Vous êtes sur la page 1sur 5

AQIDAH ISLAM

Judul: AQIDAH ISLAM


Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan bagian LAIN / OTHER.
Nama & E-mail (Penulis): EDI HARYONO
Saya Staf Administrasi di FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM
INDONESIA YOGYAKARTA
Topik: AGAMA ISLAM
Tanggal: 16 NOVEMBER 2007
Pengertian Aqidah Aqidah secara bahasa berarti sesuatu yang mengikat. Pada
keyakinan manusia adalah suatu keyakinan yang mengikat hatinya dari segala keraguan.
Aqidah menurut terminologi syara' (agama) yaitu keimanan kepada Allah, Malaikat-
malaikat, Kitab-kitab, Para Rasul, Hari Akherat, dan keimanan kepada takdir Allah baik
dan buruknya. Ini disebut Rukun Iman.

Dalam syariat Islam terdiri dua pokok utama.

Pertama: Aqidah yaitu keyakinan pada rukun iman itu, letaknya di hati dan tidak ada
kaitannya dengan cara-cara

perbuatan (ibadah). Bagian ini disebut pokok atau asas.

Kedua: Perbuatan yaitu cara-cara amal atau ibadah seperti sholat, puasa, zakat, dan
seluruh bentuk ibadah disebut

sebagai cabang. Nilai perbuatan ini baik buruknya atau diterima atau tidaknya
bergantung yang pertama. Makanya syarat diterimanya ibadah itu ada dua,

Pertama: Ikhlas karena Allah SWT yaitu berdasarkan aqidah islamiyah yang benar.

Kedua: Mengerjakan ibadahnya sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW. Ini disebut
amal sholeh. Ibadah yang memenuhi

satu syarat saja, umpamanya ikhlas saja tidak mengikuti petunjuk Rasulullah SAW
tertolak atau mengikuti Rasulullah SAW saja tapi tidak ikhlas, karena faktor manusia,
umpamanya, maka amal tersebut tertolak. Sampai benar-benar memenuhi dua kriteria
itu. Inilah makna yang terkandung dalam Al-Qur'an surah Al-Kahfi 110 yang artinya:
"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadah kepada Tuhannya."

Makna Aqidah Dan Urgensinya Sebagai Landasan Agama

Aqidah Secara Etimologi

Aqidah berasal dari kata 'aqd yang berarti pengikatan. Aqidah adalah apa yang diyakini
oleh seseorang. Jika dikatakan "Dia mempunyai aqidah yang benar" berarti aqidahnya
bebas dari keraguan. Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan
pembenarannya kepada sesuatu.

Aqidah Secara Syara'

Yaitu iman kepada Allah, para MalaikatNya, Kitab-kitabNya, para RasulNya dan kepada
Hari Akhir serta kepada qadar yang baik maupun yang buruk. Hal ini disebut juga
sebagai rukun iman.
Syari'at terbagi menjadi dua: i'tiqadiyah dan amaliyah.

I'tiqadiyah adalah hal-hal yang tidak berhubungan dengan tata cara amal. Seperti i'tiqad
(kepercayaan) terhadap rububiyah Allah dan kewajiban beribadah kepadaNya, juga
beri'tiqad terhadap rukun-ru kun iman yang lain. Hal ini disebut ashliyah (pokok agama).

Sedangkan amaliyah adalah segala apa yang berhubungan dengan tata cara amal.
Seperti shalat, zakat, puasa dan seluruh hukum-hukum amaliyah. Bagian ini disebut
far'iyah (cabang agama), karena ia di bangun di atas i'tiqadiyah. Benar dan rusaknya
amaliyah tergantung dari benar dan rusaknya i'tiqadiyah.

Maka aqidah yang benar adalah fundamen bagi bangunan agama serta merupakan
syarat sahnya amal. Sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta'ala:

"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia


mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam
beribadat kepada Tuhan nya." (Al-Kahfi: 110)

"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang


sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan
tentulah kamu ter masuk orang-orang yang merugi." (Az-Zumar: 65)

"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya. Ingatlah, hanya


kepunyaan Allahlah agama yang bersih (dari syirik)." (Az-Zumar: 2-3)

Ayat-ayat di atas dan yang senada, yang jumlahnya banyak, menunjukkan bahwa segala
amal tidak diterima jika tidak bersih dari syirik. Karena itulah perhatian Nabi Shallallaahu
alaihi wa Salam yang pertama kali adalah pelu rusan aqidah. Dan hal pertama yang
didakwahkan para rasul kepada umatnya adalah menyembah Allah semata dan
meninggalkan segala yang dituhankan selain Dia.

Sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta'ala: "Dan sesungguhnya Kami telah


mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja), dan
jauhilah Thaghut itu', ." (An-Nahl: 36)

Dan setiap rasul selalu mengucapkan pada awal dakwahnya: "Wahai kaumku sembahlah
Allah, sekali-kali tak ada tuhan bagimu selainNya." (Al-A'raf: 59, 65, 73, 85)

Pernyataan tersebut diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu'aib dan seluruh rasul.
Selama 13 tahun di Makkah -sesudah bi'tsah- Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam
mengajak manusia kepada tauhid dan pelurusan aqidah, karena hal itu merupakan
landasan bangunan Islam. Para da'i dan para pelurus agama dalam setiap masa telah
mengikuti jejak para rasul dalam berdakwah. Sehingga mereka memulai dengan dakwah
kepada tauhid dan pelurusan aqidah, setelah itu mereka mengajak kepada se luruh
perintah agama yang lain.

Faedah Mempelajari Aqidah Islamiyah

Karena Aqidah Islamiyah bersumber dari Allah yang mutlak, maka kesempurnaannya
tidak diragukan lagi. Berbeda dengan filsafat yang merupakan karya manusia, tentu
banyak kelemahannya. Makanya seorang mu'min harus yakin kebenaran Aqidah
Islamiyah sebagai poros dari segala pola laku dan tindakannya yang akan menjamin
kebahagiannya dunia akherat. Dan merupakan keserasian antara ruh dan jasad, antara
siang dan malam, antara bumi dan langit dan antara ibadah dan adat serta antara dunia
dan akherat.
Faedah yang akan diperoleh orang yang menguasai Aqidah Islamiyah adalah:

1. Membebaskan dirinya dari ubudiyah / penghambaan kepada selain Allah, baik


bentuknya kekuasaan, harta, pimpinan maupun lainnya.

2. Membentuk pribadi yang seimbang yaitu selalu kepada Allah baik dalam keadaan suka
maupun duka.

3. Dia merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan cemas. Takut kepada kurang
rizki, terhadap jiwa, harta, keluarga, jin dan seluruh manusia termasuk takut mati.
Sehingga dia penuh tawakkal kepad Allah (outer focus of control).

4. Aqidah memberikan kekuatan kepada jiwa , sekokoh gunung. Dia hanya berharap
kepada Allah dan ridho terhadap segala ketentuan Allah.

5. Aqidah Islamiyah adalah asas persaudaraan / ukhuwah dan persamaan. Tidak beda
antara miskin dan kaya, antara pinter dan bodoh, antar pejabat dan rakyat jelata, antara
kulit putih dan hitam dan antara Arab dan bukan, kecuali takwanya disisi Allah SWT.

Bahaya Penyimpangan Pada Aqidah

Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat fatal dalam seluruh
kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang tidak
berkesudahan di akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa arah yang jelas dan penuh
dengan keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personaliti. Biasanya penyimpangan itu
disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya:

1. Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian


dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang
aqidah yang benar.

2. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah yang
benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan menerima
aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 yang artinya: "Dan
apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutlah apa yang telah diturunkan Allah," mereka
menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari
(perbuatan) nenek moyang kami." (Apabila mereka akan mengikuti juga), walaupun
nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat
petunjuk."

3. Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi yang
tepat sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh
panutannya sesat, maka ia ikut tersesat.

4. Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh
yang sudah meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan,
atau dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan.

Hal itu karena menganggap mereka sebagai penengah/arbiter antara dia dengan Allah.
Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar dan berbagai ibadah
yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh
kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah
Nuh 23 yang artinya: "Dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan)
Wadd, dan jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr."

5. Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajaran Islam disebabkan silau terhadap
peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan
ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima tingkah
laku dan kebudayaan mereka.

6. Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam,
sehingga anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW
telah memperingatkan yang artinya: "Setiap anak terlahirkan berdasarkan fithrahnya,
maka kedua orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya, atau
memajusikannya" (HR: Bukhari).

Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan dipengaruhi oleh
acara / program televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan lain sebagainya.

7. Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan
keagamaan seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam
pelajaran agama, itupun dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass media baik
cetak maupun elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya
secara besar-besaran.

Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari hal-
hal yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Aqidah
Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai kehendak Sang
Khalik demi kebahagiaan dunia dan akherat kita, Allah SWT berfirman dalam Surah An-
Nisa' 69 yang artinya:

"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin,
orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang
sebaik-baiknya."

Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya: "Barangsiapa yang mengerjakan amal
shaleh baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya
akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan."

Posted by Faiz in Aqidah at 08:01

Perkembangan Aqidah
Oleh: Farid Achmad Okbah

Pada masa Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri karena
masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan faham, kalaupun terjadi
langsung diterangkan oleh beliau.

Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yang artinya berbunyi: "Kita diberikan
keimanan sebelum Al-Qur'an" Nah, pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib
timbul pemahaman -pemahaman baru seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ali
dan Muawiyah karena melakukan tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu Musa
Al-Asy'ari dan Amru bin Ash.

Timbul pula kelompok Syiah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula
kelompok dari Irak yang menolak takdir dipelopori oleh Ma'bad Al-Juhani (Riwayat ini
dibawakan oleh Imam Muslim, lihat Syarh Shohih Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 1 hal.
126) dan dibantah oleh Ibnu Umar karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Para
ulama menulis bantahan-bantahan dalam karya mereka.

Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah Tauhid, ushuluddin (pokok-pokok


agama), As-Sunnah (jalan yang dicontohkan Nabi Muhammad), Al-Fiqhul Akbar (fiqih
terbesar), Ahlus Sunnah wal Jamaah (mereka yang menetapi sunnah Nabi dan
berjamaah) atau terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka
yang berpegang atas jalan Rasulullah SAW dari generasi abad pertama sampai generasi
abad ketiga yang mendapat pujian dari Nabi SAW.

Ringkasnya: Aqidah Islamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar, dan
ushuluddin. Sedangkan manhaj (metode) dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul
sunnah dan salaf.

by Faiz in Aqidah at 07:23

Pentingnya Aqidah
Oleh: Farid Achmad Okbah

"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin,
orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang
sebaik-baiknya" (QS. An-Nisa':69)

Nilai suatu ilmu itu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar dan
bermanfaat nilainya semakin penting untuk dipelajarinya. Ilmu yang paling penting adalah
ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang
tidak kenal Allah SWT disebut kafir meskipun dia Profesor Doktor, pada hakekatnya dia
bodoh. Adakah yang lebih bodoh daripada orang yang tidak mengenal yang
menciptakannya?

Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap-lengkapnya


dibanding dengan makhluk / ciptaan lainnya.

Kemudian Allah bimbing mereka dengan mengutus para Rasul-Nya (Menurut hadits yang
disampaikan Abu Dzar bahwa jumlah para Nabi sebanyak 124.000 semuanya
menyerukan kepada Tauhid (dikeluarkan oleh Al-Bukhari di At-Tarikhul Kabir 5/447 dan
Ahmad di Al-Musnad 5/178-179).

Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313
(dikeluarkan oleh Ibnu Hibban di Al-Maurid 2085 dan Thabrani di Al-Mu'jamul Kabir
8/139)) agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta melalui wahyu
yang dibawa oleh Sang Rasul. Namun ada yang menerima disebut mu'min ada pula
yang menolaknya disebut kafir serta ada yang ragu-ragu disebut Munafik yang
merupakan bagian dari kekafiran.

Begitu pentingnya Aqidah ini sehingga Nabi Muhammad, penutup para Nabi dan Rasul
membimbing ummatnya selama 13 tahun ketika berada di Mekkah pada bagian ini,
karena aqidah adalah landasan semua tindakan. Dia dalam tubuh manusia seperti
kepalanya. Maka apabila suatu ummat sudah rusak, bagian yang harus direhabilitisi
adalah kepalanya lebih dahulu. Disinilah pentingnya aqidah ini. Apalagi ini menyangkut
kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akherat. Dialah kunci menuju surga.

Vous aimerez peut-être aussi