Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
( Episode 1 )
Babak I
Pada bulan Juni 1921, Soekarno memasuki kota Bandung, kota seperti
Princenton atau kota-pelajar lainnya. Technische Hoogeschool adalah
perguruan tinggi pertama di Hindia Belanda. Ketika Soekarno pindah dari
Surabaya ke Bandung, Tjokroaminto, mertua Soekarno telah mengusahakan
dulu tanpa Siti Oetari untuk mengatur tempat dan melihat-lihat kota, rumah
mana yang akan menjadi tempat tinggal mereka berdua selama empat tahun.
Haji Saunusi datang sendiri menjemput Soekarno di stasiun dan membawa
Soekarno ke rumahnya tak jauh di sebelah selatan stasiun. Haji Sanusi
adalah pemilik toko bangunan yang berhasil di Jalan Kebon Jati di pusat
kota Bandung.
1
aktif mengambil bagian dalam pelbagai diskusi tentang hakekat situasi
kolonial, landasan kekuasaan Belanda dan pilihan cara yang dapat
digunakan untuk mengerahkan tantangan terhadap kekuasaan itu.
2
Narasi 4 -- Melakukan orientasi di kota Bandung
Pada bulan Juli 1920, Van Limburg Stirum meresmikan pembukaan THS di
dua gedung paling timur yang belum selesai. Menghadapi kenyataan bahwa
pada tahun kuliah pertama 1920 – 1921 tak dapat dilakukan di kedua gedung
yang belum selesai itu, maka dua bangunan yang lebih kecil di persiapkan di
bagian selatan untuk administrasi dan di bagian utara untuk kuliah
sementara. Tahun Soekarno masuk baru ada 37 orang mahasiswa,
diantaranya enam bumiputera, Oleh karena jumlah mahasiswanya yang
terbatas, sedangkan koprs dosen hanya terdiri dari lima belas orang maka
tercipta suasana intim.
Sekolah Tinggi Teknik terdiri dari satu fakultas, yaitu teknik sipil. Gelar
insinyur dari Bandung yang mempunyai nilai yang sama dengan gelar dari
universitas Delf di Negeri Belanda. Program studinya terbagi dalam empat
tahun. Seleksinya ketat. Sesudah tahun pertama dan kedua si mahasiswa
harus menempuh ujian tingkat persiapan I dan II, sesudah tahun ketiga ujian
kandidat, dan tahun keempat ujian insinyur. Kuliah dan pratikum diberikan
mulai pukul tujuh pagi sampai pukul satu siang, enam hari seminggu.
3
1921 Tjokroaminoto ditangkap oleh penguasa kolonial. Ia ditahan di penjara
Weltervreden, untuk sementara penahanannya akan diperpanjang sampai
secara hukum menjadi jelas. Dalam pemeriksaan pendahuluan ia didakwa
terlibat dalam apa yang disebut sebagai SI afdeling B, terutama tentang
peran yang dimainkan oleh Sosrokardono.
4
Beruntung bagi Soekarno bahwa Tjokroaminoto dibebaskan pada 5 April
1922 oleh pengadilan tinggi dan membatalkan semua tuduhan yang masih
menggantung oleh pengadilan bawahnya pada 16 Agustus 1922. Ketika itu
Soekarno dan Siti Oetari sudah berada kembali di rumah Haji Sanusi di
Bandung, Soekarno sudah kembali ke THS. Sudah tiba waktunya bagi
Soekarno untuk menyelesaikan persoalan pribadinya yang cukup
mengganggu. Setelah berpisah selama tujuh bulan, kini ketika bertemu
kembali dengan Inggit ia masih mempunyai perasaan menggebu yang sama.
Ia pun merasakan bahwa hal yang sama terjadi dengannya. Perpisahan lama
dengan Tjokroaminto juga kian merengggangkan pengaruh mertuanya itu
terhadap dirinya.
Narasi 8 --- Berpisah dengan Siti Oetari dan menikah dengan Inggit
Ganarsih
5
mendorongnya sampai ia menjadi orang penting. Segera setelah itu maka
Sanusi menceraikan istrinya Inggit Ganarsih, dan Soekarno melaksanakan
pernikahannya di rumah ibu Asmi dari pihak perempuan di Jl Javaveem
pada 24 Maret 1923, sedang ayahnya Pak Djipan telah meninggal 20 tahun
sebelumnya. Pak Soemosoewo, keluarga dekat Soekemi menjadi saksi
pernikahan itu.
Tjokroaminoto sudah tidak lagi dan tidak mungkin lagi menjadi tokoh
sentral dalam dunia pemikiran Soekarno, baik politis maupun pengaruh
pribadinya. Soekarno berada dalam suatu lingkungan baru dan dikelilingi
aktivitas-aktivitas baru. Perceraian dan pernikahannya kembali, perubahan
dalam situasi politik dan peluang-peluang yang terbuka badinya dalam
kehidupan di Bandung, semuanya menumpuk untuk memudahkannya
langkah lebih maju di sepanjang jalan kebebasan kepribadiannya sendiri.
6
dan dengan kerja keras ia berusaha memberi sandang dan pangan bagi
keluargannya. Ketika ditanya namanya, petani yang dipandang Soekarno
sebagai contoh tipikal rakyatnya itu menjawab : Marhaen. Tidaklah penting
apakah Soekarno sendiri percaya atau tidak percaya akan kebenaran
ceritanya, dan karena cerita itu diulang-ulangnya selama bertahun-tahun
maka ia barangkali telah benar-benar mengalaminya. Yang penting ialah
bahwa cerita itu menunjukkan bagaimana dalam pikiran Soekarno arti dan
kepentingan konsep itu terletak dalam indentifikasi dengan rakyat jelata,
yang membentuk sebagian besar penduduk Indonesia, dan yang membentuk
sebagian besar penduduk Indonesia, dan yang dengan mereka itulah ia,
seperti juga banyak elite pemimpin gerakan nasionalis yang urban dan
berpendidikan barat, merasa sangat perlu untuk mengindentifikasikan
dirinya.
Soekarno tidak menghiraukan Prof Klopper ia hadir lagi dalam rapat hari
Minggu 4 Maret 1923 yang diselenggarakan oleh PKI dan SI Merah di
sekolah SI Merah di Gang Sekolah. Rapat itu dihadiri sekitar 2000 orang
Dalam sambutannya Soekarno melakukan pembelaan terhadap
Tjokroaminoto atas serangan yang dilakukan oleh Haji Misbach. Haji
Misbach mengeritik tentang disiplin partai yang diabaikan Tjokroaminoto, ia
pun mengulangi kritik Darsono tentang masalah keuangan. Dalam menjawab
hujatan terhadap Tjokroaminoto, Soekarno menunjukkan pada sifat seorang
ksatria, ia mengatakan bahwa Haji Misbach tidak ksatria karena menyerang
seorang yang tidak hadir, sehingga tidak dapat membela diri. Kemdian Haji
Misbach menyadari keleliruan dan minta maaf .
7
Narasi 11 --- Berdirinya Kelompok Studi Umum
8
Sumatera. Majalah tersebut dipimpin oleh Soekarno yang menyumbangkan
artikel yang paling besar jumlahnya. Penerbitan Indonesia Moeda yang
pertama, kedua dan ketiga memuat artikel panjang yang ditulis oleh
Soekarno berjudul “Nasionalisme, Islam, dan Marxisme,” Artikel ini
merupakan uraian yang paling jelas tentang pokok-pokok pikiran politik
Soekarno pada akhir 1926. Pokok pikiran Soekarno bahwa gerakan-gerakan
Islam, marxis dan nasionalis di Indonesia berasal dari suatu dasar yang sama
yaitu hasrat kebangsaan untuk melawan kapitalisme dan imperialisme Barat
dan bahwasanya ketiga aliran gerakan politik tersebut harus bersatu dalam
perjuangan melawan musuh bersama.
9
kegiatan politik sebagai kerja sampingan. Atau langsung terjun ke dalam
politik sebagai profesi penuh. Ia ditawari bekerja pada Departemen
Pekerajaan Umum setempat dan jabatan yang sama dari kotapraja Bandung.
Kedua tawaran ini ditolaknya. Untuk sementara ia bekerja sebagai guru pada
Sekolah Ksatria yang dipimpin mentor politiknya, Douwes Dekker.Tetapi
menurut versinya sendiri, gayanya mengajarkan sejarah yang bersifat
menghasut menyebabkannya bertentangan dengan seorang Inspektur
Belanda dari Departemen Pendidikan yang datang berkunjung pada akhirnya
membawa ia keluar dari pekerjaan itu. Akhirnya bersama Anwari, salah satu
rekannya lulusan THS, ia mendirikan suatu kantor pelaksana dan perencana
bangunan. Namun panggilan hati nuraninya yang membuatnya gelisah
selama ini mulai mekar mencapai bentuknya yang mantap. Dalam waktu
satu tahun, dengan penuh kepastian Soekarno meninggalkan profesinya
sebagai arsitek untuk menduduki tempat sebagai seorang pemimpin yang
diakui dari salah satu aliran pokok nasionalisme Indonesia. Tahun-tahun
berikutnya merupakan periode besar pertama dalam kreativitas politiknya.
Ini adalah tahun-tahun ketika ia melihat tujuannya dengan penuh kejernihan,
dan dalam mengejar tujuannya itu ia merombak dunia di seputarnya.
Babak II
Narasi 1 --- Peristiwa Pemberontakan 1926/1927
10
Bulan November 1926 komite revolusioner PKI melancarkan suatu
pemberontakan di Jawa Barat dan dalam bulan Januari 1927 di pantai barat
Sumatera. Pemberontakan–pemberontakan tersebut yang direncanakan
dengan tidak seksama oleh pemimpin partai yang tidak sepakat antara
mereka sendiri tentang hikmah aksi tersebut ternyata memperoleh
pendukung yang hanya sedikit. Pemberontakan-pemberontakan tersebut
mengakibatkan bencana bagi PKI. PKI dinyatakan sebagai partai terlarang,
pemimpin-pemimpinnya yang belum dibuang, ditangkap dan ribuan dari
mereka itu dipenjarakan atau dikirim ke Digul, suatu tempat di sebuah hulu
sungai yang penuh dengan nyamuk malaria di Papua.
11
pembentukan partai-partai yang baru.
Sejauh ini persiapan-persiapan bagi suatu partai baru yang tidak didasarkan
kepada Islam ataupun Komunisme, telah diadakan atas inisiatif
Perhimnpunan Indonesia, dan praktis sebahagian besarnya sesuai dengan
gagasan dan rencana-rencana Hatta. Keyakinan Mohammad Hatta bahwa
partai yang baru tersebut akan diorganisir oleh bekas anggota-anggota
Perhimpunan Indonesia, berdasarkan ideologi PI dan tepat sesuai dengan
rencana-rencananya, dan bahwa ia akan dapat mengendalikan kegiatan partai
tersebut dari negeri Belanda, menunjukan keterbatasan pengetahuannya
secara terperinci tentang situasi politik di Indonesia. Ia terlambat memahami
bahwa pada waktu persiapan-persiapan PI untuk membentuk suatu partai
yang baru hampir terwujud, di Indonesia sendiri muncul gerakan menuju
persatuan nasional dan menuju pencarian arah baru bagi gerakan nasionalis
yang berpusat pada kelompok-kelompok studi di Surabaya dan Bandung
segera memperoleh momentumnya. Pada awal tahun 1927, setelah
pengumuman tentang rencana pembentukan Serikat Rakyat Nasional
Indonesia dalam bulan Juli, maka inisiatif pembentukan partai yang baru
tersebut berpindah dari tangan Hatta di negeri Belanda ke suatu kelompok
nasionalis dalam Kelompok Studi Umum di Bandung.
Para pemimpin Kelompok Studi Umum yakin bahwa mereka lebih paham
tentang situasi di Indonesia daripada pengurus PI di negeri Belanda. Setelah
menerima usul program aksi dari PI untuk partai baru yakinlah mereka
bahwa mereka harus melepaskan dukungan kepada SRNI dan mengambil
inisiatif sendiri. Sujadi segera menyampaikan kepada Hatta tentang
penerimaan yang dingin terhadap rencana-rencananya di Bandung dan di
Batavia.
12
Hatta terlalu moderat bulan karena tujuan-tujuannya – meskipun ia telah
menjelaskan keyakinannya bahwa keberatan tersebut ditujukan kepada
tuntutannya akan hak pilih universal. – tetapi karena tekanan pada peranan
pendidikan partai dianggap sebagai taktik yang tidak tepat yang tidak akan
cukup cepat membawa rakyat ke arah sutu Indonesia yang merdeka.
13
tiba untuk mendirikan suatu partai nasionalis baru. Dalam hal ini Tjipto
Mangunkusumo memperingatkan bahwa langkah semacam itu akan
dianggap oleh penguasa kolonial sebagai pengganti PKI saja dan akan
mengundang bahaya. Setelah terjadi perdebatan, bahwa “kita sama sekali
berlainan dengan PKI”, maka Soekarno dan Anwari menyatakan bahwa
resiko semacam itu haruslah ditempuh, Semuanya setuju kecuali Tjipto
Mangunkusumo yang menyatakan tidak akan bergabung. Namanya pun
disetujui yakni Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). Dewan pengurus
dibentuk dengan Soekarno sebagai ketua, Iskaq menjadi sekretaris
merangkap bendahara, Anwari, Samsi, Sartono, dan Soenarjo sebagai
anggota pengurus.
Dalam waktu dua setengah tahun setelah itu PNI merupakan partai
nasionalis yang paling aktif di Hindia Belanda. Pada puncak kepopulerannya
di bulan Desember 1929 partai tersebut mempunyai lebih kurang 10.000
orang anggota dan pengaruhnya meluas ke seluruh kota di Jawa dan malahan
juga sampai ke Sumatra dan bagian timur Indonesia.
Pada tahun 1928 dan 1929 para pemimpin PNI berusaha keras untuk
menciptakan sebuah organisasi yang kuat dan membangun sebuah partai
massa. Beratus-ratus pertemuan yang teratur baik diadakan dan terdapat
perhatian besar di mana saja para pemimpin PNI berpidato. Suasana
emosional timbul di ruangan-ruangan pertemuan: bendera PNI – merah putih
dengan gambar kepala banteng di tengah-tengahnya – terlihat di mana- mana
dan warna-warna merah dan putih sampai digunakan untuk menghias
podium. Sering mereka yang hadir menyanyikan lagu-lagu patriotik sebelum
para pembicara utama datang.
14
Soekarno adalah tokoh dengan daya tarik yang utama bagi PNI. Ia adalah
seorang ahli pidato yang hebat. Pidato-pidatonya penuh dengan dasar-dasar
pokok pikiran nasionalis yang disampaikan dalam bahasa yang sederhana
yang dengan mudah dapat dimengerti oleh para pendengarnya. Ia
menggunakan dongeng-dongeng dan cerita-cerita rakyat setempat yang
popular, terutama cerita-cerita wayang, untuk mewujudkan pikiran-pikiran
PNI yang nasionalis. Salah satu dari pesannya yang pokok ialah bahwa
sebelum Kemerdekaan dapat dicapai rakyat Indonesia perlu terlebih dulu
mencapai kebebasan rohani. Kebebasan rohani, menurut pendapatnya, akan
diperoleh apabila rakyat Indonesia mengatasi rasa rendah–hati dan
ketergantungan mereka secara kejiwaan pada Belanda. Dalam pidato-pidato
serta tulisan-tulisannya Soekarno mendorong rakyatnya agar merasa bangga
atas kebudayaan serta prestasi mereka di masa lampau dan agar bekerja
sama untuk menciptakan suatu bangsa Indonesia yang merdeka.
15
Tetapi di balik suasana optimisme PNI pada bulan-bulan itu, timbul
kekhawatiran yang mengancam kemajuan partai ini. Pembesar-pembesar
Belanda mulai gelisah melihat kebangkitan nasionalisme ini dan semakin
populernya lawan utamanya di kalangan masyarakat Indonesia. Selama dua
tahun terakhir itu pemerintah Hindia Belanda mengikuti dengan seksama
kegiatan-kegiatan PNI, tetapi secara diam-diam membiarkannya. Gubernur
Jendral A.C.D. de Graeff adalah seorang penyabar yang memiliki rasa
kemanusiaan; ia adalah teman Indenburg dan tokoh-tokoh eksponen Politik
Etis lainnya. Berbeda dengan Fock, pendahulunya yang bersikap keras, ia
menjadi contoh seorang pembaru, dan pengangkatannya pada tahun 1926
nampaknya melopori kembali cita-cita pemerintahan etis Gubernur Jendral
Van Limburg Stirum, ketika beberapa tahun sebelumnya ia menjadi
anggotanya. Pada masa awal tugasnya, ia dihadapkan pada pemberontakan
PKI, yang diselesaikannya dengan tindakan-tindakan kekerasan. Tetapi
didorong oleh harapannya untuk memajukan hubungan antara masyarakat
Indonesia dengan pemerintah Hindia Belanda ia tidak ingin menjalankan
sikap keras terhadap nasionalisme baru yang lahir setelah peristiwa
pemberontakan itu. Namun, kesabaran seorang pejabat penguasa bukannya
tidak terbatas dan di luar kemauannya, de Graeef mendapat tekanan keras
dari unsur-unsur masyarakat kolonial. Belanda, baik, baik dari dalam
maupun dari luar pemerintahnya, untuk membatasi kebebasan bergerak PNI.
Mereka bertanya mengapa pemimpin-pemimpinnya dibiarkan bebas
berkeliaran dari satu ujung ke ujung lain Pulau Jawa untuk
mempropagandakan pemberontakan? Dan ketika pidato-pidato Soekarno
semakin berkobar membakar kesadaran massa, semakin sulit bagi De Graeff
menetang mereka yang mendesaknya untuk bertindak.
Pertanda pertama kalinya masa longgar bagi kaum pergerakan itu terlihat
pada bulan Juli Mr Iwa Kusumasumantri ditangkap karena kegiatan
politiknya di kalangan buruh perkebunan di Kresidenan Sumatra Timur.
Reaksi pertama PNI atas peristiwa ini ialah menjadikannya titik tolak untuk
mencapai tujuannya sendiri seperti yang pernah mereka lakukan dua tahun
yang lalu setelah ditangkapnya Hatta dan kawan-kawannya di Negeri
Belanda. Rapat-rapat protes diadakan PNI di Batavia, Bandung dan
Surabaya dengan melibatkan juga perhimpunan-perhimpunan lainnya yang
bergabung dalam PPPKI. Sementara itu Soekarno, seperti sebelumnya, terus
melanjutkan kegiatan-kegiatan politiknya. Dan keberanian yang sekian lama
telah menggugah para pendengarnya sekarang semakin mengandung resiko.
16
Babab III
17
tahanan-tahanan wong cilik yang disekap di sana.
18
pemerintah memanfaatkan kesempatan emas untuk memukul sayap non-
kooperasi dari gerakan nasionalis kendati penggeledahan rumah-rumah
nyatanya tak memberikan hasil, dan bahkan barangkali merupakan
kekeliruan.
19
Narasi 5 --- Penghentian sementara waktu kegiatan PNI
Pada awal Januari 1930 ketika sudah jelas bahwa mereka yang ditangkap itu
akan ditahan untuk beberapa waktu, Sartono dan Anwari mengambil alih
pimpinan Pengurus Pusat PNI. Pada tanggal 9 Januari yaitu hanya sehari
sebelum Kiewiet de Jonge menjelaskan kepada Volksraad tentang alasan-
alasan campur tangan pemerintah, Sartono dan Anwari mengeluarkan suatu
perintah kepada pengurus-pengurus cabang dan para anggotanya agar
menghentikan semua kegiatan politik atas nama partai sampai ada ketentuan
lebih lanjut. Tidak disebutkan apa alasannya, namun para anggota
diyakinkan lagi bahwa partainya tidak bersalah dari semua tuduhan-tuduhan
yang dilontarkan oleh pemerintah. Sampai ada anjuran lain dari pengurus
pusat, cabang-cabang harus membatasi diri hanya pada kegiatan-kegiatan
sosial dan ekonomi. Sartono mengulang instruksinya itu dalam sebuah
pernyataan berikutnya kepada cabang-cabang PNI pada permulaan Juni,
sambil menyuruh mereka untuk tidak usah mengadakan pertemuan-
pertemuan untuk merayakan HUT partai yang ketiga.
20
Pada tingkat cabang reaksi anggota biasa terhadap campur tangan
pemerintah itu tentunya sangat mengecewakan pimpinan partai. Selama dua
setengah tahun para pemimpin partai sudah berusaha keras menciptakan
keanggotaan yang sadar politik yang akan memungkinkan partai itu mampu
bertahan terhadap setiap tindakan pemerintah. Tetapi reaksi langsung dari
kebanyakan anggota PNI adalah rasa takut dan khawatir kalau-kalau mereka
juga menjadi sasaran tindakan pejabat-pejabat setempat. Dalam minggu
pertama atau kedua setelah penangkapan, ratusan orang menyerahkan
kembali kartu anggotanya kepada pejabat setempat. Karena secara pribadi
tidak ingin terlibat dan pasti karena takut pada kasak-kusuk yang berlebihan
tentang maksud pemerintah, maka di beberapa daerah lebih dari separuh
jumlah anggita yang terdaftar, secara terbuka mencuci-tangan dari
keterlibatannya dalam partai.
Sebagaimana halnya pada Sarekat Islam dan PKI sebelumnya, maka kartu
anggota PNI oleh oleh banyak orang dipandang sebagai jimat, yang
memberikan harapan bagi pemiliknya untuk memperoleh hidup yang baik
bila PNI mengalahkan Belanda. Segera setelah partai itu goyah pada Januari
1930 disertai desas-desus yang tersiar mengenai nasib Soekarno, maka kartu
anggota yang sama tersebut kehilangan nilai magisnya dan bahkan menjadi
barang yang hanya menjadi beban.
21
Narasi 6 ---- Inggit Ganarsih menjenguk Soekarno di penjara Banceuy
22
Babak 1
Para tahanan tersebut dianjurkan untuk secara resmi diwakili Sujudi, Ketua
Dewan Pimpinan Daerah Cabang PNI Jawa Tengah – yang merupakan tuan
rumah Soekarno di saat penahanannya - Sartono seorang bekas anggota PI
dan saat itu adalah Wakil Ketua PNI, Sastromuljono dan Idi Prawiradiputra
Tetapi Soekarno, yang dalam pertimbangannya sendiri merasa pasti bahwa
ia akan dihukum, menyampingkan semua bantuan professional dan nasehat
yag bersikap moderat. Dengan contoh kasus Hatta yang terjadi sebelumnya,
ia memutuskan untuk menangani sendiri kasusnya dan bermaksud untuk
menjadikannya sebuah peristiwa politik. Hal ini memberikan suatu titik-
tolak, tempat kasus nasionalis dapat ditampilkan secara lugas dan dramatis.
23
Sidang pemeriksaaan dibuka di Pengadilan Negeri Bandung pada tanggal 18
Agustus 1930 jam 08.15 pagi di bawah pimpinan Hakim Ketua Mr R
Siegenbeek van Heukelom. Sidang memeriksa bukti-bukti selama 27 hari,
sampai 29 September. Keempat terdakwa dituduh telah bersalah melanggar
pasal-pasal 153 bis, 169 dan 171 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pasal 153 KUHP Hindia Belanda mengkategorikan perbuatan-perbuatan
berbicara atau menulis, baik seacara langsung maupun tidak langsung
sebagai tindak pidana yang mengakibatkan kekacauan masyarakat. Pasal 169
melarang organisasi-organisasi, yang menganjurkan para anggotanya
menyerang pemerintahan kolonial; dan pasal 171 berkaitan dengan laporan-
laporan palsu yang dirancang dengan tujuan mengacaukan ketenangan
publik. Sedangkan pasal 153 itu sendiri, ruang lingkupnya mencakup segala
macam aksi kegiatan apa pun dari pihak kaum nasionalis, dan sesungguhnya
boleh jadi telah memadai untuk menyatakan kegiatan-kegiatan Soekarno
sebagai melawan hukum, tanpa perlu mendakwanya lagi sebagai telah
menyusun komplotan.
Sidang peradilan dibuka dengan kata pembukaan yang bersifat umum. Pada
hari-hari pertama persidangan, Hakim Ketua mengajukan pertanyaan-
pertanyaan kepada Soekarno tentang persoalan-persoalan yang berkaitan
dengan pembentukan PNI dan sifat-sifat nasionalismenya. Apakah makna
revolusi sebagai yang telah diramalkan oleh Soekarno? Bagaimanakah
wujud revolusi itu? Apakah sifat hakiki organisasi partai ini? Apakah
makna revolusi sebagai yang telah diramalkan oleh Soekarno? Apakah sifat
hakiki organisasi partai ini? Bagaimana pembiayaan kegiatannya? Pesan-
pesan apa saja yang (telah) diberikan kepada pengikutnya? Bagaimanakah
para pemimpinnya dilatih? Berhari-hari Siegenbeek mengejar ke arah
pertanyaan demikian ini, namun sedemikian jauh pemeriksaan persidangan
berlangsung, arahnya beralih kepada hal-hal yang lebih khusus. Karena
mulanya pasal 153 ditujukan khusus kepada PKI, maka dakwaan diarahkan
pada upaya mengukuhkan adanya hubungan antara PNI dengan PKI.
Siegenbeek tanpa banyak hasil menjajagi pertanyaan-pertanyaannya apakah
PNI mengambil banyak anggota senior PKI dan apakah ajaran-ajaran PNI
tidak sama dengan ajaran –ajaran PKI? Pada hari kesembilan persidangan,
pengadilan menggali hal tersebut lebih jauh dengan melakukan pemeriksaan
atas diri saksi utama yaitu Komisaris Polisi H.H. Albreghs dari Bandung.
Namun Alberghts juga tidak mampu menunjukkan sesuatu bukti
meyakinkan yang mendukung pandangan tentang adanya suatu kaitan antara
kedua partai politik tersebut. Lalu berkaitan dengan pasal 171, tuntutan
sebagian besar berkisar ramalan Soekarno, dan PNI umumnya bahwa
24
kemerdekaan Indonesia akhirnya akan tiba sebagai hasil dari suatu Perang
Pasifik, yang akan mengguncangkan dasar-dasar Empirisme Eropa, dan
memberikan peluang bagi nasionalisme. Berbagai usaha dilakukan, untuk
menjelaskan bahwa PNI telah melihat perang tersebut bakal pecah pada
1930, dan bahwa dalam membuat ramalan demikian, PNI telah memberikan
harapan-harapan yang bersifat mistik kepada para penduduk Hindia Belanda
bahwa tahun 1930 akan menjadi suatu tahun bagi terjadinya peristiwa-
peristiwa besar.
Babak II
25
pada persidangan tentang tujuan dan sifat-sifat PNI, ia menunjukkan pada
sifat-sifat elastis dari dasar-dasar yuridis tuduhan terhadapnya. Ia juga
memperingatkan para hakim yang memeriksanya, agar menentang
penggunaan hukum sebagai senjata politik. Dari sini ia mengupas secara
terperinci hakikat kapitalisme dan imperialisme.
Pidato pembelaan itu berakhir dalam dua hari; sekaligus hal itu juga
merupakan suatu penampilan maraton. Pembelaan Soekarno tersusun dari
uraian-uraian yang padat teori hingga kepada pengajuan argumentasi yuridis
yang terperinci. Ia tergelincir dari pidato berapi-api kepada pembacaan yang
membutuhkan kecermatan dari pendapat-pendapat yang dikutipnya. Dalam
seluruh peyajian tersebut, ia berbicara dalam kerangka rangkaian kaitan
penlaran sudut pandangan dan sumbangan pemikiran yang logis; dan
sebagai hasilnya, sebuah pernyataan menyeluruh tentang posisi intelektual
PNI. Ia pun tidak tergoyahkan dalam satu hal – yakni bahwa kemerdekaan
adalah tujuan dan sarana bagi hal-hal lainnya. Tepatnya, bagaimana
mencapai kemerdekaan tersebut adalah (masih) jauh dari jelas, dan juga
masyarakat apa sebagai hasilnya yang akan dicapai masih jauh dari jelas,
dan juga masyarakat apa sebagai hasilnya yang akan dicapai masih jauh dari
jelas, dan terselubung dalam imajinasi puitis Soekarno sendiri. Ia melihat
hari depan Indonesia semata-mata dengan ungkapan: Sebuah pertanda hari
depan yang gemilang.”
26
lagi ia merasakan kengerian–kengerian suasana terisolasi. Ditempa hanya
oleh kontak-kontaknya dengan para tahanan lain di saat-saat makan dan
latihan. Inggit diizinkan untuk mengunjunginya dua kali dalam sebulan.
Dalam sebuah suratnya dari penjara, Soekarno menceritakan, bahwa ia
diperkerjakan pada bagian pembuatan buku catatan di percetakan penjara;
dan diberi waktu di setiap akhir kerja, hanya enam menit waktu mandi untuk
membersihkan badanya yang berlumuran minyak.
Pada awal tahun 1931 para penasehat hukumnya mengajukan upaya naik
banding bagi pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya. Pemeriksaan
banding dilakukan oleh Mahkamah Agung Hindia Belanda di Jakarta, yang
kemudian pada 17 April menjatuhkan putusan yang mengukuhkan
keputusan Pengadilan Negeri Bandung itu. Namun oleh pihak penguasa
Hindia Belanda sebagaian dilihat sebagai sutu isyarat politik dan sebagaian
lainnya oleh keyakinannya bahwa pengadilan dan keputusan-keputusannya
yang telah berhasil mencapai tujuannya yakni memperingatkan kaum
27
nasionalis Indonesia terhadap konsekuensi yang dapat menimpa mereka
dengan agitasi-agitasinya; pada akhirnya memutuskan untuk mengurangi
pidananya. Kemudian diumumkan bahwa para tahanan akan dibebaskan
dalam bulan Desember 1931.
Babak III
Narasi 1 --- Soekarno lebih mengenal Islam
Pada saat-saat berada dalam penjara kali inilah, Soekarno menempatkan diri
lebih dekat pada studi tentang Islam dibandingkan pada waktu-waktu
sebelumnya. Soekarno meneruskan apa yang pernah ia alami sewaktu masih
berusia 15 tahun, waktu menemui keluarga Tjokroaminoto, mengikuti
organisasi Muhammadiyah. Ia sekarang memperdalamnya. Buku-buku dapat
dikirimkan kepadanya hanya sesudah diperiksa dengan teliti. Buku-buku
politik tetap tidak dizinkan, meskipun bahan-bahan dari perpustakaan
penjara terdapat amat sedikit. Tetapi untuk Al-Qu”ran, Alkitab dan karya-
karya bersifat komentar tentang agama masih mungkin diperolehnya.
Soekarno menggambarkan dirinya sebagai telah menemukan Islam pertama
kalinya, Tetapi apa yang terjadi sesungguhnya hampir merupakan
kebalikannya Soekarno tidak pernah memeluk Islam dengan sepenuh hati,
secara doktriner utuh, sebagaimana diinginkan oleh para pimpinan
organisasi-organisasi muslim. Lebih tepat apabila dikatakan bahwa ia
memperdalam apresiasinya tentang Islam, dan kemudian menambahkannya
pada pengaruh ideologi lain yang telah meresap ke dalam model sinkretis
priyayi Jawa.
28
tanggal 25 April. Dalam waktu seminggu tersebut ia membahas keputusan
hukuman tersebut dengan sejumlah pemimpin yang lain, terutama dengan
Ali Sastroamidjojo, seorang teman dekatnya dan juga rekan ahli hukum. Tak
syak lagi Sartono telah mengadakan banyak sekali pembicaraan demikian
selama 18 bulan berselang, tetapi kini pada saat apa yang paling ditakutinya
mulai menjadi kenyataan, ia dan Ali menyimpulkan bahwa dalam
kenyataannya PNI adalah suatu partai terlarang, yang anggota-anggotanya
biasa ditangkap bila mereka kembali melakukan kegiatan politik. Kongres
itu dihadiri oleh wakil-wakil dari 14 cabang di mana keputusan untuk
membubarkan partai disetujui oleh semua utusan, kecuali dua cabang.
Pada hakekatnya Partindo adalah PNI dengan nama lain. Para pemimpinnya
yakin bahwa cara ini akan mencegah tindakan pemerintah menentang
Partindo berdasarkan keputusan hukuman terhadap para pemimpin PNI.
Namun demikian kepada mereka sungguh diberi kesempatan untuk
mengorganisir partai dengan memanfatkan pengalaman-pengalaman
sebelumnya dalam PNI. Partindo menyelenggarakan rapat umum pertama
pada tanggal 12 Juli di Batavia di mana serombongan besar sekitar 1500
orang dengan antusias menyambut kedatangan pengurus pusat.
29
berusaha mencari suatu kepemimpinan yang radikal. Beberapa di antara
golongan itu kemudian bergabung untuk membentuk Golongan Merdeka,
yang kemudian mendirikan surat kabar yang menjadi juru bicaranya sendiri,
yakni Daulat Rakyat. Dalam sebuah rapat di Yogyakarta, golongan-
golongan yang berpandangan serupa memutuskan untuk bergabung ke
dalam sebuah organisasi baru, Perkumpulan Pendidikan Nasional Indonesia,
yang kemudian menjadi terkenal sebagai Perkumpulan PNI, atau PNI Baru.
Dengan sadar nama organisasi baru itu dipakai dengan tujuan membawa
gema PNI lama. Tetapi salah satu tujuan utamanya adalah latihan-latihan
pembentukan pemimpin-pemimpin sebagai yang dianjurkan Hatta, sehingga
selalu ditindak oleh oleh pemerintah. Baik Hatta maupun Sjahrir telah
berketetapan untuk menggabungkan diri dalam perkumpulan ini setelah
mereka kembali ke Hindia Belanda dari Negeri Belanda. Sjahrir pulang ke
Hindia Belanda pada akhir tahun 1930 – atau awal 1931 – dan segera
bertindak sebagai ketua PNI Baru itu. Hatta menggantikan Sjahrir ketika ia
kembali pada tanggal 24 Agustus 1932.
Soekarno telah mengamati keadaan darurat baru sejak ia masih berada dalam
penjara. Ia sedih oleh keruntuhan PNI. Ia menyimpan bagi dirinya sendiri,
pandangan-pandangannya tentang kelebihan-kelebihan partai–partai baru,
yang lahir dan berbentuk sesudah dibubarkannya PNI, dan yang
menggantikan tempatnya. Manakah di antara partai-partai baru tersebut yang
harus didukungnya? Pertanyaan ini sungguh mencekamnya selama
menunggu pembebasannya dari penjara. Tetapi baginya adalah alamiah
bahwa ia harus memutuskan sikap untuk tetap berusaha menyatuhkan semua
pecahan-pecahan partai pada masa kegelapan tersebut.
30
Narasi 6 --- Menolak penyambutan pembebasan yang berlebihan
31
Soekarno Muda : Bandung 1921 – 1934
( Episode 3 )
Babak I
32
Narasi 1 --- Sambutan masyarakat sepanjang perjalanan menuju Surabaya
33
Setelah beristirahat di hotel dan sesudah menemui pemimpin–pemimpin
nasional dan pemimpin-pemimpin setempat yang terus mengunjunginya di
kamarnya, pemunculan Soekarno yang pertama secara resmi di depan umum
setelah dua tahun, terjadi pada malam harinya di Gedung Nasional di
Surabaya. Menurut rencana, ia akan tiba jam 8.30 malam, tetapi sejak jam 6
gedung tersebut telah penuh sesak; biasanya gedung tersebut hanya
menampung 1.600 orang, tetapi saat itu dipenuhi oleh 3.000 orang, di
samping beratus-ratus orang yang tak bisa masuk dan hanya berkerumuman
di luar pintu masuk. Sewaktu jam kedatangannya semakin dekat, kegairahan
pengunjung terus ditiup-tiup dengan nyanyian lagu-lagu patriotik. Begitu
datang, Soekarno terus dipanggil dan dibawa ke podium melewati massa
yang bersorak-sorak, yang sempat dibuat hening sebentar, untuk kemudian
melepaskan pekikan-pekikan yang menggemuruh “ Hidup Soekarno”.
Pada malam berikutnya hadir kembali massa yang meluap dan tatkala
Sutomo mempersilahkan Soekarno untuk menyampaikan pidatonya, maka
sorak-sorai dan pekikan : “Hidup Bung Karno“ menggemuruh di seluruh
ruangan. Pemain orkes memainkan lagu “ Mars Ir Soekarno “ dan Soekarno
berjalan menuju ke podium diiringi tepuk–tangan yang memekakkan telinga,
tetapi, sebagaimana sering terjadi sebelumnya, begitu ia mulai berbicara,
maka sekonyong-konyong ada keheningan yang memukau seluruh ruangan.
Pidato tersebut bukanlah salah satu pidatonya yang terbagus, meskipun bagi
pendengarnya yang demikian bergairah untuk hanya melihat dan
34
mendengarkan Soekarno, pidato itu dengan sendirinya sudah mencukupi.
Pidato terasa kekurangan drama emosional dan retorik yang mewarnai
pidato-pidatonya sebelum ia dipenjarakan. Hiruk-pikuk selama dua hari
yang baru lalu, setelah ia dua tahun terpisah dari rakyat banyak, yang
memberinya makan rohani, barangkali karena terjadi seketika, dirasakannya
terlalu melelahkan. Bagaimanapun juga ia tidak memerlukan waktu yang
lama untuk mendapat kembali api oratorisnya meskipun dalam tahun 1932
dan 1933 ia nampaknya tidak pernah sepenuhnya mampu mencapai kembali
puncak-puncak keagungannya yang konsisten yang pernah diperlihatkannya
pada tahun 1928 – 1929.
Berilah saya seribu orang tua, saya bersama mereka kiranya dapat memindahkan
gunung Semeru, tetapi apabila saya diberi sepuluh pemuda yang bersemangat dan berapi-
api kecintaannya terhadap bangsa dan tanah air tanah tumpah darahnya saya akan dapat
menggemparkan dunia.
Babak II
35
Narasi 1 --- Mengambil alih tugas-tugas politik
36
memerlukan reorganisasi secara radikal, namun semua utusan menyatakan
bahwa mereka menginginkan agar paling tidak Partindo dan PNI Baru
diyakinkan untuk menjadi anggota. Harapan samar-samar ini telah
menambah semangat Soekarno untuk memberikan argumen-argumen yang
lebih kuat tentang gagasan-gagasannya harus diterima. Masa depan federasi
tergantung seluruhnya dari kemampuan Soekarno untuk menyusun anggaran
dasar dan peraturan-peraturan yang dapat diterima sekurang-kurangnya oleh
salah satu dari kedua partai sekuler non-kooperatif.
37
partai nasionalis menjadi jelas. Bagi PNI Baru, gagasan yang didasarkan atas
teori perjuangan kelas menduduki tempat utama, yakni bahwa hanya di
kalangan unsur-unsur rakyat yang revolusioner saja – yakni massa uamh
dintindas – perjuangan kemerdekaan punya peluang untuk berhasil.
Sebaliknya, di dalam Partindo, seperti di dalam Partai Nasional yang lama,
jelas harapan lebih tertuju kepada gagasan mengenai konflik rasial, gagasan
tentang Barisan Kulit Berwarna yang telah diusulkan oleh Soekarno dan,
sampai toingkat tertentu telah terwujud – dengan segala kekurangannya –
dalam PPPKI.
Pada akhir bulan Juni mulai beredar desas-desus dalam pers Indonesia
bahwa pada akhirnya Soekarno telah memutuskan mengakui kekelahannya
dalam rencana fusinya itu. Bagi semua orangpun jelas bahwa jika memang
demikian sikapnya maka ia tentu akan masuk Partindo. Partindo lebih sesuai
dengan ideologi pribadinya dan, lebih penting lagi, Partindo sendiri
menawarkan kebebasan bertindak yang cukup besar kepada Soekarno untuk
bertindak meneruskan gaya agitasi dalam kegiatan politiknya yang
merupakan sumber kekuatan dirinya itu. Karenanya tidaklah mengharuskan
ketika pada tanggal 1 Agustus secara terbuka Soekarno mengumumkan
keputusannya untuk mulai hari itu masuk Partindo.
Pernyataan Soekarno itu dimuat dalam hampir semua surat kabar Indonesia,
tetapi tak satu pun yang mengungkapkan alasan Soekarno yang sebenarnya
sehingga ia ia sampai kepada keputusannya itu selain bahwa sudah tiba
waktunya bagi Soekarno untuk memasuki salah satu dari kedua partai
tersebut. Dalam penjelasannya tentang kegagalan usahanya untuk
mempersatukan Partindo dan PNI Baru, tak terdapat nada kecewa kecuali
rasa sedihnya bahwa orang-orang lain telah tak bisa melihat situasi dengan
jelas seperti dia. Karena paling tidak secara keluar ia masih tetap yakin
bahwa perbedaan antara kedua partai itu hanyalah karena salah-paham dan
karena rusaknya hubungan-hubungan pribadi. Sementara itu tidak menolak
adanya beberapa perbedaan kecil dalam prinsip dan taktik, ditegaskannya
kembali bahwa perbedaan-perbedaan itu tidak cukup besar untuk menjadi
perbedaan yang fundamental. Seperti halnya dalam kasus-kasus lain, dalam
kasus inipun jelas terasa perasaan yang kuat tentang peranan pribadinya
dalam sejarah. Dengan bangga ia menyatakan bahwa catatan sejarah
nasional tak akan pernah bisa menyangkal bahwa selama delapan bulan
38
terakhir ia telah melaksanakan tanggung jawabnya dengan sekuat tenaganya.
Perpecahan yang terus berlanjut dengan gerakan nasionalis bukanlah
kesalahannya.
Babak II
Karya tulis terpenting Soekarno dalam periode ini adalah tulisan Mencapai
Indonesia Merdeka, hasil istirahat beberapa hari di Pengalengan, tempat
libur di pegunungan selatan Bandung, pada bulan Maret 1933. Karangan ini
banyak kesamaannya dengan “Indonesia Menggugat”; lembaran-lembaran
39
pertama memparkan perbedaan antara imperialisme tua dan baru dan
pandangan yang sama bahwa surplus modal menyebabkan penjajahan dan
penghisapan kekayaan tanah jajahan. Macam-macam uraian serupa itu
kembali dikemukakan untuk membuktikan pandangannya, dan mobilisasi
tenaga rakyat dikemukakan lagi sebagai alat untuk melawan imperialisme.
Tetapi kemudian karangan ini terus berkembang mengungkapkan suatu
persepsi baru tentang tujuan lebih lanjut gerakan nasionalisme setelah
mencapai kemerdekaan politik. Indonesia dulu pernah merdeka, katanya
sambil menolak pendapat bahwa zaman pengaruh Hindu-India adalah zaman
imperialisme India. Sebelum mereka ditundukan oleh feodalisme kerajaan-
kerajaan Hindu. Dari Keterangan ini Soekarno bergerak ke arah pandangan
bahwa kemerdekaan tidak dengan sendirinya membawa kebebasan dan
keadilan bagi rakyat jelata. Kemerdekaan hanya merupakan : jembatan emas
: menuju masyarakat yang adil – kemerdekaan alah suatu syarat, bukan
tujuan akhir.
40
Soekarnolah konsep marhaenisme diterima oleh partai. Secara resmi konsep
marhaenisme itu dimasukkan ke dalam dasar-dasar politik partai dalam
kongres bulan Juli 1933. Konsep ini tidaklah menunjuk perubahan penting
dalam pemikiran politik Soekarno melainkan hanya sekedar penghalusan
ide-idenya tentang politik, sosial dan ekonomi yang dikemukakannya sejak
tahun 1927 sejalan dengan arus utama gerakan nasionalis sekuler. Tetapi
dalam menyaring ide-idenya itu hanya menjadi konsep marhaenisme
Soekarno sebenarnya memberikan reaksi dan sekaligus juga mencoba
menjawab tantangan ideologis yang diajukan oleh PNI Baru yang mulai
memperkenalkan konsep kedaulatan rakyat dan kolektivisme.
Pada pokoknya marhaenisme menolak analisa kelas dari PNI Baru dan lebih
menyukai perjuangan ras dan menggantikan cita-cita ekonomi sosialis
berdasarkan kolektivisme dengan konsep tentang kebahagian dan keadilan
sosial untuk marhaen, rakyat kecil yang membentuk 95 persen dari rakyat
Indonesia. Kongres Partindo pada bulan Juli 1933 menerima sembilan tesis
tentang marhaenisme. 1. Marhaenisme adalah sosio-nasionalisme dan sosio-
demokrasi;; 2. Marhaen, adalah kaum proletar Indonesia, petani Indonesia
yang miskin dan orang Indonesia lainnya yang miskin; 3. Partindo
menggunakan kata marhaen dan bukan proletar karena pengertian proletar
telah tercakup di dalam kata marhaen, sedangkan kata proletar bisa juga
tidak mencakup para petani dan orang-orang lainnya yang miskin; 4. Karena
Partindo yakin bahwa orang-orang miskin Indonesia yang lainnya juga harus
ambil bagian dalam perjuangan kemerdekaan, maka digunakan kata
marhaen; 5. Di dalam perjuangan kaum marhaen – dan ini adalah keyakinan
Partindo – kaum proletar akan merebut bagian yang terpenting ; 6.
Marhaenisme adalah prinsip yang menghendaki suatu struktur dan tertib
sosial yang melayani kaum Marhaen dalam segala hal; 7. Marhaenisme
adalah juga cara perjuangan untuk mencapai struktur sosial dan tertib sosial
ini dan karenanya haruslah bersifat revolusioner; 8. Jadi marhaenisme adalah
suatu cara perjuangan dan sekaligus juga prinsipnya yang bertujuan
mengusir setiap bentuk kapitalisme dan imperialisme dan 9. Setiap orang
Indonesia yang mempraktekan marhaenisme adalah marhaen.
41
sebagian tergantung dari pandangan yang melihat Partindo sebagai alat
Soekarno dan PNI Baru sebagai alat Hatta/Sjahrir, kemudian juga dengan
melihat perbedaan ideologis dan taktik antara kedua partai tersebut yang
diakibatkan Hatta/Sjahrir tinggal di negeri Belanda dengan proses
eropanisasi sebagai akibatnya. Bahwa Hatta dan Sjahrir lebih dipengaruhi
oleh ide-ide sosialis Eropa dari pada Soekarno yang tidak pernah mengalami
langsung kebudayaan Barat di luar lingkungan negeri jajahan ini tidaklah
dapat disangkal lagi. Tetapi Soekarno sebenarnya berpendidikan Barat juga.
Bahkan, sementara Soekarno merupakan makelar politik dari gerakan
nasionalis dan simbol perjuangannya, dia sama sekali bukanlah satu-satunya
orang yang mempengaruhi PNI, apalagi Partindo. Pemimpin-pemimpin PNI
dan Partindo yang lainnya pada tingkat pusat dan cabang – seperti Sartono,
Ali Sastroamidjojo, Iskaq dan Sujudi – juga memiliki latarbelakang
pendidikan yang sama dengan Hatta dan Sjahrir. Mereka memang tidak
begitu dipengaruhi oleh ide-ide sosial demokrat seperti halnya Hatta dan
Sjahrir, tetapi mereka tidak kurang mengalami pengaruh Eropa.
Jika diadakan perbandingan antara Pengurus Pusat Partindo dan PNI Baru
maka jelas bahwa Partindo sebagian besar dipimpin oleh sarjana-sarjana
hukum berpendidikan Belanda, sedangkan PNI Baru banyak dikuasai oleh
orang-orang berpendidikan Indonesia, biasanya hanya sampai tingkat
sekolah menengah, (meskipun dalam sekolah berbahasa Belanda), pegawai
pemerintah tingkat rendah, juru tulis atau guru. Kenyataan ini belum dapat
membuat kita mengambil suatu kesimpulan tetapi secara umum nampaknya
mereka yang dididik di negeri Belanda dan memimpin Partindo adalah anak-
anak kaum elite tradisional yang di Jawa disebut priyayi, sementara mereka
yang memimpin PNI Baru adalah anak-anak pejabat-pejabat desa atau
pegawai negeri rendahan.
Babak III
42
melonjak menjadi 71 cabang dengan jumlah anggota kira-kira 20.000 orang
pada saat ia ditangkap. Tetapi daya tahan partai ini tidaklah lebih besar dari
PNI lama. Meskipun Soekarno banyak berbicara tentang peranan suatu
partai pelopor dan kesadarannya akan kenyataan-kenyataan kekerasan
politik di sekitarnya, ia toh tidak berhasil menciptakan suatu alat yang dapat
bertahan menunggu berlalunya masa penindasan pemerintah. Dan ia pun
tidak dapat dipersalahkan dalam hal ini. Kenyataan-kenyataan politik
memang sangat keras dan hingga kekuasaan Belanda digulung oleh Perang
Pasifik – yang meletusnya telah diperhitungkan Soekarno – adalah sangat
berat untuk memungkinkan suatu gerakan perlawanan oleh Indonesia.
Apakah dipimpin oleh Sartono atau Soekarno, atau oleh Hatta dan Sjahrir,
setiap percobaan yang dilakukan kaum nasionalis akan tetap terlalu lemah
untuk menghadapi lawan yang begitu kuat.
43
menyatakan bahwa tindakan-tindakan itu akan mulai memurnikan gerrakan
nasionalis dari usnur-unsur yang ekstrim dan memulihkan ketenangan dan
ketertiban pada saat seluruh tenaga pemerintah dan rakyat harus dipusatkan
pada usaha mengatasi krisis ekonomi.
44
Narasi 4 --- Perubahan sikap Soekarno menuju kooperasi
Baik pada waktu itu maupun pada masa-masa sesudahnya muncul banyak
spekulasi sekitar benar tidaknya laporan tentang penarikan kembali
pendirian non-kooperasi Soekarno itu, suatu pendirian yang telah
dikembangkannya sendiri selama tujuh tahun. Bernhard Dahm mengatakan
bahwa sementara perubahan yang sungguh-sungguh ke arah kooperasi
sebagaimana yang dianjurkan Belanda tidak terjadi, maka Soekarno pun
berpaling, dari kultus prinsip ini, dan ini dapat dilihat sebagai tindakan
pertamanya yang sungguh-sungguh revolusioner, John D Legge tetap
membiarkan terbuka persoalan apakah Soekarno mengundurkan diri dari
Partindo dan apakah ia setuju bekerjasama dengan Belanda.
45
Kenyataannya, menurut John Ingelson dalam Jalan Ke Pengasingan, dalam
jangka sebulan Soekarno menulis empat pucuk surat dari penjara
Sukamiskin kepada gubernur jendral bertanggal 30 Agustus, 7, 21 dan 28
September, yang di dalamnya ia mohon dilepaskan dari penjara sebagai
imbalannya berjanji tidak akan ikut lagi dalam kegiatan politik sampai akhir
hayatnya. Di dalam salah satu dari surat-surat itu dilampirkan sebuah surat
untuk Pengurus Pusat Partindo di mana ia menawarkan pengunduran dirinya
dari partai. Bahan ia mengakui bahwa kegiatan-kegiatan politiknya adalah
perbuatan-perbuatan yang tak bertanggungjawab, meninggalkan pandangan-
pandangan non-kooperasi, dan menyatakan bahwa di masa yang akan
datang, setelah dilepaskan, ia akan bekerja bahu-membahu dengan
pemerintah. Akhirnya ia menawarkan diri untuk menanda tangani apapun
yang diminta oleh pemerintah asal ia dilepaskan.
Taufik Abdullah berkata tegas : “Saya bertanya kepada diri sendiri, apa
artinya surat itu dalam sejarah pergerakan Indonesia? Tidak ada, Hatta
memang marah ketika Soekarno keluar dari Partindo. Namun dugaan Hatta,
Soekarno akan tamat riwayatnya dalam sejarah pergerakan ternyata tidak
benar. Tanpa ditemukannya surat-surat Soekarno yang asli, keraguan akan
adanya surat-surat tersebut agaknya akan terus berlanjut. Namun yang pasti
ialah: setelah kembali ke pembuangan di Endeh, Soekarno kembali
melanjutkan perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia.
46
hanya untuk sementara; pemerintah bermaksud menyingkirkannya dari
kegiatan politik selanjutnya dengan jalan membuangnya ke luar Pulau Jawa.
Pada permulaan tahun 1934 ia diberangkatkan dengan kereta api ke
Surabaya bersama Inggit Ganarsih, ibu mertuanya, dan anak angkatnya
Ratna Djuami. Kemudian dari Surabaya dikirim dengan kapal KPM Van
Riebek, ke Pulau Flores. Ia ditempatkan di kota terpencil Ende. Pada bulan
Februari 1934, Hatta dan Sjahrir ditangkap dan tanpa diadili dibuang ke
Boven Digul, Papua. Sekarang, kedua kelompok nasionalisme radikal telah
terpisah dari pemimpin-pemimpin mereka yang paling efektif. Sesudah itu
pergerakan nasional terpaksa mengambil jalan moderat dan kooperasi,
menyampingkan jalan machtsvorming dan pendidikan suatu elite yang tidak
kenal kompromi. Bukan Partindo, melainkan suatu partai baru, Parindra
yang tampil mewakili gaya politik dalam suasana kelonggaran baru yang
diberikan pemerintah pada pertengahan dan akhir tahun 1930-an. Dalam
pengasingannya di Ende, tanpa berdaya Soekarno hanya bisa melihat
gerakan nasional mengubah haluannya. Kesediaan kaum pergerakan untuk
mengkompromikan prinsip-prinsip yang diletakkannya tentu menambah
kekecewaannya dalam pembuangan.
47
Walaupun gerakan nasionalis yang sekuler dan non-kooperatif ditindas oleh
pihak Belanda, banyak yang telah dicapai dalam masa tujuh tahun setelah
1927. Suatu rasa bangga yang mendalam terhadap dimilikinya suatu
identitas politik dan kebudayaan Indonesia berkembang di kalangan
berpuluh ribu rakyat yang menggabungkan diri dengan PNI, Partindo, atau
PNI Baru. Mereka juga bangga dengan hanya mengunjungi sebuah
pertemuan kaum nasionalis atau mendengar tentang ide “ Indonesia Merdeka
“ dari kawan-kawan atau tetangga. Mulai saat itu tidaklah mungkin sesuatu
kelompok politik yang mana pun di Indonesia dianggap sebagai nasionalis
jika tidak menyeruhkan kemerdekaan penuh dan penciptaan satu bangsa
yang bersatu. Lambang-lambang nasionalisme – bendera merah-putih dan
lagu Indonesia Raya - sudah melembaga. Akhirnya, kaum nasionalis merasa
terikat di tahun-tahun tersebut untuk mengembangkan suatu bahasa
nasional–bahasa Indonesia sebagai suatu alat untuk mempersatukan
kelonpok-kelompok di negeri itu yang berbeda suku dan dialek. Soekarno
dan Hatta diakui sebagai pemimpin-pemimpin politik utama dan ketika
Jepang menyerbu di tahun 1942, kedua pemimpin itu sekali lagi mampu
mengambil alih kepemimpinan gerakan nasionalis dan memimpin Indonesia
maju menuju kemerdekaan.
Sumber Tulisan
48
Peter Kasenda. Sukarno Muda. Biografi Pemikiran 1926 – 1933. Jakarta :
Komunitas Bambu, 2010.
49