Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
By Nature Morte
Istriku sudah tidak di sisiku, suara air keran memberi petunjuk bahwa
Adinda sedang mandi. Oh Migrain yang sempurna, betapa kau tau bahwa tidak
dengan dirimu kurencanakan untuk membatalkan janji. Ya, Adinda yang tiba dari
Jogja kemarin dini hari mengajakku olahraga pagi ini di Taman Cijantung. Cukup
alasan pembatalan yang soft saja sebenarnya, seperti:
“Adinda yang Abang cintai. Sungguh cantik nian Adinda pagi ni. Hmmm,
gimana kalo kite dak usah jalan-jalan pagi aja, abang kan mainkan gitar
mengiring Adinda bernyanyi, sambil lah kite berbincang berkawan sepiring
pisang goreng dan teh kopi. Gimana? Kite ni kan jarang ketemu, kerasa
romantis nian kalo pagi ni kita sambut mentari berdua saja, Abang
bersama Adinda tercinta, di kontrakan berantakan yang mirip sarang pelaut
ini. Setuju kan?”
Untuk acara utama, telah tersedia kicauan sang Adinda tercinta. “Aih,
Abang kenapa? Migrainnya kambuh ya?”. Pagi ini dengan setelan olahraga, Sang
Adinda merawatku yang terpejam mengharapkan redanya serangan migrain. Tak
perlu aku ceritakan detailnya, tapi hanya itulah nada cemas yang lembut dan
indah untuk mengantar orkestra yang pedas dan penuh semangat. Disela
dengingan dan dentuman dahsyat dikupingku, mengalir kata-kata tidak jelas dari
sang adinda tapi sepatah dua patah kata bisa ku tangkap, seperti rokok, kopi,
dan kebanyakan main PS.
Dan kau tau kawan, sungguh mengherankan bahwa sedikit sekali wanita
yang menjadi orator besar. Aku hanya mengingat Bunda Theresa saja yang
pidatonya terangkum dalam buku pidato-pidato yang mengguncang dunia.
Ketika Adinda yang begitu mencintaiku memberikan nasihat pagi ini, potensi
besar itu dapat jelas kulihat. Wanita bisa bercerita panjang lebar dan tinggi
tentang satu hal kecil saja. Dan mereka sanggup berkicau lama sekali sambung
menyambung dengan hal kecil tadi tanpa takut kehabisan emosi, kata dan tema.
Sungguh inspirasi dan kreatifitas yang luar biasa! Suatu saat kupikir akan
muncul pula teori evolusi bahwa organ yang berkaitan dengan berbicara pada
wanita akan berkembang pesat diiringi mereduksinya sistem indera
pendengaran.
Migrain tercinta, inilah yang terjadi jika kau ikat wanita yang mencintaimu
dengan cincin termahal di dunia. Cincin yang akan kau bayar cicilannya seumur
hidupmu, cincin yang mengikatmu dengan dipersaksikan seluruh alam dan
malaikat, cincin yang dipasangkan dengan lantunan akad yang menggetarkan
Arsy. Dan pemilik cincin inilah yang semakin indah dimataku yang terpejam,
yang semakin merdu di telingaku yang penuh dengung dan dentum. Dia tidak
gemerlap seperti lampu kristal atau lembut menggoda rayuan putri keraton,
berkah yang sangat aku syukuri, apalagi ketika migrain tercinta ini menjenguk.
Migrain yang menutup mataku telah membuka mata yang lain. Terima
kasih telah datang, karena kau ini aku tak butuh membuka mata untuk melihat
kemilau berlian cinta Sang Adinda untukku. Sungguh berlian yang terlalu besar
untuk hanya menjadi hiasan mata cincin pernikahan yang ingin terus aku angsur
hingga akhir nafasku. Terima kasih pula kau beri alasan untuk bisa tidur lagi,
menyelamatkanku dari ungkapan cinta kasih saat ini, dan tanpa khawatir cinta
kasih yang mengalir dalam lantunan orkestra Sang Adinda tercinta
membangunkanku. Sungguh minggu pagi yang indah.