Vous êtes sur la page 1sur 10

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke merupakan salah satu masalah yang besar dan serius. Sebagai
penyebab kecacatan terbanyak pada usia lanjut dan menimbulkan beban
psikososial serta biaya bagi penderitanya. Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi
ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan
otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia, yang
dapat merusakkan atau mematikan sel-sel otak. Kematian jaringan otak dapat
menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. Stroke adalah
penyebab kematian yang ketiga di Amerika Serikat dan banyak negara industri di
Eropa (Jauch, 2005). Bila dapat diselamatkan, kadang-kadang si penderita
mengalami kelumpuhan pada anggota badannya, hilangnya sebagian ingatan atau
kemampuan bicaranya. Untuk menggaris bawahi betapa seriusnya stroke ini,
beberapa tahun belakangan ini semakin populer dengan istilah serangan otak.
Istilah ini hampir sama dengan istilah yang sudah dikenal luas, “serangan
jantung”. Stroke terjadi karena cabang pembuluh darah terhambat oleh emboli.
Emboli bisa berupa kolesterol atau mungkin udara (Wikipedia, 2010).

Adapun stroke yang berakibat buruk apabila kerusakan pada daerah pons
dapat menyebabkan terjadinya kelumpuhan total namun kesadaran masih baik,
yang dinamakan dengan sindrom lock in. Pada sindrom lock in terdapat gangguan
pada motorik sedangkan sensoris masih normal namun penderita hanya dapat
melakukan gerakan bola mata secara vertikal. Hal inilah yang digunakan oleh
penderita sindrom lock in untuk berkomunikasi dengan orang lain. Angka
kejadian sindrom lock in terbilang langka. Sehingga tidak banyak orang yang
mengetahui tentang sindrom ini (Bauer, 2010).

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Lock in syndrom disebut juga sebagai penyakit casthatropic stroke. Lock in


syndrome adalah kondisi di mana pasien sadar dan terjaga tetapi tidak dapat
bergerak atau berkomunikasi secara lisan karena terjadi kelumpuhan otot hampir
pada semua anggota tubuh kecuali mata. Lock in syndrome terjadi akibat lesi
batang otak di bagian dasar pons. Istilah untuk gangguan ini diciptakan oleh Fred
Plum dan Posner pada tahun 1966. Di Perancis, istilah umum adalah “maladie de
l'emmuré vivant”, secara harfiah diterjemahkan sebagai "walled-in-alive disease",
dalam bahasa Jerman, kadang-kadang disebut Eingeschlossensein. Lock in
syndrom juga dikenal sebagai pemutusan cerebromedullospinal (Bauer, 2010).

Gambar 2.1 Penderita Lock in Syndrom

Pada lock in syndrome biasanya terjadi quadriplegia dan ketidakmampuan


untuk berbicara. Penderita lock in syndrom mungkin dapat berkomunikasi dengan
orang lain melalui pesan-pesan kode dengan mengedipkan mata dan gerakan

2
vertikal bola mata, yang seringkali tidak terpengaruh oleh kelumpuhan. Pasien ini
sadar tanpa kehilangan fungsi kognitif. Mereka kadang-kadang bisa
mempertahankan proprioception dan sensasi seluruh tubuh mereka. Beberapa
pasien mungkin memiliki kemampuan untuk menggerakkan otot wajah tertentu,
paling sering beberapa atau keseluruhan dari otot-otot mata. Pada individu dengan
sindrom ini terjadi penurunan koordinasi antara bernafas dan bersuara. Hal ini
membatasi mereka dari memproduksi suara secara spontan meskipun vokalnya
sendiri tidak lumpuh. Individu dengan lock in syndrome sadar dan dapat berpikir
dan bernalar, tetapi tidak dapat berbicara atau bergerak (Wikipedia, 2010).

Perjalanan awal nama penyakit lock in syndrome disebutkan,


pada tahun 1844, Alexandre Dumas menjelaskan dalam bukunya The Count
Monte Cristo adanya keadaan menyerupai sindrom ini dengan istilah "mayat
dengan mata yang hidup." Penderita bertahan dan belajar untuk berkomunikasi
melalui mengedipkan kelopak matanya dan pergerakan vertikal bola mata.
Pada tahun 1867, Emile Zola Theresia Raquin menulis istilah "bisu dan tak
bergerak." Wajahnya digambarkan "sebagai topeng yang mati dan matanya saja
bergerak dan bergulir cepat dalam orbitnya. Pada tahun 1947, kasus pertama lock
in syndrom didiagnosis oleh seorang ahli saraf dan seorang ahli bedah saraf. Pada
tahun 1966, Plum dan Posner, istilah ini mulai diperkenalkan. Istilah ini
diterjemahkan secara harfiah berarti "terkunci di dalam" (Wikipedia, 2010).
Pasien berkomunikasi dengan memanfaatkan gerakan spontan yang tersisa
seperti membuka mata (yang diberikan oleh otot levator dari kelopak mata atas)
yaitu dengan gerakan mata vertikal. Metode komunikasi yang biasanya digunakan
adalah sebagai berikut. Orang dengan lock in syndrome setuju dengan orang lain
dengan cara mengatakan "ya" atau "tidak" (misalnya, mengedipkan mata untuk
"ya," dua untuk "tidak"). Yang terakhir menentukan ketika huruf-huruf dalam
urutan yang ditunjukkan di depan pasien dan akan berhenti dengan "ya" pada
huruf yang diinginkan (Peters, 2002).
Pasien yang menderita stroke besar di batang otak, mungkin menderita
kelumpuhan total. Semua fungsi tubuh mereka harus ditangani oleh mesin,

3
mereka tidak memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan dunia luar,
mereka tidak mampu melakukan gerakan spontan apapun. Pasien-pasien ini bisa
atau mungkin tidak dalam keadaan vegetatif persisten. Itu semua tergantung pada
aktivitas otak. Mereka bahkan hanya bisa berkedip satu mata untuk menjawab ya /
tidak. Saat ini, ribuan orang Amerika diperkirakan menderita lock in syndrome
(Peters, 2002).
Aktivitas otak dapat dideteksi pada pasien tersebut dengan bantuan sebuah
perangkat (elektro ensefalografi), EEG yang dapat menangkap perbedaan kegiatan
otak seperti tidur, terjaga, perasaan tenang, atau takut. Pembacaan EEG
merupakan sarana utama dimana dokter dapat menentukan apakah pasien dalam
keadaan vegetatif atau menderita lock in syndrom. Hingga saat ini banyak orang
salah menafsirkan antara koma dan lock in syndrom. Bedanya, tentu saja, adalah
indikator yang diungkapkan oleh EEG's. Seorang pasien yang koma tidak akan
memiliki gelombang otak yang menunjukkan sedang terjaga (Maiese, 2008).

II.2 Etiologi

Lock in syndrom disebabkan oleh kerusakan pada bagian-bagian tertentu


dari otak bawah dan batang otak tanpa kerusakan otak atas. Kemungkinan
penyebab dari Lock in syndrome adalah sebagai berikut :

1. Cedera otak
2. Penyakit sistem sirkulasi
3. Overdosis obat
4. Kerusakan pada sel-sel saraf, terutama kerusakan selubung mielin,
yang disebabkan oleh penyakit (misalnya myelinolysis pontine pusat
sekunder untuk koreksi cepat hiponatremia)
5. Stroke atau pendarahan otak, biasanya dari arteri basilar (Bauer, 2010).

4
Adapun pembagian otak manusia secara anatomi terdiri dari :

1. Otak atas (Prosencephalon / forebrain) Diencephalon


Telenchepalon
(Cerebrum)
2. Otak tengah (Mesenchepalon / midbrain)
3. Otak bawah (Hindbrain) Metenchepalon Pons
Cerebellum

Myelencephalon Medula
Oblongata

Rhombencephalon

Gambar 2.2 Pembagian otak

(Wikipedia, 2010)

II.3 Gejala Klinis

Gejala awal, pasien menunjukkan gangguan pernapasan utama yang terkait


dengan kegagalan pernafasan, gangguan menelan dan berbicara. Gangguan
motilitas okular tergantung terutama pada bagian luar lesi pontine unilateral atau

5
bilateral. Gangguan yang paling umum adalah palsy oculomotor laterality
bilateral tanpa mencapai akibat vertikal. Dalam kebanyakan kasus, aktivitas otot
spontan pasien adalah:
- pembukaan dan penutupan kelopak mata
- gabungan gerakan vertikal dari mata
- reaktif terhadap cahaya
- konvergensi sering normal

Karakteristik dari sindrom ini meliputi quadriplegia, ketergantungan ventilator,


ketidakmampuan untuk berbicara, kognisi normal atau mendekati normal,
gangguan penglihatan seperti kabur atau penglihatan ganda. Hal ini dapat terjadi
pada orang muda dan tua, pria dan wanita. National Institutes Kesehatan
menyatakan tidak ada program penyembuhan atau standar pengobatan (Maiese,
2008; Koch, 2003).

Gambar 2.3 Penderita Lock in Syndrom

6
II.4 Diagnosis Klinis

Untuk mendiagnosis lock in syndrome dapat kita lihat dari gejala klinis, yaitu :

1. Quadriplegia, dimana pasien mengalami kelumpuhan seluruh anggota


tubuhnya namun tidak pada mata.
2. Ketidakmampuan untuk berbicara. Pada individu ini terjadi penurunan
koordinasi antara bernafas dan bersuara. Hal inilah yang membatasi
penderita dalam memproduksi suara secara spontan meskipun vokalnya
sendiri tidak lumpuh.
3. Gangguan menelan.
4. Penderita hanya bisa menggerakkan matanya dengan cara mengedipkan
kelopak mata dan pergerakan vertical bola mata (Maiese, 2008).

II.5 Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan standar untuk lock in syndrom, juga tidak ada
obatnya. Stimulasi refleks otot dengan elektroda (NMES) telah dikenal untuk
membantu pasien mendapatkan kembali beberapa fungsi otot dengan cara
merangsang refleks otot, dapat membantu mengaktifkan beberapa otot lumpuh.
Pengobatan lain sering simptomatik. Teknologi komputer Bantu, seperti Dasher
dalam kombinasi dengan pelacakan mata dapat digunakan untuk membantu pasien
berkomunikasi. Ilmuwan Israel telah melaporkan bahwa mereka telah
mengembangkan teknik yang memungkinkan pada pasien lock in syndrom untuk
berkomunikasi melalui sniffing (Bauer, 2010).

Perawatan yang dibutuhkan pada semua kasus ini adalah upaya untuk
mempertahankan fungsi vital kehidupan. Dengan menggunakan ventilasi khusus
dengan dukungan pernapasan jika perlu dengan intubasi diikuti dengan
tracheostomy dan fisioterapi dada (Bauer, 2010).

7
II.6 Prognosa

Pada penderita lock in syndrome sangat jarang untuk kembalinya fungsi


motorik secara signifikan. Mayoritas pada pasien lock in syndrom ini tidak
mendapatkan kembali kontrol motorik, tetapi dengan bantuan perangkat yang
tersedia membantu pasien untuk berkomunikasi. Dalam empat bulan pertama
setelah onsetnya, 90% dari mereka dengan kondisi ini memiliki prognosis yang
buruk hingga menimbulkan kematian. Namun, beberapa orang dengan kondisi ini
terus hidup dalam jangka waktu yang jauh lebih lama (Wikipedia, 2010).

II.7 Perbedaan antara Lock in Syndrom dan Vegetatif Persistent State

Keadaan vegetative persisten perlu dibedakan dari keadaan klinik, dimana


terdapat sedikit atau tidak ada gangguan penghayatan (kesadaran), namun terdapat
ketidakmampuan untuk memberi respon secara adekuat. Keadaan belakangan ini
disebut sebagai Lock in Syndrom (Lumbantobing, 2000). Locked-in syndrome dan
vegetatif persisten adalah kedua kondisi yang dapat ditemukan pada pasien yang
telah menderita kerusakan otak. Vegetatif persisten state merupakan tahap tengah
antara vegetatif state dan keadaan vegetatif permanen state. Vegetatif state adalah
keadaan vegetatif persisten state setelah pasien telah pulih dari koma dan dalam
keadaan terjaga tetapi tanpa harus ada kesadaran selama sebulan. Jika berlangsung
selama satu tahun maka itu disebut keadaan vegetatif permanen (Peters, 2002).

Penyebab vegetatif state adalah kerusakan pada otak atas yaitu pada
cerebrum, berbeda dengan lock in syndrom, dimana kerusakan difokuskan di otak
bawah yaitu pada pons. Penyebab kerusakan otak atas yang ditemukan di vegetatif
state dapat berasal dari trauma, kedua dari gangguan otak yang bisa degeneratif
atau metabolisme dan yang ketiga dari bawaan. Pada keadaan vegetatif lebih dari
setengah pasien pulih dalam enam bulan pertama berbeda dengan lock in
syndrome (Peters, 2002)..

8
BAB III

KESIMPULAN

1. Lock in syndrome adalah kondisi di mana pasien sadar dan terjaga tetapi
tidak dapat bergerak atau berkomunikasi secara lisan karena terjadi
kelumpuhan otot hampir pada semua anggota tubuh kecuali mata dengan
cara berkedip.
2. Pada lock in syndrome biasanya terjadi quadriplegia dan ketidakmampuan
untuk berbicara.
3. Pada pemeriksaan EEG, penderita lock in syndrome masih ditemukan
adanya aktivitas otak , namun tidak sama halnya dengan koma. Hal inilah
yang membedakan koma dan lock in syndrome.
4. Tidak ada pengobatan standar untuk lock in syndrom, juga tidak ada
obatnya.
5. Dalam empat bulan pertama setelah onsetnya, 90% dari mereka dengan
kondisi ini memiliki prognosis yang buruk hingga menimbulkan
kematian. Namun, beberapa orang dengan kondisi ini terus hidup dalam
jangka waktu yang jauh lebih lama.

9
DAFTAR PUSTAKA

Bauer, G, et all. 2010. Locked-in syndrome’s

http://wikipedia.com

Koch, mary. 2003. Locked-in syndrome’s

http://www.marykoch.com

Lumbantobing, S.M. 2000. Neurologi Klinik : Pemeriksaan Fisik dan Mental.


FKUI : Jakarta

Maiese, Kenneth. 2008. Locked-in Syndrome

http://the merck manual.com

Peters, darian. 2002. What is the difference between locked-in syndrome and
persistent vegetative states

http://www.helium.com

10

Vous aimerez peut-être aussi