Persetujuan bagi Bank Kustodian.
b. Mewajibkan pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dan Wali
Amanat;
c. Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan
untuk sementara waktu komisaris dan atau direktur serta menunjuk
manajemen sementara Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan,
serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sampai dengan dipilihnya
komisaris dan atau direktur yang baru;
d. Menetapkan persyaratan dan tata cara Pernyataan Pendaftaran serta
menyatakan, menunda atau membatalkan efektifnya Pernyataan
Pendaftaran;
e. Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Pihak dalam hal
terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap undang-
undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya;
f. Mewajibkan setiap Pihak untuk :
1) Menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang
berhubungan dengan kegiatan di Pasar Modal; atau
2) Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat
yang timbul dari iklan atau promosi dimaksud.

90
Pasal 3-5, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Op.cit.
72

g. Melakukan pemeriksaan terhadap :


1) Setiap Emitten atau Perusahaan Publik yang telah atau diwajibkan
menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam; atau
2) Pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang
perseorangan, persetujuan, atau pendaftaran profesi berdasarkan
undang-undang ini.
h. Menunjuk Pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam rangka
pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud dalam huruf g;
i. Mengumumkan hasil pemeriksaan;
j. Membekukan atau membatalkan pencatatan suatu Efek pada Bursa Efek
atau menghentikan Transaksi Bursa atas Efek tertentu untuk jangka waktu
tertentu guna melindungi kepentingan pemodal;
k. Menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka waktu
tertentu dalam hal keadaan darurat;
l. Memeriksa keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan sanksi
oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, atau Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian serta memberikan keputusan membatalkan
atau menguatkan pengenaan sanksi dimaksud;
m. Menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan, dan
penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan Pasar Modal;
n. Melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian
masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang Pasar
Modal;
o. Memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas undang-
undang ini atau peraturan pelaksanaannya;
p. Menetapkan instrumen lain sebagai Efek selain yang telah ditentukan
dalam Pasal 1 angka 5; dan
q. Melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan undang-undang ini”.

Kewenangan BAPEPAM-LK meliputi kewenangan untuk membuat peraturan,

melakukan pemeriksaan dan penyidikan, menjatuhkan sanksi administratif dan denda.

Secara garis besar, fungsi-fungsi yang dimiliki BAPEPAM-LK adalah fungsi

pembuat peraturan (rule-making), pemeriksaan dan penyidikan, dan penegakan

hukum (law enforcement). Fungsi rule-making bersifat quasi-legislatif karena

BAPEPAM-LK bukanlah badan yang dibentuk negara untuk membuat peraturan

perundang-undangan, tetapi diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk

membuat peraturan khusus di bidang pasar modal. Undang-undang memberikan


73

kewenangan kepada BAPEPAM-LK untuk melakukan penegakan hukum dengan

memberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan, penyidikan sampai

menjatuhkan denda dan sanksi atas setiap pelanggaran dan kejahatan di bidang pasar

modal.

Untuk kejahatan di bidang pasar modal, fungsi penuntutan ada pada lembaga

kejaksaan. Undang-undang juga memberikan kewenangan kepada BAPEPAM-LK

untuk melakukan tindakan hukum represif dengan melakukan tindakan pemeriksaan,

penyidikan, pengenaan sanksi. Fungsi ini disebut dengan fungsi kekuasaan quasi-

judicial. 91 Sehubungan dengan teori-teori tentang pencucian uang di atas, perlu

ditegaskan bahwa dalam hal ini BAPEPAM-LK tidak memiliki kewenangan untuk

melakukan upaya penegakan hukum terhadap perbuatan-perbuatan yang dapat

diidentifikasikan sebagai tindak pidana pencucian uang. BAPEPAM-LK hanya

melakukan kerjasama dengan PPATK dalam melakukan upaya penegakan hukum di

bidang pencucian uang dalam hal ada dugaan terjadinya tindak pidana pencucian

uang di pasar modal.

Pencucian uang melalui Pasar Modal cenderung lebih merupakan tahapan

layering ataupun integration daripada tahapan placement. Namun demikian, hal

tersebut bukan berarti tidak ada transaksi uang tunai di Pasar Modal. Penempatan

uang tunai dalam kegiatan Pasar Modal dimungkinkan pada saat92 :

1. Setoran awal pembukaan rekening nasabah;

2. Kewajiban penyetoran tunai pada saat memenuhi margin call;

91
Ismail Dalla, The Emerging Asian Bond Market, (Washington DC : The World Bank,
1995), hal. 37.
92
M. Tri Agustiyadi, Op.cit.
74

3. Masuknya uang tunai daria Pembeli Siaga dalam proses Right Issue;

4. Transaksi luar bursa.

Adapun proses layering dan atau integration di Pasar Modal dapat dilakukan

melalui93 :

1. Transaksi bursa;

2. Transaksi luar bursa;

3. Penggunaan perusahaan Special Purpose Vehicle dalam transaksi.

Kegiatan-kegiatan tersebut dapat menyamarkan asal-usul dana yang berasal

dari tindak pidana asal dengan adanya perpindahan efek dan atau perpindahan uang

dari satu pelaku ke pelaku yang lain, sehingga akhirnya pelaku dapat menikmati uang

hasil transaksi bursa maupun transaksi luar bursa tersebut seolah-olah merupakan

hasil dari transaksi yang sah.94

Jika BAPEPAM-LK mempunyai wewenang sebagai pengatur, pengawas, dan

pembina maka dalam hal pencucian uang juga BAPEPAM-LK haruslah bertindak

mengatur, mengawasi dan membina setiap orang yang melakukan investasi di Pasar

Modal Indonesia. Hal inilah yang disebut sebagai peran. Untuk mengejar pelaku

pencucian uang di Pasar Modal Indonesia, BAPEPAM-LK menetapkan beberapa

penyidik dari kalangan instansinya sendiri. Cara yang ditempuh untuk menetapkan

penyidik tersebut adalah dengan mengeluarkan Surat Keputusan Kepala BAPEPAM-

93
Ibid.
94
Ibid.
75

LK. Selanjutnya, apabila sudah terbentuk barulah menyelidiki setiap transaksi

keuangan yang mencurigakan.

Menurut Pasal 3 KMK No. 503/KMK.01/1997 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Badan Pengawas Pasar Modal, fungsi BAPEPAM-LK adalah95 :

a. “Penyusun peraturan di bidang Pasar Modal;


b. Pembinaan dan pengawasan terhadap Pihak yang memperoleh izin
usaha, persetujuan, pendaftaran dari Bapepam dan Pihak lain yang
bergerak di Pasar Modal;
c. Menetapkan prinsip-prinsip keterbukaan perusahaan bagi Emitten dan
Perusahaan Publik;
d. Penyelesaian keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan
sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, dan
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian;
e. Penetapan ketentuan akuntansi di bidang Pasar Modal;
f. Pengamanan teknis pelaksanaan tugas pokok Bapepam sesuai dengan
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan
berdasarkan peraturan-perundang-undangan yang berlaku”.

Seharusnya BAPEPAM-LK langsung menindak setiap orang yang sudah

dicurigai oleh PPATK dalam melakukan pencucian uang. Jadi, tidak perlu untuk

menetapkan penyidik. Salah satu caranya adalah dengan membekukan rekening dari

nasabah yang melakukan pencucian uang tersebut agar tidak bisa melakukan

transaksi. Hal ini adalah dengan mencontoh badan pengawas dari negara lain.

Penetapan penyidik yang dilakukan BAPEPAM-LK membutuhkan waktu yang lama

karena terkait dengan birokrasi di Indonesia yang berbelit-belit. Jika langsung

ditindaklanjuti dengan upaya hukum yang dilakukan maka akan tercipta kepastian

hukum bagi pelaku kejahatan pencucian uang di pasar modal Indonesia.

95
Organisasi, http://www.bapepam.go.id/old/profil/organisasi.htm., diakses pada 31 Maret
2011.
76

Apabila BAPEPAM-LK tidak melaporkan bahwa telah terjadi transaksi

keuangan mencurigakan di wilayah kewenangannya maka menurut Undang-Undang

No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian

Uang, Pasal 30 ayat (3) mengatakan bahwa96 :

“Sanksi administratif yang dikenakan oleh PPATK sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) dapat berupa :
a. Peringatan;
b. Teguran tertulis;
c. Pengumuman kepada publik mengenai tindakan atau sanksi; dan/atau
d. Denda administratif”.

BAPEPAM-LK juga menunggu laporan dari Penyedia Jasa Keuangan yang

berada di bawah wewenangnya. Hal inilah yang menjadikan lambatnya penegakan

hukum yang menjamin kepastian hukum di dalam tindak pidana pencucian uang di

pasar modal. Seharusnya setelah BAPEPAM-LK menerima laporan dari setiap

emiten, bank-bank kustodian, maupun perusahaan efek mengenai transaksi keuangan

mencurigakan BAPEPAM-LK harus menyerahkan laporan secepatnya kepada

PPATK agar dapat ditindaklanjuti dan disidangkan di pengadilan. Selanjutnya,

PPATK memberikan berkas perkara kepada penyidik (sesuai dengan KUHAP).

Bertolak dari kasus L/C Fiktif Bank BNI’46 pada bab sebelumnya, PPATK

tidak menerima laporan dari BAPEPAM-LK mengenai Transaksi Keuangan

Mencurigakan. Laporan yang tidak diterima tersebut menyebabkan para pelaku

kejahatan money laundering leluasa untuk melakukan pencucian uang di pasar modal.

Hal ini disebabkan oleh rendahnya kesadaran hukum BAPEPAM-LK sebagai

lembaga pengawas pasar modal dalam hal pelaporan Transaksi Keuangan

96
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, Op.cit.
77

Mencurigakan. Transaksi Keuangan Mencurigakan yang tidak disampaikan

dikarenakan prinsip Know Your Customer tidak jalan. Hal tersebut sudah pasti

mempengaruhi masyarakat dalam hal kepercayaan untuk menginvestasikan dananya

ke pasar modal.

Penyidik disini harus menerapkan azas pembuktian terbalik. Agar dapat

menegakkan hukum dalam hal pencucian uang tersebut. Namun, hal ini sulit

dilakukan karena pihak penyidik masih lemah dalam hal penerapan azas tersebut.

Kesulitan itu dikarenakan azas yang digunakan selama ini untuk kejahatan

konvensional adalah azas praduga tidak bersalah. Dimana setiap orang yang menjadi

tersangka dalam tindak pidana haruslah diduga tidak bersalah untuk menjunjung

tinggi hak azasi manusianya. Namun, hal ini dikecualikan untuk tindak pidana

pencucian uang seperti yang terlihat dalam Pasal 69 Undang-Undang No. 8 Tahun

2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 97

Menurut teori Sistem Hukum (Lawrence M. Friedman), jika undang-undang

sebagai substansinya sudah baik maka selanjutnya harus diikuti dengan lembaga

pengawasnya sebagai struktur dari undang-undang tersebut. Selain kedua hal tersebut,

Lawrence M. Friedman juga menyebutkan mengenai Kultur Hukum dari suatu negara

dalam menanggapi kasus-kasus hukum. Dalam konteks pencucian uang yang

dikaitkan dengan kultur hukum ini maka masalah selanjutnya adalah mengenai azas

hukum yang belaku. Azas hukum tersebut adalah berubahnya pengaturan dari azas

praduga tidak bersalah menjadi azas pembuktian terbalik.

97
Ibid.
78

Dengan perubahan azas yang terjadi, para penegak hukum kesulitan karena

tidak adanya sosialisasi dari setiap lembaga seperti PPATK kepada Kepolisian dan

Kejaksaan. Belum lagi dimentahkan dengan budaya korupsi di suatu negara.

Buktinya dapat dilihat pada kasus L/C Fiktif Bank BNI 46 yang sudah dipaparkan di

atas bahwa para pejabat petinggi bank tersebut sama sekali tidak tersentuh hukum.

Bagaimana hukum di Indonesia ditegakkan jika setiap aspeknya tidak mendukung.

Ditinjau dari segi perundang-undangannya bahwa ada kejanggalan dalam penyidikan

yang dilakukan oleh BAPEPAM-LK terkait dengan pencucian uang di bursa efek.

Kejanggalan tersebut adalah BAPEPAM-LK menetapkan kembali penyidik sebagai

pihak internalnya untuk menyelidiki apakah benar telah terjadi pencucian uang atau

tidak. Seharusnya di dalam peraturan mengenai hal itu harus jelas mengenai siapa

yang menyelidiki, menuntut dan menjatuhkan hukuman.

Dalam hal sudah diketahuinya telah terjadi pencucian uang di pasar modal

oleh penyidik BAPEPAM-LK maka pihak BAPEPAM-LK melayangkan surat

kembali pihak yang terlibat di dalamnya. Hal ini membutuhkan waku yang lama dan

sudah pasti berbelit-belit dengan begitu para pelaku yang melakukan tindak pidana

pencucian uang tersebut waspada dan menarik dananya ke tempat lain. Namun, untuk

mencegah hal itu terjadi Ketua BAPEPAM-LK mengeluarkan Keputusan No. Kep-

476/BL/2009 tentang Prinsip Mengenal Nasabah Oleh Penyedia Jasa Keuangan di

Bidang Pasar Modal. Prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer) adalah

prinsip yang diterapkan Penyedia Jasa Keuangan di bidang Pasar Modal untuk

mengetahui latar belakang dan identitas Nasabah, memantau rekening Efek dan

transaksi Nasabah, serta melaporkan transaksi keuangan mencurigakan, dan transaksi


79

keuangan yang dilakukan secara tunai sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang, termasuk transaksi keuangan yang

terkait dengan Pendanaan Kegiatan Terorisme. 98

Sebagaimana diatur dalam Pasal 100 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995

tentang Pasar Modal, BAPEPAM-LK berwenang untuk melakukan pemeriksaan

terhadap setiap pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran

terhadap Undang-Undang Pasar Modal dan atau peraturan pelaksanaannya.99

1. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar

Modal, penyidik tersebut mempunyai wewenang untuk menerima laporan,

pemberitahuan, dan pengaduan adanya tindak pidana di bidang pasar modal,

meneliti kebenaran laporan, meneliti pihak yang diduga terlibat, memanggil,

memeriksa, meminta keterangan dan barang bukti, memeriksa pembukuan,

catatan dan dokumen, memeriksa tempat yang diduga terdapatnya barang

bukti serta melakukan penyitaan, memblokir rekening pihak yang diduga

terlibat;

2. Melakukan penggeledahan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, untuk kepentingan penyidikan. Penyidik melakukan

penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan

menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang. Lebih lanjut

ditentukan bahwa yang berwenang untuk mengeluarkan Surat Perintah

Penggeledahan di tempat tertentu adalah penyidik dengan tembusan kepada

98
Angka 1 huruf k., Lampiran Keputusan Ketua BAPEPAM dan LK No. Kep-476/BL/2009
tentang Prinsip Mengenal Nasabah oleh Penyedia Jasa Keuangan di Bidang Pasar Modal
99
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op.cit., hal. 276-278.
80

Ketua BAPEPAM-LK dan Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan.

Sebelum melakukan penggeledahan, penyidik BAPEPAM-LK mengajukan

permintaan izin kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakkukan

Pemeriksaan di tempat tertentu.

3. Melakukan pemanggilan terhadap pihak yang diduga mengetahui atau terlibat

dalam pelanggaran terhadapUndang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar

Modal dan atau peraturan pelaksanaannya atau pihak lain apabila dianggap

perlu.

4. Memeriksa catatan, pembukuan, atau dokumen-dokumen pendukung lainnya.

5. Meminjam atau membuat salinan atas dokumen-dokumen sebagaimana

disebut di atas.

6. Melakukan penyitaan terhadap benda bergerak atau tidak bergera, berwujud

atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penuntutan dengan

izin Ketua Pengadilan Negeri setempat. Dalam keadaan mendesak penyitaan

bisa dilakukan tanpa izin dari KetuaPengadilan Negeri setempat. Benda-benda

yang dapat disita dalam hal ini adalah benda-benda yang telah/sedang/akan

dipergunakan oleh pihak mereka baik secara langsung maupun tidak langsung

untuk melakukan tindak pidana di bidang Pasar Modal dan benda lainnya

yang mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan tindak

pidana yang dilkakukan oleh tersangka. Ditentukan dalam KUHAP bahwa

penyidik berwenang untuk memerintahkan kepada orang yang menguasai

benda yang disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan

pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan benda itu harus diberikan surat
81

tanda terima. Ketentuan KUHAP menyatakan bahwa benda sitaan disimpan

dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara dan dilaksanakan dengan

sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang

sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut

dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun.

7. Penyelesaian Perkara. Setelah diadakan pemeriksaan ternyata diperoleh

keyakinan bahwa terdapat pelanggaran atas Undang-Undang No. 8 Tahun

1995 tentang Pasar Modal beserta peraturan pelaksanaannya yang dilakukan

oleh pelaku, maka BAPEPAM-LK dapat mengenakan sanksi administratif

ataupun pidana.

8. Penuntutan. Kewenangan BAPEPAM-LK dalam hal penuntutan terhadap

kasus tindak kejahatan di bidang pasar modal berada di tangan kejaksaan.

BAPEPAM-LK tidak berwenang untuk itu. Tugas BAPEPAM-LK adalah

melakukan pemeriksaan dan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang

pasar modal, setelah semua hasil pemeriksaan dan penyidikan dibuat,

BAPEPAM-LK akan menyerahkan berkas tersebut kepada kejaksaan.

Selanjutnya pihak kejaksaan akan menindaklanjuti hasil kerja BAPEPAM-LK

tersebut, setelah dikaji, kejaksaan akan memberikan keputusan, berkas perkara

dianggap lengkap dan bisa diteruskan untuk melakukan penuntutan atau

berkas perkara dianggap tidak lengkap, tidak jelas, maka kejaksaan akan

mengembalikan berkas tersebut kepada BAPEPAM-LK untuk

disempurnakan. Namun, tampaknya sampai saat ini kerjasama BAPEPAM-

LK dan pihak Kejaksaan harus lebih ditingkatkan agar titik-titik kelemahan


82

dari hasil kerja kedua instansi tersebut bisa diatasi, sehingga penegakan

hukum atas tindak pidana pasar modal bisa dioptimalkan.

BAPEPAM-LK memiliki struktur organisasi. Struktur yang terakhir

diputuskan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 606/KMK.01/2005

tanggal 30 Desember 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Pasar

Modal dan Lembaga Keuangan. Secara ringkas, mencakup100 :

1. ”Ketua BAPEPAM-LK;

2. Sekretaris BAPEPAM-LK, membawahi 5 (lima) bagian yaitu :


a. Bagian Perencanaan dan Organisasi;
b. Bagian Kepegawaian;
c. Bagian Keuangan;
d. Bagian Kerjasama Internasional dan Hubungan Masyarakat;
e. Bagian Umum.

3. Biro Perundang-Undangan dan Bantuan Hukum, membawahi 4 (empat)


bagian yaitu :
a. Bagian Perundang-Undangan;
b. Bagian Penetapan Sanksi;
c. Bagian Bantuan Hukum;
d. Bagian Profesi Hukum.

4. Biro Riset dan Teknologi Informasi, membawahi 5 (lima) bagian yaitu :


a. Bagian Riset Ekonomi;
b. Bagian Riset Pasar Modal;
c. Bagian Riset Asuransi, Dana Pensiun dan Lembaga Keuangan Lain;
d. Bagian Sistem dan Teknologi Informasi;
e. Bagian Pengelolaan Data dan Informasi.

5. Biro Pemeriksaan dan Penyidikan, membawahi 4 (empat) bagian yaitu :


a. Bagian Pemeriksaan dan Penyidikan Pengelolaan Investasi;
b. Bagian Pemeriksaan dan Penyidikan Transaksi dan Lembaga Efek;
c. Bagian Pemeriksaan dan Penyidikan Emiten dan Perusahaan Publik
Sektor Jasa;

100
BAPEPAM-LK, “Struktur Organisasi BAPEPAM-LK”,
http://www.bapepam.go.id/bapepamlk/organisasi/struktur.htm., diakses pada 17 Mei 2011.
83

d. Bagian Pemeriksaan dan Penyidikan Emiten dan Perusahaan Sektor


Riil.

6. Biro Pengelolaan Investasi, membawahi 5 (lima) bagian yaitu :


a. Bagian Pengembangan Kebijakan Investasi;
b. Bagian Pengembangan Produk Investasi;
c. Bagian Bina Manajer Investasi dan Penasihat Investasi;
d. Bagian Pengawasan Pengelolaan Investasi;
e. Bagian Kepatuhan Pengelolaan Investasi.

7. Biro Transaksi dan Lembaga Efek, membawahi 5 (lima) bagian yaitu :


a. Bagian Pengembangan Kebijakan Transaksi dan Lembaga Efek;
b. Bagian Pengawasan Lembaga Efek;
c. Bagian Kepatuhan Lembaga Efek;
d. Bagian Pengawasan Perdagangan;
e. Bagian Wakil Perusahaan Efek.

8. Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Jasa, membawahi 5 (lima) bagian


yaitu :
a. Bagian Penilaian Perusahaan Jasa Keuangan;
b. Bagian Penilaian Perusahaan Jasa Non-Keuangan;
c. Bagian Pemantauan Perusahaan Jasa Keuangan;
d. Bagian Pemantauan Perusahaan Perdagangan dan Perhubungan;
e. Bagian Pemantauan Perusahaan Properti dan Real Estate.

9. Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Riil, membawahi 5 (lima) bagian


yaitu :
a. Bagian Penilaian Perusahaan Pabrikan;
b. Bagian Penilaian Perusahaan Non-Pabrikan;
c. Bagian Pemantauan Perusahaan Aneka Industri;
d. Bagian Pemantauan Perusahaan Industri Dasar, Logam dan Kimia;
e. Bagian Pemantauan Perusahaan Pertambangan dan Agrobisnis.

10. Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan, membawahi 4 (empat) bagian


yaitu :
a. Bagian Standar Akuntansi dan Pemeriksaan;
b. Bagian Akuntan, Penilai, dan Wali Amanat Pasar Modal;
c. Bagian Pengembangan Keterbukaan dan Tata Kelola;
d. Bagian Pengembangan Pasar Modal Syariah.

11. Biro Pembiayaan dan Penjaminan, membawahi 4 (empat) bagian yaitu :


a. Bagian Lembaga Pembiayaan;
b. Bagian Pemeriksaan Lembaga Pembiayaan;
c. Bagian Lembaga Penjaminan;
d. Bagian Pembiayaan Khusus.
84

12. Biro Perasuransian membawahi 5 (lima) bagian yaitu :


a. Bagian Kelembagaan Perasuransian;
b. Bagian Analisis Keuangan Perasuransian;
c. Bagian Analisis Penyelenggaraan Usaha Perasuransian;
d. Bagian Pemeriksaan Perasuransian;
e. Bagian Perasuransian Syariah.

13. Biro Dana Pensiun, membawahi 5 (lima) bagian yaitu :


a. Bagian Kelembagaan Dana Pensiun;
b. Bagian Analisis Penyelenggaraan Program Dana Pensiun;
c. Bagian Pemeriksaan Dana Pensiun;
d. Bagian Pengembangan dan Pelayanan Informasi Dana Pensiun;
e. Bagian Analisis, Evaluasi, dan Pelaporan Pengelolaan Dana Program
Pensiun Pegawai Negeri Sipil.

14. Biro Kepatuhan Internal, membawahi 4 (empat) bagian yaitu :


a. Bagian Kepatuhan I;
b. Bagian Kepatuhan II;
c. Bagian Kepatuhan III;
d. Bagian Kepatuhan IV”.

Biro-biro yang ada pada BAPEPAM-LK lebih banyak dari yang dimiliki oleh

SEC (Amerika Serikat) dan MAS (Singapura). Dengan kata lain, karyawan dan staff

BAPEPAM-LK sebagai lembaga otoritas pasar modal lebih banyak jadi oleh karena

itu pekerjaan yang diemban juga lebih sedikit.

B. Peran dan Fungsi PPATK dalam Mengejar Pelaku Pencucian Uang

Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa dewasa ini,

kejahatan kerah putih (white collar crime) sudah pada taraf melintasi batas-batas

negara. Bentuk kejahatan yang semakin canggih dan terorganisir menyebabkan aparat

penegak hukum sulit untuk mendeteksinya. Pelaku kejahatan selalu berusaha

menyelamatkan uang hasil kejahatannya dengan berbagai macam cara, salah satunya

adalah dengan pencucian uang. Dengan cara ini, pelaku kejahatan berusaha
85

mengubah uang yang didapat dengan cara haram (dari hasil kejahatan) menjadi halal

melalui mekanisme-mekanisme tertentu.

Mengenai pengaturan pencucian uang di Indonesia diundangkanlah pada

tanggal 17 April 2002 Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana

Pencucian Uang melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor

30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4191. Undang-undang

tersebut diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana

Pencucian Uang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 108,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4324. Diubah kembali

dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164.

Pencucian uang adalah upaya untuk mengaburkan asal-usul harta kekayaan

dari hasil tindak pidana sehingga harta kekayaan tersebut seolah-olah berasal dari

aktivitas yang sah. Jika ada aktivitas yang sah maka ada yang tidak sah. Aktivitas

yang tidak sah101 dalam dunia perbankan, pasar modal, asuransi, narkotika,

psikotropika, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme,

pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, perpajakan,

cukai, lingkungan hidup, kehutanan, korupsi, penyuapan, penyelundupan barang,

101
Aktivitas yang tidak sah disini adalah pidana asal. Dalam Yunus Husein, ”Rezim Anti
Pencucian uang Indonesia Berdasarkan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
TPPU”, Desember 2010, http://elearning.ppatk.go.id., diakses pada 17 Maret 2011.
86

penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, kepabeanan, kelautan dan

perikanan, dan lain sebagainya. 102

Cara melakukan pencucian uang adalah dengan cara “placing, receiving or

controlling dirty money”. Pihak yang dapat melaporkan transaksi keuangan

mencurigakan adalah Penyedia Jasa Keuangan atau Penyedia Barang/Jasa lainnya.

Transaksi keuangan mencurigakan merupakan dasar dari pelaporan tindak pidana

pencucian uang.

Setelah melakukan tindak pidana asal selanjutnya para pelaku menempatkan,

mentransfer, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa

ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga

atau perbuatan lain atas harta kekayaan. Pelaku tindakan tersebut adalah setiap orang

yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan,

pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan.

Selanjutnya setiap hasil tindak pidana kejahatan tersebut yang menerima, menguasai,

menempatkan, mentransfer, membayarkan, menghibahkan, menyumbangkan,

menitipkan, menukarkan, atau menggunakan harta kekayaan adalah disebut dengan

hasil tindak pidana yang tidak sah. 103

Adapun tujuan dari pencucian uang adalah memberikan legitimasi pada dana

yang diperoleh secara tidak sah. 104 Dengan kata lain tujuannya antara lain :

menyembunyikan uang/kekayaan yang diperoleh dari kejahatan; menghindari


102
Ibid., hal. 6.
103
Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang, Op.cit., Lihat juga Yunus Husein, Loc.cit., hal. 6.
104
Erman Rajagukguk, “Rezim Anti Pencucian Uang dan Undang-Undang Tindak Pidana
Pencucian Uang”, disampaikan pada Lokakarya “Anti Money Laundering”, (Medan : Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, 15 September 2005), hal. 1.
87

penyelidikan dan/atau tuntutan hukum; menghindari pajak (uang legal disembunyikan

untuk menghindari pajak); meningkatkan keuntungan (uang ilegal diikutsertakan

dalam bisnis legal). 105 Walaupun dapat dikatakan tidak ada sistem pencucian uang

yang sama, tetapi pada umumnya proses pencucian uang terdiri dari tiga tahap :

placement, layering, dan integration.106

Pencucian uang diberantas dan dinyatakan sebagai tindak pidana karena ada

tiga alasan menurut pengamatan Guy Skessen. Pertama, karena pengaruh pencucian

uang pada sistem keuangan dan ekonomi berdampak negatif bagi perekonomian

dunia, misalnya terhadap efektifitas penggunaan sumber dana yang banyak digunakan

untuk kegiatan yang tidak sah dan dapat merugikan masyarakat. Kedua, dengan

ditetapkannya pencucian uang sebagai tindak pidana dan adanya sistem pelaporan

transaksi dalam jumlah tertentu yang mencurigakan, maka hal ini lebih memudahkan

bagi aparat penegak hukum untuk menyelidiki kasus pidana sampai kepada tokoh-

tokoh yang ada di belakangnya.107

Ada beberapa aspek yang terkena dampak dari pencucian uang, yaitu 108 :

1. Bisnis, dapat merusakkan reputasi karena terlibat masalah hukum dan

mengganggu operasional dan likuiditas bisnis;

105
Yunus Husein, Op.cit., hal. 7.
106
Erman Rajagukguk, Loc.cit.
107
Guy Skessen dalam Bismar Nasution, Rejim Anti-Money Laundering di Indonesia, Op.cit.,
sebagaimana dikutip Nurmalawaty, ”Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang
(Money Laundering) dan Upaya Pencegahannya”,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15240/1/equ-feb2006-3.pdf., diakses pada 19 Maret
2011.
108
Yunus Husein, Op.cit., hal. 10.
88

2. Ekonomi, meningkatkan instabilitas sistem keuangan, terjadi distorsi

ekonomi, menyulitkan otoritas moneter dalam mengendalikan jumlah uang

beredar;

3. Sosial, menciptakan/memperparah ketidakadilan sosial;

4. Internasional, menjadi persoalan dan perhatian dunia.

Selain merugikan masyarakat secara luas, dampak keberadaan pencucian uang

juga mempunyai pengaruh negatif terhadap kegiatan perekonomian, terutama

menyangkut lembaga keuangan (baik perbankan maupun non-perbankan), misalnya :

(a) Merugikan reputasi lembaga-lembaga keuangan apabila diduga dipergunakan

sebagai sarana untuk melakukan pencucian uang;

(b) Menyebabkan terjadinya distorsi dalam hukum penawaran dan permintaan,

sebagaimana yang terjadi di London Real Estate keetika memasuki investasi

mafia dari Rusia;

(c) Menyebabkan kelemahan ekonomi negara (misalnya negara Colombia yang

banyak bergantung pada Drug Money;

(d) Menumbuhkan kecurigaan dan keetidakpercayaan publik pada lembaga

perbankan.109

Selanjutnya Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, menyatakan

bahwa110 pihak pelapor, meliputi :

109
Harkristuti dalam Nurmalawaty, Loc.cit.
89

a. ”Penyedia Jasa Keuangan :


1. Bank;
2. Perusahaan Pembiayaan;
3. Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Pialang Asuransi;
4. Dana Pensiun Lembaga Keuangan;
5. Perusahaan Efek;
6. Manajer Investasi;
7. Kustodian;
8. Wali Amanat;
9. Perposan sebagai Penyedia Jasa Giro;
10. Pedagang Valuta Asing;
11. Penyelenggara Alat Pembayaran menggunakan Kartu;
12. Penyelenggara e-money dan/atau e-wallet;
13. Koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam;
14. Pegadaian;
15. Perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi;
atau
16. Penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang.
b. Penyedia Barang dan/atau jasa lain :
1. Perusahaan Properti/Agen Properti;
2. Pedagang Kendaraan Bermotor;
3. Pedagang Permata dan Perhiasan/Logam Mulia; atau
4. Balai Lelang”.

Tujuan akhir dari Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah dengan mengadakan

pendekatan secara penegakan hukum dan pendekatan anti pencucian uang maka akan

mencegah dan memberantas kriminalitas. Hasilnya kriminalitas dapat menurun. Jika

penegakan hukum berhasil integritas dan stabilitas sistem keuangan juga

meningkat. 111

Pencucian uang umumnya dilakukan terhadap uang hasil tindak pidana,

misalnya perdagangan narkotika, korupsi, dan transaksi saham di pasar modal.

Dengan pencucian uang, maka pelaku dapat menyembunyikan asal-usul dari uang

110
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, Op.cit.
111
Yunus Husein, Loc.cit., hal. 13.
90

hasil kejahatan tersebut. Para pelaku tindak pidana pencucian uang biasanya

menyimpan dananya di suatu lembaga penyedia jasa keuangan misalnya bank, atau

penyedia jasa lain yang terkait dengan keuangan, misalnya melalui instrumen pasar

modal.

Bertolak dari teori Sistem Hukum, Lawrence M. Friedman, maka yang

menjadi badan atau struktur hukum pada Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah Pusat

Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). PPATK dibentuk berdasarkan

undang-undang tersebut dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. PPATK

tidak berada di bawah suatu Departemen, Kementerian atau Lembaga Negara.

Personilnya berasal dari beberapa instansi terkait. Untuk laporan pelaksanaan tugas

dan fungsinya PPATK berkewajiban untuk melaporkannya kepada Presiden dan

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setiap enam bulan sekali. 112

Pasal 40 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, menyatakan bahwa113 :

”Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, PPATK


mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
b. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK;
c. Pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan
d. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan
yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana
lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)”.

112
Ibid., hal. 14.
113
Pasal 40 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang, Op.cit.
91

Setelah mengetahui fungsinya pada Pasal 41 ayat (1) dijelaskan mengenai

wewenang dari PPATK, Pasal 41 menyebutkan bahwa114 :

”Dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana


Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a, PPATK
berwenang :
a. Meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah
dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan
informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta
yang menerima laporan dari profesi tertentu;
b. Menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan;
c. Mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana Pencucian Uang
dengan instansi terkait;
d. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya
pencegahan tindak pidana Pencucian Uang;
e. Mewakili pemerintah Republik Idnonesia dalam organisasi dan forum
internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana Pencucian Uang;
f. Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti pencucian
uang; dan
g. Menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana Pencucian Uang”.

Pada pasal 41 ayat (2) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan bahwa

penyampaian data dan informasi dari instansi terkait pemerintahan ataupun lembaga

swasta harus dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan seperti kerahasiaan bank.

Rahasia Bank artinya institusi keuangan harus menjaga informasi yang diterimanya

tentang kliennya dalam rangka rahasia bisnis dan konfidensial. Dikatakan, karena

pencucian uang itu terintegrasi dengan kegiatan kriminal, pada dasarnya adalah bukan

kegiatan yang memiliki legitimasi untuk mengklaim kerahasiaan. 115

114
Pasal 41, Ibid.
115
Charles Thelen Plombeek, “Confidentiality and Disclosure : The Money Laundering
Control Act of 1986 and Banking Secrecy”, Vol. 22 No. 1, (Spring : The International Lawyer, 1988),
hal. 70., sebagaimana dikutip Erman Rajagukguk, Op.cit.
92

Adapun fungsi analisis dan pemeriksaan oleh PPATK terdapat pada Pasal 44

Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang, yang menyebutkan bahwa :

”(1) Dalam rangka melaksanakan fungsi analisis atau pemeriksaan laporan


dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf d, PPATK
dapat :
a. Meminta dan menerima laporan dan informasi dari Pihak Pelapor;
b. Meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait;
c. Meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan
pengembangan hasil analisis PPATK;
d. Meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan permintaan
dari instansi penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri;
e. Meneruskan informasi dan/atau hasil analisis kepada instansi
peminta, baik di dalam maupun di luar negeri;
f. Menerima laporan dan/atau ifnormasi dari masyarakat mengenai
adanya dugaan tindak pidana Pencucian Uang;
g. Meminta keterangan kepada Pihak Pelapor dan pihak lain yang
terkait dengan dugaan tindak pidana Pencucian Uang;
h. Merekomendasikan kepada instansi penegak hukum mengenai
pentingnya melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
i. Meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara
seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai
merupakan hasil tindak pidana;
j. Meminta informasi perkembangan penyelidikan dan penyidikan yang
dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal dan tindak pidana
Pencucian Uang;
k. Mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas dan
tanggung jawab sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; dan
l. Meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik.
(2) Penyedia Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i
harus menindaklanjuti setelah menerima permintaan dari PPATK”.

Dasar pelaporan kepada PPATK adalah berdasarkan Laporan Transaksi

Keuangan Mencurigakan (LTKM) atau Suspicious Transaction Report (STR).

Berdasarkan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, bahwa pelaporan


93

oleh Penyedia Jasa Keuangan atau Penyedia Barang/Jasa lainnya dilakukan sesegera

mungkin paling lama tiga hari sejak Penyedia Jasa Keuangan atau Penyedia

Barang/Jasa lainnya mengetahui adanya unsur transaksi keuangan mencurigakan.

Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juga menjerat orang-

orang yang terlibat dalam pencucian uang dalam hal membawa uang tunai ke luar

negeri. Setiap orang yang membawa uang tunai dalam mata uang rupiah dan/asing

dan/atau instrumen pembayaran lain dalam bentuk cek, cek perjalanan, surat sanggup

bayar, atau bilyet giro ke dalam atau ke luar daerah kepabeanan Republik Indonesia

sejumlah Rp. 100 juta atau lebih, atau mata uang asing yang nilainya setara, harus

melaporkan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjend Bea Cukai).

Penyampaian laporan dari Ditjend Bea Cukai wajib menyampaikan laporan

tentang informasi yang diterimanya tersebut kepada PPATK selama jangka waktu

lima hari kerja. Apabila dilakukan pelanggaran oleh instansi terkait maka akan

dikenakan sanksi denda 10% dari seluruh jumlah, paling banyak Rp. 300 juta.

Dengan menerima laporan tersebut maka Penyedia Jasa Keuangan harus

menghentikan seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai

merupakan hasil tindak pidana, rekening penampungan harta kekayaan berasal dari

tindak pidana, ataupun menggunakan dokumen palsu.

Pihak Penyedia Jasa Keuangan selanjutnya membuat berita acara

pemberhentian transaksi sementara. Paling lama lima hari sejak pembuatan berita

acara, PPATK dapat memperpanjang 15 hari kerja. Apabila dalam waktu 20 hari

tidak ada pihak yang mengajukan keberatan, PPATK menyerahkan penanganan


94

kepada penyidik. Dalam hal pelaku Tindak Pidana tidak ditemukan dalam 30 hari

penyidik dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri untuk

memutuskan harta kekayaan tersebut sebagai aset negara dan dikembalikan kepada

yang berhak yaitu negara. 116

Dalam hal prosedur hukum yang harus ditempuh dalam menjerat pelaku

tindak pidana pencucian uang adalah penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di

Pengadilan. Untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di

pengadilan tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya.117 Untuk

kepentingan pemeriksaan, penyidik, penuntut umum atau hakim berwenang meminta

pelapor untuk memberikan keterangan secara tertulis mengenai harta kekayaan dari :

orang yang telah dilaporkan PPATK; tersangka; atau terdakwa. Surat permintaan

tersebut ditembuskan kepada PPATK. 118

Mengenai pembuktian di pengadilan menggunakan sistem pembuktian

terbalik, yaitu duga saja seseorang itu melakukan kejahatan pencucian uang barulah

selanjutnya dibuktikan apakah benar melakukan atau tidak. Alat bukti yang

digunakan adalah alat bukti yang dimaksudkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP), ataupun alat bukti berupa informasi yang diucapkan,

dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat yang

serupa optik dan dokumen.119

116
Yunus Husein, Op.cit., hal. 23.
117
Pasal 64-Pasal 67 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Op.cit.
118
Pasal 72, Ibid.
119
Pasal 73, Ibid.
95

Penyidik dalam tindak pidana pencucian uang disini adalah dilakukan oleh

penyidik tindak pidana asal, yaitu : Kepolisian; Kejaksaan; Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK); Badan Narkotika Negara (BNN), Direktorat Jenderal Pajak, dan

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.120 Dalam hal penyidik menemukan bukti

permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana

asal, penyidik dapat menggabungkan penyidikan tindak pidana asal dan tindak pidana

pencucian uang untuk selanjutnya dilaporkan kepada PPATK. 121

Penuntutan dilakukan oleh Penuntut Umum yang wajib menyerahkan berkas

perkara tindak pidana pencucian uang kepada Pengadilan Negeri paling lambat 30

hari kerja sejak diterima berkas perkara yang dinyatakan lengkap. Pengadilan Negeri

wajib membentuk majelis hakim paling lama 3 hari keja. Maksudnya adalah bahwa

proses pelaksanaan persidangan agar tidak diperlambat hanya masalah penentuan

majelis hakim.122

Pada proses pemeriksaan di persidangan terdakwa wajib membuktikan bahwa

harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana.123 Hakim memerintahkan

terdakwa agar membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara

bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana. 124 Pembuktian oleh terdakwa

dilakukan dengan mengajukan alat bukti yang cukup.

Jika terdakwa ternyata tidak hadir di dalam persidangan setelah dipanggil

secara sah dan patut tanpa alasan yang sah, perkara pencucian uang dapat diperiksa

120
Pasal 74, Ibid.
121
Pasal 75, Ibid.
122
Pasal 76, Ibid.
123
Pasal 77, Ibid..
124
Pasal 78, Ibid..
96

dan diputus tanpa hadirnya terdakwa.125 Namun, apabila kehadiran terdakwa sebelum

putusan dijatuhkan, terdakwa wajib diperiksa kembali. Segala keterangan saksi dan

surat-surat dianggap diucapkan dalam sidang selanjutnya. Dalam hal terdakwa

meninggal dunia sebelum putusan dan terdapat bukti yang kuat, hakim atas tuntutan

penuntut umum memutuskan perampasan harta kekayaan yang telah disita.

Perampasan harta kekayaan yang telah disita diumumkan dan tidak dapat dilakukan

upaya hukum lagi. Setiap orang yang berkepentingan dapat mengajukan keberatan

selama 30 hari sejak diumumkannya perampasan harta kekayaan.

Pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh pihak pelapor dikecualikan dari

kerahasiaan yang berlaku bagi pihak pelapor yang bersangkutan.126 Dalam

melaksanakan kewenangannya, terhadap PPATK tidak berlaku ketentuan peraturan

perundang-undangan dan kode etik yang mengatur kerahasiaan.127 Dalam meminta

keterangan bagi penyidik, penuntut umum, atau hakim tidak berlaku ketentuan

peraturan perundang-undangan yang mengatur rahasia bank dan kerahasiaan transaksi

keuangan lainnya.128

Pejabat dan Pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, atau hakim wajib

merahasiakan pihak pelapor dan pelapor. Pelanggaran memberi hak pelapor menuntut

ganti rugi. 129 Pihak pelapor, pelapor, dan saksi wajib diberi perlindungan khusus oleh

negara dari ancaman yang membayakan diri, jiwa, dan atau hartanya, termasuk

125
Pasal 79, Ibid.
126
Pasal 28, Ibid.
127
Pasal 45, Ibid.
128
Pasal 72 ayat (2), Ibid.
129
Pasal 83, Ibid.
97

keluarganya.130 Pada sidang pengadilan dilarang menyebutkan atau mengungkapkan

identitas pelapor dan hakim wajib mengingatkan.131 Pelapor dan atau saksi tidak

dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana atas laporan atau kesaksian. 132

Pejabat atau Pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, hakim, dan setiap

orang yang memperoleh Dokumen atau Keterangan dalam rangka pelaksanaan

tugasnya menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang wajib merahasiakan Dokumen atau

Keterangan tersebut, kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut undang-undang.

Pelanggaran pidana maksimal empat tahun.133 Direksi, Komisaris, Pengurus atau

Pegawai Pihak Pelapor dilarang memberitahukan kepada Pengguna Jasa atau pihak

lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara apapun mengenai

Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang sedang disusun atau telah

disampaikan kepada PPATK. 134 Pejabat atau Pegawai PPATK atau Lembaga

Pengawas dan Pengatur dilarang memberitahukan Laporan Transaksi Keuangan

Mencurigakan yang akan atau telah dilaporkan kepada PPATK secara langsung atau

tidak langsung dengan cara apapun kepada Pengguna Jasa atau Pihak Lain. 135 Pidana

penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal satu tahun.

Untuk memberantas aksi pencucian uang maka harus dibentuk kerjasama

antar lembaga. Tujuan dari kerjasama tersebut adalah untuk pertukaran informasi,

pertukaran staf, sosialisasi dan pelatihan bersama, juga kerjasama yang harus
130
Pasal 84 dan Pasal 86, Ibid.
131
Pasal 85, Ibid.
132
Pasal 87, Ibid.
133
Pasal 11, Ibid.
134
Pasal 12 ayat (1), Ibid.
135
Pasal 12 ayat (3), Ibid.
98

dituangkan di dalam M.o.U (Memorandum of Understanding) atau Nota

Kesepahaman. PPATK mengadakan kerjasama di dalam maupun luar negeri.

Setelah kesepakatan bersama dituangkan terlebih dahulu di dalam Nota

Kesepahaman tersebut barulah antara lembaga yang berkesepahaman membuat

perjanjian kerja sama dalam hal pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

C. Monetary Authority of Singapore (MAS) dalam Tindak Pidana Pencucian


Uang di Pasar Modal Singapura

Setelah melihat tindak pidana money laundering di Indonesia berikut akan

dilihat pengaturan pencucian uang pasar modal di Singapura. Lembaga pengawas

pencucian uang di Indonesia adalah Pusat Pelaporan Atas Transaksi Keuangan

(PPATK) dan lembaga yang mengawasi pasar modal Indonesia disebut dengan Badan

Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-LK). Sedangkan di Singapura lembaga

pengawas pencuciannya adalah Financial Intelligence Unit (FIU-Singapura) dan

lembaga pasar modalnya adalah Monetary Authority of Singapore (MAS).136

Bentuk dan jenis tindak pidana di Singapura mencakup : perdagangan palsu

dan transaksi pasar yang curang; pemalsuan pasar obligasi; pernyataan yang salah

atau palsu; kegiatan manipulasi dan penipuan; menyebarkan informasi mengenai

transaksi illegal; perdagangan palsu, bucketing, pemalsuan harga kontrak dan

pemonopolian; dan sebagainya. Hal ini terdapat dalam Securities and Futures Act.

Chapter 289 secara tegas wilayah berlakunya diterapkan di dalam dan di luar

136
“Financial Investigation Division”,
http://www.cad.gov.sg/topNav/abo/div/Financial+Investigation+Division.htm., diakses pada 31 Maret
2011.
99

Singapura, diantaranya untuk melindungi perusahaan, dan melindungi pasar obligasi

di Singapura.137

Ditinjau dari sisi tindak pidananya perbedaan dengan Undang-Undang No. 8

Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

adalah di Indonesia tidak ada pengaturan mengenai bucketing.138 Dari jenis tindak

pidana, di Indonesia dan Singapura terdiri dari kejahatan dan pelanggaran. Sedangkan

dari segi sanksi pidana, di Indonesia dan Singapura mempunyai sanksi penjara

maksimal dan minimal yang berbeda. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan sistem

hukum berimbas pada perbedaan kekhususan pengelompokan tindak pidana, sehingga

mempengaruhi berat atau ringannyaa sanksi pidana yang dijatuhkan.139

Dalam Pasar Modal Singapura mengenai kewenangan lembaganya yaitu

Monetary Authority of Singapore (MAS). MAS secara de facto adalah bank sentral

Singapura. MAS didirikan berdasarkan Undang-Undang tentang Otoritas Keuangan

Singapura (Monetary Authority of Singapore Act.). Selain mengawasi pasar efek dan

perdagangan berjangka, MAS juga mengawasi industri perbankan dan asuransi.140

MAS adalah otoritas yang berwenang memberikan izin usaha kepada

pemegang izin usaha jasa pasar modal yang diizinkan untuk melakukan kegiatan

usaha dalam bidang-bidang yang telah ditentukan, yaitu kegiatan yang berkaitan

dengan efek, perdagangan kontrak berjangka, perdagangan bursa asing yang

137
Lushiana Primasari, “Studi Perbandingan Formulasi Ketentuan Pidana dalam Undang-
Undang Pasar Modal di Indonesia dengan Singapura”, http://www.docstoc.com/docs/25952303/Studi-
perbandingan-formulasi-ketentuan-pidana-dalam-undang-undang., diakses pada 31 Maret 2011.
138
Bucketing adalah transaksi penjualan atau pembelian yang tidak jujur atau sah menurut
peraturan bisnis dan terlibat dalam transaksi asing yang tidak sah dari kejahatan dan pelanggaran.
139
Loc.cit.
140
Monetary Authority of Singapore Act., Section 17.2.1.,
http://www.singaporelaw.sg/content/CorporateFinance.html., diakses pada 31 Maret 2011.
100

leveraged, manajemen dana (fund management), pemberian nasihat tentang

pembiayaan perusahaan, pembiayaan efek dan/atau pemberian jasa penyimpanan efek

(custodial services for securities). MAS juga memberikan izin usaha kepada

individual dari pihak-pihak yang disebutkan di atas. Izin usaha harus diperbaharui

setiap 3 (tiga) tahun dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun

berikutnya.141

MAS berwenang untuk meminta diterbitkannya buku-buku dan informasi-

informasi oleh setiap bursa efek yang telah mempunyai izin, setiap pemegang izin

usaha jasa pasar modal atau perwakilannya dan, tentu saja, setiap orang apabila

terkait dengan hal yang sedang diselidiki. MAS dapat mewajibkan pihak pemegang

izin usaha pasar modal atau orang yang dikecualikan (exempt person) untuk

mengungkapkan nama orang yang berada di belakang suatu pengambilalihan atau

pelepasan efek atau kontrak berjangka. MAS dapat pula mewajibkan seseorang

mengungkapkan sifat instruksi yang diberikan kepadanya sehubungan dengan suatu

pengambilalihan atau pelepasan efek. 142

Selain kewenangan untuk memperoleh keterangan dari bursa efek dan orang-

orang yang memiliki izin usaha, MAS dapat pula mewajibkan orang yang telah

memperoleh, memegang atau melepaskan efek untuk mengungkapkan apakah ia

bertindak sebagai trustee atau kuasa (agent) dari orang lain dan apabila demikian

halnya, siapakah orang tersebut dan instruksi apa yang telah diberikan. MAS

mempunyai kewenangan untuk memerintahkan pengungkapan informasi oleh

141
Section 17.2.2., Ibid.
142
Section 17.2.3., Ibid.
101

pegawai suatu perusahaan yang telah tercatat di bursa, apabila hal tersebut perlu

dalam rangka menetapkan suatu larangan perdagangan efek. Jika dianggap perlu,

MAS dapat memerintahkan suatu penyelidikan untuk menemukan apakah telah

terjadi pelanggaran hukum, untuk melaksanakan tugasnya berdasarkan Act. atau

untuk memastikan ketentuan perundang-undangan telah dilaksanakan sebagaimana

mestinya.143

MAS dapat memberikan petunjuk-petunjuk kepada bursa efek untuk

memastikan adanya pasar yang adil dan teratur, memastikan berjalannya manajemen

sistem resiko yang berintegritas dan baik dalam pasar, dan untuk melakukan hal-hal

yang diperlukan untuk kepentingan publik. MAS mempunyai kewenangan untuk

melarang perdagangan efek tertentu untuk melindungi orang-orang yang membeli

atau menjual efek atau dengan alasan untuk kepentingan publik. MAS dapat pula

membuat peraturan yang menentukan hal-hal apa saja yang dianggap bersifat menipu

atau manipulatif berdasarkan Section 201 dari Securities and Futures Act. Pada

awalnya dengan perdagangan orang dalam berdasarkan Securities Industry

(Amendment) Act. 2000 yang kemudian diperluas untuk mencakup semua bentuk

kesalahn tindak (misconduct) di pasar berdasarkan Securities and Futures Act., MAS

telah diberi kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan pelaksanaan perdata

(civil enforcement actions), yaitu MAS dapat memperoleh ganti rugi yang besar

(treble damages) dari pihak yang melanggar. 144

143
Section 17.2.4., Ibid.
144
Section 17.2.5., Ibid.
102

Dari peraturan perundangan Singapura mengenai badan pengawas pasar

modalnya yaitu MAS diketahui bahwa, Singapura dan Indonesia sama-sama

menunggu laporan dari penyedia jasa keuangan. Bedanya adalah di Singapura apabila

sudah diketahui ada terjadi pencucian uang di pasar modalnya, MAS langsung

membekukan dana nasabahnya tersebut sehingga terhentilah transaksinya di pasar

modal Singapura. Jika di Indonesia, BAPEPAM-LK sebagai lembaga yang

mengawasi harus menunggu laporan dan apabila sudah dilaporkan harus menetapkan

penyidik dulu dengan Surat Keputusan Ketua BAPEPAM-LK.

Dengan kata lain, MAS berwenang juga untuk mengatur, mengawasi, dan

membina pasar modal di Singapura. Namun, kewenangan mengawasi dan membina

tersebut tercermin dalam tindakan pertama pencegahan mereka adalah membekukan

rekening. Hal ini patut dicontoh oleh BAPEPAM-LK agar bertindak lebih aktif lagi

dalam memberantas tindak pidana money laundering. Dengan tindakan seperti itu,

maka hasil yang akan didapat adalah stabilnya harga-harga saham pada pasar modal

tersebut.

D. Securities Exchange Commission (SEC) dalam Tindak Pidana Pencucian


Uang di Pasar Modal Amerika

Di Indonesia ada BAPEPAM-LK, di Singapura ada Monetary Authority of

Singapore (MAS), maka untuk di Amerika disebut dengan Securities Exchange

Commission (SEC). Adapun tujuan dari dibentuknya SEC ini adalah untuk

melindungi investor, mempertahankan pasar yang wajar, teratur, dan efisien, juga
103

memfasilitasi pembentukan modal. 145 Karena semakin berkembangnya pasar modal

Amerika dengan meningkatnya grafik investor, adapun alasan investor mengalihkan

dana ke Pasar Modal Amerika adalah untuk membantu masa depan, membayar

tagihan rumah, menyekolahkan anak-anak, dan lain sebagainya. 146

Hukum dan peraturan yang mengatur pasar modal di Amerika Serikat berasal

dari konsep sederhana dan mudah, yaitu : bagi semua investor baik perusahaan besar

ataupun perseorangan, harus memiliki akses terhadap fakta-fakta dasar tertentu

tentang investasi sebelum membelinya dan berapa lama asset tersebut ditahan.147

Untuk mewujudkan hal tersebut SEC mewajibkan seluruh perusahaan publik untuk

mengungkapkan informasi keuangan yang baik bagi masyarakat. Hal ini bertujuan

agar para investor dapat memutuskan sendiri apakah akan menjual, membeli, atau

menahan saham yang dimiliki. Hanya dengan informasi yang akurat dan

komprehensiflah maka investor dapat membuat keputusan investasi yang baik. 148

SEC mengawasi seluruh peserta dalam dunia efek, termasuk bursa efek,

pialang saham, dan dealer, penasihat investasi dan reksadana. Setiap tahun SEC

mengeluarkan ratusan keputusan-keputusan dalam hal penegakan hukum kepada

korporasi dan perseorangan yang melanggar peraturan perundang-undangan yang

145
SEC Website, “The Investor’s Advocate : How the SEC Protects Investors, Maintains
Market Integrity, and Facilitates Capital Formation”, http://www.sec.gov/about/whatwedo.shtml.,
diakses pada 02 Mei 2011.
146
Ibid., hal. 1.
147
Fakta-fakta dasar tertentu yang berlaku di Pasar Modal Amerika Serikat disebut di
Indonesia adalah Fakta Materiel.
148
SEC Website, “The Investor’s Advocate : How the SEC Protects Investors, Maintains
Market Integrity, and Facilitates Capital Formation”, Loc.cit.
104

berlaku. Pelanggaran tersebut termasuk insider trading, penipuan akuntansi, dan

informasi palsu atau menyesatkan.149

Salah satu sumber informasi utama yang dapat diandalkan untuk menegakkan

hukum dalam Pasar Modal Amerika Serikat adalah investor itu sendiri. Hal ini

dikarenakan para investor sudah terdidik dan sangat berhati-hati karena berkaitan

dengan menciptakan pasar yang efisien. Untuk membantu pendidikan para investor

mengenai Pasar Modal Amerika Serikat, SEC menyediakan berbagai macam

informasi pada lembaga tersebut.150

SEC Foundation dibentuk berdasarkan Securities Exchange Commission Act.

1934. Latar belakang dibentuknya peraturan ini adalah sebelum tahun 1929 ada

peristiwa Great Crash. Pada saat itu Pasar Modal Amerika Serikat mengalami

kerugian dikarenakan 20 juta pemegang saham besar dan kecil mengambil

keuntungan dari kemenangan pasca Perang Dunia I. Diperkirakan bahwa lebih dari

US$. 50 miliar dalam sekuritas baru yang ditawarkan selama periode tersebut

menjadi tidak berharga. Ketika pasar saham jatuh pada bulan Oktober 1929,

kepercayaan publik di pasar anjlok. Investor besar dan kecil, serta bank-bank yang

telah menginvestasikan dananya ke pasar modal kehilangan sejumlah besar uang

mereka dalam The Great Depression.151

Ada konsensus bahwa untuk pemulihan ekonomi di Pasar Modal Amerika

Serikat dibutuhkan kepercayaan yang tinggi. Kongres mendengar jajak pendapat yang

mengidentifikasikan masalah dan mencari solusi untuk mengembalikan kepercayaan

149
Ibid., hal. 3.
150
Ibid.
151
Ibid., hal. 4.
105

publik kepada Pasar Modal. Berdasarkan temuan dalam sidang, Kongres

mengeluarkan Securities Act. 1933. Peraturan ini bersama-sama dengan Securities

Exchange Act 1934, yang menciptakan SEC, dirancang untuk memulihkan

kepercayaan investor di pasar modal. Pemulihan kepercayaan tersebut ditempuh

dengan mengakomodasikan fakta-fakta dasar yang benar dan dapat diandalkan,

aturan yang jelas dan dijalankan dengan jujur. Tujuan utama dari Securities Exchange

Act 1934 dapat dilihat pada 2 (dua) gagasan, yaitu 152 :

a. Perusahaan publik yang menawarkan efek harus memberitahukan kepada

publik mengenai kebenaran bisnis perusahaan tersebut dengan jujur, efek

yang dijual, resiko yang terlibat dalam investasi dalam hal pembelian efek;

b. Orang yang memperdagangkan efek seperti : broker, dealer, dan foreign

exchange harus memperlakukan investor dengan adil dan jujur,

menempatkan kepentingan investor yang pertama dibanding dengan

kepentingan pribadinya.

Pengawasan Pasar Modal membutuhkan upaya yang sangat terkoordinasi.

Maka dari itu kongres membentuk Securities and Exchange Commission pada tahun

1934 untuk menerapkan peraturan perundang-undangan yang baru, mempromosikan

stabilitas di pasar dan yang paling penting adalah untuk melindungi investor. Presiden

Franklin Delano Roosevelt mengangkat Joseph P. Kennedy, ayah Presiden John F.

Kennedy, untuk menjabat sebagai Ketua pertama dari SEC. 153

152
Ibid., hal. 5.
153
Ibid.
106

1. Organisasi SEC

SEC terdiri dari 5 (lima) Komisaris yang ditunjuk oleh Presiden, dengan

jangka waktu jabatan 5 (lima) tahun. Secara hukum tidak lebih dari 3 (tiga) Komisaris

dapat berasal dari Partai Politik yang sama, hal ini untuk memastikan non-partisan.

Untuk menjalankan tanggung jawab fungsional Badan ini terorganisir menjadi 5

(lima) divisi dan 18 kantor, masing-masing yang berkantor pusat di Washington DC.

Sekitar 3.500 Staf Komisi terletak di Washington dan di 11 Kantor Wilayah di

seluruh Amerika Serikat. 154

Adapun wewenang SEC, antara lain 155 :

a. Menafsirkan undang-undang mengenai efek;

b. Mengeluarkan peraturan pelaksanaan dan mengubah peraturan pelaksanaan

yang ada;

c. Mengawasi pemeriksaan perusahaan sekuritas, pialang, penasehat investasi,

dan badan-badan penafsir harga;

d. Mengawasi peraturan organisasi perusahaan efek di Sekuritas mengenai

akuntansi, dan bidang audit; dan

e. Mengkoordinasikan peraturan perundang-undangan dengan peraturan yang

ada di bawahnya, seperti : peraturan perundang-undangan pusat, federal

(negara bagian), dan otoritas asing (badan pengawas pasar modal di luar

Amerika Serikat).

154
Ibid.
155
Ibid., hal. 6.
107

Komisi menyelenggarakan pertemuan secara berkala yang terbuka untuk

umum dan media pemberitaan kecuali berkaitan dengan diskusi untuk hal-hal yang

rahasia seperti akan menemukan investigasi penegakan hukum.

2. Division of Corporation Finance (Divisi Keuangan Perusahaan)

Division of Corporation Finance membantu Komisi dalam melaksanakan

tanggung jawabnya untuk mengawasi perusahaan dalam mengungkapkan informasi

penting kepada investor. Korporasi harus mematuhi peraturan yang berkaitan dengan

keterbukaan informasi yang harus dibuat ketika IPO (Initial Public Offering) tepatnya

pada saat saham perdana dan kemudian secara berkala dan terus menerus. Staf Divisi

secara rutin mereview dokumen-dokumen mengenai fakta-fakta materiel yang

diajukan perusahaan emiten. Para Staf Divisi juga menyediakan bantuan untuk

menafsirkan peraturan Komisi dan merekomendasikan kepada Komisi aturan-aturan

baru untuk diadopsi.156

Dokumen-dokumen tersebut, meliputi : pendaftaran laporan untuk saham

yang baru ditawarkan; laporan tahunan dan triwulanan (Formulir 10-K dan 10-Q);

bahan proxy dikirim ke pemegang saham sebelum pertemuan tahunan; laporan

tahunan kepada pemegang saham; dokumen tentang penawaran tender; dan

pengajuan yang berkaitan dengan merger dan akuisisi. 157 Dokumen-dokumen tersebut

mengungkapkan informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan emiten dan

praktek bisnis untuk membantu investor membuat keputusan investasi. Melalui

proses peninjauan Divisi, Staf Pemeriksaan melihat apakah perusahaan publik yang

156
Ibid., hal. 6.
157
Ibid., hal. 6-7.
108

dimiliki adalah memenuhi persyaratan, pengungkapan Staf Pemeriksaan berusaha

untuk menjaga kualitas penjelasan terhadap fakta materiel. 158

Division Corporation Finance memberikan interpretasi terhadap peraturan

perundang-undangan yang berlaku, yakni : Securities Act of 1933; Securities

Exchange Act 1934; dan Trust Indenture Act 1939; dan merekomendasikan peraturan

untuk melaksanakan undang-undang. Staf Divisi memberikan bimbingan dan

konseling kepada pendaftar, calon pendaftar, dan masyarakat untuk membantu dalam

hal investasi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sebagai contoh : sebuah

perusahaan mungkin akan bertanya apakah penawaran keamanan tertentu

memerlukan pendaftaran dengan SEC. Division Corporation Finance akan berbagi

penafsiran peraturan sekuritas dengan perusahaan dan memberikan nasihat tentang

kepatuhan dengan persyaratan tersebut.159

Pembuatan peraturan adalah proses dimana agen-agen federal menerapkan

undang-undang yang disahkan oleh Kongres dan ditandatangani menjadi undang-

undang oleh Presiden. Securities Act of 1933, Securities Exchange Act of 1934,

Investment Company Act of 1940, dan Sabanes-Ocley Act memberikan kerangka atau

dasar pijakan bagi SEC dalam hal pengawasan pasar modal. Undang-undang tersebut

disusun secara luas dan menetapkan prinsip-prinsip dasar dan tujuannya. Untuk

memastikan bahwa maksud dan tujuan dari Kongres dapat dilakukan dalam keadaan

tertentu dan mengikuti perkembangan teknologi, memperluas ukuran, dan

158
Ibid.
159
Ibid., hal. 7-8.
109

menawarkan produk-produk dan jasa baru maka SEC terlibat dalam pembuatan

peraturan tersebut.160

Adapun proses pembuatan peraturan SEC dapat dilakukan dalam beberapa

langkah, antara lain161 :

1) Concept Release;

Konsep Rilis adalah proses pembuatan peraturan yang biasanya dimulai

dengan aturan proposal, tapi kadang-kadang permasalahan yang ditemui begitu unik

dan/atau rumit bahwa Komisi keluar mencari masukan dari masyarakat dimana jika

ada pendekatan regulasi yang tepat. Sebuah Concept Realese dikeluarkan dengan

menggambarkan bidang pembiayaan perusahaan efek/fee dalam menjual atau

membeli saham.

2) Rule Proposal; dan

Komisi menerbitkan rinci formal Rule Proposal untuk komentar publik. Tidak

seperti Concept Release, sebuah tujuan aturan mempunyai kemajuan usulan spesifik

dan metode dalam pencapaiannya. Biasanya komisi menyediakan antara 30-60 hari

untuk tinjauan dan komentar. Sama seperti Concept Realese, komentar publik

dianggap penting untuk merumuskan aturan akhir.

3) Rule Adaption.

Pada akhirnya, Komisi mempertimbangkan apa yang telah dipelajari dari

paparan publik mengenai aturan yang diusulkan, dan berusaha untuk menyetujui

kekhususan suatu konsep final. Jika ukuran akhir yang kemudian diadopsi oleh suara

160
Ibid., hal. 8.
161
Ibid.
110

terbanyak dari Komisi, maka itu menjadi bagian dari aturan resmi yang mengatur

Pasar Modal.

3. Division of Trading and Markets (Divisi Perdagangan dan Pasar Modal)

Division of Trading and Markets membantu Komisi dalam melaksanakan

tanggung jawab dalam hal menjaga ketertiban dan keefisiensian pasar yang adil. Staf

Divisi ini menyediakan pengawasan sehari-hari pasar modal, peserta utamanya :

bursa efek, perusahaan sekuritas, Self-Regulatory Organizations (SROs) termasuk

Financial Industry Regulatory Authority (FInRA), The Municipal Securities

Rulemaking Board (MSRB), lembaga kliring dan penjaminan yang membantu

penyelesaian perdagangan, Transfer Agents (pihak yang memelihara catatan dari

pemilik efek), securities information processors, dan lembaga penafsir kredit. 162

Divisi ini juga mengawasi Securities Investor Protection Corporation (SIPC),

yang merupakan pihak swasta perusahaan non-profit dalam menjamin efek dan uang

tunai dalam rekening nasabah disebut dengan anggota perusahaan pialang terhadap

kegagalan perusahaan-perusahaan. Penting untuk diingat bahwa asuransi SIPC tidak

menutupi kerugian yang timbul dari penurunan harga efek atau penipuan.163

Adapun tanggung jawab Division of Trading and Markets antara lain164 :

a. Melaksanakan integritas keuangan Komisi dalam program untuk pialang dan

broker saham;

162
Ibid., hal. 9.
163
Ibid.
164
Ibid., hal. 10.
111

b. Meninjau beberapa kasus di bawah kewenangan Komisi untuk mengusulkan

peraturan baru dan perubahan yang diusulkan dalam hal peraturan yang

diajukan oleh SRO;

c. Membantu Komisi dalam menetapkan aturan dan menerbitkan interpretasi

mengenai hal-hal yang mempengaruhi pengoperasian pasar modal; dan

d. Mengawasi pasar modal.

4. Division of Investment Management (Divisi Management Investasi)

Divisi Manajemen Investasi membantu Komisi dalam melaksanakan tanggung

jawabnya untuk perlindungan investor dan untuk mempromosikan pembentukan

modal melalui pengawasan dan peraturan investasi manajemen industri Amerika

US$.26 triliun. Ini bagian terpenting dari Pasar Modal Amerika Serikat karena

meliputi reksa dana dan manajer investasi profesional yang menasehati para investor

besar karena menganalisa penelitian aktiva secara individual dan kelas aset, dan

penasihat investasi untuk nasabah perorangan. Karena konsentrasi tingginya investor

dalam reksa dana, maka dana yang diperdagangnkan di bursa dan investasi lain yang

jatuh dalam lingkup Divisi ini memfokuskan untuk memastikan bahwa pengungkapan

tetang investasi berguna untuk pelanggan ritel, dan bahwa aturan biaya dalam fee

perusahaan efek maka konsumen/nasabah tidak harus membayar mahal untuk itu. 165

Adapun tanggung jawab Divisi Pengelolaan Investasi – Division of Investment

Management, antara lain meliputi166 :

165
Ibid.
166
Ibid.
112

a. Membantu Komisi dalam menafsirkan peraturan perundang-undangan dan

peraturan lainnya bagi masyarakat dan SEC dalam menegakkan hukum;

b. Menanggapi permintaan tidak ada tanggapan dan permintaan utnuk bantuan

exemptive;

c. Meninjau perusahaan investasi dan pengajuan penasihat investasi;

d. Membantu Komisi dalam hal penegakan hukum yang melibatkan perusahaan

investasi dan penasihat investasi; dan

e. Memberikan saran kepada Komisi mengenai aturan SEC dalam hal

beradaptasi dengan keadaan yang baru.

5. Division of Enforcement (Divisi Penegakan Hukum)

Divisi Penegakan Hukum membantu Komisi dalam melaksanakan fungsi

penegakan hukum dengan merekomendasikan dimulainya penyelidikan pelanggaran

hukum surat berharga, dengan merekomendasikan bahwa Komisi membawa gugatan

perdata di Pengadilan Federal atau sebelum seorang hakim mengeluarkan hukuman

administrasi, dan menuntut kasus-kasus tersebut atas nama Komisi. Sebagai

tambahan untuk penegakan otoritas sipil SEC, Divisi ini bekerja sama dengan

lembaga penegak hukum lainnya di Amerika Serikat dan seluruh dunia untuk

membawa kasus pidana ke Pengadilan Federal. 167

Divisi Penegakan Hukum memperoleh bukti yang cukup untuk dikembangkan

semaksimal mungkin melalui penyidikan informal, wawancara saksi, memeriksa

catatan broker, meninjau data perdagangan, dan menggunakan metode lainnya.

167
Ibid., hal. 11.
113

Setelah melakukan penyidikan, Staf SEC menyajikan temuan-temuan tersebut ke

Komisi untuk direview. Komisi dapat mengotorisasi staf dalam pengajuan kasus

tindak pidana ke Pengadilan Federal atau menjatuhkan tindakan administratif. Dalam

banyak kasus, Komisi dan Pihak Lain yang bersengketa dibebankan untuk

memutuskan menyelesaikan masalah tanpa jalur Pengadilan. 168

Pelanggaran umum yang biasa terjadi, menyebabkan SEC melakukan

penyelidikan, antara lain meliputi169 :

a. Misrepresentation informasi atau kelalaian informasi penting tentang efek;

b. Memanipulasi harga pasar dari surat berharga;

c. Mencuri dana nasabah atau surat berharga;

d. Melanggar tanggung jawab antara broker saham dan dealer untuk

memperlakukan investor dengan adil;

e. Insider Trading (melanggar hubungan kepercayaan dengan pedagang pada

fakta materiel, informasi non-publik tentang saham); dan

f. Penjualan surat terdaftar.

Dalam hal memutuskan apakah membawa suatu kasus tindak pidana di pasar

modal ke Pengadilan Federal atau hanya dalam SEC sebelum Hakim Hukum

Administrasi memutuskannya adalah tergantung pada jenis sanksi atau keringanan

yang sedang dicari. Misalnya : Komisi menduga seseorang dari industri broker saham

dalam proses administrasi, tetapi perintah melarang seseorang dari bertindak sebagai

pejabat perusahaan atau direktur harus diperoleh di Pengadilan Federal. Seringkali,

168
Ibid.
169
Ibid., hal. 11-12.
114

ketika peringatan kesalahan tersebut Komisi membawa kedua proses hukum. Kedua

proses tersebut, antara lain 170 :

a. Civil Action;

Komisi mengakomodasi keluhan-keluhan dari “orang yang melakukan”

mengenai Pengadilan Distrik Amerika Serikat dan meminta Pengadilan untuk

menjatuhi sanksi dan denda. Seringkali Komisi meminta perintah pengadilan, yang

melarang tindakan lebih lanjut atau praktek-praktek yang melanggar hukum atau

peraturan Komisi. Sebuah perintah juga dapat meminta Auditor, seorang akuntan

untuk melihat kasus penipuan atau pengaturan pengawasan khusus. Selain itu, SEC

dapat mencari hukuman moneter sipil, atau kembali keuntungan ilegal (disebut

disgorgement). Pengadilan juga menunda seseorang dalam menjabat pejabat

perusahaan atau direktur. Seseorang yang melanggar perintah pengadilan dapat

disebut dengan penhinaan terhadap putusan pengadilan dan dapat dikenakan denda

tamabahan atau penjara.

b. Administrative Action.

Komisi dapat mencari berbagai sanksi melalui proses administrasi. Proses

administrasi berbeda dari tindakan pengadilan karena diputuskan oleh Administrative

Law Judge (ALJ),171 yang terlepas dari Komisi. Hakim pada ALJ memimpin,

mendengarkan, dan mempertimbangkan bukti yang ditunjukkan oleh Staf Divisi,

serta setiap bukti yang diajukan oleh pihak yang bersengketa pada proses peradilan

170
Ibid.
171
Administrative Law Judge (ALJ) di Amerika bersifat independen. Tidak di bawah SEC,
sehingga menghasilkan putusan yang objektif. Hal ini terkait dengan independensi kehakiman di
Amerika Serikat.
115

tersebut. Setelah mendengar dari ALJ, maka selanjutnya ALJ menerbitkan keputusan

awal yang mencakup temuan fakta dan kesimpulan hukum. Keputusan awal juga

berisi sanksi yang dituntut oleh Staf Divisi Penegakan Hukum. Kedua pihak yang

bersengketa (Staf Divisi Penegakan Hukum dan Terdakwa) bisa mengajukan banding

seluruhnya atau sebagian dari keputusan awal kepada Komisi. Komisi dapat

menegaskan keputusan ALJ, membatalkan keputusan, atau mengembalikan Terdakwa

ke penjara untuk pemeriksaan lanjutan/tambahan. Sanksi administratif yang

diputuskan adalah berupa memberhentikan pesanan, penundaan, atau pencabutan izin

broker-dealer dan mencabut izin pendaftaran investasi penasehat, civil monetary

penalties,172 dan disgorgement.173

6. Division of Risk, Strategy, and Financial Innovation (Divisi Risiko,


Strategi, dan Inovasi Keuangan)

Divisi Risiko, Strategi, dan Inovasi Keuangan didirikan pada bulan September

2009 untuk membantu mengidentifikasikan risiko yang berkembang dan tren di pasar

modal. Divisi baru ini menyediakan analisis canggih yang mengintegrasikan disiplin

ilmu ekonomi, keuangan, dan hukum. Tanggung jawab Divisi ini mencakup 3 (tiga)

172
Civil Monetary Penalties atau denda sipil adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan ketika Negara (Instansi Pemerintah, atau Pihak Swasta) mencari bantuan moneter
terhadap individu sebagai restitusi kesalahan oleh individu. Kesalahan ini biasanya ditentukan oleh
suatu kodefikasi undang-undang, peraturan, dan keputusan. Denda sipil tidak dianggap sebagai
hukuman pidana, melainkan pengganti hukuman untuk mengembalikan keadaan seperti semula.
Contohnya : jika seseorang membuang limbah beracun di taman negara, maka negara akan meminta
untuk memulihkan taman tersebut seperti sedia kala atau membawa hal tersebut ke pengadilan negeri
jika diperlukan. Sumber : Black’s Law Dictionary, Op.cit.
173
Disgorgement adalah upaya paksa untuk menyerahkan seluruh keuntungan yang diperoleh
dengan tindakan ilegal atau tidak etis. Pengadilan dapat memerintahkan Terpidana untuk membayar
kembali keuntungan ilegal, dengan bunga, untuk mencegah perolehan keuntungan yang tidak adil.
Dalam Black’s Law Dictionary, mengatakan disgorgement adalah tindakan memberi sesuatu (seperti
keuntungan yang diperoleh secara ilegal atas permintaan atau dengan paksaan hukum. Sumber :
Black’s Law Dictionary, Op.cit.
116

bidang yang luas, antara lain : risiko dan analisis ekonomi; riset strategis; dan inovasi

keuangan. Munculnya derivatif, hedge funds, teknologi baru, dan faktor lain telah

mengubah pasar modal menjadi lebih baik terkait dengan Good Corporate

Governance (GCG). Divisi Risiko, Strategi, dan Inovasi Keuangan bekerja untuk

memberikan nasihat kepada Komisi melalui pendekatan interdisipliner yang

diinformasikan oleh hukum dan ekonomi keuangan yang modern, serta

perkembangan produk dunia nyata dan praktek di Wall Street dan Main Street. 174

Adapun fungsi dari Divisi Risiko, Strategi, dan Inovasi Keuangan, adalah

sebagai berikut :

a. Analisis strategis dan jangka panjang;

b. Mengidentifikasi perkembangan baru dan tren di pasar modal dan risiko yang

sistemik;

c. Membuat rekomendasi tentang bagaimana perkembangan baru tersebut dan

tren mempengaruhi regulasi kegiatan Komisi;

d. Melakukan penelitian dan analisis sebagai kelanjutan dan mendukung fungsi

Komisi dan Divisi-Divisi; dan

e. Memberikan pelatihan tentang perkembangan baru, baik mengenai tren pasar

dan hal-hal lainnya.

Setelah mengetahui tanggung jawab dan kewajiban BAPEPAM-LK

(Indonesia), MAS (Singapura), dan SEC (Amerika Serikat) maka didapatlah benang

merahnya. Jika ditinjau dengan teori Lawrence M. Friedman – Sistem Hukum –

174
SEC Website, “The Investor’s Advocate : How the SEC Protects Investors, Maintains
Market Integrity, and Facilitates Capital Formation”, Op.cit.
117

bahwa secara substansial peraturan perundang-undangan ketiga negara pada dasarnya

sama karena peraturan perundang-undangan tersebut terlihat mirip antar satu negara

dengan negara lain. Ditinjau dari sisi badan hukumnya, ketiga badan hukum tersebut

merupakan otoritas tertinggi dari pasar modal ketiga negara. Namun yang membuat

perbedaan adalah budaya hukumnya, di Indonesia masih mengakar budaya suap

pejabat-pejabat pemerintah. Sedangkan di Negara lain hal ini tidak dapat ditolerir. 175

Jika dibandingkan dari kewenangan penanganan money laundering, didapati

SEC dan MAS adalah otoritas keuangan pasar modal yang melaporkan tindak pidana

money laundering ke FIU dan untuk selanjutnya penyelidikan dan penjatuhan

hukuman dilakukan. Sebenarnya BAPEPAM-LK juga wajib menyelidiki kasus

money laundering tersebut jika ada, namun kenyataannya adalah BAPEPAM-LK

tidak bertindak apapun dalam kasus tindak pidana money laundering yang terjadi

pada ranah hukumnya.

Kedudukan dan kewenangan Biro Pemeriksaan dan Penyidikan di

BAPEPAM-LK sebagai lembaga penyidik bukanlah “kelanjutan” dari kedudukannya

sebagai lembaga pemeriksa, melainkan merupakan kewenangan yang “mandiri”.

Sehingga oleh pembentuk Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,

kewenangan ini dipisahkan yaitu : Kewenangan Pemeriksaan dalam BAB XII dalam

Pasal 100, sedangkan Kewenangan Penyidikan dalam BAB XIII dalam Pasal 101.

175
Dapat dilihat dari survey dari Political & Economic Risk Consultancy (PERC), Hongkong
dan Transfarency Internasional, Indonesia merupakan peringkat pertama sebagai negara terkorup
diikuti dengan Kamboja di posisi kedua dan Vietnam di posisi ketiga. Sedangkan Amerika Serikat
berada di posisi ketigabelas yang merupakan negara bersih, lain halnya dengan Singapura menempati
urutan paling akhir menempati urutan keenambelas sebagai negara terbersih. Sumber : Nusantaraku,
“Memalukan, Indonesia Negara Terkorup Asia Pasifik”,
http://nusantaranews.wordpress.com/2010/03/09/prestasi-terus-naik-indonesia-negara-terkorup-asia-
2010/., diakses pada 03 Mei 2011.
118

Karena itu, dapat saja BAPEPAM-LK langsung menggunakan kewenangan

penyidikannya tanpa harus sebelumnya melakukan tindakan yang tergolong ke dalam

Kewenangan Pemeriksaan. Dengan tugas barunya ini berarti BAPEPAM-LK

mempunyai kewenangan yang sama seperti yang dipunyai oleh otoritas pasar modal

di Negara lain seperti SEC di Amerika Serikat. Berdasarkan fungsinya tersebut

seharusnya BAPEPAM-LK dapat mewujudkan tujuan penciptaan kegiatan pasar

modal yang teratur dan efisien serta dapat melindungi kepentingan pemodal dan

masyarakat. Dalam melaksanakan fungsi penegakan hukum, BAPEPAM-LK bersikap

proaktif bila terdapat indikasi pelanggaran peraturan perundang-undangan pasar

modal. Dengan melakukan pemeriksaan dan atau penyidikan yang didasarkan kepada

laporan atau pengaduan dari pelaku-pelaku pasar modal, data tersebut dianalisis oleh

BAPEPAM-LK dan dari hasil tersebut dijadikan konsumsi publik dengan melakukan

pemberitaan melalui media massa. 176

Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal juga tidak ada

memberikan kewenangan untuk memberantas money laundering di pasar modal.

Namun, seharusnya BAPEPAM-LK sudah tahu mengenai tugasnya karena money

laundering adalah salah satu tindak pidana perbankan yang dapat dilakukan di sektor

perbankan. Karena Pasar Modal adalah salah satu pasar perbankan, maka sudah

seharusnya BAPEPAM-LK bertindak sebagai penyidik dalam kasus money

laundering di Pasar Modal.

176
Hamud M. Balfas, Tindak Pidana Pasar Modal dan Pengawasan Perdagangan di Bursa
Efek, Jurnal Hukum No. 11, Volume 6., 1999, hal. 93, sebagaimana dikutip Budi Satrio, “Penegakan
Hukum Pidana di Pasar Modal”, (Tesis : Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 60-61.
119

BAB IV

KENDALA UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2010 TENTANG


PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN
UANG DALAM MENCEGAH PRAKTEK MONEY LAUNDERING
DI PASAR MODAL

Dalam hal penegakan hukum tindak pidana pencucian uang, PPATK sangat

berperan penting dalam menekan angka pencucian uang. Dengan kata lain, PPATK

sebagai pemegang kunci dari mekanisme pemberantasan tindak pidana pencucian

uang di Indonesia. Jika, PPATK tidak menjalankan fungsinya dengan benar maka

efektifitas dari pelaksanaan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan

dan Pemberantasan Pencucian Uang tidak akan tercapai. Dari latar belakang falsafah

dibentuknya Rezim Anti Pencucian Uang, maka dapat dikaji beberapa kendala yang

muncul dalam penerapan ketentuan ini di Indonesia. Seperti telah dipahami bahwa

suatu keberhasilan dalam penegakan hukum sangat tergantung pada beberapa faktor

yaitu bagaimana formulasi undang-undangnya, kualitas penegak hukumnya dan

budaya masyarakatnya.177

A. Penegakan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan


Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Praktek Money
Laundering di Pasar Modal

Pencucian uang sebagai suatu kejahatan mempunyai ciri khas yaitu bahwa

kejahatan ini bukan merupakan kejahatan tunggal tetapi kejahatan ganda. Hal ini

ditandai dengan bentuk pencucian uang sebagai kejahatan yang bersifat follow up

177
Yenti Garnasih, “Anti Pencucian Uang di Indonesia dan Kelemahan dalam
Implementasinya”, http://opinihukumkasus-lc-bni.blogspot.com/2008/07/anti-pencucian-uang-di-
indonesia-dan.html., diakses pada 21 Maret 2011.
120

crime atau kejahatan lanjutan, sedangkan kejahatan utamanya atau kejahatan asalnya

disebut sebagai predicate offense atau core crime atau ada negara yang

merumuskannya sebagai unlawful actifity yaitu kejahatan asal yang menghasilkan

uang yang kemudian dilakukan proses pencucian uang. Tujuan pelaku memproses

pencucian uang adalah untuk menyembunyikan atau menyamarkan hasil dari

predicate offence agar tidak terlacak untuk selanjutnya dapat digunakan, jadi bukan

untuk tujuan menyembunyikan saja tapi merubah performance atau asal usulnya hasil

kejahatan untuk tujuan selanjutnya dan menghilangkan hubungan langsung dengan

kejahatan asalnya. Dengan demikian jelas bahwa berbagai kejahatan keuangan

(interprise crimes) hampir pasti akan dilakukan pencucian uang atau paling tidak

harus sesegera mungkin dilakukan pencucian uang untuk menyembunyikan hasil

kejahatan itu agar terhindar dari penuntutan petugas.178

Dari kekhasan jenis kejahatan ini telah melahirkan berbagai definisi tentang

pencucian uang, yang ternyata tidak ada satupun yang bersifat universal serta

komperhensif. Hal ini terlihat dalam pernyataan179 :

“There is no universal or comprehensive definition of money laundering XE


“money laundering”. Prosecutors and criminal intelligence agencies,
businesspersons and companies, developed and developing countries-each
has its own definition based on different priories and perspectives. In general,
legal definitions for the purpose of persecution are narrower than definitions
for intelligence purposes”.

Dari berbagai definisi yang dibuat masing-masing negara bukan berarti

berbeda sama sekali tetapi terdapat standar minimumnya berkaitan dengan kriteria

kejahatan ini, dan terutama untuk kepentingan dilakukannya mutual legal assistance.

178
Ibid.
179
Ibid.
121

Artinya bahwa masing-masing negara boleh saja tidak menyeragamkan definisi

namun paling tidak terdapat standar yang harus diatur yaitu berkaitan dengan adanya

unsur-unsur intent (maksud atau sengaja), a financial transaction, proceed of crime,

knowledge or reason to know dan proceed of crime or unlawful activity. Dari sifatnya

yang merupakan kejahatan ekonomi maka dipikirkan bahwa praktik pencucian uang

sebagian besar menggunakan sarana lembaga keuangan, maka harus dilakukan upaya

agar lembaga ini tidak digunakan untuk pencucian uang. Selain itu upaya

pemberantasan melalui ketentuan lembaga keuangan dipandang sebagai suatu strategi

dini sebagai penangkapan pelaku dan penyitaan hasil kejahatan dalam kaitannya

dengan upaya preventif. 180

Namun demikian, karena sifatnya yang merupakan kejahatan tetap harus

dilakukan upaya represif, maka ditawarkan suatu pemikiran pemberantasan dengan

pendekatan dua jalur yang disebut sebagai twin track against money laundering181 :

“A twin track policy has gradually evolved in the fight against money
laundering, consisting of preventive approach, founded in banking law, and
repressive approach founded in criminal law. To portray the distinction
between the preventive and the repressive approach to money laundering as a
dichotomy between criminal and financial law is, however, an
oversimplification”.

Berkaitan dengan pemberantasan pencucian uang maka kedua pendekatan

tersebut hanya dibedakan tetapi tidak dipisahkan, bahkan dinyatakan antara

pendekatan hukum pidana dan hukum ekonomi merupakan suatu keterpaduan.

Diawali dengan pendekatan preventif yang diletakan pada lembaga keuangan

nampaknya upaya pemberantasan melalui bidang ini dipandang sebagai strategi dini

180
Ibid.
181
Ibid.
122

dan yang paling signifikan. Misalnya pada tahap placement lembaga keuangan (bank)

dimanfaatkan dengan cara yang sederhana sampai yang rumit menggunakan wire

transfer ataupun munculnya Payable Through Accounts (PTAs). 182

Selain itu, dengan perkembangan yang sangat pesat di bidang ekonomi,

ditambah lagi dengan globalisasi ekonomi, maka ketentuan-ketentuan tentang

kegiatan Pasar Modal diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar

Modal, dengan tetap mengacu pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, BAPEPAM-LK

mempunyai wewenang dalam hal penyidikan Tindak Pidana yang terjadi di Pasar

Modal sesuai yang diatur dalam Pasal 101 yaitu 183 :

(1) “Dalam hal Bapepam berpendapat pelanggaran terhadap Undang-undang


ini dan atau peraturan pelaksanaannya mengakibatkan kerugian bagi
kepentingan Pasar Modal dan atau membahayakan kepentingan pemodal
atau masyarakat, Bapepam menetapkan dimulainya tindakan penyidikan.
(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Bapepam diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang Pasar Modal berdasarkan ketentuan dalam Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana.
(4) Dalam rangka pelaksanaan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), Bapepam mengajukan permohonan izin kepada Menteri untuk
memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan tersangka
pada bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang
perbankan.
(5) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada
penuntut umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana.
(6) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), Bapepam dapat meminta bantuan aparat
penegak hukum lain”.

182
Ibid.
183
Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Op.cit.
123

Tetapi kenyataannya dalam hal penegakan supremasi hukum di lingkungan

Pasar Modal masih sangatlah membingungkan dimana di dalam Undang-Undang No.

8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal telah diatur bahwa yang menjadi penyidik dalam

hal terjadi tindak pidana di lingkungan Pasar Modal adalah Penyidik Pegawai Negeri

Sipil di lingkungan Bapepam. Sementara menurut Kitab Undang-undang Hukum

Acara Pidana Pasal 1 menyatakan bahwa yang menjadi penyidik adalah Pejabat Polisi

Negara RI dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus

oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Sesuai dengan Pasal 101 ayat 6

kedudukan Polri hanyalah sebagai pembantu penyidik BAPEPAM-LK dalam hal

terjadi Tindak Pidana di lingkungan Pasar Modal. Sehingga dalam hal menyidik

maupun memproses Tindak Pidana yang terjadi di Pasar Modal sampai saat ini

sangatlah minim yang berhasil diproses sampai ke Pengadilan. Kasus pelanggaran di

pasar modal Indonesia masih tidak jelas sanksi hukumnya. Contoh yang dapat kita

lihat adalah kasus L/C Fiktif BNI 46 yang merugikan negara Rp. 11,4 miliar yang

sampai saat ini belum jelas apa sanksi hukum yang dijatuhkan.184

Untuk meningkatkan dan mengefektifkan penegakan hukum di lingkungan

BAPEPAM-LK, serta meningkatkan peran Polri dalam upaya membantu BAPEPAM-

LK dalam penegakan hukum maka pada tanggal 19 Pebruari 1998 dilangsungkan

penandatanganan Nota Kesepahaman Bersama (MOU) antara Badan Pengawas Pasar

Modal Departemen Keuangan dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Agar

pasar modal dapat berkembang dibutuhkan adanya landasan hukum yang kukuh

184
Rudi Hartono, “Lemahnya Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pasar Modal”,
http://masroed.wordpress.com/., diakses pada 21 Maret 2011.
124

untuk lebih menjamin kepastian hukum pihak-pihak yang melakukan kegiatan di

pasar modal, serta melindungi kepentingan masyarakat pemodal dari praktik yang

merugikan. Untuk menunjang tatanan hukum tersebut sangat diperlukan upaya-upaya

untuk meningkatkan koordinasi dan kerja sama antara BAPEPAM-LK dan Polri

dalam rangka menjamin terlaksananya penegakan hukum di pasar modal.185

Seharusnya BAPEPAM-LK juga dimasukkan di dalam Undang-Undang No. 8

Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

sebagai suatu lembaga penyidik. Karena menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana, yang menjadi penyidik adalah Kepolisian. Namun, di dalam Undang-

Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang, yang melaporkan tindak pidana pencucian uang adalah PPATK.

BAPEPAM-LK mempunyai kekuasaan yang absolut, karena dapat membuat

peraturan (hak regulasinya), dapat mengawasi, dan dapat memberikan sanksi

administratif. Tetapi kekuasaan yang diberikan tersebut sangat setengah-setengah

dikarenakan proses penuntutan dilakukan oleh Kejaksaan Republik Indonesia yang

sudah pasti hanya mengetahui kejahatan konvensional saja.

B. Faktor-Faktor Penyebab yang Mempengaruhi Penegakan Hukum


Tindak Pidana Money Laundering di Pasar Modal

Untuk menegakkan hukum terhadap praktik pencucian uang memerlukan

kerja sama yang baik dari semua unsur Sistem Peradilan Pidana (SPP) yang dalam hal

ini terdiri dari Polisi, Jaksa, Hakim dan juga PPATK. Masing-masing unsur SPP dan

PPATK harus bisa berjalan dengan baik terkoordinir dan simultan. Namun,

185
Ibid.
125

nampaknya masih terdapat masalah dalam penegakan hukum terhadap pencucian

uang di pasar modal.186

Tindak Pidana money laundering di Pasar Modal termasuk ke dalam

kejahatan kerah putih (white collar crime). Tingkat kesulitan penegakan hukum pada

kasus money laundering L/C Fiktif Bank BNI’46 memiliki tingkat kesulitan yang

tinggi, berbeda dengan penegakan hukum kejahatan konvensional lainnya. Kenyataan

menunjukkan bahwa kasus tersebut sampai ke pengadilan jauh lebih sulit daripada

membawa kasus-kasus konvensional. Kesulitan ini disebabkan oleh faktor-faktor

sebagai berikut187 :

1. Modus operandi dari white collar crime jauh lebih kompleks dibandingkan

dengan kejahatan konvensional;

2. Pelaku white collar crime jarang yang mempunyai riwayat kriminil seperti

yang umumnya dimiliki oleh pelaku kejahatan konvensional;

3. Kerugian dari white collar crime di pengadilan umumnya seperti orang-orang

innoncent, tidak kelihatan sebagai penjahat karena pelaku white collar crime

umumnya orang-orang terdidik, maka pintar merekayasa dan

menyembunyikan kesalahannya. Para pelaku white collar crime umumnya

adalah orang-orang terpandang dan memiliki banyak teman dan uang, maka

biasanya dapat menyewa pengacara mahal dan handal, yang dapat

membebaskan dari jeratan hukuman. Dengan dasar uang yang banyak dan

relasi yang punya kedudukan maka tidak terlalu sulit bagi seorang white

186
Yenti Garnasih, Op.cit.
187
Munir Fuady, Bisnis Kotor : Anatomi Kejahatan Kerah Putih, Op.cit., hal. 180.,
sebagaimana dikutip Budi Satrio, Op.cit., hal. 55-56.
126

collar crime untuk mendekati aparat penegak hukum, seperti polisi, jaksa,

atau hakim di seluruh tingkat peradilan.

Selain melihat dari faktor-faktor kesulitan dari pengungkapan fakta kejahatan

white collar crime, dapat juga dilihat menggunakan teori Lawrence M. Friedman –

Sistem Hukum, yaitu sebagai berikut :

1. Substansi Hukum

Kewajiban dari pihak Kepolisian selaku koordinator penyidikan, ditentukan

dalam Pasal 107 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, mengatakan

bahwa188 :

“Untuk kepentingan penyidikan, penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf
a., memberikan petunjuk kepada penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf
b., dan memberikan bantuan penyidikan”.

Dalam praktek, penanganan kasus-kasus pasar modal, jarang sekali pihak

kepolisian memberikan bantuan dalam tingkat penyidikan ini adalah sepanjang

menyangkut tindakan polisionil, seperti : penangkapan; penggeledahan. Sedangkan

pada saat proses proses pelaksanaan penyidikannya sendiri, pihak kepolisian

memberikan kebebasan kepada penyidik BAPEPAM-LK untuk melakukan

penyidikannya. Hal ini terjadi karena masih kurangnya pemahaman dari penyidik

kepolisian tentang kasus-kasus yang terjadi menyangkut kejahatan di pasar modal.189

188
Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana, dan Perdata, Cetakan
Pertama, (Jakarta : Visimedia, 2008).
189
Budi Satrio, Loc.cit., hal. 80-82.
127

Hal ini diakui oleh Sardjito, Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan

BAPEPAM-LK, yang mengatakan bahwa190 :

“… salah satu kesulitan bagi penyidik BAPEPAM-LK, karena fungsi


Kepolisian selaku koordinator kurang berperan, sedangkan pihak penyidik
BAPEPAM-LK sendiri selaku penyidik dalam kasus-kasus yang terjadi di
pasar modal masih harus belajar banyak dalam melakukan proses penyidikan
pidana pada kasus-kasus tersebut karena selama ini pihak BAPEPAM-LK
lebih sering menggunakan sanksi administratif sebagai senjata untuk
menghukum pihak yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
perundang-undangan pasar modal”.

Penetapan sanksi administratif tersebut adalah sama dengan yang diterapkan

oleh Securities and Exchange Commission (SEC – Amerika Serikat) dalam

menghadapi kasus-kasus pidana di Pasar Modal. Penjatuhan hukuman tersebut berupa

disgorgement, pencabutan izin usaha, dan civil monetary penalties.

Dalam hal pengejaran pelaku tindak pidana money laundering di Pasar Modal

Indonesia, pihak BAPEPAM-LK tidak dimasukkan di dalam Undang-Undang No. 8

Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang

sebagai penyidik. Maka dari itu pihak BAPEPAM-LK sendiri tidak mempunyai dasar

hukum yang kuat untuk menghukum pelaku kejahatan money laundering.

2. Stuktur Hukum

a. BAPEPAM-LK

Jika ditinjau dari struktur hukumnya kewenangan BAPEPAM-LK dalam

menangani money laundering sebenarnya BAPEPAM-LK mempunyai kewenangan

untuk mengatur, mengawasi dan membina pasar modal di Indonesia. Namun

kenyataannya tidak ada koordinasi antara Kepolisian dan BAPEPAM-LK. Pihak

190
Ibid., hal. 82.
128

BAPEPAM-LK sebagai otoritas pasar modal mengetahui seluk-beluk pasar modal,

sedangkan Kepolisian mengetahui tata cara penyelidikan yang dilakukan. Jadi

sebenarnya, antara BAPEPAM-LK dan Kepolisian saling membutuhkan satu sama

lain. Dasar dari penyelidikan tersebut adalah laporan dari PPATK.

Kerja sama itulah yang tidak ada antar lembaga, setiap lembaga menunjukkan

tidak berkompeten menangani masalah money laundering dengan serius. Seharusnya

di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan

Tindak Pidana Pencucian Uang memasukkan pihak BAPEPAM-LK sebagai otoritas

pasar modal yang merupakan salah satu tempat tindak pidana money laundering

dilakukan itu sebagai Penyidik.

Menurut Indra Safitri sebagai pengamat hukum pasar modal, mengatakan

bawah191 :

“… salah satu faktor penting untuk mengatasi masalah kejahatan di pasar


modal itu adalah peran aktif dan ketegasan BAPEPAM-LK. Satu-satunya
lembaga yang mempunyai otoritas di pasar modal Indonesia adalah
BAPEPAM-LK dimana untuk memberantas kejahatan di pasar modal harus
dengan mengoptimalkan BAPEPAM-LK, yakni : Pertama, BAPEPAM-LK
harus menjalankan prinsip-prinsip good governance di lembaga itu, seperti
transparansi; Kedua, Sumber Daya Manusia (SDM) dan take home pay. Kalau
perangkat hukum bagus, tetapi institusinya belum menjalankan good
governance, SDM dan sumber sosialnya tidak baik, penegakan hukum tidak
dapat optimal. Sehingga, reposisi BAPEPAM-LK tidak begitu penting lagi
untuk dipermasalahkan. Di bawah Presiden sekalipun, sebuah lembaga tidak
dapat menjalankan good governance dengan baik maka itu tidak ada gunanya.
Sebaliknya, sekalipun di bawah Kementerian, tetapi jika lembaga tersebut
menjalankan good governance, memiliki SDM yang bagus dan penggajian
yang bagus maka akan lebih efektif”.

Pernyataan tersebut di atas adalah mengkaji penegakan hukum dari aspek

kesejahteraan aparat penegak hukumnya. Sama saja menyebutkan bahwa apabila

191
Ibid., hal. 83.
129

diberi gaji tinggi maka aparat tersebut akan baik bekerja. Sebenarnya semuanya

berasal dari dalam diri masing-masing (law from inside).192 Jika para aparat penegak

hukum mempunyai kesadaran hukum yang tinggi maka, seberapa sulit penegakan itu

dilakukan akan jalan dengan sendirinya.

b. PPATK

PPATK meskipun independen namun fungsinya sangat terbatas yaitu hanya

sebagai fungsi administratif. Di Indonesia PPATK tugasnya mengumpulkan dan

memproses informasi yang berkaitan dengan kecurigaan atau indikasi pencucian

uang. PPATK berfungsi sebagai motor penggerak untuk menganalisis adanya

kecurigaan pencucian uang terutama melalui deteksi dini dalam alur transaksi yang

mencurigakan. 193

Namun demikian, badan ini tetap dalam status melakukan tahap

penyelidikanpun sangat awal dan sangat terbatas membantu kepolisian. Hasil analisis

atas transaksi atau kecurigaan adanya pencucian uang kemudian diserahkan kepada

polisi yang ternyata oleh polisi masih dilakukan penyelidikan baru ditindaklanjuti

dengan penyidikan dan proses selanjutnya. Artinya bahwa hasil analisis PPATK ini

bukanlah sebagai alat bukti karena masih harus ditindaklanjuti dalam penyidikan,

selain itu dalam masa penyidikan tersebut PPATK tidak berwenang untuk memblokir,

artinya hasil analisis ini tidak terlalu berarti. 194

192
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Op.cit.
193
Yenti Garnasih, Op.cit., hal. 174.
194
Ibid.
130

c. Kepolisian

Dalam ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang dimaksud penanganan

penyelidikan dan penyidikan tindak pidana pencucian uang berada dibawah

kewenangan Kepolisian Republik Indonesia, disamping itu dibentuk lembaga

(Financial Investigation Unit), yaitu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi

Keuangan (PPATK), yang fungsinya antara lain penerima laporan (repository

function) dan penganalisis (analysis function) dan sebagai clearing house yaitu

lembaga yang menyediakan fasilitas untuk pertukaran informasi atas transaksi yang

mencurigakan. 195

Berkenaan dengan tugas penyidikan polisi harus memperoleh alat bukti yang

akan diajukan pada jaksa untuk selanjutnya diungkapkan di persidangan, dan untuk

perkara pencucian uang bukanlah masalah mudah, apalagi harus dikaitkan dengan

kejahatan asalnya. Peran polisi juga sangat dominan manakala berkaitan dengan

pengembalian harta kekayaan hasil tindak pidana ini di luar negeri. Kemajuan di

bidang teknologi informasi memungkinkan kejahatan pencucian uang bisa terjadi

melampaui batas kedaulatan suatu Negara, untuk mencegah dan memberantasnya

memerlukan kerjasama antara Negara. Penyidikan juga akan semakin sulit ketika

melibatkan penggunaan jasa wire system, hal ini nampaknya dikarenakan tuntutan

efisiensi, kecenderungan ekonomi, teknologi dan tuntutan kebutuhan pasar terbuka.196

195
Ibid.
196
Ibid.
131

Sejak 1989 dihampir semua negara telah menerapkan wire transfer system

secara internal, antar bank dan lembaga keuangan (transffering fund by electronic

messages between banks-wire transfer), ini merupakan cara untuk memindahkan

dana ilegal dengan cepat dan tidak mudah untuk dilacak oleh jangkauan hukum,

dimana sekaligus pada saat yang sama terjadilah pencucian uang dengan cara

mengacaukan audit trail. Cara ini juga sering disebut sebagai Electronic Fund

Transfer (EFT) atau cyber payment yang merupakan salah satu jasa yang diberikan

oleh electronic banking, yang memungkinkan pembayaran transfer berlangsung

dengan mobilitas tinggi dengan mengoptimalkan jaringan perbankan international

(International Offshore Banking Centers) sebagai lembaga intermediasi. Masalah

wire transfer system yang menyertai money laundering juga semakin mempersulit

pembuktian.197

Selain itu polisi juga harus menemukan fakta untuk dibuktikan jaksa yang

meliputi unsur subyektif atau mens rea dan unsur obyektifnya atau actus reus. Mens

rea yang harus dibuktikan yaitu knowledge (mengetahui atau patut menduga) dan

intended (bermaksud). Kedua unsur tersebut berkaitan dengan unsur terdakwa

mengetahui bahwa dana tersebut berasal dari hasil kejahatan dan terdakwa

mengetahui tentang atau maksud untuk melakukan transaksi. Untuk memenuhi unsur

yang harus dibuktikan jaksa tersebut sangat sulit, mengetahui atau cukup menduga

apalagi bermaksud untuk menyembunyikan hasil kejahatan, benar-benar harus

didukung berbagai faktor terutama dari perilaku dan kebiasaan pelaku. 198

197
Ibid.
198
Ibid.
132

Perlu ditekankan bahwa polisi tidak selalu harus menunggu laporan atau hasil

investigasi dari PPATK, bisa saja dan sangat mungkin polisi melakukan penyelidikan

awal terlebih dahulu atas adanya dugaan pencucian uang. Dalam kasus seperti ini

misalnya polisi telah mempunyai bukti awal tentang adanya korupsi atau aliran dana

illegal logging misalnya, justru polisi berinisiatif meminta bantuan PPATK untuk

rekening tertentu. Seperti yang terjadi sekarang ini, begitu banyak kasus korupsi yang

terungkap seharusnya polisi mengambil inisiatif menelusuri aliran dana terlebih

dahulu tidak perlu menunggu dari PPATK. Sebaiknya polisi juga mulai waspada

terhadap praktek pencucian uang yang menggunakan cara-cara manual atau

tradisional yaitu cara pemindahan uang dari bagasi ke bagasi. Nampaknya hal ini

mulai marak di Indonesia, sebagai perbandingan di Amerika sendiri masih terjadi

pencucian uang yang menggunakan cara-cara tradisional seperti hundi. 199

Sudah seharusnya mulai dipikirkan bahwa ketika suatu perkara pencucian

uang terungkap maka para pelaku kejahatan itu akan mengevaluasi teknik-teknik

yang mereka lakukan dan pada akhirnya akan menjatuhkan mereka. Mereka akan

selalu mengikuti pemberitaan kasus mereka di media massa, menyimak jalannya

persidangan dan mendengarkan keterangan-keterangan saksi yang dihadirkan serta

mempelajari transkrip-transkrip persidangan untuk mengetahui di mana kelemahan

mereka sehingga terjebak dalam penangkapan polisi. Artinya polisi harus menyadari

bahwa penjahat tidak bisa didikte oleh pemerintah. Apabila di Indonesia saat ini

sedang gencar-gencarnya untuk mengamankan sistem bank sebagai sarana pencucian

199
Ibid.
133

uang, sudah seharusnya polisi lebih mewaspadai proses pencucian uang yang tidak

melalui bank. 200

Menghadapi ancaman pencucian uang yang semakin canggih dan dengan cara

sederhana tetapi strategis bukan sesuatu yang mudah. Di berbagai negara hal ini

sangat dipahami, sehingga Amerika mengeluarkan undang-undang yang disebut Stink

Operation (operasi penjebakan). Pada intinya operasi ini adalah untuk mengungkap

jaringan pencucian uang dengan cara penyamaran (undercover inquiring). Jadi polisi

dalam waktu tertentu menyamar sebagai pelaku pencucian uang dengan

menggunakan uang negara, seperti pada pengungkapan tindak pidana narkotika.

Namun untuk operasi penjebakan pencucian uang ini lebih rumit, karena tidak

sekedar penyamaran saja tetapi negara harus menyiapkan sejumlah uang yang akan

digunakan dalam penyamaran tersebut untuk dicuci. Nampaknya tanpa adanya

undang-undang stink operation ini akan sulit terwujud.201

Sampai sekarang ini operasi penyamaran untuk kasus-kasus besar oleh pihak

Kepolisian Republik Indonesia masih kurang dilakukan karena keterbatasan anggaran

dari pemerintah. Untuk menyelesaikan sebuah kasus, seorang polisi hanya dibayar

yang nominalnya tidaklah cukup untuk operasional di lapangan. Bagaimana mungkin

sebuah operasi penyamaran dapat dilakukan di Indonesia tanpa didukung oleh

anggaran yang cukup. Mental polisinya juga harus dipertaruhkan dalam hal ini.

200
Ibid.
201
Ibid.
134

3. Budaya Suap Bagi Penegak Hukum

Budaya hukum Indonesia masih merupakan budaya suap. Hal ini dibuktikan

dengan kasus L/C Fiktif BNI’46, yang dapat dilihat bahwa Komjen Polisi Suyitno

Landung terseret kasus suap terkait dengan kasus tersebut. Adapun kutipan

pernyataan Tim Penyidik Bareskrim Mabes Polri dalam mekanisme penuntasan kasus

BNI’46, sebagai berikut202 :

“…dulu Komjen Pol. Suyitno Landung menjadi atasan hukum (ankum)


Penyidik yang terlibat kasus suap BNI. Kini dia malah dijadikan tersangka
atas kasus serupa. Kasusnya adalah dugaan suap di tubuh Bareskrim Mabes
Polri saat menangani kasus pembobolan BNI melalui letter of credit fiktif.
Penetapan mantan Kabareskrim Polri Komjen Pol. Suyitno Landung sebagai
tersangka ini terkait kasus penyalahgunaan tugas dan tanggung jawab jabatan
di Bareskrim Mabes Polri dalam mekanisme penuntasan kasus BNI.
Pemeriksaan masih berlanjut, pihak Bareskrim Mabes Polri menunggu
temuan-temuan. Jadi unsur yang mengarah ke tindak pidana dan ketentuan
yuridis masih diperiksa”.

Terbukti bahwa lembaga penegak hukumnya saja terseret-seret dari kasus

yang ditanganinya. Bagaimana mungkin sebuah penegakan hukum dapat berjalan

dengan baik, apabila penegak hukumnya masih bisa disuap. Keganjilan lain yang

dapat dilihat dari pernyataan di atas adalah bahwa pihak yang menginterogasi dan

atau menyelidiki kasus tersebut adalah lembaga Kepolisian itu sendiri. Sebuah badan

memeriksa badannya sendiri, kasus ini tidak akan selesai karena tidak terjadi checks

and balances jika pemeriksaan dilakukan oleh Kepolisian itu sendiri. Seharusnya

pemeriksaan dilakukan oleh lembaga lain. Budaya hukum suap inilah yang tidak

dapat menegakkan keadilan.

202
Sirojul Muttaqien, “Komjen Pol. Suyitno Landung Jadi Tersangka Kasus Suap BNI”,
http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2005/bulan/12/tgl/13/time/143429/idnews/4977
02/idkanal/10., diakses pada 04 Mei 2011.
135

Hal tersebut di atas dapat dilihat lagi dengan bukti lebih lanjut mengenai

statistik survei yang digelar oleh KPK pada April-September 2009 dengan 11.413

responden yang menghasilkan Kepolisian adalah pemilik skor integritas terendah.

Dengan kata lain Kepolisian merupakan lembaga terkorup pada tahun 2009. 203

Kewenangan BAPEPAM-LK terhadap tindak pidana money laundering di

pasar modal semakin tidak didukung oleh lembaga penegak hukum lainnya. Sulit

untuk mengungkapkan kasus tindak pidana money laundering di Pasar Modal karena

tidak didukung oleh Substansi Hukum, Struktur Hukum, dan Budaya Hukumnya.

Sebaiknya pihak-pihak penegak hukum diberikan kewenangan untuk menyelidiki

dalam tindak pidana money laundering di pasar modal. BAPEPAM-LK juga

diberikan kewenangan untuk menangani masalah itu. Jadi, revisi dapat dilakukan

terhadap Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan

Tindak Pidana Pencucian Uang agar dapat mencantumkan BAPEPAM-LK sebagai

Penyidik tindak pidana money laundering di Pasar Modal.

203
Monitor Indonesia, “Inilah 15 Lembaga Terkorup Versi KPK”,
http://monitorindonesia.com/2010/01/inilah-15-lembaga-terkorup-versi-kpk/., diakses pada 04 Mei
2011.
136

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian mengenai “Kewenangan Badan Pengawas Pasar

Modal (BAPEPAM-LK) Dalam Penanganan Money Laundering Di Pasar Modal”,

maka kesimpulan yang didapat, sebagai berikut :

1. Terjadinya praktek money laundering di Pasar Modal dapat terjadi melalui 2

(dua) cara : Pertama, melalui hasil tindak pidana pasar modal itu sendiri

kemudian masuk ke sistem pasar modal; Kedua, hasil tindak pidana di luar

pasar modal kemudian masuk ke sistem pasar modal. Kedua hal tersebut lebih

cenderung dengan cara tahapan layering ataupun integration daripada tahapan

placement.

2. BAPEPAM-LK tidak berwenang untuk melakukan penyidikan money

laundering di Pasar Modal, penanganannya hanya dengan melakukan

pencegahan terhadap terjadinya money laundering di Pasar Modal dengan

cara menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer – KYC).

Kewenangan BAPEPAM-LK hanya sebatas melakukan penyidikan terhadap

tindak pidana pasar modal sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995

tentang Pasar Modal;

3. Kendala dalam penanganan money laundering di Pasar Modal dalam Undang-

Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak


137

Pidana Pencucian Uang adalah tidak melibatkan BAPEPAM-LK sebagai

otoritas pasar modal dalam hal terjadi praktek money laundering di pasar

modal.

B. Saran

Berdasarkan analisis dari kesimpulan di atas, selanjutnya akan disarankan hal-

hal sebagai berikut sebagai pemecahan masalah :

1. Mengantisipasi masuknya money laundering di Pasar Modal agar

BAPEPAM-LK mempelajari modus masuknya money laundering di Pasar

Modal, BAPEPAM-LK perlu meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan

lembaga terkait seperti : PPATK; Kepolisian; Kejaksaan; dan Pengadilan agar

penegakan hukum terhadap pelaku bisa lebih maksimal, serta melakukan

pengawasan terus-menerus terhadap kepatuhan pelaku pasar modal dalam

rangka menjamin terlaksananya law enforcement di bidang Pasar Modal;

2. BAPEPAM-LK agar diberi kewenangan dalam hal penanganan money

laundering di Pasar Modal karena BAPEPAM-LK sesuai dengan Undang-

Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal merupakan Penyidik dalam

penanganan tindak pidana yang terjadi di Pasar Modal dan lebih memahami

tentang kegiatan yang berlangsung di Pasar Modal dalam rangka terciptanya

kepercayaan masyarakat terhadap industri Pasar Modal;


138

3. Melakukan revisi terhadap Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang khususnya

mengenai substansi Pasal 74 yang mengatur mengenai Penyidik tindak pidana

asal, agar dicantumkan BAPEPAM-LK sebagai Penyidik tindak pidana money

laundering di Pasar Modal ataukah Undang-Undang No. 8 Tahun 1995

tentang Pasar Modal diganti dimana penyidiknya bukan lagi BAPEPAM-LK

saja tetapi juga Kepolisian Republik Indonesia.

Demikianlah saran yang diajukan agar kiranya dapat menjadi pertimbangan di

kemudian hari, baik untuk memperkaya khasanah kepustakaan maupun untuk

penelitian lanjutan mengenai BAPEPAM-LK dan money laundering di Pasar Modal.


139

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rajawali
Press, 2010.

BAPEPAM-LK, Strategi Pengembangan Pelaku Pasar Modal : Cetak Biru Pasar


Modal Indonesia 2000-2004, Jakarta : BAPEPAM-LK, 2000.

------------------., Master Plan Pasar Modal Indonesia 2005 – 2009, Jakarta :


Departemen Keuangan Republik Indonesia, 2005.

Bungin, Burhan., Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan


Ilmu Sosial Lainnya, Ed. 1, Cet. 3, Jakarta : Kencana, 2009.

Dalla, Ismail., The Emerging Asian Bond Market, Washington DC : The World Bank,
1995.

Friedman, Lawrence M., A History of American Law, 3rd Edition, New York : Simon
& Schuster, Inc., 2005.

------------------------------., American Law An Introduction, 2nd Edition, diterjemahkan


oleh Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, Jakarta : Tata Nusa,
2001.

Fuady, Munir., Bisnis Kotor : Anatomi Kejahatan Kerah Putih, Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2004.

-----------------., Pasar Modal Modern, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996.

Hukumonline.com, Tanya Jawab Hukum Perusahaan, Cetakan Pertama, Jakarta :


Visimedia, 2009.
140

Husein, Yunus., “Rezim Anti Money Laundering : Aspek Hukum dan Perkembangan
Terkini”, Disampaikan dalam Kuliah Umum Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, Medan, 8 Mei 2009.

Kelsen, Hans., Teori Hukum Murni : Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif,


diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien, disunting oleh Nurainun Mangunsong,
Bandung : Nusamedia & Nuansa, Cet. III, 2007.

Jurnal Hukum Bisnis, “Menyikapi Globalisasi Pencucian Uang”, Volume 22, No. 3,
2003.

Nasarudin, M. Irsan dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta :
Prenada Media, 2004.

Nasution, Bismar., Keterbukaan dalam Pasar Modal, Jakarta : Universitas Indonesia,


2001.

--------------------., “Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan


Ekonomi”, Medan : Pidato Pengukuhan Guru Besar, 2003.

--------------------., “Modul Perkuliahan : Hukum Pasar Modal”, Medan : Sekolah


Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009.

--------------------., Rejim Anti-Money Laundering di Indonesia, Bandung : Books


Terrace & Library, 2005.

Rajagukguk, Erman., “Rezim Anti Pencucian Uang dan Undang-Undang Tindak


Pidana Pencucian Uang”, disampaikan pada Lokakarya “Anti Money
Laundering”, Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 15
September 2005.

Sagala, Parluhutan., ”Penyebaran Kepemilikan Saham Pemerintah pada Badan Usaha


Milik Negara (BUMN) untuk Menciptakan Perusahaan yang Sehat dan
Efisien”, Medan : Disertasi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara, 2009.
141

Satrio, Budi., “Penegakan Hukum Pidana di Pasar Modal”, Medan : Tesis,


Universitas Sumatera Utara, 2009.

Shook, R. J., dan Robert L. Shook, The Wall Street Direct Dictionary.

Simbolon, Robinson., “Mewaspadai Pencucian Uang Melalui Pasar Modal, dalam


Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22, No. 3, Jakarta : Yayasan Pengembangan
Hukum Bisnis, 2003.

Soekanto, Soerjono., Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta


: Rajawali, tanpa tahun.

Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana, dan Perdata,


Cetakan Pertama, Jakarta : Visimedia, 2008.

Sunggono, Bambang., Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Rajawali Press, 2010.

Suta, I Putu Gede Ary., Menuju Pasar Modal Modern, Jakarta : Yayasan SAD Satria
Bhakti, 2000.

Tumanggor, M.S., “Kajian Hukum Atas Insider Trading di Pasar Modal Suatu
Antisipasi Terhadap Pengembangan Ekonomi Indonesia (Satu Telaah
Singkat)”, Bandung : Disertasi, Program Doktor Universitas Padjajaran.

Usman, Marzuki., Singgih Riphat, dan Syahrir Ika, Pengetahuan Dasar Pasar Modal,
Jakarta : Jurnal Keuangan dan Moneter, 1997.

ARTIKEL INTERNET

Agustiyadi, M. Tri., “Praktek Money Laundering pada Pasar Modal (Pasar Modal
Bukan Mesin Cuci Uang)”, http://triagus.multiply.com/reviews/item/33.,
diakses pada 19 November 2010.
142

BAPEPAM-LK, “Struktur Organisasi BAPEPAM-LK”,


http://www.bapepam.go.id/bapepamlk/organisasi/struktur.htm., diakses pada
17 Mei 2011.

Black’s Law Dictionary, http://www.blackslawdictionary.com/Home/Default.aspx.,


diakses pada 20 Maret 2011.

Garnasih, Yenti., “Anti Pencucian Uang di Indonesia dan Kelemahan dalam


Implementasinya”, http://opinihukumkasus-lc-bni.blogspot.com/2008/07/anti-
pencucian-uang-di-indonesia-dan.html., diakses pada 21 Maret 2011.

Hartono, Rudi., “Lemahnya Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pasar


Modal”, http://masroed.wordpress.com/., diakses pada 21 Maret 2011.

Departemen Pendidikan Nasional, “Integral”, Kamus Besar Bahasa Indonesia Online,


http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php., diakses pada 13 Agustus
2010.

Darmawan, Yusran., ”Membincang Holistik dalam Antropologi”,


http://timurangin.blogspot.com/2009/08/membincang-holistik-dalam-
antropologi.html., diakses pada 13 Agustus 2010.

“F i n a n c i a l I n v e s t i g a t i o n D i v i s i o n”,
http://www.cad.gov.sg/topNav/abo/div/Financial+Investigation+Division.htm.
diakses pada 31 Maret 2011.

Harian Ekonomi Neraca, “B.E.I Perketat Pencucian Uang”, tanggal 13 Juni 2010,
http://www.neraca.co.id/2010/06/13/bei-perketat-pencucian-uang/., diakses
pada 21 November 2010.

Hartono, D.T., “Bisakah Pasar Modal Sebagai Lahan Money Laundering?”,


http://www.bapepam.go.id/pasar_modal/publikasi_pm/info_pm/warta/2005_p
ebruari/money_laundering.pdf., diakses pada 19 November 2010.
143

Husein, Yunus., ”Rezim Anti Pencucian uang Indonesia Berdasarkan UU No. 8


Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU”, Desember 2010,
http://elearning.ppatk.go.id., diakses pada 17 Maret 2011.

Ihsan, Ahmad., “Hasil Pencucian Uang Kasus BNI Masuk Pasar Modal”, Kamis, 19 F
e b r u a r i 2 0 0 4,
http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2004/02/19/brk,20040219-
28,id.html., diakses pada 19 Maret 2011.

“Indikasi Kejahatan yang dilakukan oleh Kreditur/Bank kepada Debitur/Nasabah”,


http://korup5170.files.wordpress.com/2008/05/money-laundering.pdf., diakses
pada 19 Maret 2011.

MAS Website, ”Monetary Authority of Singapore Act.”,


http://www.singaporelaw.sg/content/CorporateFinance.html., diakses pada 31
Maret 2011.

Monitor Indonesia, “Inilah 15 Lembaga Terkorup Versi KPK”,


http://monitorindonesia.com/2010/01/inilah-15-lembaga-terkorup-versi-kpk/.,
diakses pada 04 Mei 2011.

Muttaqien, Sirojul., “Komjen Pol. Suyitno Landung Jadi Tersangka Kasus Suap
BNI”,
http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2005/bulan/12/tgl/13/ti
me/143429/idnews/497702/idkanal/10., diakses pada 04 Mei 2011.

Nurmalawaty, ”Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang (Money


Laundering) dan Upaya Pencegahannya”,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15240/1/equ-feb2006-3.pdf.,
diakses pada 19 Maret 2011.

Nusantaraku, “Memalukan Indonesia Negara Terkorup Asia Pasifik”,


http://nusantaranews.wordpress.com/2010/03/09/prestasi-terus-naik-
indonesia-negara-terkorup-asia-2010/., diakses pada 03 Mei 2011.

Organisasi, http://www.bapepam.go.id/old/profil/organisasi.htm., diakses pada 31


Maret 2011.
144

Perkasa, Anugerah., ”PPATK Bisa Menggandeng BAPEPAM-LK Terkait Pencucian


Uang di Bursa”, http://bataviase.co.id/node/371225., diakses pada 19
November 2010.

Primasari, Lushiana., “Studi Perbandingan Formulasi Ketentuan Pidana dalam


Undang-Undang Pasar Modal di Indonesia dengan Singapura”,
http://www.docstoc.com/docs/25952303/Studi-perbandingan-formulasi-
ketentuan-pidana-dalam-undang-undang., diakses pada 31 Maret 2011.

Ronny, Junaidy K., “Ilmu Hukum dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan Modern”,
http://www.legalitas.org/content/ilmu-hukum-dalam-perspektif-ilmu-
pengetahuan-modern., diakses pada 13 Agustus 2010.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. KEP-
02/PM/2003 tentang Prinsip Mengenal Nasabah.

Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. KEP-
476/BL/2009 tentang Prinsip Mengenal Nasabah oleh Penyedia Jasa
Keuangan di Bidang Pasar Modal.

Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak


Pidana Pencucian Uang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
No. 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4191.

Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak


Pidana Pencucian Uang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
No. 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4324.

Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak


Pidana Pencucian Uang, Lembaran Negara Republik Indonesia No. 122,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5164.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Lembaran Negara Republik
Indonesia No. 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3608.

Vous aimerez peut-être aussi