Vous êtes sur la page 1sur 2

AWAS SAATNYA SIAGA BANJIR..!

Kenapa Banjir? Sebuah pertanyaan yang akan kembali mencuat, setelah


beberapa hari ini kota kita (Khususnya DKI Jakarta) diguyur curah hujan
yang cukup tinggi. Secara umum banjir dapat terjadi dikarenakan
beberapa aspek diantaranya adalah: Perpaduan antara curah hujan yang
tinggi dengan bagaimana kemampuan pengelola kota untuk mengatur
aliran air (sungai, kanal, gorong-gorong, selokan, dll), lalu dilihat juga
bagaimana kondisi ketinggian suatu kawasan dan karakteristik ketinggian
daerah sekitarnya (topografi) serta kemampuan suatu kawasan untuk
meresap air secara optimal.

Sebagai contoh tentu kita ingat kejadian bulan Februari 2007, saat itu
hampir separuh kota Jakarta nyaris tenggelam, Ironis memang..! Sebagai
Ibukota negara dan pusat perdagangan kota Jakarta ternyata tidak aman
dari Banjir walaupun sudah di-pimpin oleh ‘Ahli-nya’. Nah, berikut adalah
profil kota Jakarta.

Secara topografi kondisi wilayah DKI Jakarta dibawah permukaan air laut
pasang dan dilalui 13 sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berpotensi
menggenangi 40% (24.000 ha) daratan rendah yang memiliki ketinggian
1-1,5 meter dibawah permukaan air laut pasang.

Bentang alam DKI Jakarta didominasi dataran rawa, pantai dan sungai
hingga genangan laguna. Jenis tanahnya didominasi tekstur liat berdebu
hingga lempung berdebu yang memiliki kemampuan serap air rendah dan
mudah jenuh.

DKI Jakarta bahkan dapat mengalami banjir karena hujan yang turun
didaerahnya sendiri cukup dengan 50-100 mm/hari, sedangkan kejadian
banjir pada Februari 2007 curah hujan mencapai lebih dari 200 mm/hari,
dapat dibayangkan kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan.

JAKARTA RAWAN BANJIR !

Untuk diketahui bahwa penanganan Banjir di DKI Jakarta sebenarnya


sudah dilakukan sejak Zaman Kolonial hingga sekarang. Dari beberapa
catatan yang saya miliki setidaknya Banjir di DKI Jakarta sudah terjadi
mulai tahun 1621, 1654, 1699, 1714, 1854, 1918, 1942, 1979, 1996, 2002
dan 2007; catatan tersebut merupakan banjir yang terjadi dalam skala
besar, belum termasuk banjir rutin yang melanda beberapa lokasi dataran
rendah di DKI Jakarta.
BANJIR KARENA PERBUATAN MANUSIA ?

Secara demografi wilayah DKI Jakarta memiliki kepadatan 13.000 – 15.000


jiwa per-kilometer persegi. Pertambahan penduduk perkotaan yang tinggi
dan terus meningkat dari waktu ke waktu berdampak pada bertambah
tingginya tekanan terhadap pemanfaatan ruang kota, sedangkan
sumberdaya lahan yang tersedia dikota sangat terbatas; sehingga untuk
memenuhi kebutuhan lahan perumahan, penduduk kurang mampu akan
mengubah lahan tersebut menjadi tempat tinggal. Hal inilah yang pada
akhirnya mempengaruhi pola penggunaan lahan di DKI Jakarta. Beberapa
catatan peran manusia yang berpotensi menimbulkan banjir di DKI
Jakarta, antara lain:

 Sejak tahun 1972 hingga 2005 mengalami alih fungsi lahan :


kehilangan 30,3% areal vegetasi hutan dan kehilangan 11.9% areal
bervegetasi kebun campuran.

 Tutupan lahan oleh bangunan sebesar 40% di Bogor, Puncak, dan


Cianjur.

 5.000 mm/tahun air hujan langsung masuk ke sungai;

 Daerah tangkapan air semakin berkurang di hulu Ciliwung, tahun


1996 lahan tersedia 6.650 km2, tahun 2006 tinggal tersisa
5.412km2;

 Hanya terdapat 9,12 % RTH (60km2) sedangkan idealnya adalah


180 km2;

 Badan air, jumlah danau berkurang dari 218 pada tahun 1990,
menjadi 100 pada tahun 2006;

 Lebar Ciliwung semakin menyempit dari 65 meter tinggal 15-20 m


dan semakin dangkal dari 5 meter tinggal 1-2 meter karena sampah
(7.000 ton/hari) dan banyaknya pemukiman liar dibantaran sungai.

Jadi selain karena kondisi alam (Curah hujan, Topografi, dll), potensi banjir
dikota kita juga sangat dipengaruhi oleh bagaimana perilaku manusia
terhadap lingkungan.

Mau Banjir atau Kagak Terserah Anda !!!

Vous aimerez peut-être aussi