Vous êtes sur la page 1sur 3

ADAB MEMAKAI SANDAL

Memakai sandal atau sepatu sudah menjadi budaya umat manusia sejak dulu kala. Seseorang yang
hendak berjalan, biasanya membutuhkan sesuatu sebagai alas kakinya. Baik berupa sandal maupun
sepatu, tujuannya adalah untuk menjaga dan melindungi kedua kakinya.
Berkaitan dengan hal ini islam telah member tuntunan sebagaimana memeakai sandal atau sepatu
tersebut. Berikut beberapa adab memakai sandal :
1. Niat yang benar
Ketika seorang muslim memakai sandal/sepatu, hendaknya berniat untuk melindungi kaki dan
menjaga kebersihannya serta untuk memperliatkan nikmat yang telah QAllah Ta’ala berikan
kepadanya. Tidak ada niat yang salah (jelek), seperti menunjukkan sifat sombong karena memakai
sepatu berharga mahal dan lain-lain.
2. Memeriksa kebersihannya
Hendaknya seseorang memeriksa kebersihan sandal ataupun sepatu dari berbagai najis yang
mengkin menempel dibagian telapak atau ujungnya. Sebab terkadang seseorang terpaksa shalat
dngan memakai sepatu setelah ia mengusapnya dan yakin akan kebersihannya untuk keabsahan
shalat yang akan ia laksanakan.
3. Mendahulukan kaki kanan
Hendaklah mendahulukan kaki kanan ketika memakai sandal dan mendahulukan kaki kiri ketika
melepaskannya. Dalam hal ini Rasulullah bersabda: “jika salah seorang kalian memakai sandal,
mulailah dengan yang kanan dan jika melepasnya mulailah dengan yang kiri. Jadikan kanan yang
pertama dipakaikan dan kiri yang pertama dilepaskankan” (HR Bukhari dan muslim).
4. tidak emakai sandal sambil berdiri
Tidak memakai sandal sepatu sambil berdiri berdasar sabda Rasulullah yang diriwayatkan dari
Abu Hurairah: “Dilarang memakai sandal sambil berdiri”. Mengenai hadist ini, Al Manawi berkata:
“Perintah dalam hadist ini merupakan nasehat, karena memakai sandal sambil duduk itu lebih mudah
dan lebih memungkinkan”. (Al Silsilah Al Shahihah (719)).
5. Dimakruhkan memakai satu sandal
Seorang muslim dimakruhkan memakai satu sandal berdasar sabda Nabi Muhammad SAW: “Jika
terputus ‘syis’u’ (tali sandal) salah seorang di antara kalian, janganlah ia berjalan dengan sandal
sebelahnya hingga ia memperbaikinya (tali sandal yang terputus tersebut)”. (Shahih Al Adab (732)).
Para ulama bebrbeda pendapat mengenai ‘illat pelarangan ini. An-Nawawi rahimahullah
menyebutkan dalam Syarh Muslim (14/301) : “Para ulama berkata : sebab pelarangannya adalah
bahwa hal itu dapat memperburuk keadaan, menimbulkan penyakit (mutslah), dan mengurangi
kewibawaan. Sebab dengan memakai sandal seperti itu tubuh akan condong sebelah hingga
menyulitkan saat ia berjalan, bahkan bias menyebabkan terjatuh.
Juga hadist Rasulullah yang melarang memakai satu sandal sat berjalan : janganlah salah seorang
di antara kalian berjalan dengan satu sandal. Maka pakailah keduanya atau lepaslah keduanya”.
(Shahih Al Syanail Al Muhamadiyah (66)).
Larangan memakai satu sandal ini agar tidak menyamai syaitan yang jika berjalan memakai satu
sandal. Ini diriwayatkan adri Abu Hurairah RA bahwa RAsulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya
syaitan itu berjalan dengan satu sandal” (Al Silsilah Al Shahihah (348)). Juga dimakruhkan berjalan
dengan memakai sepasang sandal yang berbeda. Al Adab Al Syr’iyah (510/3).
Jika sandal tersebut tinggal satu atau tidak ada pasangannya, lebih baik tidak memakainya.
Sebab termasuk sunah Nabi Muhammad SAW berjalan dengan bertelanjang kaki. Rasulullah SAW
bersabda: “NAbi Muhammad SAW terkadang memerintahkan kita untuk bertelanjang kaki.” (HR.
Ahmad)
6. Sunah memperbanyak memakai sandal
Disunahkan memperbanyak memakai sandal berdasar sabda Rasullah. “Perbanyaklah memakai
sandal, karena seseorang senantiasa berkendaraan selama dia memakai sandal”. (Al Silsilah Al
Shahihah (345)).
7. Shalat dengan memakai sandal
Sebagaiman Rasulullah SAW pernah shalat diatas sepasang sandalnya. Anas radhiallahu berkata:
“Sesungguhnya Rasulullah SAW shalat diatas kedua sandalnya”. Ibnu BAthal berkata: Hal ini
dimungkinkan jika tidak ada najis diatas sandal tersebut.
8. Jika seseorang masuk masjid lalu membuka sandalnya dan tidak shalat di atasnya
Maka tinggalkanlah sandal itu disebelah kirinya jika shalat sendirian. Adapun jika shalat
berjamaah, maka hendaklah menympannya diantara kedua kakinya berdasarkan hadist Nabi SAW:
“Jika salah seorang kalian shalat, maka janganlah menaruh sandalnya disebelah kanan atau kirinya.
Taruhlah disebelah kakan orang lain, kecuali jika tidak ada orang lain disebelah kirinya, maka taruhlah
keduanya diantara kedua kakinya. (HR. Abu Daud). (Bahrul ulum dalam Al-Qalam)

ADAB TERTAWA

“DIALAH DZAT ALLAH YANG MENCIPTAKAN TERTAWA DAN MENANGIS” (QS. AN NAJM: 43)

Sebagian orang telah menjadikan terapi tertawa untuk mengatasi stress. Menurut hasil penelitian,
tertawa 5-10 menit bias merangsang pengeluaran endorphine dan serotonin, yaitu sejenis morfin alami
tubh dan juga metanomin. Ketiga zat ini merupakan zat baik untuk otak sehingga seseorang yang
tertawa bisa merasa lebih tenang.
Terapi tertawa merupakan teknik yang mudah dilakukakn, tetapi efeknya sangat luar biasa, bahkan
dapat menyembuhkan pasien dengan gangguan metal akibat sress berat. Tertawa dalam dunia medis,
merupakan obat mujarab gangguan stress atau gangguan penyakit lainnya.
Allah merupakan dzat yang telah menciptakan tertawa, sebagaimana firmanNya: “Dialah dzat Allah
yang menciptakan tertawa dan menangis”. (QS An NAjm: 43).
Tertawa adalah sifat Allah sebagaimana disebutkan di dalam hadist: “Allah tertawa terhadap dua
orang, dimana salah satunya membunuh yang lain dan mereka berdua masuk surge. Yaitu seseorang
berjihad dijalan Allah kemudian dia terbunuh padanya, lalu Allah menerima taubat orang yang
membunuh tersebut setelah masuk islam, kemudian ia berjihad dijalan Allah dan ahkirnya mati said”.
(HR> Bukhari dan muslim)
Rasulullah SAW sendiri bukan orang yang tidak pernah tertawa. Namun sifat tertawa beliau yaitu
tersenyum sebagaiman yang dijelaskan dalam sebuah hadist, “bahwasannya tertawa Rasulullah (sama
seperti) tersenyum”. (HR. Shohih At Targibh).
Disebutkan bahwasanya Rasulullah terkadang duduk dalam majlis bersama para sahabatnya
dimana mereka menceritakan sesuatau yang lucu dan belau hanya tersenyum dengannya. Diriwayatkan
dari samak bin harb radhiallahuanhu ia berkata: “Aku bertanya kepada Jabir bin Samurah: Apakah
engkau pernah duduk bersama Rasulullah?”. Dia menjawab: “YA, seringkali beliau tidak beranjak
meninggalkan tempat shalatnya pada waktu subuh atau pagi sampaia terbenamnya matahari terbit,
apabila matahari terbit maka beliau bangkit (untuk malaksanakan shalat) dan mereka bercakap-cakap
tentang seatu peristiwa di zaman jahiliyah maka mereka tertawa sedangkan belau tersenyum saja.”
(Shahi An-NAsa’i).
Pada jaman Rasulullah juga ada seorang yang pandai besendagurau seperti Abdullah. Ia digelari
dengan keledai dan terkadang membuat Rasulullah tertawa.
Meski tertawa itu merupakan sesuatu yang dibolehkan, namun islam telah mengatur adab-
adabnya. Diantara adab-adab ketawa adalah :
1. Tertawa tidak boleh dilakukan secara terus menerus dan dalam waktu yang lama. Sebab
memperbanyak tertawa adalah sifat tercela sebagaiman sabda Nabi “Janganlah kalian banyak
tertawa, sebab banyak tertawa menyebabkan hati menjadi mati”. (HR Ibnu MAjah). Para ulama
memasukkan tertawa yang banyak tanpa sebab sebagai dosa kecil, berdasar sabda NAsi “ berhati-
hatilah dengan banyak tertawa sebab ia menyebabkan hati menjadi mati’. (Sahih Ibnu Hibban).
2. Tertawa tidak boleh dimaksudkan untuk mengejek apa-apa yang diturunkan Allah atau sunah
Rasulullah. Tertawa seperti ini tertasuk kekufuran karena sama saja melecehkan apa yang telah
ditetapkan Allah dan RasulNya.
3. Tidak diperbolehkan berbohong untuk ditertawakan oleh orang lain. Hal ini sebagaiman dijelaskan
RAsulullah, “Celaka bagi orang yang berkata kemudian berbohong supaya orang-orang tertawa, maka
celaka baginya, maka celaka baginya”. (Sunan Abu Dawud dan Musnad Ahmad).
4. Syariat menuntun untuk menciptakan suasana yang menyebabkan tertawa pada saat bersenda gurau
dengan istri terutama yang masih perawan sebagaimana sabda Rasulullah kepada Jabir tatkala ia
menikah dengan seorang janda. “Kenapa tidak menikahi seorang perawan, yang bisa mencandaimu
dan engkau mencandainya serta engkau membuatnya tertawa begitu juga ia membuatmu tertawa”.
(HR> Bukhari dengan memakai lafadz darinya dan muslim)
5. Tidak boleh meninggalkan tertawa secara mutlak. Sebab meninggalkan senyum dan tertawa secara
mutlak bukan termasuk sikap orang yang berwibawa, pendiam dan bersungguh-sungguh.
6. Tidak boleh tertawa mengeluarkan suara keras. Terutama jika sedang malakukan shalat. Sebab
tertawa mengeluarkan suara dapat merusak shalat. Sebagian ulama berkata: ia tidak membuat shalat
menjadi rusak sebab bukan perkataan, begitu juga tersenyum tidak merusakn atau membatalkan
shalat (Anonym dalam Al-Qalam).

Vous aimerez peut-être aussi