Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
TESIS
OLEH
HOTDEN L. NAINGGOLAN
057018011/ EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN KOMODITI KOPI
DI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh :
HOTDEN L. NAINGGOLAN
057018011/ EP
Menyetujui
Komisi Pembimbing :
Dr. Murni Daulay, SE., MSi. Prof. Dr. T. Chairun Nisa, B., MSc.
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat rahmat dan
karunianya sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan mulai dari perkuliahan pada
Sumatera Utara, sampai dengan penyusunan tesis ini dengan judul, “Analisis Faktor-
arahan dan saran-saran dari Dosen Komisi Pembimbing, pada kesempatan ini penulis
kepada Bapak Dosen Pembimbing serta Bapak dan Ibu Dosen Penguji atas
bimbingan, pengarahan dan waktunya yang telah diberikan kepada penulis mulai dari
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis mulai dari perkuliahan
Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Sekolah Pascasarjana
3. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, Wakil Direktur I Sekolah
7. Bapak Drs. Rujiman, MA, dan Ibu Dr. Murni Daulay, SE, MSi, sebagai
8. Para Bapak dan ibu Dosen serta Pegawai Administrasi Program Studi Magister
bagi penulis mulai dari masa studi ini hingga penulisan tesis ini.
10. Bapak Dr. Ir. Parulian Simanjuntak, MA, Direktur Program Pascasarjana
11. Ibu Dr. Ir. Erika Pardede, M.App.Sc, Dekan Fakultas Pertanian Universitas
HKBP Nommensen Medan, yang telah memberikan semangat dan dorongan bagi
14. Terimakasih yang tak terhingga secara khusus penulis sampaikan kepada Ibunda
dan materil kepada penulis dan Ayahanda L. Nainggolan (Alm) atas nasehat dan
dalamnya penulis sampaikan kepada Ayah mertua Penulis Pdt. Dr. J. M. Lumban
Tobing, MA dan Ibu mertua Penulis D. br. Simatupang, STh, atas doa dan
perhatian serta bantuan moril maupun materil mulai dari masa studi hingga
15. Tak lupa penulis menyampaikan terimakasih kepada Adik-adik penulis, Taruli
Nainggolan, Sanggul Nainggolan dan Sapta Putra Nainggolan atas doa dan
16. Rekan-rekan di PT. Penerbit Erlangga Cabang Medan, yang telah memberikan
Istriku tercinta Ester Maria br. L. Tobing, AMd, yang telah memberikan motivasi,
dorongan, semangat dan pengorbanan yang tulus ikhlas mulai dari masa perkuliahan
sampai penulisan tesis ini, dan terimakasih kepada Putriku tersayang Fidela Inaya
Paskalina br. Nainggolan yang selalu menghibur hati penulis setiap saat.
Tak lupa penulis menghaturkan terimakasih kepada semua pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis
baik moril maupun materil dan Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan
balasan yang berlipat ganda bagi semua pihak yang telah memberikan bantuannya
selama ini.
Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang
diharapkan untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan
tesis ini akan diterima dengan segala kerendahan hati, dan akhir kata semoga tesis ini
Penulis
Hotden L. Nainggolan
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
HOTDEN L. NAINGGOLAN
057018011
ABSTRACT
This research is aimed to know the factors influencing demand for commodity
coffee in North Sumatera. Especially this research is aimed to analyse the influence
of domestic coffee price, price expectation of coffee domestic, tea price, sugar price
and per capita income on demand for commodity coffee in North Sumatera.
The research used secondary data in the form of time series data in the period
1985-2005, obtained from BPS North Sumatera, Industry and Commerce Department
North Sumatera, and the method used is Ordinary Least Squarer Method (OLS).
The result finds that factors which has significant influence on demand of
commodity coffee in North Sumatera are domestic coffee price, price expectation of
coffee domestic, sugar price and per capita income with significant level 95 percent.
The coefficient determination (R2) 96,91 percent. Partially, the result indicates that
domestic coffee price have negatively effect on demand of commodity coffee in
North Sumatera, tea price have a positively effect on demand of commodity coffee in
North Sumatera, sugar price have a negatively effect on demand of commodity coffee
in North Sumatera and per capita income both positively having an effect to demand
of commodity coffee in North Sumatera, meanwhile price expectation of coffee
domestic have an effect on demand of commodity coffee in North Sumatera
negatively, it’s meaning if price expectation decrease hence demand of commodity
coffee by consumer will increase.
According to result finding the research suggested that by all farmers coffee in
North Sumatera try to increase product and remain holding the quality of coffee. The
Government of Province North Sumatera require to assist all coffee farmers by giving
incentive weather is in the form of capital loan or providing of facilities in order to
increase the coffee product in North Sumatera, so it can expand in domestic market
even penetrate exporting market.
Keyword : domestic coffee price, tea price, sugar price, per capita income, coffee
demand.
ANALISIS FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN KOMODITI KOPI
DI SUMATERA UTARA
HOTDEN L. NAINGGOLAN
057018011
ABSTRAKSI
Kata Kunci : harga kopi domestik, harga teh, harga gula, pendapatan perkapita,
permintaan kopi.
DAFTAR ISI
Tabel 4.1. Permintaan Komoditi Kopi Di Sumatera Utara tahun 1985 – 2005 44
Tabel 4.2. Harga Kopi Domestik, Harga Teh dan Harga Gula
Di Sumatera Utara tahun 1985 – 2005........................................... 46
Indonesia yang berada pada ekosistem tropis dan terletak pada ketinggian 500
tergolong kaya didunia. Dengan kondisi yang demikian maka hampir semua produk
hayati yang ada di dunia dapat dihasilkan di Indonesia, dengan perkataan lain
industri hulu dan hilir yang mempunyai kaitan langsung dengan sektor pertanian
(Soeharjo, 1991).
bagi pengembangan sistem perekonomian wilayah, hal ini disebabkan karena setiap
sektor ekonomi memerlukan input yang diperoleh dari sektor lain seperti sektor
pertanian dan pada saat yang bersamaan sektor tersebut memproduksi sejumlah
sesuai dengan prinsip mendekati bahan baku. Disamping karena produk pertanian
potensi sumber daya alam (SDA) yang beragam terutama pada sektor pertanian dan
data statistik jumlah penduduk Sumatera Utara mencapai 12, 326 juta jiwa (tahun
2005) dan sebagian besar penduduknya tinggal dipedesaan yaitu mencapai 6.659 juta
jiwa atau sekitar 54, 03%, sementara itu jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara
mencapai 14.93 % yang tingkat pendapatannya masih sangat rendah dan terdapat
sekitar 53.73% penduduk Sumatera Utara yang bekerja di sektor pertanian (BPS,
2006). Sehingga untuk memanfaatkan potensi penduduk yang relatif besar tersebut,
industri untuk mengolah bahan dari hasil pertanian setempat (Sari, 2002).
Pada tabel 1.1 dibawah ini dapat dilihat bahwa jumlah penduduk Sumatera
Utara pada tahun 1996 adalah 10.603.710 jiwa dan mengalami pertambahan pada
tahun 2000 menjadi 11.513.973 jiwa, dengan pendapatan perkapita sebesar Rp.
6.006.103 dan terus mengalami peningkatan menjadi Rp. 7.130.694 pada tahun 2005.
Untuk lebih jelasnya pendapatan perkapita Sumatera Utara disajikan pada tabel
berikut :
Tabel 1.1 . Pendapatan Perkapita dan jumlah penduduk Sumatera Utara Tahun
1996 – 2005.
Pada saat Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997, propinsi
Sumatera Utara juga terkena dampaknya, dan hingga tahun 2000 yang lalu masih
areal perkebunan yang cukup luas serta terdapatnya agroindustri, walaupun terjadi
krisis ekonomi namun Sumatera Utara masih dapat bertahan hal ini dapat dilihat dari
laju pertumbuhan ekonomi propinsi Sumatera Utara (tanpa migas) yaitu tahun 1997
sebesar 6,88%, tahun 1998 turun menjadi minus 10,99%, tetapi tahun 1999 tumbuh
menjadi 2,66% dan tahun 2001 membaik menjadi 5,23% (Disperindag S.U, 2002).
adalah; karet, kelapa sawit, tembakau, tebu, teh dan coklat. Komoditi teh merupakan
komoditi unggulan di Sumatera Utara yang juga sangat penting artinya bagi
kebutuhan masyarakat, dimana teh merupakan barang substitusi dari komoditi kopi.
Pada tabel dibawah ini dapat dilihat luas lahan dan produksi teh di Sumatera Utara
sebagai berikut:
Tabel 1. 2. Luas Lahan dan Produksi Teh Sumatera Utara Tahun 1996– 2005.
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa luas tanaman teh pada tahun 1996
adalah 10.433 ha, dengan produksi sebesar 21.515 Kg, dan pada tahun 2000 luas
lahan teh menjadi 11,401 ha, dengan produksi sebesar 22.228 Kg. Namun pada tahun
2002 luas lahan tanaman teh di Sumatera Utara berkurang menjadi 8.764 ha, dengan
produksi 78.468 kg dan mengalami peningkatan yang drastis dari tahun sebelumnya.
Dan pada tahun 2005 luas lahan teh di Sumatera Utara mengalami penurunan menjadi
Disamping itu juga terdapat hasil perkebunan rakyat yang juga mampu
menyumbang bagi devisa negara seperti; kelapa, kemenyan, cengkeh, kayu manis,
kemiri dan kopi. Walaupun komoditi kopi di Sumatera Utara sebagian besar
merupakan hasil dari perkebunan rakyat namun ternyata kopi mampu menyumbang
bagi devisa yang cukup berarti bagi propinsi Sumatera Utara dan kopi tersebut
Indonesia diproduksi oleh petani kecil. Dan sejak tahun 1986 kopi menjadi komoditas
juga menyatakan bahwa kopi merupakan sumber devisa yang menjanjikan bagi
Indonesia, hal ini setidaknya dapat memberikan gambaran bahwa kalau terjadi krisis
kecendrungan globalisasi dan liberalisasi. Dan salah satu komoditas pertanian yang
sangat dipengaruhi oleh pasar global adalah komoditi kopi. Konsumen komoditas
pertanian ini sebagian besar berada di negara maju sedangkan produsennya sebagian
komoditas perdagangan global yang penting dan menjadi sumber devisa utama bagi
sejumlah negara yang sedang berkembang. Komoditas ini diyakini sebagai salah satu
cash crops yang penting dan vital bagi kehidupan lebih dari 25 juta petani kopi skala
Indonesia umumnya masih relatif rendah, hal ini dipengaruhi oleh iklim, ekologi,
tanah dan sistem pertanian yang ada sangat mempengaruhi tinggi rendahnya
Kg/ha, Costarica menghasilkan 1.200 Kg/ha dan Colombia menghasilkan 800 Kg/ha.
Mubyarto (1984), juga menyampaikan bahwa mutu kopi yang dihasilkan oleh
Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang
juga merupakan produsen komoditi kopi, hal ini disebabkan karena di Indonesia
penanganan proses produksinya masih sederhana. Dan sekitar 80% luas areal
tanaman kopi di Indonesia dikelola oleh rakyat (perkebunan rakyat) dan 88,80%
produksi kopi Indonesia berasal dari perkebunan kopi rakyat dengan sistem pertanian,
teknik budidaya, perlakuan dalam proses pasca panen dan kondisi sosial petani kopi
masih relatif sederhana dan bersifat tradisional sehingga menyebabkan mutu kopi
merupakan sejumlah barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen selama periode
tertentu berdasarkan situasi dan kondisi tertentu. Mereka juga menyampaikan bahwa
terdapat dua (2) model dasar dalam permintaan, yang pertama adalah permintaan
langsung yang dikenal sebagai teori konsumen dan yang kedua adalah permintaan
turunan yaitu permintaan atas bahan baku sebagai input didalam pembuatan suatu
barang atau jasa yang diminta untuk didistribusikan menjadi produk lainnya
Kopi yang di perdagangkan dipasaran sekarang ini, bukan saja dalam bentuk
tradisional green coffee (biji kopi mentah) yang ditampung oleh para pengolah
roasters, tetapi juga telah siap untuk dikonsumsi dalam bentuk produk turunan.
Produk turunan dari kopi tersebut diantaranya kopi bubuk nescafe, indocafe,
coffeemix dan capuccino dalam bentuk powder coffee. Kopi selain digunakan sebagai
ringan seperti; tar moka (kue) hingga es krim moka yang sangat disukai oleh
masyarakat, hal ini menyebabkan komoditi kopi menjadi komoditi yang menarik
menunjukkan perbaikan, baik dari sisi produksi maupun dari sisi lahan (areal)
rakyat (PR) yang luasnya mencapai 94,2% dari total luas tanaman kopi di Indonesia
namun hanya beberapa kawasan yang sangat cocok untuk menjadi sentra produksi
Pertumbuhan produksi kopi di Lampung dan Sumatera Utara mencapai 14% per
tahun, sedangkan pertumbuhan luas areal tanaman untuk daerah Lampung mencapai
9,1% dan Sumatera Utara mencapai 4,1%, hal ini menggambarkan bahwa
2006).
Propinsi Sumatera Utara memiliki luas areal kopi 77.720 ha, dengan produksi
berkisar 54,857Kg/ tahun (tahun 2005) dengan produksi rata-rata mencapai 976,19
Kg/ ha (BPS, 2006). Kopi yang ada di Sumatera Utara adalah merupakan tanaman
kopi arabica, yang tersebar pada dataran tinggi antara 700 – 1.300 m diatas
permukaan laut, yaitu di Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten
Tapanuli Selatan. Sedangkan kopi robusta umumnya hidup pada dataran rendah pada
ketinggian dibawah 600 m diatas permukaan laut. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat
luas lahan dan produksi kopi Sumatera Utara pada tahun 1996 – 2005, sebagai
berikut:
Tabel 1. 3. Luas Lahan dan Produksi Kopi Sumatera Utara Tahun 1996 – 2005.
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa luas lahan tanaman kopi di Sumatera
Utara pada tahun 1996 adalah 59.420 ha dengan produksi sebesar 28.966 Kg. Dan
pada tahun 2000 luas lahan kopi Sumatera Utara adalah 62,040 ha dengan produksi
sebesar 38.113 Kg dan terus mengalami peningkatan. Dan pada tahun 2005 luas lahan
kopi Sumatera Utara menjadi 77,720 ha dengan total produksi menjadi 54.857 Kg.
Sementara itu nilai ekspor kopi propinsi Sumatera Utara, juga memiliki
peranan penting dalam perekonomian Sumatera Utara, dimana pada tahun 2001
Utara meyumbang devisa sebesar 34,86% dari total ekspor kopi Indonesia sebesar
Utara secara khusus masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan daerah
penghasil kopi lainnya, hal ini menyebabkan Sumatera Utara masih mendatangkan
komoditi kopi dari luar daerah untuk memenuhi permintaaan masyarakat (kebutuhan
domestik) dan luar negeri (untuk ekspor). Dalam memenuhi permintaan komoditi
kopi tersebut Sumatera Utara mendatangkannya dari daerah Aceh dan daerah lainnya.
Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa komoditi kopi memiliki potensi yang
kesejahteraan petani kopi di Sumatera Utara, oleh karena itu penelitian ini
Sumatera Utara.
Sumatera Utara
kopi di Sumatera Utara. Dan sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam
Utara.
komoditi kopi.
3. Sebagai bahan studi bagi peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian
lanjutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
sedangkan dari sudut ilmu ekonomi permintaan mempunyai arti apabila didukung
oleh daya beli konsumen yang disebut dengan permintaan efektif. Jika permintaan
(Nicholson, 1995).
pendapatan yang dibelanjakan dan harga barang yang dikehendaki. Apabila jumlah
pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh seseorang berubah, maka jumlah barang
yang diminta juga akan berubah. Demikian juga halnya apabila harga barang yang
dikehendaki berubah maka jumlah barang yang dibeli juga akan berubah (Sudarsono,
1990).
Terdapat dua model dasar permintaan yang berkaitan dengan harga, pertama
adalah kenaikan harga menyebabkan para pembeli mencari barang lain yang dapat
(Nicholson, 1995). Apabila harga turun maka orang mengurangi pembelian terhadap
barang lain dengan menambah pembelian terhadap barang yang mengalami
yang dapat berfungsi sebagai pengganti barang lain (Nicholson, 1995). Dan bila dua
kenaikan permintaan akan yang lainnya dan sebaliknya jika terjadi kenaikan harga
lainnya. Bila kenaikan harga suatu barang menyebabkan permintaan barang lain
Kedua adalah kenaikan harga menyebabkan pendapatan real para pembeli berkurang
(Sukirno, 2002).
dipengaruhi oleh harga dari barang itu sendiri (ceteris paribus). Permintaan seseorang
atau masyarakat terhadap suatu barang ditentukan oleh banyak faktor, antara lain;
harga barang itu sendiri, harga barang lain yang mempunyai kaitan erat dengan
barang tersebut, pendapatan masyarakat, cita rasa masyarakat dan jumlah penduduk
maka dapat dikatakan bahwa permintaan terhadap suatu barang dipengaruhi oleh
yang dimiliki. Hal ini tentu dapat dijelaskan dengan kurva permintaan, yaitu kurva
yang menunjukkan hubungan antara jumlah maksimum dari barang yang dibeli oleh
konsumen dengan harga alternatif pada waktu tertentu (ceteris paribus), dan pada
harga tertentu orang selalu membeli jumlah yang lebih kecil bila mana hanya jumlah
yang khas sebagaimana yang terdapat dalam faktor produksi. Dan semakin banyak
berkurang dengan demikian pembeli akan lebih banyak membeli komoditi tersebut
sebagai kurva. Sementara itu Leon Walras lebih bersifat general karena memasukkan
semua variabel yang mempengaruhi jumlah barang yang diminta, dan secara
dimana :
Qd : jumlah barang yang diminta
Pd : harga barang yang diminta.
Ps : harga barang substitusi.
Pk : harga barang komplementer.
Y : pendapatan konsumen yang tersedia untuk dibelanjakan.
e : faktor lain yang tidak dibahas.
Sejalan dengan pemikiran Walras, beberapa ahli mengemukakan pendapatnya.
4. Selera (teste).
6. Besarnya populasi.
Faktor-faktor yang dimaksud adalah harga barang itu sendiri, harga barang lainnya
perkembangan tingkat kehidupan yang lebih baik, maka permintaan akan suatu
waktu tertentu. Dan apabila sampai dengan waktu yang ditentukan produk juga
5. Bencana alam dan peperangan. Terjadinya bencana alam dan peperangan dapat
mendukung.
bahwa jumlah barang yang akan dibeli per unit waktu akan menjadi semakin besar,
jika harga semakin rendah dimana faktor lain tetap (ceteris paribus). Apabila harga
(P) suatu komoditi naik (ceteris paribus), pembeli cenderung membeli lebih sedikit
komoditi itu (Q). Demikian juga jika harga (P) turun (ceteris paribus) maka kuantitas
barang yang jika harganya turun maka jumlah permintaannya turun, apabila orang
sebagai berikut; 1) Pada harga tinggi, lebih sedikit barang yang akan diminta jika
dibandingkan dengan harga rendah (ceteris paribus), 2) Pada saat harga komoditi
rendah, maka lebih banyak yang akan diminta jika dibandingkan dengan saat harga
tinggi (ceteris paribus). Jadi kaidah permintaan mengatakan bahwa kuantitas yang
diminta untuk suatu barang berhubungan terbalik dengan harga barang tersebut
(ceteris paribus) pada setiap tingkat harga (Miler dan Meiners, 2000). Dan apabila
pendapatan bertambah, maka bagian yang akan dibelanjakan oleh konsumen juga
akan bertambah, sehingga jumlah barang yang bisa dibeli oleh konsumen akan
meningkat.
konsumen atas dua bagian yaitu; teori permintaan statis dan teori permintaan dinamis.
Teori permintaan statis dinamakan juga sebagai teori permintaan tradisional, yang
memusatkan perhatiannya pada prilaku konsumen serta beberapa faktor lain yang
yang diminta, harga barang lainnya, tingkat pendapatan dan selera. Teori permintaan
statis ini didasarkan pada beberapa asumsi yaitu; permintaan pasar merupakan total
dan pendapatan dianggap tetap dan yang termasuk dalam teori permintaan statis ini
adalah teori utilitas ordinal (ordinal utility theory) dan teori kardinal utilitas (cardinal
utility theory).
2. 2. Teori Konsumen.
untuk membeli sesuatu barang akan berubah jika jumlah pendapatan konsumen dan
harga barang yang bersangkutan juga berubah. Fungsi utama barang dan jasa
(cardinal utility approach) dan pendekatan guna ordinal (ordinal utility approach).
Teori kardinal utilitas (teori daya guna) pada awalnya dikembangkan oleh
ahli ekonomi aliran Austria seperti; Gossen (1857), Walras (1874) dan Marshall
(1890), teori ini beranggapan bahwa tinggi rendahnya nilai suatu barang untuk
pemuas kebutuhan tergantung dari subjek yang memberi penilaian (Ilyas, 1991).
Dengan demikian barang sebagai alat pemuas kebutuhan akan memiliki nilai bagi
Dalam hal penyusunan teori ini, para ahli ekonomi tersebut menggunakan
utility), marginal utilitas yang tetap (constant marginal utility), marginal utilitas yang
teori ini adalah “ indifference curva theory ” oleh Hics (1934), namun masih terdapat
kelemahan dari teori ini, terutama dari segi asumsi yang tidak sesuai dengan keadaan
antara marginal utilitas (MU) seorang konsumen dengan tingkat harga barang yang
berlaku di pasar (P). Menurut teori ini keseimbangan konsumen terjadi apabila;
marginal utilitas barang X yang dikonsumsi sama dengan harga barang itu sendiri,
jadi :
Mux = Px; apabila Mux > Px, maka ………………………………………………..(2)
banyak. Selanjutnya jika barang yang dikonsumsi lebih dari satu jenis barang
misalnya; X1, X2 dan X3,…….Xn, maka equilibirium konsumen akan terjadi apabila
rasio antara marginal utilitas dari masing-masing barang tersebut sama dengan
harganya, jadi ;
MU X 1 MU X 2 MU X 3 MU Xn
= = = .............. = …………….….…..……………….(3)
PX 1 PX 2 PX 3 Pxn
U = f (Qx)...................................................................................................................(4)
I – Px. Qx = 0..............................................................................................................(5)
Teori permintaan statis atau tradisional secara umum didasarkan pada daya
guna dan skala preferensi dari konsumen sedangkan teori permintaan yang dinamis
dan pragmatis didasarkan pada prilaku konsumen yang nyata terhadap permintaan
yang berlaku di pasar. Atas dasar ini maka dirumuskanlah permintaan sebagai
hubungan fungsi yang memiliki variabel banyak. Pendekatan ordinal dan kardinal
diatas dengan menggunakan konsep daya guna (utility) sebagai dasar analisis untuk
ditempuh dengan dua cara yaitu cara tidak langsung yang dilakukan oleh Marshall
(marshalian demand function) yang lazim disebut dengan fungsi permintaan biasa
(ordinary demand function). Kemudian ada cara langsung yang disebut dengan cara
pragmatis seperti yang dilakukan oleh Samuelson melalui preferensi nyata yang
pengaruh dari harga terhadap jumlah barang yang diminta. Menurutnya permintaan
diartikan sebagai jumlah barang yang diminta pada berbagai tingkat harga, secara
matematis dituliskan;
Qx = f (Px),.................................................................................................................(6)
berpengaruh terhadap jumlah barang yang diminta dengan asumsi bahwa faktor lain
harga mengakibatkan berkurangnya jumlah barang yang diminta dan sebaliknya jika
reaksi pembeli terhadap perubahan harga suatu barang, para pemikir ekonomi telah
menciptakan suatu alat analisis yang disebut dengan elastisitas. Sudarsono (1990),
permintaan, yaitu harga barang itu sendiri, harga barang lainnya (substitusi atau
komplementer) dan pendapatan, maka atas dasar ini sehingga dikenal elastisitas harga
barang itu sendiri (price elasticity), elastisitas harga silang (cross elasticity) dan
pasti, jadi permintaan seseorang akan sesuatu barang akan dapat diketahui melalui
penaksiran empiris statistika. Melalui penaksiran ini akan dapat diketahui besarnya
derajad kepekaan relatif dari perubahan permintaan terhadap perubahan variabel yang
mempengaruhinya.
Dimana :
Qx : jumlah barang x yang diminta.
bo : intercept
Px : harga barang x
Po : harga barang lain (substitusi atau komplementer).
Y : pendapatan konsumen.
b1 : elastisitas harga dari permintaan.
b2 : elastisitas silang dari permintaan.
b3 : elastisitas pendapatan dari permintaan.
e b4 : faktor trend selera (skala pereferensi).
Pengertian elastisitas dalam hal ini adalah derajad kepekaan dari jumlah
barang yang diminta terhadap perubahan salah satu faktor yang mempengaruhinya.
Sasaran pendekatan pragmatis ini adalah untuk mempelajari elastisitas yang berguna
pembeli pada umumnya dalam bentuk perubahan jumlah barang yang diminta
terhadap perubahan harga satuan barang tersebut, yang disebut dengan elastisitas
harga permintaan (price elasticity of demand) atau disebut juga dengan elastisitas
fungsi permintaan kualitas barang yang diminta oleh konsumen selain memiliki
hubungan dengan harga barang yang bersangkutan juga berkaitan dengan faktor lain
jumlah barang yang diminta dengan harga suatu barang lain atau mengukur
tanggapan kuantitas barang yang diminta terhadap barang yang diminta terhadap
perubahan harga barang lain. Seperti halnya elastisitas pendapatan, elastisitas silang
dapat positif ataupun negatif. Elastisitas harga silang (cross elasticity) positif
implikasinya barang tersebut merupakan subsitusi. Dan jika elastisitas silang (cross
Secara umum perubahan harga pada suatu barang berpengaruh pada jumlah
barang yang diminta, baik pengaruh substitusi maupun pengaruh pendapatan atau
gabungan keduanya yang disebut dengan jumlah pengaruh total (total effect).
Berdasarkan pengaruh harga ini, jika dihubungkan dengan jumlah barang yang
diminta oleh konsumen dapat dibedakan atas barang substitusi dan barang
barang yang diminta oleh konsumen dapat dibedakan atas barang normal (normal
goods) yaitu barang-barang yang permintaanya naik bila pendapatan lebih tinggi dan
permintaannya akan turun bila pendapatan lebih rendah, barang superior (superior
goods) atau barang mewah (luxuries goods), barang inferior (inferior goods) adalah
barang yang permintaanya cenderung turun bila pendapatan naik, barang giffen
Tanaman kopi adalah pohon kecil yang bernama perpugenus coffea dari
famili rubiceae yang umumnya berasal dari benua Afrika. Diseluruh dunia kini
terdapat sekitar 4.500 jenis kopi yang dapat dibagi dalam empat kelompok besar
yaitu;
a. Cofffe canefora, salah satu jenis varietasnya yang menghasilkan kopi dagang
robusta.
Dari segi produksi yang paling menonjol dalam kualitas dan kuantitas adalah
jenis arabica, yang memberikan kontribusi pada pasokan kopi dunia sekitar 70%,
kemudian jenis kopi robusta yang mutunya berada dibawah kopi arabica, hanya
kemudian diikuti oleh penulis lainnya. Linnaeus (1937) dan Smith (1985), melalui
buku yang mereka tuliskan bahwa daerah asal kopi adalah Abyssinia atau Ethiopia
sekarang ini, kemudian masuk ke Yaman sekitar tahun 575 SM (sebelum masehi).
Ada berbagai dugaan yang memperkirakan bahwa masuknya tanaman kopi ke Yaman
adalah melalui akulturasi kebudayaan antara kedua suku bangsa waktu itu. Barangkali
hal ini juga yang menjadi alasan yang kuat terhadap penyebaran kopi kedaerah
lainnya disekitar Abyssinia seperti Mesir, Persia dan jajirah Arab lainnya (Ilyas,
1991).
Legenda lainnya menyebutkan bahwa kopi sebagai tanaman semak dan perdu
ditemukan oleh kepala rombongan Nomade dan penggembala kambing bangsa Arab
bernama Kaldi pada oase-oase yang terdapat dijajirah Arab. Kelompok nomade ini
Atas jasa Rahib Scialdi dan Aydius, tanaman ini kemudian diperkenalkan secara luas
kepada seluruh suku bangsa yang mendiami gurun pasir pada saat itu.
biji kopi dari Mocha (Saudi Arabia) ke Eropa, sejak saat itu mulailah perdangan yang
menguntungkan dunia Arab dan sepanjang 100 tahun mereka menjadi satu-satunya
kepada Raja Louis XIV dan kemudian dikembangkan di Jardin Des Plantes di Paris
India Barat. Dan Inggris adalah negara yang terakhir yang mengembangkan kopi
dinegara koloninya mulai dari Jamaika pada tahun 1730 dan India pada tahun 1840.
Pada saat yang sama Brasilia mulai memasuki bidang ini, karena dibawa oleh seorang
pegawai Brasilia yang ketika berkunjung ke Guyama Prancis tahun 1727. Dan sejak
itu mulailah kejayaan Brasilia sebagai penghasil kopi dunia (Spillane, 1991).
Untuk pertama kalinya kedai kopi dibuka di Inggris tahun 1650 oleh Jacob,
tepatnya di Angel Hight di Kota Oxford antara University College dan Examinations
Schools. Kedai kopi pertama di London di buka dua tahun kemudian yaitu sekitar
tahun 1852 di St. Michael’s Alley berdekatan dengan kantor Kerajaan (Royal
Pada tahun 1715 ada lebih dari 2.000 kedai kopi yang berdiri di kota London
dan tempat itu menjadi pusat perkembangan kehidupan sosial, politik dan
keperluan bank niaga, asuransi, bursa saham (stock exchange) di kota tersebut.
Berdiri juga sebuah kedai kopi Lioyd di tower street antara dermaga St. Katharine
Docks dan Wapping, kedai kopi ini sangat ramai karena sering dikunjungi oleh
Pada tahun 1925, di Pematang Siantar, juga berdiri sebuah kedai kopi dengan
nama Kedai Kopi Massa Koktung, yang didirikan oleh Lim Tie Kie yang berlokasi di
Jalan Cipto. Saat ini kedai kopi tersebut dikelola oleh Jamin yang merupakan
keturunan dari Lim Tie Kie. Kedai kopi ini bisa menjual 500 gelas/ hari dengan harga
rata-rata Rp. 2.000/ gelas. Bahan kopi yang digunakan adalah kopi robusta yang
didatangkan dari Tapanuli Utara, Sidamanik dan Samosir. Selain dijual dalam bentuk
teh kopi (liquid coffee), bubuk kopi massa koktung juga dijual dalam bentuk saset
komoditi kopi, disatu sisi juga terjadi penolakan untuk mengkonsumsi kopi. Pada
tahun 1511 Kaisar Bey seorang Gubernur muda dari Kesultanan Kairo di Mekkah,
ketika usai berdoa dari Mesjid dia melihat beberapa orang di ujung jalan sedang
merencakan untuk minum kopi, hal ini membuat kaisar Bey tidak senang dan ia
berkata bahwa hal tersebut bertentangan dengan hukum Islam, maka keesokan
harinya semua kedai kopi didaerah itu ditutup. Sementera itu di Italia para Pastor juga
kalangan umat Kristen, karena kopi dianggab berkaitan dengan dunia mistik
Pada tahun 1656 Ottoman Grand Vizir Koprilli, menganggap bahwa kedai
kopi merupakan sumber keburukan dan korupsi, sehingga warganya dilarang untuk
meminum kopi, bagi yang melanggar akan dihukum. Pada tahun 1674 petisi dari
kaum wanita (a women’s petition a gainst coffee), menerbitkan buku untuk pertama
kalinya tentang penolakan terhadap kopi, mereka mengeluh karena pada saat krisis
mereka sering ditinggalkan suami yang suka pergi untuk mengunjungi kedai kopi.
memusnahkan kedai-kedai kopi kerena tempat itu menjadi “ tempat orang-orang yang
suka bermalas-malasan”.
bermanfaat, dimana pada tahun 1658 kopi sudah merupakan komoditi perdagangan
Internasional, dimana pada waktu itu Eropa Barat telah melakukan impor kopi dari
Ceylon (Sailan). Kemudian tahun 1699 kopi di perkenalkan ke Indonesia yaitu Pulau
Kopi di perdagangkan pada dasawarsa terakhir ini, bukan saja dalam bentuk
tradisional green coffee (biji kopi mentah) yang ditampung oleh para pengolah
roasters, tetapi juga dalam bentuk; olahan setengah jadi dan bahan jadi siap pakai,
diantaranya dalam bentuk; kopi rendangan (roasted coffee), kopi bubuk (powder
coffee), kapi cair (liquid coffee). Kopi selain digunakan sebagai minuman kenikmatan
juga dipergunakan sebagai penyedap berbagai jenis makanan (makanan ringan) mulai
dari; tar moka (kue), hingga es buah serta es krim moka yang sangat disukai oleh
masyarakat, hal ini menyebabkan komoditi kopi menjadi komoditi yang menarik
Kopi telah merupakan salah satu bahan minuman rakyat di seluruh dunia, baik
komoditi penting dalam ekonomi dunia, dan mencapai nilai perdagangan sebesar US
dolar 10.3 millyar (Spillane, 1991), antara negara yang sedang berkembang dengan
negara-negara maju. Sehingga komoditi kopi menjadi salah satu komoditi ekspor
yang menjanjikan, disamping itu juga memiliki peranan penting sebagai sumber
juta orang, termasuk didalamnya 2 juta petani kopi rakyat. Kopi pun merupakan
sumber penghidupan bagi 1, 6 juta keluarga petani dan lebih kurang 30.000 keluarga
Investasi yang ditanamkan dalam usaha perkopian Indonesia tidak kecil, termasuk
dana bank untuk keperluan kredit bagi petani kopi, guna ekstensifikasi dan
intensifikasi. Sektor kopi ini telah menjadi bidang penting bagi perekonomian
beberapa propinsi di Indonesia seperti; Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
dikonsumsi di Indonesia adalah 0,50 Kg/ kapita/ tahun, hal ini sesuai dengan
perhitungan Assosiasi Ekonomi Kopi Indonesia (AEKI) 1987 yaitu sebesar 0,50
Angka ini tentunya sangat kecil jika dibandingkan dengan permintaan kopi
dan negara lainnya. Sementara itu konsumsi kopi masyarakat di Brazil adalah 5,50
Kg/ kapita/ tahun, Colombia adalah 4,50 Kg/kapita/ tahun, Costarica adalah 6,50
Kg/kapita/ tahun, Elsalvador adalah 2,00 Kg/kapita/ tahun, Guatemala adalah 4,00
Kg/kapita/tahun, Haiti adalah 3,00 Kg/kapita/ tahun dan Mexico adalah 1,50
negara Afrika, bahkan Asia seperti India. Dengan demikian permintaan kopi untuk
kopi di Indonesia, dia membedakan permintaan kopi biji dan permintaan bubuk kopi.
Sasaran penelitiannya adalah permintaan bubuk kopi secara Nasional dan regional.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 52,3% sampel (dari 10 propinsi), tidak
meminum kopi dengan alasan kesehatan dan tingkat kemurnian kopi yang
dikonsumsi responden sangat bervariasi. Tidak terdapat konsumsi kopi murni, dan
selanjutnya dikatakan bahwa rata-rata kemurnian kopi yang dikonsumsi adalah 64%
kopi di pasar domestik India. Konsumsi kopi diwilayah itu adalah 80 gr/ kapita tahun
1960- 1961 dan menurun menjadi 60 gr/ kapita tahun 1996-1997. Sementara itu
konsumsi teh sebagai barang substitusi kopi mengalami peningkatan dari 296 gr/
kapita menjadi 657 gr/ kapita untuk tahun 1997 – 1998. Adapun variabel yang
diamati dalam penelitian tersebut adalah produksi kopi itu sendiri, harga kopi,
kesimpulan bahwa harga kopi memiliki hubungan yang negatif terhadap permintaan
kopi. Dan ternyata harga teh memiliki hubungan yang positif terhadap permintaan
kopi diwilayah itu artinya adanya peningkatan harga disebabkan oleh jumlah
kopi in-elastis dalam jangka panjang dan memiliki nilai in-elastisitas yang sangat
tinggi dalam jangka pendek, tetapi elastisitas harga terhadap permintaan kopi adalah
rendah.
dari prilaku dan perkembangan pasar kopi dunia. Berdasarkan penelitian tersebut
(Jepang, Jerman dan Belanda) menunjukkan nilai positif dan sangat elastis.
perubahan nilai tukar US dolar bernilai positif (untuk Jepang dan Amerika), artinya
Indonesia relatif lebih murah sehingga volume kopi yang di impor oleh negara
keuntungan potensial dari pertumbuhan produksi kopi yang dilihat dari harga yang di
inginkan oleh konsumen. Variabel yang diteliti adalah; harga kopi relatif, pendapatan
menunjukkan bahwa harga kopi berhubungan negatif dengan permintaan kopi itu
tingkat persaingan dalam pasar domestik dalam konteks pasar kopi instan. Beliau
terhadap pola konsumsi kopi instan diwilayah dimana penelitian itu dilakukan.
bahwa konsumen berusia muda (18-25 tahun) berpeluang mengkonsumsi kopi lebih
besar daripada konsumen yang berusia 45 tahun. Peningkatan rasio anggota rumah
tangga yang mengkonsumsi kopi terhadap total rumah tangga sebagai pengaruh
mengalami peningkatan dengan tingkat perubahan yang sedang, hal ini disebabkan
karena rata-rata konsumsi kopi perkapita masyarakat Jakarta antara 0,75 – 1,13 kg/
kapita/ tahun, lebih tinggi daripada konsumsi masyarakat Indonesia secara umum
komoditi pertanian yang dibutuhkan dan dibeli oleh konsumen. Karena itu besar
harga substitusi atau harga komplementernya, selera dan keinginan jumlah konsumen
adalah jumlah barang yang sanggub dibeli oleh para pembeli pada tempat dan waktu
tertentu dengan harga yang berlaku pada saat itu. Sedangkan menurut Bishop dan
jumlah barang yang dibeli oleh konsumen dengan harga alternatif untuk membeli
barang yang bersangkutan dengan anggapan bahwa harga barang lainnya tetap. Hal
ini dapat dijelaskan dengan kurva permintaan, yaitu kurva yang menunjukkan
hubungan antara jumlah maksimum dari barang yang dibeli oleh konsumen dengan
harga barang lainnya, selera dan pereferensi konsumen. Namun karena jumlah
dipasaran, maka fungsi permintaan ini juga dipengaruhi oleh variabel ini. Jumlah
kanan yang berarti bahwa pada harga yang sama jumlah barang yang diminta
bertambah besar, ceteris paribus tetapi untuk permintaan perkapita, kurva permintaan
dapat bergerak ke kanan atau kekiri atau bahkan tidak bergeser sama sekali
(Soekartawi, 2002).
perubahan harga. Jika dilihat dari perubahan harga maka pengaruh harga komoditi
besar kecilnya elastisitas harga terhadap besarnya permintaan atau penawaran bagi
komoditi pertanian juga akan terpengaruh oleh adanya perubahan harga komoditi
substitusi atau komplementernya. Harga beberapa komoditi pertanian sering naik
atau turun secara tidak terkendali (berfluktuasi), yang lazim terjadi adalah turunnya
harga pada saat panen dan adanya kenaikan harga pada saat paceklik. Fluktuasi harga
ini pada akhirnya juga mempengaruhi ramai tidaknya pemasaran komoditi pertanian
tersebut, dan sesekali kenaikan harga yang terjadi dapat menguntungkan petani
permintaan adalah sejumlah barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen selama
periode tertentu berdasarkan situasi dan kondisi tertentu. Menurut Papas dan Mark
Hirshey (1995), terdapat dua (2) model dasar dalam permintaan, yang pertama adalah
permintaan langsung yang dikenal sebagai teori konsumen, dan yang kedua adalah
permintaan turunan yaitu permintaan atas bahan baku sebagai input didalam
pembuatan suatu barang atau jasa yang diminta untuk didistribusikan menjadi produk
lainnya. Dan secara skematis kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan
sebagai berikut:
HARGA
KOPI DOMESTIK
HARGA
EKSPEKTASI
KOPI DOMESTIK
HARGA PERMINTAAN
TEH KOMODITI KOPI
HARGA
GULA
PENDAPATAN
PERKAPITA
Sumatera Utara, dimana pembahasan dalam penelitian ini mencakup beberapa faktor
seperti; harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga teh (barang
dari lembaga resmi pemerintah. Adapun data yang digunakan adalah data time series
21 tahun, mulai dari tahun 1985 – 2005, yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik
dengan hipotesa yang diajukan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Ordinary Least Square (OLS), dengan bantuan softwer eviews 4.1.
3.4. Model Analisis.
dependent adalah dalam bentuk linier maka untuk itu fungsi persamaan yang
Dimana :
ekonomi yang terdapat dalam persamaan model. Sebagai variabel terikat (dependent
variable) adalah permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Sedangkan variabel
bebas (independent variable) adalah; harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi
domestik harga teh (barang substitusi), harga gula (barang komplementer) dan
koefisien determinasi (R2 ) yang kemudian dilanjutkan dengan uji F (f-test) dan Uji T
(t-test), yaitu :
2. Uji - F (over all test), uji ini dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik
3. Uji- t (partial test), uji ini dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik
Ada beberapa permasalahan yang bisa terjadi dalam model regresi linier yang
secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang telah ditetapkan
dari :
mempuyai nilai rata-rata yang sama dengan nol, tidak berkorelasi dan mempunyai
nilai yang konstan. Dengan dasar asumsi ini OLS sebagai estimator atau penaksir
dilakukan dengan J.B Test (Jarque – Bera test). Uji menggunakan hasil estimasi
a. Bila nilai JB test hitung > nilai X2 tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa
b. Bila nilai JB test hitung < nilai X2 tabel, maka yang menyatakan bahwa residual µ
e. Interval kepercayaan lebar (karena variasi besar maka standard error besar dengan
f. Uji T (t-rasio) tidak signifikan. Suatu variabel bebas yang signifikan baik secara
substansi maupun secara statistik jika dibuat regresi sederhana bisa menjadi tidak
signifikan karena variasi besar akibat kolinieritas. Dan bila standar error terlalu
observasi yang diurutkan menurut waktu. Dalam konteks model regresi linier klasik
mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu tidak terdapat dalam disturbansi atau
yang berhubungan dengan pengamatan lain yang manapun. Tetapi jika ada
Dan untuk menguji autokorelasi tersebut digunakan Lagrange Multiplier Test (LM-
test), dimana jika nilai LM-test < nilai X2 tabel maka hipotesis nol (Ho) diterima,
artinya tidak ada autokorelasi. Namun jika nilai LM-test > nilai X2 tabel maka
variabel yang digunakan dalam penelitian ini maka disusun batasan operasional
sebagai berikut :
a. Permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara adalah selisih dari total produksi
dengan total ekspor (luar negeri dan dalam negeri) yang diolah di dalam negeri
b. Harga kopi domestik adalah harga rata-rata kopi dipasaran domestik Sumatera
c. Harga teh adalah harga rata-rata teh dalam satu tahun (Rp/ kg) di Sumatera Utara.
d. Harga gula adalah harga rata-rata gula dalam satu tahun (Rp/ kg) di Sumatera
Utara.
f. Harga ekspektasi kopi domestik adalah selisih dari harga kopi domestik saat ini
(Pcd(to)) dengan harga kopi domestik setelah dikurangi dengan harga kopi
yang sebagian besar produksinya di ekspor ke pasar dunia. Saat ini Indonesia
merupakan negara produsen terbesar ketiga di dunia, yang menguasai pangsa pasar
sebesar 7,9% dan sekaligus merupakan negara pengekspor kopi terbesar keempat
dari sisi produksi maupun lahan areal tanamannya. Pengelola perkebunan kopi
terbesar di Indonesia adalah perkebunan rakyat (PR) dengan luas yang mencapai
94,2% dari total areal tanam kemudian diikuti oleh perkebunan negara dan swasta.
Sumatera Utara sebagai salah satu sentra produksi kopi di Indonesia, dengan
luas tanaman tahun 1985 adalah 45.468 ha dengan produksi sebesar 16.084 ton, terus
mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dan tahun 2005 luas tanaman kopi di
Sumatera Utara menjadi 77.720 ha dengan produksi 54.857 ton (BPS, 2006).
Tanaman kopi di Sumatera Utara pada umumnya dikelola oleh rakyat dengan luas
lahan rata-rata relatif kecil dengan alokasi faktor produksi yang terbatas dengan
produksi kopi di Sumatera Utara mencapai 14% untuk setiap tahunnya yang
dibarengi dengan pertumbuhan luas lahan sebesar 4,1% pertahunnya. Produksi kopi
Sumatera Utara setiap tahunnya adalah untuk memenuhi permintaan kopi di Sumatera
Utara yang terdiri atas kebutuhan ekspor dan kebutuhan akan permintaan pasar
domestik untuk konsumsi rumah tangga. Berikut tabel permintaan kopi di Sumatera
Utara.
Tabel 4.1 Permintaan Komoditi Kopi Di Sumatera Utara tahun 1985 – 2005.
Pada tabel 4.1 tersebut diatas dapat dilihat bahwa secara umum permintaan
komoditi kopi di Sumatera Utara terus mengalami peningkatan. Dapat kita lihat
bahwa pada tahun 1985 permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara adalah sebesar
17.450.200 Kg, dan terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 1998 menjadi
atau tumbuh sebesar 1.28% dan barangkali peningkatan permintaan ini erat kaitannya
dengan krisis monoter yang terjadi pada saat itu, sehingga permintaan komoditi kopi
meningkat dipasaran.
permintaan kopi di Sumatera Utara konstan yaitu pada angka 24.125.425 Kg. Dan
pada tahun 2002 mengalami kenaikan menjadi 24.250.450 Kg, dan pada tahun 2004
menjadi 25.150.625 Kg. Dan pada tahun 2005 permintaan komoditi kopi di Sumatera
4.2. Perkembangan Harga Kopi Domestik, Harga Teh dan Harga Gula tahun
1985 – 2005 di Sumatera Utara.
Harga rata-rata komoditi pertanian pada dasarnya cendrung tidak stabil dan
selalu berfluktuasi, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adanya musim
panen raya (produksi melimpah) dan panen kecil (produksi sedikit) dan pengaruh
Secara umum pada saat panen kecil dimana ketika produksi sedikit, harga dari
komoditi tersebut cendrung bergerak naik. Sedangkan pada saat panen raya dimana
produksi melimpah maka harga akan drastis menurun. Perkembangan harga kopi
domestik, harga teh dan harga gula di Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut
ini :
Tabel 4.2. Harga Kopi Domestik, Harga Teh dan Harga Gula Di Sumatera
Utara tahun 1985 – 2005.
Pada tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa perkembangan harga kopi domestik
Sumatera Utara cendrung berfluktuasi. Pada tahun 1985 harga kopi domestik adalah
Rp. 1.150/ Kg dan mengalami peningkatan menjadi Rp. 1.450/ Kg atau sebesar
11,54% pada tahun 1987. Dan harga kopi domestik Sumatera Utara mengalami
kenaikan menjadi Rp. 1.750/ Kg pada tahun 1989 atau tumbuh 6,06%.
Kemudian pada tahun 1990 harga kopi domestik di Sumatera Utara
mengalami kenaikan menjadi Rp. 2.150/ Kg dan pada tahun 1992 sebesar Rp. 3.050/
Kg atau tumbuh sebesar 8,22%. Kemudian pada tahun 1993 harga kopi domestik
Sumatera Utara juga mengalami kenaikan hingga 3,28% menjadi Rp. 3,150/ Kg, dan
naik menjadi Rp. 3.550/ kg pada tahun 1999. Dan tahun 2005 harga kopi domestik di
Sumatera Utara berada di angka Rp. 4.050/ kg atau tumbuh 2,53% dari tahun
sebelumnya.
sering naik atau turun secara tidak terkendali (berfluktuasi), yang lazim terjadi adalah
turunnya harga pada saat panen dan adanya kenaikan harga pada saat paceklik.
Fluktuasi harga ini pada akhirnya juga mempengaruhi ramai tidaknya pemasaran
komoditi pertanian tersebut, dan sesekali kenaikan harga yang terjadi dapat
Pada tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa harga teh di Sumatera Utara
mengalami peningkatan secara teratur dimana pada tahun 1985 adalah Rp. 1.250/ Kg.
Kemudian pada tahun 1995 adalah Rp. 4.950/ Kg atau meningkat sebesar 13,14%
dari tahun sebelumnya dan pada tahun 2005 harga teh di Sumatera Utara tercatat
sebesar Rp. 4.850/Kg atau mengalami pertumbuhan sebanyak 49,23% dari tahun
sebelumnya.
Pada tabel 4.2 diatas juga dapat dilihat bahwa harga gula, mengalami
perubahan yang fluktuatif, dimana pada tahun 1985 harga gula di Sumatera Utara
adalah 1.250/ Kg dan dan mengalami pertumbuhan menjadi Rp. 2.150/ Kg atau
0,26% pada tahun 1990. Dan pada tahun 1998 harga gula di Sumatera Utara berada
pada angka Rp. 6.950/ Kg dan mengalami penurunan pada tahun 2005 menjadi Rp.
Sumatera Utara adalah PDRB perkapita Sumatera Utara dengan harga konstan. Pada
tabel dibawah ini dapat dilihat pendapatan perkapita Sumatera Utara pada tahun
perkapita Sumatera Utara adalah sebesar Rp. 354.594 dan terus mengalami
pertumbuhan yang sangat drastis untuk tiap tahunnya. Pada tahun 1999-2000 terjadi
Dan pada tahun 2000 Pendapatan perkapita Sumatera Utara adalah Rp. 6.006.103
mengalami peningkatan menjadi Rp. 7.130.694 pada tahun 2005 atau meningkat
sebesar 3,74 % dari tahun sebelumnya, peningkatan ini terlihat sangat baik dan
4.4. Pembahasan.
Sumatera Utara Tahun 1985 – 2005, dengan variabel yang digunakan adalah variabel
harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga teh, harga gula dan
R2 = 0,969154
F. Stat = 72,44571***
DW = 1,150539
Sumber : Lampiran 2
Keterangan : Angka dalam kurung adalah T- Statistik.
harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga teh, harga gula dan
Sumatera Utara sebesar 96,91 %. Sedangkan sisanya sebesar 3,09% dijelaskan oleh
Berdasarkan uji t - statistik (uji secara parsial), maka dapat diketahui bahwa
(Qdc) di Sumatera Utara, ialah harga kopi domestik (Pcd) berpengaruh negatif dan
signifikan pada α =5% (t. hitung 3,450 > t tabel 1,746). Harga ekspektasi kopi
domestik (Pcde) berpengaruh negatif dan signifikan pada α = 5 % (t. hitung 2,914 >
t. tabel 1,746). Pendapatan perkapita (I) berpengaruh positif dan signifikan pada α =
5% ( t. hitung 3,286 > t tabel 1,746). Demikian juga dengan harga gula (Ps) juga
berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera
Utara, pada α = 5% (t. hitung 1,864 > t. tabel 1,747). Sementara itu harga teh (Pt)
juga berpengaruh secara positif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara
namun tidak signifikan pada α=10 % (t. hitung 1,289 < t. tabel 1,337).
Dan jika dilihat dari F-statistik yang diperoleh, yaitu sebesar 72, 45571, lebih
besar dari F0,01 (4,16) = 4,77; ini berarti secara bersama-sama (serentak) harga kopi
domestik (Pcd), harga ekspektasi kopi domestik (Pcde), harga teh (Pt), harga gula
program eviews 4,1, dan dari hasil regresi OLS diperoleh R2 yang cukup baik.
komoditi kopi di Sumatera Utara dipengaruhi oleh harga ekspektasi kopi domestik
(Pcde) yang berhubungan negatif nyata dan signifikan. Berdasarkan hasil estimasi
diperoleh nilai T-statistik 2,914 > dari nilai Ttabel 1,746, hal ini menunjukkan bahwa
permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, dipengaruhi oleh harga ekspektasi kopi
domestik pada α = 5 % (t. hitung 2,914 > t. tabel 1,746 ) atau pada tingkat keyakinan
95 %, artinya jika harga ekspektasi kopi domestik akan menurun dipasaran maka
Utara, artinya jika harga kopi turun sebesar Rp 1, maka permintaan kopi di Sumatera
Utara akan naik sebesar 0,93 kg. Sesuai dengan hasil estimasi yang diperoleh bahwa
variabel harga kopi domestik memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap
permintaan kopi di Sumatera Utara, pada α = 5% (t.hitung 3,450 > t. tabel 1,746)
dengan tingkat keyakinan 95%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Venkatram dan Deodhar (1999), yang meneliti tentang permintaan kopi di pasar
kesimpulan bahwa harga kopi memiliki hubungan yang negatif terhadap permintaan
kopi di pasar domestik India, dimana jika harga kopi mengalami penurunan maka
kuantitas yang diminta untuk suatu barang berhubungan terbalik dengan harga barang
terhadap suatu komoditi dari produsen dapat berlangsung jika konsumen bersedia
memiliki sifat yang khas dimana jika semakin banyak komoditi tersebut dikonsumsi
Dengan demikian konsumen akan semakin banyak melakukan pembelian jika harga
Utara. Sesuai dengan hasil estimasi diperoleh bahwa variabel harga teh memiliki
pengaruh yang positif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara (tidak
signifikan pada α = 10 %, t. hitung 1,289 < t. tabel 1,337). Namun jika terjadinya
kenaikan harga teh maka masyarakat akan memilih untuk mengkonsumsi kopi
sebagai barang subsitusi dari teh, sehingga permintaan kopi di pasar akan meningkat.
Menurut Nicholson (1991), ke dua barang tersebut dapat dikatakan sebagai “net
substitutes”, dimana jika harga dari salah satu barang tersebut mengalami kenaikan
tentang permintaan kopi di pasar domestik india dan berdasarkan penelitian yang
dilakukan diperoleh hasilnya bahwa harga teh memiliki hubungan yang positif
harga teh disebabkan oleh jumlah permintaan yang semakin meningkat. Dan
konsumsi teh sebagai barang substitusi kopi di tengah masyarakat India mengalami
peningkatan dari 296 gr/ kapita menjadi 657 gr/ kapita untuk tahun 1997 – 1998.
4.4.2.3. Harga Gula.
Sesuai dengan hasil estimasi yang dilakukan bawah harga gula berpengaruh
negatif sebesar 0,82 terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Artinya
jika harga gula mengalami kenaikan sebesar Rp.1 maka akan diikuti dengan
penurunan permintaan akan komoditi kopi sebesar 0,82 Kg. Sesuai dengan hasil
estimasi diperoleh bahwa variabel harga gula (Ps) berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, pada α = 5 % (t. hitung 1,864>
t. tabel 1,746). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kenaikan harga gula
pasaran. Gula dan kopi merupakan barang “komplementer”, dimana jika terjadi
kenaikan harga pada salah satu barang tersebut (kopi atau gula) dapat menyebabkan
tingkat harga suatu barang sangat berpengaruh terhadap jumlah yang dibeli oleh
seseorang, dimana semakin mahal harga barang tersebut maka jumlah yang dibeli
berpengaruh positif dan nyata terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara
pada α = 5% (t hitung 3,286 > t tabel 1,746) atau pada tingkat keyakinan 95%.
komoditi kopi akan meningkat sebesar 0,344 Kg. Dan jika pendapatan seseorang
beli) seseorang tergantung atas dua unsur pokok yaitu; pendapatan yang dapat
dibelanjakan dan harga barang yang dikehendaki. Apabila jumlah pendapatan yang
dapat dibelanjakan oleh sesorang berubah maka jumlah barang yang diminta juga
akan berubah. Demikian juga halnya dengan barang yang dikehendaki oleh konsumen
juga dapat berubah maka secara matematis pengaruh perubahan harga dan
pendapatan terhadap jumlah barang yang diminta oleh konsumen dapat diketahui
secara serentak.
4.5. Elastisitas.
panjang dan jangka pendek, demikian pula dengan elastisitasnya. Besarnya nilai
elastisitas tersebut dipengaruhi oleh koefisien penyesuaian (adjustment coefficient)
permintaan (price elasticity of demand) dengan nilai – 0,93, artinya jika terjadi
penurunan harga kopi domestik di Sumatera Utara sebesar 1%, maka akan
Sumatera Utara. Nilai elastisitas – 0,93 < 1 (inelastis), menggambarkan bahwa jika
terjadi kenaikan harga komoditi kopi tersebut tidak begitu mempengaruhi terhadap
intensitas hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan harga barang lain
dengan nilai elastisitas 0,63, artinya jika terjadi kenaikan harga teh sebesar 1% maka
Utara. Nilai elastisitas 0,63 < 1 (inelastis), menggambarkan bahwa jika terjadi
dengan nilai elastisitas 0,34, artinya jika terjadi kenaikan pendapatan perkapita
4.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik Pada Hasil Estimasi Permintaan Kopi.
Untuk penerapan ordinary least square (OLS) untuk model regresi linier
rata-rata yang diharapkan sama dengan nol. Dengan asumsi ini, OLS estimator atau
penaksir akan memenuhi sifat-sifat statistik yang diinginkan seperti unbiased dan
Uji Normalitas ini dilakukan untuk mengatahui normal atau tidaknya faktor
pengganggu, yang dapat dideteksi melalui uji JB-test. Uji ini menggunakan hasil
Sebagai pedoman dalam uji normalitas dengan uji JB test ini adalah; jika nilai
JB test hitung (X2) > nilai X2 tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual
adalah berdistribusi normal ditolak. Dan Jika nilai JB test hitung (X2) < nilai X2 tabel,
maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual adalah berdistribusi normal tidak
dapat ditolak
1 Jarque-Bera 1.449511
Probability 0.484443
0
-2000000 -1000000 0 1000000
Sumber : Lampiran 8.
Sebagaimana terlihat pada grafik diatas, berdasarkan hasil estimasi uji JB-test
sebesar 1,449511 dan bila dibandingkan dengan nilai X2 tabel sebesar 2,58 dengan
tingkat keyakinan 5%, maka dapat disimpulkan bahwa nilai JB-test lebih kecil dari
nilai X2 tabel (JB-test hitung 1,449511 < X2 tabel 2,58). Dengan demikian dapat
diartikan bahwa model empiris yang digunakan dalam analisa tersebut mempunyai
residual atau faktor pengganggu yang berdistribusi normal tidak dapat ditolak.
multikolinearitas bila terjadi hubungan linier yang perfect atau exact diantara
beberapa atau semua variabel bebas dari suatu model regresi. Maka akibatnya akan
mempersulit dalam melihat pengaruh variabel penjelas terhadap variabel yang
dijelaskan.
Kaidah (rule of tumb) yang lazim digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya
dihasilkan. Jika nilai R-Square (R2) yang dihasilkan berdasarkan estimasi model
empiris sangat tinggi dan terdapat tingkat signifikan variabel bebas berdasarkan uji t-
statistik yang juga tinggi dan semua variabel bebas memiliki signifikansi yang
Variabel R2
Qdc 0,969154
Pcd 0,943498
Pcde 0,952289
Pt 0,925453
Ps 0,907530
I 0,790583
Sumber : Lampiran 2 - 7.
Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa nilai R2 (Qdc, C, Pcd, Pcde,
Pt, Ps, I,), yaitu 0,969154 lebih besar dari pada nilai R2 dalam regresi parsial yaitu;
rule of thumb sebagai pedoman dengan menggunakan metode ini maka dapat
dengan menggunakan Lagrange Multiplier Test (LM-test), sebagai mana terlihat pada
Sumber : Lampiran 9.
Pada tabel 4.5 diatas diperoleh besarnya nilai LM-test sebesar 12,41743 dan
bila dibandingkan dengan nilai X2 tabel sebesar 16,91 pada tingkat kenyakinan 5%,
maka dapat disimpulkan bahwa nilai LM-test lebih kecil dari nilai X2 tabel (R2
12,41743< X2 tabel 16,91). Dengan demikian hipotesis nol (Ho) diterima, artinya tidak
ada autokorelasi antara permintaan komoditi kopi (Qdc) dengan harga kopi domestik
(Pcd), harga ekspektasi kopi domestik (Pcde), harga teh (Pt), harga gula (Ps) dan
5.1. Kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab
1. Dari hasil estimasi yang dilakukan diperoleh bahwa nilai R-Squared (R2) sebesar
0,969154, artinya variasi yang terjadi pada variabel permintaan komoditi kopi di
domestik (Pcd), harga ekspektasi kopi domestik (Pcde), harga teh (Pt), harga gula
(Ps), dan pendapatan perkapita (I), sebesar 96,91% dan sisanya sebesar 3,09%
Sumatera Utara ialah harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga
substitusi terhadap komoditi kopi. Dimana jika harga teh meningkat maka
bagi kopi. Dimana jika harga gula mengalami peningkatan maka konsumen akan
Sebagai suatu rangkaian logis dari penelitian maka saran yang dapat
dikemukakan adalah :
peningkatan, oleh karena itu para petani kopi perlu meningkatkan produktifitas
dan kualitas kopi yang dihasilkan sehingga dapat bersaing dipasar domestik dan
komoditi kopi di Sumatera Utara. Harga kopi domestik ini juga dipengaruhi oleh
berbagai faktor misalnya kualitas kopi atau bisa saja volume perdangan
internasional dan beberapa faktor lain yang belum terdeteksi, oleh karena itu
pemerintah perlu mengatur tataniaga kopi yang lebih baik, sehingga para petani
produktifitas dan kualitas kopi yang dihasilkan oleh petani sehingga mampu
kopi. Dengan memasukkan aspek fungsi produksi dari komoditi kopi serta
BPS, 2006. Kondisi Kesejahteraan Rakyat dan Ekonomi Propinsi Sumatera Utara.
Medan.
BPS, 2004. Kondisi Kesejahteraan Rakyat dan Ekonomi Propinsi Sumatera Utara.
Medan.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sumatera Utara, 2002. Kondisi dan
Perkembangan Sektor Industri dan Perdagangan Propinsi Sumatera Utara.
Medan.
Dureval, D, 2005. Demand for Coffee; The Role of Price, Preference and Market
Power. Journal. Departement of Economic. School of Economics And
Commercial Law, Goteborg University. Sweden.
Gultom, H. L.T, 1996. Pengantar Ilmu Ekonomi. Fakultas Pertanian USU. Medan.
Harian Sinar Indonesia Baru (SIB), 2006. Ada apa di kedai Kopi Massa Koktung Jl.
Cipto Pematang Siantar. Harian SIB Medan.
Hutabarat Budiman, 2004. Kondisi Pasar Dunia dan Dampaknya Terhadap Kinerja
Industri Perkopian Nasional. Jurnal. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Ilyas, R, 1991. Analisis Permintaan Luar Negeri Terhadap Kopi Indonesia. Disertasi.
Program Pascasarjana. UGM. Yogyakarta.
Lipsey, RG, Steiner, P.O dan Purvis, D, D, 1993. Pengantar Mikro Ekonomi.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Marlina, L, 2005. Analisis Ekspor Kopi Sumatera Utara dan Pengaruhnya Terhadap
Tingkat Pendapatan Petani Kopi Serta Kaitannya Dengan Pengembangan
Wilayah. Tesis. Program Pascasarjana USU. Medan.
Miler, Roger Le Roy. Roger E. Meiners, 2000. Teori Ekonomi Intermediate. Edisi
ketiga. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Pappas James, L dan Mark Hirschey, 1995. Ekonomi Managerial. Bina Rupa Aksara
Jakarta.
Soekartawi, 2002. Prinsip Dasar Eonomi Pertanian, Teori dan Aplikasi. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Sugiarto, Et, Al, 2000. Ekonomi Mikro Suatu Pendekatan Praktis. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Dependent Variable: PT
Method: Least Squares
Date: 07/24/07 Time: 21:51
Sample: 1985 2005
Included observations: 21
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -692.8983 614.4886 -1.127602 0.2761
PCD 0.368594 0.765343 1.094814 0.0070
PCDE -0.451956 0.585034 -1.481832 0.0246
PS 0.914763 0.109599 1.346488 0.0000
I -0.000262 0.000111 -0.365780 0.0310
R-squared 0.925453 Mean dependent var 4508.333
Adjusted R-squared 0.906816 S.D. dependent var 2219.799
S.E. of regression 677.6155 Akaike info criterion 16.07929
Sum squared resid 7346605. Schwarz criterion 16.32799
Log likelihood -163.8326 F-statistic 49.65750
Durbin-Watson stat 1.443361 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 6 : Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS
secara Parsial.
Dependent Variable: PS
Method: Least Squares
Date: 07/24/07 Time: 21:52
Sample: 1985 2005
Included observations: 21
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 410.5025 620.9598 0.661077 0.5180
PCD -0.679345 0.856595 -1.960489 0.0676
PCDE 0.224047 0.605832 2.020442 0.0604
PT 0.888999 0.106512 2.346488 0.0000
I 0.000188 0.000118 1.602405 0.1286
R-squared 0.907530 Mean dependent var 3779.762
Adjusted R-squared 0.884413 S.D. dependent var 1964.827
S.E. of regression 668.0051 Akaike info criterion 16.05073
Sum squared resid 7139693. Schwarz criterion 16.29942
Log likelihood -163.5326 F-statistic 39.25728
Durbin-Watson stat 1.538820 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 7 : Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS
secara Parsial.
Dependent Variable: I
Method: Least Squares
Date: 07/24/07 Time: 21:53
Sample: 1985 2005
Included observations: 21
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -3217249. 946052.2 -3.400710 0.0037
PCD 0.530575 1249.334 3.506862 0.0004
PCDE -0.862988 1131.774 -2.529647 0.0223
PT -0.901309 418.5219 -2.365780 0.0310
PS 0.736869 457.8662 1.602405 0.1286
R-squared 0.790583 Mean dependent var 2701624.
Adjusted R-squared 0.738229 S.D. dependent var 2575947.
S.E. of regression 1317945. Akaike info criterion 31.22530
Sum squared resid 2.78E+13 Schwarz criterion 31.47400
Log likelihood -322.8657 F-statistic 15.10069
Durbin-Watson stat 0.498157 Prob(F-statistic) 0.000027
Lampiran 8 : JB Test Model Koyck (Model Ekspektasi).
8
Series: Residuals
7 Sample 1986 2005
Observations 20
6
Mean 1.68E-09
5
Median 179961.8
4 Maximum 1171492.
Minimum -1802112.
3 Std. Dev. 751788.1
Skewness -0.655383
2 Kurtosis 2.854026
1 Jarque-Bera 1.449511
Probability 0.484443
0
-2000000 -1000000 0 1000000
Lampiran 9 : LM Test Model Koyck (Model Ekspektasi).
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 07/24/07 Time: 21:54
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 112158.4 647241.3 0.173287 0.8649
PCD 298.7017 947.2514 0.315335 0.7572
PCDE -523.5209 808.4388 -0.647570 0.5277
PT 149.4938 340.5717 0.438949 0.6674
PS -4.986322 321.3481 -0.015517 0.9878
RESID(-1) 0.781263 0.302886 2.579401 0.0218
RESID(-2) 0.059528 0.366679 0.162345 0.8734
R-squared 0.591306 Mean dependent var 1.55E-09
Adjusted R-squared 0.416152 S.D. dependent var 1178806.
S.E. of regression 900725.4 Akaike info criterion 30.52099
Sum squared resid 1.14E+13 Schwarz criterion 30.86916
Log likelihood -313.4704 F-statistic 3.375913
Durbin-Watson stat 1.900138 Prob(F-statistic) 0.028433