Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisisumberdayaalam
hayatiyang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam linkungannya, yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41 Tahun 1999). Interaksi hutan dan
manusia tercipta sangat kuat, yakni manusia memanfaatkan hutan sesuai keinginannya
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas sedangkan hutan menyediakan
sumberdaya alam dengan jumlah dan keanekaragaman yang terbatas. Untuk
memanfaatkan sumberdaya hutan tersebut, manusia menggunakan ilmu dan teknologi
yang senantiasa berkembang mengikuti tata nilai dan kecerdasan manusia.
Ditinjau dari kegiatan pembangunan kehutanan yang pada umumnya di artikan
sebagai upaya memanfaatkan dan mengelola sumberdaya hutan bagi kesejahteraan
masyarakat secara berkelanjutan, komponen-komponen yang tercakup tidak hanya
meliputi bio-fisik dan kimia dari ekosistem tapi juga komponen sosial budaya masyarakat
yang merupakan bagian dari ekosistem tersebut. Interaksi antara ketiga komponen
tersebut dalam suatu kesatuan ekosistem akan menentukan dinamika perkembangan dan
kelangsungan ekonomi tersebut baik dari segi kemampuan maupun fungsinya dan
perikehidupan pembangunan.
Keberadaan hutan dengan berbagai manfaat yang dimilikinya memiliki korelasi
yang cukup kuat dengan evolusi dinamika kondisi sosial ekonomi masyarakat desa
sekitar hutan. Terjaminnya eksistensi potensi hutan sehingga dapat memberikan fungsi
secara optimal pada pemanfaatan hutan oleh masyarakat desa sekitar kawasan hutan.
Sumberdaya hutan memiliki kandungan kekayaan yang luar biasa, baik yang bersifat
tangible (kayu maupun non kayu), maupun yang intangible (keindahan alam, hasil air,
keragaman hayati) dapat memberikan kontribusi yang cukup dalam sistem perekonomian
masyarakat desa sekitar hutan, dalam hal ini pendapatan rumah tangga dan akan
berimplikasi pada kesejahteraan kehidupan sosial masyarakat desa sekitar hutan.
Masyarakat di dalam dan sekitar hutan dengan kehidupan yang bersentuhan
langsung dengan hutan merasakan dampak keberadaan hutan secara langsung, baik dalam
arti positif maupun negatif. Maka sangat beralasan menempatkan masyarakat di dalam
dan sekitar hutan sebagai mitra utama pengelolaan hutan menuju hutan lestari.
Menempatkan masyarakat setempat sebagai pelaku utama dengan maksud meningkatkan
kesejahteraannya dan mewujudkan kelestarian hutan (dilingkungannya). Pengelolaan
hutan juga bertumpu pada pemberdayaan serta penguatan masyarakat lokal dan institusi
kehutanan.Jelas tradisi budaya masyarakat setempat tidak bisa diabaikan. Dan hal inilah
yang akan memperkaya pengelolaan hutan kita menjadi lebih bersentuhan dengan nilai-
nilai kearifan lokal.
Adanya kesalahan dalam aktivitas perubahan tataguna lahan yang dilaksanakan di
daerah hulu, akan memberikan dampak buruk baik di daerah hulu maupun di daerah hilir.
Perubahan kawasan hutan menjadi lahan pertanian tanpa menerapkan metode konservasi
tanah dan air mengakibatkan berkurangnya daerah-daerah resapan air, sehingga dapat
meningkatkan erosi dan sedimentasi. Dan jika dibiarkan akanmemberikan dampak yang
lebih buruk seperti bahaya banjir pada musim hujan atau bahaya kekeringan pada musim
kemarau.
DAS Poleang merupakan salah satu DAS terbesar yang terdapat di Kabupaten
Bombana, memiliki luas kawasan 106.481 ha dengan panjang sungai utama sepanjang 84
km, namun kondisinya saat ini sudah mulai terdegradasi. Ancaman terbesar terjadinya
degradasi kawasan DAS Poleang adalah adanyaperambahan dan penebangan liar sebelum
penemuan tambang emas di Tahi Ite dan adanya pasca penemuan tambang emas
Bombana, dimana masyarakat pendulang emas telah merambah sebagian kawasan DAS
Poleang yang berdampak menurunnya kualitas air (debit sungai). Maka secara realistis,
kerusakan hutan yang terjadi di dalam kawasan DAS Poleang diluar faktor-faktor yang
bersifat alamiah, tampaknya tidak terlepas dari akibat campur tangan manusia.
Untuk kerusakan hutan di wilayah DAS adalah adanya kegiatan perambahan
kawasan oleh masyarakat (kegiatan perladangan, perluasan pemukiman dan perkebunan
swasta), penebangan liar, aktifitas penambangan dan bekas kegiatan HPH. Akibat yang
telah terjadi tersebut sudah mulai mempengaruhi lingkungan yang ada disekitar DAS
tersebut, misalnya pada musim hujan sering terjadi banjir di lahan masyarakat serta
peningkatan sedimentasi. Untuk meminimalisir kerusakan hutan di wilayah DAS, yang
lebih penting dilakukan adalah pemerintah harus mempunyai konsep kebijakan
pembangunan daerah yang tidak hanya berorientasi pada ekonomi tapi juga berlandaskan
pada aspek ekologi (lingkungan hidup) berbasis ekosistem DAS.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka untuk lebih memahami kondisi
kehidupan masyarakat desa sekitar hutan khususnya dihulu DAS,diperlukan studi tentang
sosial ekonomi masyarakat setempat dan pengaruhnya terhadap kelestarian kawasan
hutan. Untuk itu, dilakukan penelitian mengenai “Karakteristik Sosial Ekonomi
Masyarakat dan PengaruhnyaTerhadap Kelestarian Kawasan Hutan dihulu DAS
Poleang”.
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini
adalah : “ Bagaimana faktor-faktor pengaruh hubungan sosial ekonomi masyarakat
terhadap kelestarian kawasan hutan di hulu DAS Poleang”.
Hutan merupakan sumberdaya yang banyak dikelola oleh manusia untuk berbagai
pemenuhan hidupnya. Hutan diharapkan akan dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia
baik di masa kini maupun di masa yang akan datang (Pranowo, 1986).
Pengertian hutan menurut Soetrisno (2000), hutan adalah suatu asosiasi tumbuhan
dimana pohon-pohon atau tumbuhan berkayu lainnya secara predominan menempati
wilayah yang luas dan keadaannya cukup rapat sedemikian sehingga mampu
menciptakan iklim yang berbeda dengan diluarnya. Untuk itu, hutan memiliki banyak
manfaat yang dimiliki baik itu bersifat positif maupun negatif.
Hutan memberikan pengaruh terhadap sumberdaya alam lain melalui tiga faktor
hubungan, yakni iklim, tanah, dan ketersediaan air di berbagai wilayah. Hutan dengan
berbagai bentuknya, pada hakekatnya selalu merupakan perpaduan dari lima unsur pokok
dalam pembentukannya, yaitu tanah, air, alam hayati, udara dan sinar matahari. Oleh
karena itu, tanpa adanya salah satu dari unsur-unsur tersebut, secara mutlak
mengakibatkan tidak adanya hutan. Sebaliknya, apabila hutan ditebang, pengaruh hutan
dan belukar terhadap iklim mikro amat terasa. Disamping itu, hutan juga berpengaruh
terhadap struktur tanah, erosi dan konservasi air di lereng-lereng. Oleh karena berbagai
hubungan timbal balik antara hutan dan kehidupan bumi, maka kelestarian hutan harus
dipertahankan sedemikian rupa sehingga bukan hanya hutan yang lestari, tetapi juga
seluruh kehidupan di bumi. Hutan mempunyai fungsi ekologi yang penting, termasuk
fungisi hidrologi yang bersifat lokal dan regional, dan fungsi pengaturan iklim,
khususnya pemanasan global dan sebagai sumberdaya alam hayati secara global
(Soemartowo, 1992).
Sumberdaya hutan memiliki kandungan kekayaan yang luar biasa, baik yang
bersifat tangible (kayu maupun non-kayu) maupun yang intangible (keindahan alam,
hasil air, keragaman hayati). Hironisnya sebagian besar masyarakat yang berada disekitar
hutan adalah miskin. Tidak ada penebang kayu atau pengumpul rotan yang hidup
berkecukupan. Hal ini terjadi Karena masyarakat hutan adalah masyarakat yang tidak
berdaya. Sayangnya, pencaharian sebagai pengumpul sumberdaya justru membuat
mereka semakin tidak berdaya, karena mereka hanya terbiasa menggantungkan
kemurahan alam. Kondisi ini yang membuat hidup mereka terus dan semakin
terbelakang.
Daerah aliran sungai merupakan total permukaan air yang dibatasi oleh suatu
batas air topografi dengan satu cara memberikan sumbangan terhadap debit sungai pada
suatu irisan melintang Seyhan (1990 dalam Salsilawati, 2006). Daerah aliran sungai
biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. Daerah hulu DAS dicirikan oleh
hal-hal berikut : merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih
tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lebih besar (15 %), bukan merupakan
daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase. Sementara daerah
hilir DAS dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut : merupakan daerah pemanfaatan,
kerapatan drainase lebih kecil merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil sampai
dengan sangat kecil (kurang dari 8 %), pada beberapa tempat meruapakan daerah banjir
(genangan), pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi. Daerah aliran
sungai bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua keadaan DAS yang berbeda
tersebut di atas (Asdak, 2002).
DAS adalah suatu kawasan atau wilayah daratan yang dibatasi oleh pemisahan
geografis berupa topografi dankeadaan geologi dengan wilayah lainnya, sehingga
membentuk suatu kesatuan wilayah tata air yang menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya menuju ke laut atau danau melalui satu
sungai utama (BPPP, 1996).
1. Ladang Berpindah
Perladangan dalam hutan sebenarnya sejak lama telah lama dilakukan oleh
masyarakat yang hidupnya di dalam hutan, mereka sering disebut masyarakat asli/primitif
atau tradisional yang terasing dari masyarakat lainya.Primitf atau tradisonal bukan berarti
mempunyai pikiran yang terbelakang, tetapi mereka justru menyatu dengan alam,
sehingga bila di kaji teori moderen mereka mempunyai suatu pengetahuan yang sangat
tinggi. Sebenarnya, perladangan berpindah tidak menjadi masalah bagi pelestarian hutan
karena perladangan berpindah tidak merusak lingkungan, sebagian besar tanah di
indonesia tentu sudah menjadi padang pasir sejak dulu karena perladangan berpindah
sudah dilakukan selama berabad-abad. Perpendekan rotasi perladangan dilihat dari
kesuburan sangat berakibat fatal karena humus menjadi hilang, mata air berkurang,
terjadi banjir dimusim hujan dan kekeringan di musim kemarau (Arief, 2001).
Menurut Kuper (dalam Nugraha, 2005) menjelaskan bahwa praktek pertanian
ladang mengalami distorsi konseptual yang berdampak sangat negatif terhadap eksistensi
dan kelangsungannya.Salah satu distorsi persepsi tentang praktek pertanian ladang
berpindah adalah stigma yang menyatakan bahwa praktek pertanian tradisional
merupakan salah satu sumber kerusakan hutan alam tropis.
4. Kegiatan Pertambangan
Kerusakan akibat pertambangan dapat terjadi selama kegiatan pertambangan
maupun pasca pertambangan. Dampak lingkungan sangat terkait dengan teknologi dan
teknik pertambangan yang digunakan. Sementara teknologi dan teknik pertambangan
tergantung pada jenis mineral yang ditambang dan kedalaman bahan tambang, misalnya
penambangan batubara dilakukan dengan sistem tambang terbuka, sistem dumping (suatu
cara penambangan batubara dengan mengupas permukaan tanah). Beberapa
permasalahan lingkungan yang terjadi akibat kegiatan pertambangan, antara lain masalah
tailing, hilangnya biodiversity akibat pembukaan lahan bagi kegiatan pertambangan,
adanya air asam tambang (Manik, 2007).
5. Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan merupakan penyebab terbesar kerusakan hutan. Kebakaran
hutan terbesar yang pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1997, membuat hampir 70%
hutan terbakar. Selain kebakaran hutan, penebangan liar juga merupakan penyebab
terbesar kerusakan hutan. Ketika penebangan liar marak terjadi, maka kerusakan hutan
akan bertambah. Penebangan liar akan merusak segalanya, mulai dari ekosistem hutan
sampai perdagangan kayu hutan dan tingginya penebangan liar juga membuat harga kayu
menjadi rusak (Indriyanto, 2006).
Kebakaran diduga terjadi secara alami ataupun disengaja (untuk membuka hutan
menjadi perladangan). Secara alami, kebakaran hutan diduga sebagai konsekuensi
adanya endapan kayu arang. Namun belakangan diketahui, kebakaran hutan lebih
disebabkan oleh proses deforestasi yang sangat tinggi. Kerusakan akibat kebakaran hutan
cukup besar, meliputi kerusakan serius pada hutan, pencemaran udara, gangguan
kesehatan masyarakat, kematian, kerusakan harta benda dan pilihan sumber penghidupan,
dan lain-lain (Manik, 2007).
Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan tentu tidak berbeda dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat lainnya. Secara
umum dikatakan oleh Soejono (1994) dalam bukunya Teori Sosiologi Dinamika
Perubahan Sosial, mengatakan bahwa yang mempengaruhi kondisi sosial ekonomi
masyarakat adalah: umur, tingkat pendidikan, keterampilan, kesehatan, tingkat
pendapatannya, pengalaman, volume kegiatan dan jenis usahanya.
Secara teoritis hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan kondisi sosial
ekonomi masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Umur bagi seseorang akan sangat menentukan kemampuannya untuk melakukan
pekerjaannya, sehingga dengan tingkat umur yang relatif muda mempengaruhi
kemampuan mereka bekerja lebih lama, dengan semakin lamanya mereka bekerja
tentu out put yang mereka hasilkan lebih banyak dan sekaligus mempengaruhi tingkat
pendapatan mereka yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kondisi sosial
ekonomi mereka;
2. Tingkat pendidikan bagi seseorang turut menentukan kemampuannya untuk
menganalisis dan mempelajari peluang pasar bagi produk yang mereka hasilkan,
dengan memahami peluang pasar yang ada, bagi seseorang akan menentukan mutu,
jenis dan kuantitas produk yang sesuai dengan permintaan pasar dan dapat bersaing
dipasaran, dengan demikian produk yang mereka hasilkan cepat laku dipasaran. Hal
ini akan turut pula mempengaruhi tingkat pendapatan mereka. Di samping itu pula
tingkat pendidikan yang mereka miliki akan menentukan status sosial mereka di
masyarakat;
3. Keterampilan akan mempengaruhi kualitas produk yang mereka hasilkan, dengan
kualitas produk tersebut tentunya sangat mempengaruhi minat konsumen, hal ini akan
berdampak pula pada pemasaran produk mereka yang sekaligus dapat mempengaruhi
tingkat pendapatan mereka;
4. Kesehatan menentukan kemampuan fisik seseorang untuk bekerja guna untuk
meningkatkan pendapatan mereka;
5. Tingkat pendapatan sudah cukup jelas bagi kita bahwa jika pendapatan seseorang
relatif tinggi akan mempengaruhi semakin tingginya kemampuan mereka untuk
memenuhi kebutuhan mereka dan semakin tinggi pula kemampuan mereka memenuhi
kebutuhan konsumsinya;
6. Pengalaman akan turut pula menentukan kemampuan seseorang di bidang
pekerjaannya masing-masing, dengan semakin banyak pengalaman seorang individu
bekerja di bidang pekerjaannya tentu mempengaruhi kualitas produk yang mereka
hasilkan;
7. Volume kegiatan dan jenis usaha akan menentukan kondisi sosial ekonomi seseorang,
hal ini dapat dilihat dari segi besar kecilnya skala usaha yang mereka lakukan, tentu
bagi mereka yang memiliki skala usaha yang lebih besar akan mempengaruhi tingkat
pendapatan yang mereka hasilkan.
Kebijaksanaan pemerintah turut menentukan kondisi sosial ekonomi mereka, hal
ini ditinjau dari segi fasilitas yang disiapkan pemerintah, bantuan yang diberikan
pemerintah, pembinaan yang diberikan pemerintah yang kesemuanya itu baik secara
langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kondisi sosial ekonomi mereka.
Sedangkan faktor eksternal lainnya yakni masyarakat juga turut menentukan kondisi
sosial ekonomi mereka, karena mereka tidak dapat hidup sendiri, namun mereka hidup di
tengah-tengah masyarakat yang akan mengakui keberadaan mereka, memberikan
pertolongan kepada mereka baik yang berorientasi pada ekonomi maupun sosial.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai bulan Desember 2010 di
Kawasan Hutan Hulu DAS Poleang, Desa Karya Baru, Kecamatan Poleang Utara,
Kabupaten Bombana.
Alat dan bahan yang digunakan dalam penilitian ini adalah terdiri dari alat berupa
ATM (alat tulis menulis), quisioner, alat perekam suara dan kemera digital. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah berupa peta kerja lapang Desa Karya Baru (peta
penggunaan lahan).
Variabel Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari variabel sosial ekonomi
masyarakat tani hutan yang terdiri dari karakteristik internal dan eksternal masyarakat
tani hutan pengaruhnya terhadap kelestarian kawasan hutan dihulu DAS Poleang yaitu
sebagai berikut:
1. Karakteristik internal masyarakat tani hutan adalah karakteristik individual
masyarakat tani hutan sebagai salah satu faktor sosial ekonomi dalam memanfaatkan
kawasan hutan dihulu DAS Poleang, yang meliputi: umur,tingkat pendidikan,
pengalaman usaha tani, status sosial, sifat kosmopolit, dan tingkat kebutuhan.
2. Karakteristik eksternal masyarakat tani hutan adalah faktor-faktor yang berada di luar
dari masyarakat tani hutan yang mempengaruhi kondisi sosial ekonomi dalam
pemanfaatan kawasan hutan dihulu DAS Poleang, yang meliputi: luas lahan, tingkat
pendapatan, kemudahan dalam pemasaran, tingkat tanggungan keluarga, dan jarak
lahan.
Pengolahan dan Analisis Data
Dengan ,
Yi = Pendapatan
bo = Konstanta.
b1, b2, …, bn = Koefisien regresi
X1 = Luas lahan
X2= Kemudahan dalam pemsaran
X3 = Tingkat tanggungan keluarga
X4 = Jarak lahan
Alikodra, H. Rais, S.H. Simon, dan S. Sinaga, N. 2008. Global Warming: Banjir dan
Tragedi Pembalakan Hutan. Penerbit Nuansa, Bandung.
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. 2009. Kabupaten Bombana Dalam Angka 2009. BPS. Jakarta.
Nur, Hafida. 2005. Motivasi Petani Dalam pengelolaan Kahuma di Areal Hutan Rakyat
(Kasus: Kecamatan Sawerigadi Kabupaten Muna). Tesis. Bogor: Program
Pascasarjana IPB.
Nurjaya, I N. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Alam Dalam Perspektif Antropologi
Hukum. Prestasi Pustaka, jakarta.
Rafidin. 2004. Kontribusi Pendapatan di Luar Usaha tani Terhadap Total Pendapatan
Petani di Desa Kondongia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna. Unhalu. Kendari.
Soejono, S. 1994. Teori Sosiologi Dinamika Perubahan Sosial. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Suharjito,D,. L. Sundawati, Suyanto dan S. R Utami. 2003. Aspek Sosial Ekonomi dan
Budaya Agroforestry.Bahan Ajar 5.ICRAF. Bogor.
Sunaryo, T.M., Walujo S.T., dan Harnanto, A. 2007. Pengelolaan Sumber Daya Air:
Konsep dan Penerapanya. Bayumedia. Malang.