Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
CEPHALGIA
Pembimbing
dr. Fritz Sumantri U, Sp.S, FINS
Penyusun
Ocktafiani
030.05.161
1
STATUS NEUROLOGI
I. IDENTITAS
Nama : Ny. AM
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 38 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Bojongsari, Sawangan, Depok
Pendidikan : Tamat SLTA
A. Keluhan Utama
Nyeri kepala sejak 3 hari SMRS.
B. Keluhan Tambahan
Mual.
2
konsentrasi. Rasa nyeri semakin terasa berat bila pasien beraktivitas dan sedikit
berkurang bila pasien berbaring atau beristirahat. Keluhan tidak dipengaruhi oleh
siklus menstruasi pasien dan makanan (seperti indomie, coklat,dll). Keluhan
telinga berdenging (-), penglihatan buram (-), penglihatan ganda (-), penglihatan
kabur (-), silau (-). Sakit gigi (-). Pusing berputar disangkal. Pasien mengaku tidak
ada tanda-tanda khusus sebelum serangan nyeri datang.
F. Riwayat Kebiasaan
• Pasien biasa senam 1 minggu sekali
• Kebiasaan Merokok (-)
• Minum alkohol (-)
3
Pulsasi Aa.Carotis : regular, cukup, equal kanan dan kiri
Pembuluh Darah Perifer : CRT <2`
Kelenjar Getah Bening : tidak teraba membesar
Columna Vertebralis : lurus di tengah
Pemeriksaan
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midklavikularis
sinistra
Perkusi :
- Batas atas : ICS III linea parasternalis sinistra
Paru-paru
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus simetris kedua hemithoraks
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
4
III. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
C. Saraf-saraf Kranialis
N. I : normosmia
N. II
Kanan Kiri
Acies Visus : baik baik
Campus Warna : baik baik
Melihat Warna : baik baik
Funduskopi : tidak dilakukan
N. III, IV, VI
Kanan Kiri
Kedudukan Bola Mata : ortoforia ortoforia
Kelopak mata : Normal Normal
Pergerakan Bola Mata
Nasal : (+) (+)
Temporal : (+) (+)
Nasal Atas : (+) (+)
Temporal Atas: (+) (+)
5
Temporal Bawah: (+) (+)
Eksopthalmus : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Pupil
Bentuk : bulat, Ø3 mm bulat, Ø3 mm
Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)
Refleks Cahaya Konsensual: (+) (+)
Akomodasi : baik baik
Konvergensi : baik baik
N. V
Kanan Kiri
Cabang Motorik : baik baik
Cabang Sensorik
Ophtalmik : baik baik
Maxilla : baik baik
Mandibularis : baik baik
N.VII
Kanan Kiri
Motorik Orbitofrontal : baik baik
Motorik Orbicularis : baik baik
Pengecap lidah : baik baik
Kesan parese (-)
N.VIII
Kanan Kiri
Vestibular :
Vertigo : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Cochlear
Tes Rinne : tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Webber : tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Swabach : tidak dilakukan pemeriksaan
6
N.IX, X
Motorik : deviasi uvula (-), arcus faring simetris
Sensorik : refleks muntah (+)
N.XI
Kanan Kiri
Mengangkat bahu : baik baik
Menoleh : baik baik
N.XII
Pergerakan Lidah : baik
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Tremor : (-)
Kesan parese : (-)
D. Sistem Motorik
Ekstrimitas Atas Proksimal Distal 5555 5555
Ekstrimitas Bawah Proksimal Distal 5555 5555
E. Gerakan Involunter
Tremor : (-)
Chorea : (-)
Athetose : (-)
Mioklonik : (-)
Tics : (-)
F. Trofik : eutrofik
G. Tonus : normotonus
H. Sistem Sensorik Kanan Kiri
: baik baik
I. Fungsi Cerebellar dan Koordinasi
7
Ataxia : (-)
Tes Rhomberg : (-)
Disdiadokinesa : (-) / (-)
Jari-Jari : (-) / (-)
Jari-Hidung : (-) / (-)
Tumit-Lutut : baik / baik
Rebound Phenomenon : (-) / (-)
Hipotoni : (-)
J. Fungsi Luhur
Astereognosia : (-)
Apraksia : (-)
Afasia : (-)
K. Fungsi Otonom
Miksi : baik
Defekasi : baik
Sekresi Keringat : baik
L. Refleks-refleks Fisiologis
Kanan Kiri
Kornea : (+) (+)
Berbangkis : (+) (+)
Pharing : (+) (+)
Bisep : +2 +2
Trisep : +2 +2
Radius : +2 +2
Dinding Perut : (+) (+)
Otot Perut : (+) (+)
Lutut : +2 +2
Tumit : +2 +2
Sfingter Ani : tidak dilakukan
M.Refleks-refleks Patologis
8
Kanan Kiri
Hoffman Trommer : (-) (-)
Babinsky : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Gonda : (-) (-)
Schaeffer : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Tumit : (-) (-)
N. Keadaan Psikis
Intelegensia : baik
Tanda regresi : (-)
Demensia : (-)
BRAIN CT-SCAN
Tidak tampak kelainan intra parenkim cerebri.
Infark lacuner di temporal kiri?
V. RESUME
9
Pasien, perempuan, usia 38 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada seluruh kepala
terutama bagian belakang sejak 3 hari yang lalu. Nyeri kepala dirasakan seperti
berdenyut dan seperti ditekan terutama pada bagian belakang kepala sampai ke leher.
Lehernya terasa tegang jika sakit kepala timbul. Nyeri kepala dirasakan terus menerus
selama 3 hari ini, tidak hilang dengan minum obat, disertai mual. Pasien mengaku
sudah sering sakit kepala seperti ini sejak 3 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan hilang
timbul. Setiap keluhan timbul intensitas bervariasi dari ringan ke berat, dan saat
keluhan timbul, keluhan menetap pada lokasi yang sama. Lamanya setiap serangan
tidak menentu, biasanya paling cepat sehari dengan obat dan saat ini nyeri kepala
berlangsung paling lama. Nyeri dikatakan pasien biasa datang dengan frekuensi tidak
menentu, terkadang sebulan satu kali, namun semakin lama semakin sering dan tidak
hilang dengan minum obat warung. Pasien mengatakan keluhan nyeri biasanya timbul
jika telat makan, stress, saat membaca, menonton tv, ataupun pekerjaan lain yang
membutuhkan konsentrasi. Rasa nyeri semakin terasa berat bila pasien beraktivitas
dan sedikit berkurang bila pasien berbaring atau beristirahat.
Pada pemeriksaan fisik dan neurologi didapatkan dalam batas normal. Pemeriksaan darah
rutin dalam batas normal. Pada pemeriksaan CT scan kepala tidak tampak kelainan intra
parenkim cerebri dan dicurigai adanya infark lacuner di temporal kiri.
VII. PENATALAKSANAAN
Psikologik (psikoterapi)
Fisiologik (relaksasi)
Farmakologik:
Tizanidina 2mg tab 1x1
Eperisone HCL tab 3x1
Metampiron 500mg tab 3x1
10
IX. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Functionam : ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
11
TINJAUAN PUSTAKA
CEPHALGIA
DEFINISI
Dapat dikatakan sebagai rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada daerah atas
kepala memanjang dari orbital sampai ke daerah belakang kepala (area oksipital dan sebagian
daerah tengkuk).
Nyeri kepala adalah nyeri yang berlokasi di atas garis orbitomeatal. Pendapat lain
mengatakan nyeri atau perasaan tidak enak diantara daerah orbital dan oksipital yang muncul
dari struktur nyeri yang sensitif.
ETIOLOGI
Nyeri kepala penyebabnya multifaktorial, seperti kelainan emosional, cedera kepala,
migraine, demam, kelainan vaskuler intrakranial otot, massa intrakranial, penyakit mata,
telinga /hidung.
GAMBARAN KLINIK
Lokasi nyeri
Nyeri yang berasal dari bangunan intrakranial tidak dirasakan didalam rongga
tengkorak melainkan akan diproyeksikan ke permukaan dan dirasakan di daerah distribusi
saraf yang bersangkutan. Nyeri yang berasal dari dua pertiga bagian depan kranium, di fosa
kranium tengah dan depan, serta di supratentorium serebeli dirasakan di daerah frontal,
parietal di dalam atau belakang bola mata dan temporal bawah. Nyeri ini disalurkan melalui
cabang pertama nervus Trigeminus.
12
dan C3 berperan untuk perasaan di bagian infratentorial. Bangunan peka nyeri ini terlibat
melalui berbagai cara yaitu oleh peradangan, traksi, kontraksi otot dan dilatasi pembuluh
darah.
Nyeri yang berhubungan dengan penyakit mata, telinga & hidung cenderung di frontal
pada permulaannya. Nyeri kepala yang bertambah hebat menunjukkan kemungkinan massa
intrakranial yang membesar (hematoma subdural, anerysma, tumor otak)
PATOGENESIS
Menurut H.G.Wolf terdapat 6 mekanisme dasar yang menimbulkan nyeri kepala yang
berasal dari sumber intrakranial
1. Tarikan pada vena yang berjalan ke sinus venosus dari permukaan otak
dan pergeseran sinus-sinus venosus utama.
2. Tarikan pada A. Meningea media
3. Tarikan pada pembuluh-pembuluh arteri besar di otak atau tarikan pada
cabang-cabangnya.
4. Distensi dan dilatasi pembuluh-pembuluh nadi intrakranial (A.Frontalis,
A. Temporalis, A. Discipitalies)
5. Inflamasi pada atau sekitar struktur kepala yang peka terhadap nyeri
meliputi kulit kepala, periosteum, (m. frontalis, Ni temporalis, m.orsipiutlis.
6. Tekanan langsung pada nervus cranialis V, IX, X saraf spinal dan
cervikalis bagian atas yang berisi banyak serabut aferen rasa nyeri.
Daerah yang tidak peka terhadap nyeri adalah : parenkim otak, ependim ventrikel,
13
pleksus koroideus, sebagian besar duramater, piarachnoid meningen meliputi konvektivitas
otak dan tulang kepala. Tetapi rasa nyeri tersebut dapat dibangkitkan oleh karena tindakan
fisik seperti batuk, mengejan yang meningkatkan tekanan intrakranial dan dapat
memperburuk nyeri kepala berhubungan dengan perdarahan atau massa intrakranial.
Setelah dilakukan lumbal fungsi (LP) rasa nyeri semakin hebat pada waktu
mengangkat kepala dan berkurang dengan meletakkan kepala relatif lebih rendah. Pada nyeri
kepala nocturnal tipe migraine kadang-kadang diperberat dengan posisi berbaring dan
berkurang rasa nyeri jika penderita berdiri tegak.
a. Migren
b. Tension Type Headache
c. Cluster headache
d. Other primary headaches
14
Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus otot-
otot kepala dan tengkuk ( M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter,
M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula).
Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi,
bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang
berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti
dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.
Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan dan Tension Type
Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak
mencapai 15 hari setiap bulan. Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat berlangsung
selama 30 menit – 7 hari. Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan
lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.
Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur dan hasil
penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya TTH sebagai
berikut : (1) disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada sistem saraf perifer
dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH sedangkan disfungsi sistem
saraf pusat mengarah kepada CTTH, (2) disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang
involunter dan permanen tanpa disertai iskemia otot, (3) transmisi nyeri TTH melalui nukleus
trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan mensensitasi second order neuron pada nukleus
trigeminal dan kornu dorsalis ( aktivasi molekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif
pada jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer yang
akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan pelepasan
15
neurotransmitter pada jaringan miofasial, (4) hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada
nukleus trigeminal, talamus, dan korteks serebri yang diikuti hipesensitifitas supraspinal
(limbik) terhadap nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri ( tekanan, elektrik, dan termal) akan
menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu, terdapat juga penurunan supraspinal
decending pain inhibit activity, (5) kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga
menyebabkan kesalahan interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri, (6) terdapat
hubungan jalur serotonergik dan monoaminergik pada batang otak dan hipotalamus dengan
terjadinya TTH. Defisiensi kadar serotonin dan noradrenalin di otak, dan juga abnormal
serotonin platelet, penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot
temporal dan maseter, (7) faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological
motor stress pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan
aktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi dan ansietas
akan meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasi sentral pada jalur
transmisi nyeri, (8) aktifasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis.
Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada beberapa teori
yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik (kelelahan) akan menyebabkan
pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah menurun yang akan mengganggu
keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis yang
selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi
otot yang berlebihan sehingga terjadilah nyeri kepala. (2) stress mengaktifasi saraf simpatis
sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu
aktifasi aferen gamma trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptida (substansi P).
Neuropeptida ini akan merangsang ganglion trigeminus (pons). (3) stress dapat dibagi
menjadi 3 tahap yaitu alarm reaction, stage of resistance, dan stage of exhausted. Alarm
reaction dimana stress menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan mengakibatkan
kekurangan asupan oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob akan
mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga merangsang pengeluaran bradikinin dan
enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi jaras nyeri. Stage of resistance dimana
sumber energi yang digunakan berasal dari glikogen yang akan merangsang peningkatan
aldosteron, dimana aldosteron akan menjaga simpanan ion kalium. Stage of exhausted
dimana sumber energi yang digunakan berasal dari protein dan aldosteron pun menurun
sehingga terjadi deplesi K+. Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.
16
Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang – kurangnya dua
dari berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan – sedang, (3) lokasi
bilateral, (4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada
salah satu dari fotofobia dan fonofobia.
Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang – berat, tumpul seperti ditekan
atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit kepala,
oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress, insomnia, kelelahan
kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan rasa tidak nyaman pada bagian
leher, rahang serta temporomandibular.
Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan
pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak memerlukan
pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.
17
TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak
membahayakan.Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan menyelesaikan
masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH berupa pengaruh psikis. Nyeri
kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa analgesia. TTh biasanya mudah diobati
sendiri. Progonis penyakit ini baik, dan dengan penatalaksanaan yang baik maka > 90 %
pasien dapat disembuhkan.
Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan
oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.
18