Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmat-Nya sehingga
laporan kasus yang berjudul “CHF ec CAD, HHD” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian pembelajaran dalam
kepaniteraan klinik senior di Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Kami ucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada dr. Maruli T Simanjuntak, Sp.JP (K)
atas saran dan bimbingannya dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini masih memiliki kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis dan pembatasan waktu.
Oleh sebab itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan
laporan kasus ini. Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini memberi manfaat
kepada semua orang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior di
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Definisi
Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang kompleks yang disebabkan oleh kelainan
struktur dan fungsional jantung sehingga terjadi gangguan pada ejeksi dan pengisian. 1 Pada
keadaan ini jantung tidak lagi mampu memompa darah secara cukup ke jaringan untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.2
Gagal jantung adalah sindrom dimana pasien harus memilki gambaran sebagai
berikut: gejala gagal jantung, biasanya sesak nafas saat istirahat atau selama aktivitas, dan
atau kelelahan; tanda – tanda retensi cairan seperti kongesti paru atau bengkak pada tungkai;
serta bukti objektif dari kelainan struktur atau fungsi jantung saat istirahat. Respon klinis
terhadap pengobatan gagal jantung tidak cukup untuk menegakkan diagnosa, tetapi cukup
membantu ketika diagnosa tidak jelas meskipun telah dilakukan pemeriksaan yang sesuai. 1
2.1.2. Etiologi
Ada beberapa penyebab dimana fungsi jantung dapat terganggu. Yang paling sering
menyebabkan kemunduran dari fungsi jantung adalah kerusakan atau berkurangnya otot
jantung, iskemik akut atau kronik, meningkatnya resistensi vaskuler dengan hipertensi, atau
adanya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF). Penyakit jantung koroner adalah yang paling
sering menyebabkan penyakit miokard, dan 70% akan berkembang menjadi gagal jantung.
Masing -masing 10% dari penyakit jantung katup dan kardiomiopati akan menjadi gagal
jantung juga.
Penyebab dari gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan gagal jantung kiri atau gagal
jantung kanan dan gagal low output atau high output.
2.1.3. Klasifikasi
Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan Mew York Heart Association (NYHA) 1,3
Gagal jantung secara umum juga dapat diklasifikasikan menjadi gagal jantung akut
dan gagal jantung kronik.
A. Gagal jantung akut, didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda akibat
fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya penyakit
jantung sebelumnya. Disfungsi jantung dapat berupa disfungsi sistolik atau disfungsi
diastolik. Irama jantung yang abnormal, atau ketidakseimbangan preload dan afterload
dan memerlukan pengobatan segera. Gagal jantung akut dapat berupa serangan baru
tanpa ada kelainan jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung
kronis.
B. Gagal jantung kronik, didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang
disertai keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, lelah, baik dalam keadaan istirahat
atau aktivitas, edema serta tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan
istirahat.4
2.1.4. Patofisiologi
Gagal jantung dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu (1) gangguan kontraktilitas ventrikel,
(2) meningkatnya afterload, atau (3) gangguan pengisisan ventrikel. Gagal jantung yang
dihasilkan dari abnormalitas pengosongan ventrikel (karena gangguan kontraktilitas atau
kelebihan afterload) disebut disfungsi sistolik, sedangkan gagal jantung yang dikarenakan
oleh abnormalitas relaksasi diastol atau pengisian ventrikel disebut disfungsi diastolik.5
Pada dasarnya terdapat perbedaan antara gagal jantung sistolik dengan gagal jantung
diastolik). Gagal jantung sistolik disebabkan oleh meningkatnya volume, gangguan pada
miokard, serta meningkatnya tekanan. Sehingga pada gagal jantung sistolik, stroke volume
dan cardiac output tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh secara adekuat. Sementara itu
gagal jantung diastolik dikarenakan meningkatnya kekakuan pada dinding ventrikel.6
Disfungsi Sistolik
Pada disfungsi sistolik, ventrikel yang terkena mengalami penurunan kapasitas ejeksi
darah karena gangguan kontraktilitas miokard atau tekanan yang berlebihan (misal, kelebihan
afterload). Hilangnya kontraktilitas merupakan hasil dari destruksi myosit, abnormalitas
fungsi myosit, atau fibrosis. Tekanan yang berlebihan mengganggu ejeksi ventrikel dengan
adanya peningkatan resistensi aliran yang signifikan.
Hasil dari disfungsi sistolik adalah menurunnya stroke volume. Jika darah balik
normal dari paru ditambah dengan volume akhir sistolik yang telah meningkat karena tidak
sempurnanya pengosongan ventrikel maka volume bilik saat diastolik meningkat. Sehingga
volume dan tekanan pada akhir diastolik menjadi lebih tinggi.
Disfungsi Diastolik
Sebanyak sepertiga pasien dengan klinis gagal jantung memiliki fungsi sistolik
ventrikel yang normal. Banyak dari mereka menunjukkan abnormalitas fungsi diastolik
ventrikel seperti : gangguan relaksasi awal diastolik, meningkatnya kekakuan dinding
ventrikel, atau keduanya. Iskemik miokard akut adalah salah satu contoh kondisi yang
menghambat pengahntaran energi dan relaksasi diastolik. Sedangkan hipertrofi ventrikel kiri,
fibrosis atau kardiomiopati restriktif menyebabkan dinding ventrikel kiri menjadi kaku. Pasien
dengan disfungsi diastolik sering menunjukkan tanda kongesti vaskuler karena paningkatan
tekanan diastolik yang diteruskan ke paru dan vena sistemik.5
Disfungsi Diastolik
Pada penyakit jantung koroner terdapat kerusakan otot jantung. Kerusakan otot
jantung terjadi karena adanya sumbatan pada arteri koroner sehingga terjadi gangguan aliran
darah dan suplai oksigen menjadi berkurang. Jika hal ini terjadi dalam jangka waktu yang
lama, otot jantung akan nekrosis. Hal ini menyebabkan terjadi gangguan pompa jantung
(disfungsi sistolik). Selain itu, kurangnya aliran darah juga dapat menurunkan kemampuan
jantung untuk relaksasi sehingga terjadi gangguan pengisian jantung (disfungsi diastolik).
Beberapa mekanisme kompensasi alami terjadi pada pasien gagal jantung untuk
membantu mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk memompakan darah ke organ
– organ vital. Mekanisme tersebut adalah (1) mekanisme Frank-Straling, (2) neurohormonal,
dan (3) remodeling dan hipertrofi ventrikular.
2.1.5. Diagnosa
Manifestasi klinis dari gagal jantung adalah akibat dari gangguan cardiac output dan
atau peningkatan tekanan vena serta berhubungan dengan ventrikel yang terkena. Kebanyakan
pasien datang dengan keluhan gagal jantung kronik progresif yang akan dijelaskan di bawah
ini. Namun ada pula yang datang dengan tanda dekompensasi jantung kiri yang tiba – tiba
(misal, oedem paru akut)5
Simptom yang sering dijumpai dan manifestasi klinis pada Gagal Jantung
Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dyspnea d’effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardi
B. Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiogram (EKG)
Rekaman EKG harus dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai dengan gagal
jantung. Perubahan EKG biasanya dijumpai pada pasien yang diduga mengalami gagal
jantung. Abnormalitas dari EKG memiliki nilai prediksi yang kecil akan adanya gagal
jantung. 1
Foto thoraks
Foto thoraks merupakan komponen penting dalam diagnostik gagal jantung. Pada foto
thoraks kita dapat menilai kongesti pulmonal serta dapat menunjukkan penyebab sesak nafas
oleh karena paru atau thoraks.
Foto thoraks digunakan untuk mendeteksi adanya kardiomegali, kongesti pulmonal
dan akumulasi cairan pleura, serta dapat menunjukkan adanya penyakit paru atau infeksi yang
menyebabkan atau yang memperberat sesak nafasnya. Temuan kongestif bersifat prediktir.
Namun kardiomegali bisa tidak dijumpai pada keadaan akut, tetapi selalu dijumpai pada gagal
jantung kronik.1
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan diagnostik yang rutin dilakukan pada pasien gagal jantung berupa
pemeriksaan darah lengkap (hemoglobin, leukosit, dan platelet), elektrolit serum, kreatinin
serum, Laju Filtrasi Glomerulus, kadar glukosa, tes fungsi hati, dan urinalisa. Abnormalitas
elektrolit atau hematologis tidak sering dijumpai pada pasien gagal jantung, meskipun anemia
ringan, hiponatremia, hiperkalemia, dan penurunan fungsi ginjal umum dijumpai, khususnya
pada pasien yang mendapat terapi dengan diuretik dan ACE-I/ARB/aldosteron antagonis. 1
Troponin
Pemeriksaan Troponin I atau T sebaiknya dilakukan pada pasien yang diduga gagal
jantung dengan tampilan klinis yang mengarah pada sindroma koroner akut. Peningkatan
troponin kardiak mengindikasikan adanya nekrosis myosit, dan jika ada indikasi sebaiknya
revaskularisasi dipertimbangkan dan dilakukan pemeriksaan diagnostik yang sesuai.
Peningkatan troponin juga terjadi pada akut miokarditis. Peningkatan ringan pada troponin
kardiak sering dijumpai pada gagal jantung berat atau selama episode gagal jantung
dekompensasi pada pasien tanpa bukti adanya iskemik miokard yang disebabkan sindrom
koroner akut dan situasi lain seperti sepsis. 1
Ekokardiografi
2.1.6. Penatalaksanaan
Tujuan dari mendiagnosa dan mengobati gagal jantung tidak berbeda dari kondisi
medis lainnya, yaitu untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Namun, bagi kebanyakan
pasien, khusunya yang sudah lanjut usia, kemampuan untuk hidup mandiri, bebas dari gejala
– gejala yang menimbulkan ketidaknyamanan, dan mencegah masuk rumah sakit adalah
tujuan yang setara dengan keinginan untuk memaksimalkan kehidupan.1
Anemia
Pulmonary disease
Diuretic + ACEI (or ARB)
Renal dysfunction
Diabetes
Cardiovascular
Persisting signs & symptoms?
Ischemia / CAD
YES NO
Hypertension
(sumber : ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2008)
Jika tidak ada kontraindikasi atau tidak toleransi, ACEI sebaiknya digunakan pada
semua pasien gagal jantung dan LVEF ≤40%. Pengobatan dengan ACEI memperbaiki fungsi
ventrikel, pasien merasa baik, mengurangi angka rawatan di rumah sakit karena perburukan
gagal jantung dan meningkatkan angka harapan hidup.
Riwayat angioderma
Stenosis bilateral arteri ginjal
Konsentrasi kalium serum > 5 mmol/L
Serum kreatinin > 0,22 umol/L
Stenosis aorta berat1
β-blocker
Jika tidak ada kontraindikasi atau tidak toleransi, β-blocker sebaiknya digunakan pada
semua pasien gagal jantung dan LVEF ≤ 40%. Pengobatan dengan β-blocker memperbaiki
fungsi ventrikel, pasien merasa baik, mengurangi angka rawatan di rumah sakit karena
perburukan gagal jantung dan meningkatkan angka harapan hidup.
Indikasi pemberian β-blocker adalah :
LVEF ≤ 40%
Gejala ringan hingga berat (NYHA fungsional kelas II – IV), pasien dengan disfungsi
LV sistolik tanpa gejala setelah infark miokard juga indikasi diberikan β-blocker.
Sudah mencapai dosis optimal ACEI/ ARB (dan aldosteron antagonis, jika indikasi)
Pasien harus dalam keadaan stabil secara klinis
Antagonis Aldosteron
Jika tidak ada kontraindikasi atau tidak toleransi, tambahan antagonis aldosteron
sebaiknya digunakan pada semua pasien gagal jantung dan LVEF ≤ 35% dan gejala yang
berat, misalnya NYHA III – IV, tidak adanya hiperkalemia dan disfungsi ginjal.
LVEF ≤ 35%
Gejala sedang hingga berat (NYHA fungsional kelas III – IV)
Dosis optimal β-blocker dan ACEI atau ARB
Indikasinya adalah alternatif untuk ACEI / ARB, jika keduanya tidak toleransi.
Kontraindikasinya adalah :
Gejala hipotensi
Sindroma lupus
Gagal ginjal1
Digoxin
Pada pasien dengan gagal jantung dan atrial fibrilasi, digoxin digunakan pada slow a
rapid ventricular rate jika pasien dengan AF dan LVEF ≤ 40%, sebaiknya dilakukan kontrol
rate sebagai tambahan, atau diberikan beta bloker sebelumnya.
Indikasi pemberian digoksin adalah jika pada pasien dengan atrial fibrilasi, diberikan
jika rate > 80x/menit pada saat istirahat; > 110x/menit saat beraktivitas. Sedangkan pada
pasien dengan ritme sinus, maka indikasinya adalah LVEF ≤ 40%, gejala ringan hingga berat,
dan dosis optimal ACEI dan atau ARB, B-Bloker dan aldosteron antagonis, jika indikasi.
2.1.7. Prognosis
Menentukan prognosis pada gagal jantung sangat kompleks. Beragam etiologi, usia,
komorbiditas, variasi dalam perkembangan individu harus dipertimbangkan. Beberapa
kondisi yang berhubungan dengan prognosis buruk pada gagal jantung dapat dilihat pada
tabel berikut.
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit jantung koroner, kejadian
stroke, gagal ginjal kronik, dan gagal jantung congestive. Tujuan pengobatan hipertensi
bukan sekedar menurunkan tekanan darah, melainkan menurunkan semua kerusakan organ
target. Untuk mencapai penurunan morbiditas dan mortalitas yang optimal terhadap penyakit-
penyakit yang berkaitan dengan hipertensi, maka harus dipikirkan pengaruh pemberian terapi
anti hipertensi terhadap pathogenesis kerusakan masing-masing organ target.
2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah menurut The Sevent Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure JNC 7 (2003) dapat
dilihat sebagai berikut:
Tabel 2.2.1. Klasifikasi Hipertensi Menurut the Seventh Report of the Joint
NationalCommittee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure (JNC 7)
2.2.3 Etiologi
- Sleep apnea
- Penyalahgunaan obat-obatan dan bahan lainnya
- Penyakit ginjal kronik
- Aldosteronism primer
- Penyakit renovaskuler
- Terapi steroid kronik & sindroma cushing’s
- Pheochromacytoma
- Coarctatio aorta
- Penyakit tiroid atau paratiroid
1. Riwayat Penyakit
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Laboratorium
Urinalisis
Darah : trombosit, fibrinogen
Biokimia : kalium, natrium, kreatinin, GDS, profil lipid, asam urat
4. Pemeriksaan Tambahan
2.2.5 Penatalaksanaan
Jika modifikasi gaya hidup tidak menurunkan tekanan darah ke tingkat yang diinginkan,
terapi farmakologis harus diberikan. Pemilihan terapi anti hipertensi lebih dianjurkan secara
individual berdasarkan pada patofisiologi, hemodinamik, kerusakan organ target, adanya
penyakit penyerta, demografik, efek samping obat, kepatuhan tehadap regimen pengobatan
dan biaya pengobatan.
2.3.1 Patofisiologi
Peningkatan tekanan darah secara sistemik menyebabkan meningkatnya resistensi terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung bertambah. Sebagai akibatnya
terjadi hipertofi ventrikel kiri untuk meningkatkan kontraksi. Hipertrofi ini ditandai dengan
ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung.
Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi
kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung semakin
terancam seiring parahnya aterosklerosis koroner. Angina pectoris juga dapat terjadi karena
gabungan penyakit arterial koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard yang
bertambah akibat pertambahan massa miokard.
2.3.4. Penatalaksanaan
Pengobatan ditujukan untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal, mengobati
payah jantung karena hipertensi, mengurangi morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit
kardiovaskular, dan menurunkan faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskular
semaksimal mungkin.
Untuk menurunkan tekanan darah dapat ditinjau 3 faktor fisiologis yaitu, menurunkan isi
cairan intravaskular dan Na darah dengan diuretik, menurunkan aktivitas susunan saraf
simpatis dan respons kardiovaskular terhadap rangsangan adrenergik dengan obat dari
golongan antisimpatis, dan menurunkan tahanan perifer dengan obat vasodilator.
2.3.2 Epidemiologi
Epidemiologi dari ACS sulit dipastikan angkanya. Namun secara keseluruhan, dari
berbagai penelitian, didapatkan bahwa kejadian tahunan dari penerimaan rumah sakit
untuk ACS sekitar 3 per 1000 penduduk. Hingga saat ini, tidak ada perkiraan yang jelas
untuk Eropa secara keseluruhan, karena tidak adanya statistik kesehatan umum yang
terpusat. Sedangkan di Negara industri diperkirakan sekitar 6 per 10.000 orang.
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan Republik
Indonesia menyatakan bahwa peringkat penyakit kardiovaskular sebagai penyebab
kematian semakin meningkat. Pada tahun1972, penyakit kardiovaskular berada di urutan
ke-11 sebagai penyebab kematian, dan pada tahun 1986 berubah menjadi urutan ke-3.
Persentase kematian akibat penyakit kardiovaskular di tahun 1998 sekitar 24,4%. 3
Berdasarkan data rekam medis Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK), penderita
yang berusia di bawah 45 tahun sejumlah 92 orang dari 962 penderita di tahun 2006, atau
10,1%. Di tahun 2007 angka ini menjadi 10,7% (117 penderita usia muda dari 1096
seluruh penderita). Sedangkan di tahun 2008 menjadi 10,1% (108 penderita usia muda
dari 1065 seluruh penderita).3
2.3.4 Patofisiologi
ACS ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara pasokan dengan kebutuhan oksigen
miokard. Ada lima penyebab yang tidak terpisah satu sama lainnya.1
1 Thrombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
2 Obstruksi dinamik (spasme koroner atau vasokonstriksi
3 Obstruksi mekanik yang progresif
4 Inflamasi dan atau infeksi
5 Faktor atau keadaan pencetus
Tabel. Penyebab NSTEMI
Dalam 4 penyebab pertama, ketidakseimbangan terjadi terutama oleh karena suplai
oksigen ke miokard yang berkurang, sedangkan pada penyebab ke 5, ketidakseimbangan
terutam akibat meningkatyna kebutuhan oksigen miokard, biasanya disertai adanya keadaan
kekurangan pasokan oksigen yang menetap.1
Penyebab tersering NSTEMI adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan
arteri koroner sebagai akibat dari thrombus yang ada pada plak aterosklerosis yang
robek/pecah dan biasanya tidak sampai menyumbat.mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi
trombosit beserta komponennya dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di
distal, merupakan penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien.1
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin diakibatkan oleh
spasme fokal tang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium. Spame ini
disebabkan oleh hiperkontrktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akinat disfungsi
endotel. Obtruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh konstruksi abnormal pada
pembuluh darah yang lebih kecil.1
Penyebab ketiga dari NSTEMI adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena
spasme atau thrombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif
atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).1
Penyebab keempat adalah inflamasi, disebabkan oleh atau yang berhubungan dengan
infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, distabilisasi plak, ruptur dan
trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim
seperti metalloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur dari plak, sehingga
selanjutnya dapat mengakibatkan NSTEMI.1
Penyebab kelima adalah NSTEMI yang merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus
diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab berupa penyempitan arteri koroner yang
mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil
yang kronik. NSTEMI jenis ini antara lain karena:
Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam. Takikardi dan tirotoksikosis
Berkurangnya aliran darah koroner
Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan hipoksemia.1
2.3.5 Diagnosis
a. Riwayat/ anamnesis
Nyeri dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien NSTEMI. Nyeri attau rasa
tidak nyaman di dada biasanya berlokasi retrosternal, sentral atau di dada kiri
menjalar ke rahang atau ke lengan atas. Rasanya seperti dipukul, ditekan atau
terbakar.
Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut. Gejala
yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, rasa tidak nyaman
di epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama pada wanita, penderita
diabetes dan pasien usia lanjut. Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan
factor resiko kardiovaskular multiple, dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan
diagnosis.
Tiga penampilan klinis tersering adalah:
Angina saat istirahat Angina terjadi saat istirahat dan terus
menerus, biasanya lebih dari 20 menit
Angina pertama kali Angina yang pertama kali terjadi,
setidaknya CCS kelas III
Angina yang meningkat Angina semakin lama makin sering,
semakin lama waktunya atau lebih
mudah tercetus
a. Pemeriksaan fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan
kondisi lain sebagai konsekuensi dari NSTEMI. Hipertensi tak terkontrol, anemia,
tiroktosikosis, stenosis aorta berat, kardiomiopati hipertropik dan kondisi lain, seperti
penyakit paru.
Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronkhi dan gallop S3)
menunjukkan prognosis yang buruk. Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler
perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki kemungkinan juga menderita PJK.
b. Elektrokardiografi
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang dilakukan saat
sedang nyeri dada sangat bermanfaat.
Gambaran diagnosis dari EKG adalah:
1. Depresi segmen ST > 0,05 mV
2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inverse gelombang T yang
simetris di sadapan prekordial
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung,
terutama sustained VT. Namun EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis
NSTEMI.1
c. Petanda biokimia jantung
Kadar serum creatine kinase (CK) dan fraksi MB merupakan indicator penting dari
nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua petanda tersebut adalah relative
rendahnya spesifisitas dan sensitivitas saat awal (< 6 jam) setelah onset serangan.
Resiko yang lebih buruk pada pasien tanpa segmen ST elevasi lebih besar pada pasien
dengan peningkatan nilai CKMB. Dilain pihak petanda biokimia lainnya seperti
troponin I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai nilai prognostik yang lebih baik.1
Peningkatan kadar CKMB sangat erat berkaitan dengan kematian pasien
dengan ACS tanpa elevasi segmen ST, dan naiknya resiko dimulai dengan
meningkatnya kadar CKMB diatas normal. Meskipun demikian nilai normal CKMB
tidak menyingkirkan adanya kerusakan ringan miokard dan adanya resiko terjadinya
perburukan pasien.1
Troponin khusus jantung merupakan petanda biokimia primer untuk ACS.
Sudah diketahui bahwa kadar troponin jantung tidak akan meningkat setelah 6 jam
dari onset. Nilai troponin negative saat < 6 jam harus diulang saat 6-12 jam setelah
onset nyeri dada.1
2. 3.7 Penatalaksanaan
Tindakan awal:
Pasien dengan ACS harus dimasukkan kedalam ruangan intensif dengan terpasang monitor
EKG. Kemudian pasien harus beristirahat untuk meminimalkan kebutuhan oksigen, dan
diberikan oksigen (dalam face mask ataupun nasal canule). Analgesik seperti Morphine
sangat efektif untuk mengurangi nyeri dada. Dan juga mengurangi kerja jantung dan
pemakaian oksigen dengan kerjanya sebagai venodilator dan menurunkan denyut jantung dan
tekanan darah. Morphine diberikan secara intravena dengan dosis 2-5 mg jika nyeri tidak
membaik dengan nitroglycerin. Dosis dapat diulang setiap 5 sampai 30 menit. 4,5
Terapi pada Unstable Angina dan Non ST-Elevation Myocardial Infarction
Tujuan pengobatan:
Tujuan pengobatan adalah untuk meredakan rasa nyeri dengan morphine ataupun antiangina
dan mencegah MI dan kematian dengan menstabilkan proses thrombosis dengan
antithrombotic.5
Anti-iskemik
1. Nitrate
Nitrate merupakan suatu venodilator, dimana bekerja dengan menurunkan venous return
(menurunkan preload) sehingga kebutuhan akan oksigen pun berkurang, dan juga sebagai
vasodilator. Nitrate harus diberikan segera, sebagai tablet sublingual ataupun spray, untuk
meredakan nyeri. Jika tidak membaik, nitroglycerine infuse dapat diberikan dengan dosis 5-
10 μg per menit, dapat ditingkatkan setiap 5 sampai 10 menit bergantung pada gejala maupun
efek samping seperti nyeri kepala dan hipotensi.4,5
2. β Blocker
βBlocker sangat efektif diberikan pada UAP ataupun kombinasi dengan nitrate untuk
mengurangi iskemik yang berulang. Bekerja dengan menghambat reseptor β pada semua sel
membrane dan mengurangi kebutuhan oksigen myokard dengan memperlambat denyut
jantung, menurunkan tekanan darah, dan mengurangi kontraktilitas. Jika tidak ada
kontraindikasi seperti bradikardi, bronkospasme, gagal jantung, atau hipotensi) maka β
Blocker dapat diberikan secara intravena lalu kemudian diubah ke oral untuk mencapai target
denyut jantung 60x/menit.4,5
Antiplatelet
1.Aspirin
Aspirin bekerja secara ireversibel menghambat COX-1 didalam platelet, dengan menghambat
pembentukan tromboxan A2, sehingga menghambat terjadi agregasi trombosit. Aspirin tidak
menghambat degranulasi platelet. Dosis awal adalah 150-325 mg selanjutnya untuk dosis
pemeliharaan 75-150 mg seumur hidup.1,5
Efek samping dari aspirin yang paling sering adalah berkaitan dengan gastrointestinal
termasuk dyspepsia dan nausea dan hilang dengan menurunkan dosis. Sedangkan efek
samping yang paling serius termasuk perdarahan gastrointestinal, stroke hemorrhagik, reaksi
alergi, dan asma eksaserbasi.4
Antikoagulan
1.Heparin
- UFH (Unfractionated heparin)
Heparin merupakan suatu glycosaminoglycanyang terdiri atas rantai dari D-glucosamine dan
uronic acid. Heparin mempunyai berat molekul 15.000 dengan rata-rata 50 rantai
monosakarida. Heparin bekerja memerlukan kofaktor yaitu antithrombin III. Kompleks
heparin antithrombin akan mengaktivasi thrombin dan mencegah aktifasi thrombin induksi
faktor V dan VII. Dosis yang direkomendasikan adalah IV 5.000 sampai 10.000 U (100
U/kg) bolus kemudian dilanjutkan dengan infus 12 U/kg untuk mempertahankan nilai aPTT
50-70 detik.komplikasi utama adalah perdarahan, tetapi antara 5-10 hari terapi,
trombositopeni, dan jika diberikan lebih dari 1 bulan akan menyebabkan osteoporosis.
.
-LMWH (Low Molecular Weight Heparin)
LMWH merupakan fragmen dari UFH yang dihasilkan dari depolymerisasi enzymatik atau
kimia. Dosis Enoxaparin 1mg/kg setiap 12 jam secara sc atau 1,5 mg/kg sekali sehari.
LMWH tidak diberikan pada pasien dengan kerusakan ginjal yang sangat signifikan
(kreatinin > 2mg/dl ), karena diekskresikan melalui ginjal.
Terapi Fibrinolytic
Indikasi diberikan:1
1. Gejala yang sesuai dengan MI
2. Perubahan EKG: ST elevasi >0,1mm pada minimal 2 sadapan yang berdekatan,
gambaran bundle branch block baru atau diduga baru.
3. Onset nyeri dada:
< 6 jam: sangat bermanfaat
6-12 jam: bermanfaat
>12 jam: tidak bermanfaat, kecuali pada penderita dengan iskemia yang berlanjut,
yang terbukti dari berlanjutnya nyeri dada dan ST elevasi pada EKG.
3. Tenecteplase (TNK-tPA)
Merupakan derivate dari tPA dengan waktu paruh yang sangat panjang. Dapat diberikan
secara injeksi intravena bolus dengan dosis berikut: 30 mg untuk berat badan <60 kg, 35 mg
untuk berat badan 60-69 kg, 40 mg untuk berat badan 70-79 kg, 45 mg untuk berat badan 80-
89 kg, 50 mg untuk berat badan >90 kg. kemudian dilanjutkan dengan pemberian heparin
selama 24-48 jam dengan mempertahankan aPTT 1,5-2 kali nilai kontrol.1,4
Kontraindikasi:6
Kontraindikasi Absolut:
1. Stroke hemoragik, kapanpun terjadinya atau jenis stroke lain yang terjadi dalam 1
tahun terakhir
2. Neoplasma intracranial
3. Perdarahan internal aktif
4. Suspek diseksi aorta
Kontraindikasi Relatif:
1. Hipertensi berat (tekanan darah >180/110)
2. Riwayat kejadian serebrovaskular atau kelainan intraserebral
3. Penggunaan antikoagulan dalam dosis terapi
4. Trauma yang baru terjadi (dalam 2-4 minggu), termasuk cedera kepala atau resusitasi
jantung >10 menit atau operasi besar < 3 minggu
5. Pungsi pembuluh darah yang tidak dapat dikompresi
6. Perdarahan internal dalam 2-4 minggu terakhir
7. Penggunaan streptokinase sebelumnya (terutama 5 hari sampai 2 tahun) atau riwayat
alergi terhadap streptokinase.
8. Kehamilan
9. Tukak lambung
10. Riwayat hipertensi kronik yang berat
Primary PCI
Primary PCI merupakan metode yang sangat efektif untuk reperfusi dan secara klinis
didapatkan aliran yang pimal pada arteri yang mengalami infark. Dibandingkan dengan
fibrinolytik, primary PCI biasanya terapi reperfusi yang dipilih pada STEMI akut, jika
prosedurnya dapat dilakukan dalam 90 menit dirawat. Dan juga primary PCI ini dipilih pada
pasien yang kontraindikasi terhadap fibrinolitik atau dalam keadaan syok kardiogenik. Selain
diberikan aspirin dan UFH, pasien juga diberikan GP IIb/IIIa reseptor antagonist untuk
mengurangi terjadinya komplikasi thrombosis. Pada pasien yang dilakukan pemasangan
stent, clopridogel oral diberikan untuk mengurangi resik komplikasi iskemik dan thrombosis
stent.4
2.3.8 Komplikasi4
1. Aritmia
Mekanisme yang menyebabkan terjadinya aritmogenesis setelah MI adalah:
- Gangguan dalam konduksi
- Penumpukan dari metabolic yang toksik dan konsentrasi ion transcellular yang
tidak normal karena kerusakan membrane
- Stimulasi sistem saraf autonom
- Pemberian obat-obatan yang aritmogenik (cth: dopamine)
a. Ventricular fibrilasi
VF berperan besar dalam terjadinya kematian pada akut MI. Jika VF terjadi dalam 48 jam MI
sering berhubungan dengan transient electrical instability, dan jika terjadi lebih dari 48 jam
menandakan terjadinya disfungsi ventrikel kiri dan dengan angka kematian yang tinggi.
b. Supraventrikular aritmia
Supraventrikular aritmia juga sering terjadi pada akut MI. Sinus bradikardi terjadi karena
stimulasi vagal yang berlebihan atau sinoatrial nodal iskemia, biasanya MI inferior. Sinus
takikardi lebih sering terjadi dan muncul karena banyak penyebab, khususnya nyeri dan
axietas, gagal jantung, obat (cth:dopamine), atau penurunan volume intravascular.
c. Conduction block
Conduction block (atrioventrikular nodal block atau bundle branch block) sering terjadi pada
akut MI karena adanya iskemik ataupun nekrosis pada sistem konduksi atau pada kasus AV
blok mungkin terjadi karena peningkatan tonus vagal. Aktifitas vagal mungkin meningkat
karena stimulasi saraf afferent karena adanya myocardium yang mengalami inflamasi atau
aktifasi sistem saraf autonom ang berkaitan dengan nyeri pada akut MI.
2. Disfungsi myokard
a. CHF (Congestive Heart Failure)
Iskemik akan menyebabkan kerusakan pada kontraktilitas ventrikel (disfungsi sistolik) dan
peningkatan kekakuan otot jantung (disfungsi diastolik), diman keduanya akan cenderung ke
gejala gagal jantung.
b. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan suatu kondisi terjadinya penurunan CO dan hipotensi (TD
sistolik <90 mmHg) dengan perfusi ke jaringan yang tidak adekuat yang dimana lebih dari
40% ventrikel kiri telah mengalami infark. Dan dalam kondisi seperti ini harus dipikirkan
kemungkinan adanya komplikasi mekanik dari IMA. Pada syok kardiogenik kematian akan
terus berlangsung karena hipotensi akan mengurangi perfusi koroner dan memicu iskemik,
dan penurunan SV akan meningkatkan ukuran ventrikel kiri dan memperbesar kebutuhan
akan oksigen.
4. Komplikasi mekanis
a. Papillary muscle rupure
b. Ventricular free wall rupture
c. Ventrikular septal rupture
d. True ventricular aneurysm
5. Pericarditis
Akut perikarditis dapat terjadi karena adana nekrosis dan infiltrasi neutrofil dari myocardium
ke pericardium. Timbul rasa nyeri pasca iMA dapat terjadi dengn cepat, pada hari pertama,
atau sangat lambat, hingga 6 minggu pasca IMA. Rasa nyeri akan bertambah berat dengan
inspirasi nafas dalam dan berkurang dengan posisi duduk atau membungkuk ke depan.
Pericardial friction rub biasanya dapat juga ditemukan.
2.3.9 Prognosis
Skoring resiko TIMI untuk STEMI7
Riwayat Points
Usia 65-74 2
Usia ≥ 75 3
DM or HTN or Angina 1
SBP < 100 mmHg 3
HR > 100bpm 2
Killip class II-IV 2
Weight < 67 kg 1
Anterior ST elevation or LBBB 1
Time to treatment > 4 hours 1
Nilai total 0 – 14
Resiko serangan jantung (%) selama 14 hari dalam TIMI7
Skor resiko Kematian / IMA Kematian IMA / Revas segera
0/1 3 5
2 3 8
3 5 13
4 7 20
5 12 26
6/7 19 41
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
No. Rekam Medik :
Nama : Tn. T
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Tanjung Balai
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 18 Januari 2011
Keluhan Utama : Sesak Nafas
Anamnesa :
- Hal ini telah dialami os ± 3 bulan yang ini dan semakin memberat dalam 5 hari ini.
Sesak nafas memberat saat os beraktivitas seperti berjalan ± 50 meter dan saat mandi.
Os juga menggunakan 2-3 bantal pada saat tidur untuk mengurangi sesaknya dalam 3
bulan ini. Riwayat terbangun tengah malam karena sesak nafas (+).
- Os juga mengeluhkan nyeri dada, dialami ± 3 bulan ini, nyeri dada seperti diremas-
remas didada sebelah kiri. Nyeri timbul saat os bangun pagi dan saat beraktivitas
dengan durasi < 10 menit, dan menghilang saat diistirahatkan.
- Keluhan jantung berdebar debar (-)
- Riwayat darah tinggi dijumpai dalam kurang lebih 3 tahun ini dengan tekanan darah
sistolik tertinggi 200 mmHg. OS tidak mengkonsumsi obat secara teratur dan tidak
rutin kontrol penyakitnya.
- Sebelumnya os pernah dirawat di RS Tanjung Balai selama ± 1 minggu dengan
keluhan yang sama, tetapi karena os tidak banyak merasakan perubahan, maka os
dibawa ke RSHAM untuk ditindak lanjuti.
- Riwayat merokok (+) ± 30 tahun, sebanyak 1 bungkus perhari. Riwayat sakit kencing
manis (-).
Status Presens :
KU : lemah Kesadaran : compos mentis TD : 190/130 mmHg
HR : 120 x/menit RR : 34 x/menit Suhu : 36,70C
Sianosis (-) ortopnoe (+) dispnea (+) ikterus (-) edema (+) pucat (-)
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : Mata : Conj. Palp. Inf. Pucat (-), ikterik (-)
Leher : JVP : R + 3 cmH2O
Dinding toraks : Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : SF kanan = kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Batas Jantung : Atas : ICR III parasternal sinistra
Kanan : ICR V LSD
Kiri : ICR V, 1cm lateral LMCS
Auskultasi :
Jantung : S1(N) S2 (N) S3 (-) S4 (-) regular
Murmur (-), gallop (+).
Punctum maximum : apex Radiasi : (-)
Paru : Suara pernafasan : vesikuler
Suara tambahan : ronkhi basah basal (+/+), wheezing (-).
Abdomen : Soepel, Hepar/lien tidak teraba, BU (+) N.
Asites (-)
Ekstremitas : Superior : Sianosis (-), clubbing (-)
Inferior : Oedem (-/-) pulsasi arteri (+) Akral hangat
CTR 70% , Aorta elongasi, Pulmonal Segment (N), pinggang jantung mendatar, infiltrat (-),
kongesti (+), apex lateral downward.
Kesan : Kardiomegali + kongesti
Hasil Laboratorium :
Darah Lengkap :
- Hemoglobin : 15,40 gr%
- Eritrosit : 5,44 x 106/mm3
- Leukosit : 13,07 x 103/mm3
- Hematokrit : 44,40 %
- Trombosit : 326 x 103/mm3
HATI
- SGOT : 48 U/L
- SGPT : 31 U/L
METABOLISME KARBOHIDRAT
- KGD Sewaktu : 101 mg/Dl
GINJAL
- Ureum : 40,30 mg/dL
- Kreatinin : 0,98 mg/dL
ELEKTROLIT
- Natrium : 140 mEq/L
- Kalium : 4,6 mEq/L
- Klorida : 104 mEq/L
Diagnosa Kerja : - CHF Fc IV ec HHD – OMI inferior
- Hipertensi Stage II
Prognosis :
Ad vitam : Dubia ad malam
Ad functionam : Dubia ad malam
Ad sanactionam : Dubia ad malam
Follow Up (19/1/2011)
S= sesak nafas (+) ↓
O = Sens : CM, HR : 120x/menit T : 36,80C
TD : 180/100mmHg RR : 30x/menit
Kepala : mata : anemis (-/-), ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+3 cmH2O
Thorak : Cor : S1(N) S2(N), murmur (-), gallop (+)
Pulmo: SP : Vesikuler
ST : Ronkhi basah basal (+/+), wheezing (-)
Abdomen : Soepel, hepar dan limpa tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-)
A : CHF Fc IV ec HHD – OMI inferior + Hipertensi stage II
P : - Bedrest semifowler
- O2 4-6 L/i
- IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i mikro
- Furosemid drips 5mg/jam (IV)
- Captopril 3x6,25mg
- ISDN 3x5mg
- Simvastatin 1x10mg
- Aspilet 1x80mg
- KSR 1x600mg
- Laxadin syr 1xCI
- Alprazolam 1x0,5mg
Follow Up (20-21/1/2011)
S= sesak nafas (+) ↓
O = Sens : CM, HR : 80-82x/menit T= 36,50C
TD : 100/70 mmHg RR : 20-21x/menit
Kepala : mata : anemis (-), ikterik (-)
Leher : TVJ R+3 cmH2O
Thorak : Cor : S1(N) S2(N), murmur (-), gallop (-)
Pulmo: SP : Vesikuler
ST: Ronkhi basah basal(+/+) minimal
Abdomen : Soepel, hepar dan limpa tidak teraba, BU (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
A : - CHF Fc III-IV ec CAD – OMI Inferior
- HHD
- Hipertensi Stage II Terkontrol
P : - Bedrest semifowler
- O2 4-6 L/i
- IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i mikro
- Inj. Furosemid 1 amp/12 jam
- Captopril 3x6,25 mg
- ISDN 3x5 mg
- Simvastatin 1x10 mg
- Aspilet 1x80 mg
- KSR 1x600 mg
- Laxadin syr 1xCI
- Spironolacton 1x25 mg
- Alprazolam 1x0,5 mg
Hasil Lab:
LEMAK
Total Kolesterol : 229 mg/dl
Trigliserida : 112 mg/dl
HDL : 47 mg/dl
LDL : 167 mg/dl
Hasil Ekokardiogafi:
Katup Mitral : Baik
Katup Aorta : AR moderate
Katup Pulmonal : Baik
Katup Trikuspid : Baik
Lain-lain : Dimensi ruang-ruang jantung: LV dilatasi, thrombus (-).
Kesan : Wall motion global hipokinetik
Anjuran : Fungsi sistolik LV menurun, LVEF: 30,5%
Folow Up (22-26/1/2011)
S= sesak nafas (+) ↓
O = Sens : CM, HR : 82-88x/menit T= 36,20-37,20C
TD : 100-120/70-80mmHg RR : 20-26x/menit
Kepala : mata : anemis (-), ikterik (-)
Leher : TVJ R+3 cmH2O
Thorak : Cor : S1(N) S2(N), murmur (-), gallop (+)
Pulmo: SP : Vesikuler
ST: Ronkhi basah basal (+/+) minimal.
Abdomen : Soepel, hepar dan limpa tidak teraba, BU (+) N
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
A : - CHF FC II-III ec CAD – OMI Inferior
- HHD
- Hipertensi Stage II Terkontrol
P : - Bedrest semifowler
- O2 4-6 L/i
- IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i mikro
- Inj. Furosemid 1 amp/12 jam
- Captopril 3x6,25 mg
- ISDN 3x5 mg
- Simvastatin 1x10 mg
- Aspilet 1x80 mg
- KSR 1x600 mg
- Laxadin syr 1xCI
- Spironolacton 1x25 mg
- Alprazolam 1x0,5 mg
HATI
Bilirubin Total : 0,54 mg/dl
Bilirubin Direk : 0,21 mg/dl
Fosfatase Alkali : 74 U/L
SGOT : 14 U/L
SGPT : 19 U/L
GINJAL
Ureum : 28,80 mg/dl
Kreatinin : 0,94 mg/dl
Asam urat : 7,2 mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium : 136 mEq/L
Kalium : 4,2 mEq/L
Klorida : 101 mEq/L
Follow Up (27/1/2011-1/2/2011)
S= sesak nafas (+) ↓, batuk (+) ↓
O= Sens : CM, HR : 74-88x/menit T= 36,8-37,20C
TD : 130-110/90-70mmHg RR :18-26x/menit
Kepala : mata : anemis (-), ikterik (-)
Leher : TVJ R+3 cmH2O
Thorak : Cor : S1(N) S2(N), murmur (-), gallop (-)
Pulmo: SP : Vesikuler
ST: Ronkhi basah basal (+/+) minimal
Abdomen : Soepel, hepar dan limpa tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
A : CHF FC II-III ec CAD
Hipertensi Terkontrol
P : - Bedrest semifowler
- O2 4-6 L/i
- IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i mikro
- Inj. Furosemid 20 mg/8 jam
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Captopril 3x6,25 mg
- Bisoprolol 1x0,25 mg
- ISDN 3x5 mg
- Simvastatin 1x10 mg
- Aspilet 1x80 mg
- KSR 1x600 mg
- Laxadin syr 1xCI
- Spironolacton 1x25 mg
- Alprazolam 1x0,5 mg
Follow Up (2/2/2011)
S= sesak nafas (-) ↓
O= Sens : CM, HR : 74x/menit T= 35,60C
TD : 110/70mmHg RR : 23x/menit
Kepala : mata : anemis (-), ikterik (-)
Leher : TVJ R+2 cmH2O
Thorak : Cor : S1(N) S2(N), murmur (-), gallop (-)
Pulmo: SP : Vesikuler
ST: Ronkhi basah (-/-)
Abdomen : Soepel, hepar dan limpa tidak teraba, BU (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
A : CHF Fc II ec CAD
P : - Bedrest semifowler
- O2 2-4 L/i
- IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i mikro
- Furosemide 2x40 mg
- Captopril 3x6,25 mg
- Bisoprolol 1x0,25 mg
- ISDN 3x5 mg
- Simvastatin 1x10 mg
- Aspilet 1x80 mg
- KSR 1x600 mg
- Laxadin syr 1xCI
- Spironolacton 1x25 mg
- Alprazolam 1x0,5 mg
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Kalim, H., Idham, I., Irmalita., Karo, S.K., Soerianata, S., Tobing, D.P., Pedoman
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2004. Jakarta. PERKI
2. Widiyanti, R., Sindrom Koroner Akut. 2010. Jakarta. Exomed Indonesia.
3.