Vous êtes sur la page 1sur 45

ABLASIO RETINA

A. PENGERTIAN
Ablasio adalah pelepasan retina dari
lapisan epitelium neurosensoris retina dan
lapisan epitelia pigmen retina (Donna D.
Ignativicius, 1991).
Ablasia retina adalah suatu penyakit
dimana lapisan sensorik dari retina lepas.
Lepasnya bagian sensorik retina ini
biasanya hampir selalu didahului oleh
terbentuknya robekan atau lubang
didalam retina (P.N Oka, 1993), sedangkan
menurut Barbara L. Christensen 1991.
Ablasio Retina juga diartikan sebagai
terpisahnya khoroid di daerah posterior
mata yang disebabkan oleh lubang pada
retina, sehingga mengakibatkan kebocoran
cairan, sehingga antara koroid dan retina
kekurangan cairan.
Ablasio retina lebih besar kemunkinanya
pada orang yang menderita rabun jauh
(miopia) dan pada orang yang anggota
keluarganya ada yang pernah mengalami
ablasio retina. Merupakan penyakit mata
gawat darurat, penderita mengeluh ada
kabut dilapangan pandangnya secara
mendadak seperti selubung hitam. Kalau
mengenai makula lutea maka visusnya
mundur sekali, bila ditanya mungkin
ditemukan gejala ada bintik hitam
sebelumnya dan penderita miopia tinggi.

Ablasia retina adalah suatu penyakit


dimana lapisan sensorik dari retina lepas.
Lepasnya bagian sensorik retina ini
biasanya hampir selalu didahului oleh
terbentuknya robekan atau lubang
didalam retina , lepasnya lapisan saraf
retina dari epitelium.Penyakit ini harus
dioperasi,penderita tidak boleh terlalu
banyak bergerak dan goyang supaya
bagian retina yang sudah lepas tidak
bertambah lepas lagi.
Ada 2 tipe ablasio retina :
Non rhemathogen retina detachmen :
a. Malignancy hypertensi
b. Choriodal tumor
c. Chorioditis
d. Retinopati
Rhemathogen retina detachmen :
a. Trauma
b. Degenerasi
c. Kelainan vitreus

B. ETIOLOGI
Penyakit ablasio retina dapat pula
disebabkan oleh penyakit lain seperti
tumor,peradangan hebat,akibat trauma
atau sebagai komplikasi dari diabetes.
Ablasio retina dapat terjadi secara spontan
atau sekunder setelah trauma, akibat
adanya robekan pada retina, cairan masuk
kebelakang dan mendorong retina
(rhematogen) atau terjadi penimbunan
eksudat dibawah retina sehingga retina
terangkat (non rhegmatogen), atau tarikan
jaringan parut pada badan kaca (traksi).
Penimbunan eksudat terjadi akibat
penyakit koroid, misalnya skleritis,
koroiditis, tumor retrobulbar, uveitis dan
toksemia gravidarum. Jaringan parut pada
badan kaca dapat disebabkan DM,
proliferatif, trauma, infeksi atau pasca
bedah.
Tanda dan Gejala Ablatio Retina :
• Fotopsia, munculnya kilatan cahaya yang
sangat terang di lapang pandang.
• Muncul bintik-bintik hitam yang
beterbangan di lapang pandang (floaters)
• Muncul tirai hitam di lapang pandang
• Tidak ditemukan adanya rasa nyeri atau
nyeri kepala
C. PATOFISIOLOGI
Pada Ablatio Retina cairan dari vitreus
bisa masuk ke ruang sub retina dan
bercampur dengan cairan sub retina.
Ablatio Retina dapat diklasifikasikan
secara alamiah menurut cara
terbentuknya:
1. Ablatio Rhegmatogen terjadi setelah
terbentuknya tulang atau robekan dalam
retina yang menembus sampai badan mata
masuk ke ruang sub retina, apabila cairan
terkumpul sudah cukup banyak dapat
menyebabkan retina terlepas.
2. Ablatio oleh karena tarikan, terjadi saat
retina mendorong ke luar dari lapisan
epitel oleh ikatan atau sambungan jaringan
fibrosa dalam badan kaca.
Ablatio eksudatif, terjadi karena
penumpukan cairan dalam ruang retina
akibat proses peradangan, gabungan dari
penyakit sistemik atau oleh tumor
intraocular, jika cairan tetap berkumpul,
lapisan sensoris akan terlepas dari lapisan
epitel pigmen.

Pathway
Inflamasi intraokuler/ tumor perubahan
dalam viterus

Konsentrasi as. Hidlorunat ber(-)


Peningkatan cairan eksudasi/serosa

Vitreus menjadi makin cair

Vitreus kolaps dan bengkak ke depan

Tarikan retina

Robekan retina

Sel-sel retina dan darah terlepas

Retina terlepas dari epitel berpigmen

Penurunan tajam pandang sentral

Ditandai dengan
• Floater dipersepsikan sebagai titik-titik
hitam kecil/ rumah laba-laba
• Bayangan berkembang/ tirai bergerak
dilapangan padang
D.MANIFESTASI KLINIK
Tabir yang menutupi penglihatan dan
seperti melihat pijaran api, penglihatan
menurun secara bertahap sesuai dengan
daerah yang terkena, bila makula yang
terkena maka daerah sentral yang
terganggu.

E.PENATALAKSANAAN
Menghindari robekan lebih lanjut dengan
memperhatikan penyebabnya, seperti
:Foto koagulasi laser, krioterapi,retinopexy
pneumatic, bila terjadi akibat jaringan
parut dilaku kan vitrektomi, scleral
buckling atau injeksi gas intraokuler.
UsahaPre-operatif :
Sedikitnya 5 – 7 hari sebelum operasi,
penderita sudah harus masuk rumah sakit,
harus tirah baring sempurna (Bedrest
total). Kepala dan mata tidak boleh
digerakan, mata harus di tutup segera,
segala keperluan pen-derita dibantu.
Kedua mata ditetesi midriatik sikloplegik
seperti: Atropin tetes 1 % jangan
menggunakan obat-obat mata dalam
bentuk salep mata karena akan
menghalangi jalannya operasi (kornea
akan keruh akibat salep). Persiapan
lainnya sama dengan persiapan operasi
katarak, operasi ablasio retina mengguna
kan anestesi umum tetapi bila
menggunakan anestesi lokal maka 1 jam
sebelum operasi diberikan luminal (100
mg) atau largactil (100 mg) IM, kemudian
½ jam sesudahnya diberi pethidine (50 mg)
dan phenergan (25 mg) IM.
UsahaPost-operatif :
Faktor-faktor yang harus diperhatikan
dalam perawatan adalah posisi kepala, per-
gerakan mata, obat-obat, lamanya
mobilisasi dan pemeriksaan lanjutan
(follow –up). Posisi kepala dan badan, arah
miringnya kepala, tergantung
posisi/keadaan sewaktu operasi yaitu
kearah mana punksi cairan subretina
dilakukan. Pada robekan yang sangat
besar, posisi kepala dan badan
dipertahankan sedikitnya 12 hari.
Pergerakan mata, bila operasi dilakukan
dengan kombinasi cryo atau diathermi
koagulasi dengan suatu implant atau
scleral buckling, maka kedua mata ditutup
selama 48 – 72 jam sedang badan boleh
bergerak untuk mencegah pergerakan
matanya. Bila hanya menggunakan cryo
atau diathermi saja mata ditutup selama
48 jam samapai cairan subretina diabsobsi.
Bila robekan belum semua tertutup, maka
kedua mata harus ditutup selama 12 – 14
hari, retina menempel kembali dengan
kuat pada akhir minggu ketiga setelah
operasi, karena itu selama periode 3
minggu itu diberikan instruksi sebagai
berikut :
- Jangan membaca.
- Melihat televisi hanya boleh dari jarak 3
meter.
- Mata diusahakan untuk melihat lurus
kedepan, bila berkendaran hendaknya
mata ditutup.
Obat–obat:
Selama 24 jam post-operasi diberikan obat
anti nyeri (analgesik) 3 X 500 mg, bila
mual muntah berikan obat anti muntah.
Sesudah 24 jam tidak perlu diberikan
obat-obat, kecuali bila merasa sakit.
Penggantian balut dilakukan setelah 24
jam, saat itu mata ditetesi dengan Atropin
tetes steril 1 %. Bila kelopak mata
bengkak, diberikan Kortikosteroid lokal
disertai babat tindih (druk verban) dan
kompres dingin.

ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Data Subyektif
• Pasien mengeluh tiba-tiba melihat kilatan
cahaya terang dan bintik-bintik hitam
yang beterbangan di ruang pandang.
• Pasien mengeluh melihat tirai yang
menutupi lapang pandang.
• Pasien menyatkan takut dan cemas
karena kehilangan fungsi penglihatan
secara tiba-tiba.
b. Data Obyektif
• Dengan pemeriksaan ophtalmoskop
indirek terlihat gambaran gelembung abu-
abu atau lipatan-lipatan pada retina yang
bergetar dan bergerak
• Aktifitas pasien terbatas
• Mata pasien tertutup dengan gaas
• Pasien mendapat obat tetes mata
midryatil
• Wajah pasien tampak tegang dan cemas
• Pada pemeriksaan visus : OD 1/4 Os 2/60

Fokus pengkajian
• Klien mengeluh ada bayangan hitam
bergerak.
• Gangguan lapang pandang.
• Melihat benda bergerak seperti tirai.
• Bila mengenai macula visus sentral
sangat menurun
• Terjadi secara tiba-tiba/ perlahan-lahan
• Pemeriksaan funduskopi, blade, tear, hole
• Diperlukan tindakan pembedahan/
operasi.

Pemeriksaan Penunjang pada Ablatio


Retina:

Pada pemeriksaan Funduskopi terlihat


retina yang terangkat berwarna pucat dan
adanya retina yang berwarna merah,
sering ditemukan pada daerah temporal
superior. Bila bola mata bergerak terlihat
robekan retina bergoyang, terdapat defek
aferen pupil tekanan bola mata rendah.
Bila tekanan bila mata meningkat maka
terjadi glaukoma neomuskular pada Ablasi
yang lama.
• Pemeriksaan visus
• Ophtalmoskop indirek
• USG mata
• Campur Visi

1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pre-operasi yang
mungkin terjadi
a. Perubahan persepsi sensori melihat
berhubungan dengan efek dari lepasnya
saraf sensori dari retina.
Tujuan:
Tidak terjadi kehilangan penglihatan yang
berlanjut.
Kriteria:
• Klien memahami pentingnya perawatan
yang intensif/ bedrest total.
• Klien mampu menjelaskan resiko yang
akan terjadi sehubungan dengan
penyakitnya.
Rencana tindakan:
INTERVENSI RASIONAL
Anjurkan klien untuk bedrest total Agar
lapisan saraf yang terlepas tidak
bertambah parah.
Berikan penjelasan tujuan bedrest total
Agar klien mematuhi dan mengerti
maksud pemberian/ perlakuan bedrest
total.
INTERVENSI RASIONAL
Hindari pergerakan yang mendadak,
menghentakkan kepala, menyisir, batuk,
bersin, muntah. Mencegah bertambah
parahnyalapisan saraf retina yang terlepas.
Jaga kebersihan mata Mencegah
terjadinya infeksi, agar mempeermudah
pemeriksaan dan tindakan operasi.
Berikan obat tetes mata midriatik-
sikloplegikdan obat oral sesuai anjuran
dokter. Diharapkan dengan pemberian
obat-obat tersebut kondisi penglihatan
dapat dipertahankan/ dicegah agar tidak
menjadi parah.

b. Ansietas yang berhubungan dengan


ancaman kehilangan penglihatan
Tujuan;
Kecemasan berkurang.
Kriteria hasil:
• Klien mampu menggambarkan ansietas
dan pola kopingnya.
• Klien mengerti tentang tujuan perawatan
yang diberikan/ dilakukan.
• Klien memahami tujuan operasi,
pelaksanaan ooperasi, pasca operasi,
prognosisnya (bila dilakukan operasi).
Rencana tindakan:
INTERVENSI RASIONAL
Kaji tingkat ansietas: ringan, sedang,
berat, panik. Untuk mengetahui sampai
sejauh mana tingkat kecemasan klien
sehingga memudahkan penanganan/
pemberian askep selanjutnya.
Bnerikan kenyamanan dan ketentraman
hati. Agar klien tidak terlalu memikirkan
penyakitnya.
Berikan penjelasan mengenai prosedur
perawatan, perjalanan penyakit, dan
prognosisnya. Agar klien mengetahui/
memahami bahwa ia benar sakit dan perlu
dirawat.
INTERVENSI RASIONAL
Berikan/ tempatkan alat pemanggil yang
mudah dijangkau oleh klien. Agar klien
merasa aman dan terlindungi saat
memeerlukan bantuan.
Gali intervensi yang dapat menurunkan
ansietas. Untuk mengetahui cara mana
yang efektif untuk menurunkan/
mengurangi ansietas.
Berikan aktivitas yang dapat menurunkan
kecemasan/ ketegangan. Agar klien dengan
senang hati melakukan aktivitas karena
sesuai dengan keinginannya dan tidak
bertentangan dengan program perawatan.

c. Resiko terhadapketidakefektifan
penatalaksanaan program terapeutik yang
berhubungan dengan ketidakcukupan
pengetahuan tentang aktivitas yang
diperbolehkan dan yang dibatasi, obat-
obatan, komplikasi, dan perawatan tindak
lanjut.
Tujuan:
Klien mampu berintegrasi dengan
program terapeutik yang direncanakan/
dilakukan untuk pengobatan, akibat dari
penyakit dan penurunan situasi beresiko
(tidak aman, polusi).
Kriteria hasil:
• Klien mengungkapkan ansietas
berkurang tentang ketakutan karena
ketidaktahuan, kehilangan kontrol atau
kesalahan persepsi.
• Menggambarkan proses penyakit,
penyebab, dan factor penunjang pada
gejala dan aturan untuk penyakit atau
kontrol gejala.
• Mengungkapkan maksud/ tujuan untuk
melakukan perilaku kesehatan yang
diperlukan dan keinginan untuk pulih dari
penyakit dan penjegahan kekambuhan
atau komplikasi.

Rencana tindakan:
INTERVENSI RASIONAL
Identifikasi faktor-faktor penyebab yang
menghalangi penata laksanaan program
terapeutik yang efektif. Agar diketahui
penyebab yang menghalangi sehingga
dapat segera diatasi sesuai prioritas.
Bangun rasa percaya diri. Agar klien
mampu melakukan aktifitas sendiri/
dengan bantuan orang lain tanpa
mengganggu program perawatan.
Tingkatkan rasa percaya diri dan
kemampuan diri klien yang positif. Agar
klien mampu dan mau melakukan/
melaksanakan program perawatan yang
dianjurkan tanpa mengurangi peran
sertanya dalam pengobatan/ perawatan
dirinya.
Jelaskan dan bicarakan; proses penyakit,
aturan pengobatan/ perawatan, efek
samping prognosis penyakitnya. Klien
mengerti dan menyadari bahwa
penyakitnya memerlukan suatu tindakan
dan perlakuan yang tidak menyenangkan

DAFTAR PUSTAKA
http://knol.google.com/k/mohammad-
andito/ablasio-ablatio-
retina/mkhc7n3ejyzc/2#

http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/0
5/asuhan-keperawatan-pasien-dengan.html

http://medicastore.com/penyakit/984/Ablas
io_Retina.html

http://myflazer.blogspot.com/2009/03/ablasi
o-retina.html

http://masternursing.blogspot.com/2009/07
/normal-0-false-false-false_1477.html

ABLASIO RETINA
Posted on Juni 4, 2008. Filed under: Tak Berkategori |

ABLASIO RETINA

A. Pendahuluan
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan
cahaya. Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri dari lapisan-lapisan badan
sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak sederhana apabila dibandingkan dengan
struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual
retina diuraikan oleh otak, dan persepsi warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks.1,2

Retina merupakan jaringan neurosensoris yang terbentuk dari perpanjangan sistem saraf pusat sejak
embriogenesis. Retina berfungsi untuk mengubah energi cahaya menjadi impuls listrik yang kompleks yang
kemudian ditransmisikan melalui saraf optik, chiasma optik, dan traktus visual menuju korteks occipital sehingga
menghasilkan persepsi visual. Bagian sentral retina atau daerah makula sebagian besar terdiri dari fotoreseptor
kerucut yang digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik), sedangkan bagian perifer retina
sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang yang digunakan untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).2,3

Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina dari
sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Brunch.
Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlengketan struktural dengan koroid
atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. 1

Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan mengakibatkan
gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan
fungsi penglihatan yang menetap.1

B. Epidemiologi

Istilah “ablasio retina” (retinal detachment) menandakan pemisahan retina sensorik dari epitel pigmen
retina. Terdapat tiga jenis utama ablasio retina, yaitu: ablasio retina regmatogenosa, epitel retina traksi (tarikan), dan
ablasio retina eksudatif.2

Insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan prevalensi 0,3%. Sumber lain
menyatakan bahwa insidens ablasio retina di Amerika Serikat adalah 12,5:100.000 kasus per tahun atau sekitar
28.000 kasus per tahun.

Secara internasional, faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia 40-50%, operasi katarak
(afakia, pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuler 10-20%. Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia 40-70 tahun,
tetapi bisa terjadi pada anak-anak dan remaja lebih banyak karena trauma.4

Ablasio retina regmatogenosa merupakan ablasio retina yang paling sering terjadi. Sekitar 1 dari 10.000
populasi normal akan mengalami ablasio retina regmatogenosa. Kemungkinan ini akan meningkat pada pasien yang:

• Memiliki miopia tinggi;


• Telah menjalani operasi katarak, terutama jika operasi ini mengalami komplikasi kehilangan
vitreus;
• Pernah mengalami ablasio retina pada mata kontralateral;
• Baru mengalami trauma mata berat.5
C. Anatomi
Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus pandang. Yang terlihat merah
pada fundus adalah warna koroid. Retina terdiri dari macam-macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan pengokoh
yang terdiri dari serat-serat Mueller, membrane limitans interna dan eksterna, serta sel-sel glia.7

Pada kehidupan embrio, dari optic vesicle terbentuk optic cup, di mana lapisan luar membentuk lapisan
epitel pigmen dan lapisan dalam membentuk lapisan dalam lainnya. Di antara kedua lapisan ini terdapat celah
potensial. Bila terjadi robekan di retina, maka cairan badan kaca akan melalui robekan ini, masuk ke dalam celah
potensial dan melepaskan lapisan batang dan kerucut dari lapisan epitel pigmen, maka terjadilah ablasio retina.
Keadaan ini tidak boleh berlangsung lama, oleh karena lapisan batang dan kerucut mendapat makanan dari kapiler
koroid, sedang bagian-bagian lain dari retina mendapat nutrisi dari pembuluh darah retina sentral, yang cabang-
cabangnya terdapat di dalam lapisan urat saraf.7

Retina menjalar ke depan dan makin ke depan, lapisannya berubah makin tipis dan berakhir di ora serrata,
di mana hanya didapatkan satu lapisan nuklear. Makin ke perifer makin banyak batang daripada kerucut, batang-
batang itu telah mengadakan modifikasi menjadi tipis-tipis. Epitel pigmen dari retina kemudian meneruskan diri
menjadi epitel pigmen yang menutupi badan siliar dan iris. 7

Di mana aksis mata memotong retina, terletak makula lutea. Di tengah-tengahnya terdapat lekukan dari
fovea sentralis. Pada funduskopi, tampak makula lutea lebih merah dari sekitarnya dan pada tempat fovea sentralis
seolah-olah ada cahaya, yang disebut refleks fovea, yang disebabkan lekukan pada fovea sentralis. Besar makula
lutea 1-2 mm. Daerah ini daya penglihatannya paling tajam, terutama di fovea sentralis. Struktur makula lutea: 7

1. Tidak ada serat saraf;


2. Sel-sel ganglion sangat banyak dipinggir-pinggirnya, tetapi di makula sendiri tidak ada;
3. Lebih banyak kerucut daripada batang dan telah bermodifikasi menjadi tipis-tipis. Di fovea sentralis hanya
terdapat kerucut.
Nasal dari makula lutea, kira-kira pada jarak 2 diameter papil terdapat papilla nervi optisi, yaitu tempat di
mana N II menembus sklera. Papil ini hanya terdiri dari serabut saraf, tidak mengandung sel batang dan kerucut
sama sekali. Bentuk papil lonjong, berbatas tegas, pinggirnya lebih tinggi dari retina sekitarnya. Bagian tengahnya
ada lekukan yang tampak agak pucat, besarnya 1/3 diameter papil, yang disebut exkavasi fisiologis. Dari tempat
inilah keluar arteri dan vena sentral yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal, juga ke atas dan ke
bawah.

Pada pemeriksaan funduskopi, dinding pembuluh darah tidak dapat dilihat. Yang tampak pada pemeriksaan
adalah kolom darah. Arteri diameternya lebih kecil, dengan perbandingan a:v = 2:3. Warnanya lebih merah,
bentuknya lebih lurus-lurus, di tengahnya terdapat refleks cahaya. Vena lebih besar, warna lebih tua, bentuk lebih
berkelok-kelok.7

A. retina sentralis mengurus makanan lapisan-lapisan retina sampai dengan membrana limitans eksterna. Di
daerah makula lutea, yang terutama terdiri dari sel batang dan sel kerucut tidak terdapat cabang dari A. retina
sentralis, oleh karena daerah ini mendapat nutrisi dari kapiler koroid.7

Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina,dan terdiri atas lapisan1 :

1) Epitel pigmen retina(RPE) : terbentuk atas satu lapisan sel yang melekat longgar pada retina kecuali
di perifer(ora serata).
2) Fotoreseptor : merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping
dan sel kerucut.
3) Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
4) Lapis nukleus luar : merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.Ketiga lapis diatas
avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
5) Pleksiform luar : merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan
sel bipolar dan sel horizontal.
6) Nukleus dalam : merupakan tubuh sel bipolar,sel horizontal dan sel Muller.Lapis ini mendapat
metabolisme dari arteri retina sentral.
7) Pleksiform dalam : merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinaps sel bipolar,sel amakrin
dengan sel ganglion.
8) Sel ganglion : merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
9) Serabut saraf : merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan
ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
10) Membran limitan interna : merupakan membrane hialin antara retina dan badan kaca.

D. Patofisiologi

Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel optik
embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur dapat berpisah :5

1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat memasuki ruangan
subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio regmatogenosa).
2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya seperti pada retinopati
proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional).
3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat proses eksudasi, yang dapat
terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif)
Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan retina atau lubang retina. Sering
terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata afakia. Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah
degenerasi retina perifer (degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap melekat
pada daerah retina tertentu, cedera, dan sebagainya.12

Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid. Sklerosis dan sumbatan
pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya perdarahan ke retina. Hal semacam ini juga bisa
terjadi pada miopia karena teregangnya dan menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama terjadi di
daerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10
sampai 15 tahun lebih awal daripada mata emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi pada mata
miopia daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai 4% dari semua mata afakia, yang berarti
100 kali lebih sering daripada mata fakia.12

Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa lebih awal daripada mata
normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari asam hialuron sehingga kerangka badan kaca
mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya badan
kaca kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak menekan retina pada
epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan
kaca yang kuat biasanya terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi
katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerakan mata bahkan akan lebih kuat lagi. Sekali terjadi robekan
retina, cairan akan menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen dan koroid.12

E. Klasifikasi
Klasifikasi ablasio retina berdasarkan etiologinya, terdiri atas :1

1. Ablasio retina regmatogenosa

Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat adanya robekan pada retina
sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh
badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina
sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.
Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang kadang-kadang
terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada lapangan
penglihatan.
Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya karena dapat
mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio retina bila dilepasnya retina
mengenai makula lutea.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan
pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.
Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasio) bergoyang. Kadang-kadang terdapat
pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun.
Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskular glaukoma pada ablasio yang
telah lama.
2. Ablasio retina tarikan atau traksi

Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang
akan mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.
Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes mellitus proliferatif,
trauma dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.
3. Ablasio retina eksudatif
Ablasio retina eksudatif adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina
dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah
retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini disebabkan penyakit koroid. Pada ablasio tipe ini penglihatan
dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasio ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah
penyebabnya berkurang atau hilang.

F. Diagnosis1,4,5,8,9,10
Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan
penunjang, sebagai berikut :

1. Anamnesis
Gejala yang sering dikeluhkan pasien, adalah:

- Floaters (terlihat benda melayang-layang), yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya
darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri.
- Fotopsia/ light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya cahaya di sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu
mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.
- Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang
semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang
lebih berat.
2. Pemeriksaan oftalmologi
- Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea ataupun
terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan
sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat.
- Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup tabir dan dapat terlihat
skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina, pada lapangan pandang akan terlihat pijaran api seperti
halilintar kecil dan fotopsia.
- Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio retina dengan
menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini ablasio retina dikenali dengan hilangnya
refleks fundus dan pengangkatan retina. Retina tampak keabu-abuan yang menutupi gambaran vaskuler koroid.
Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika
mata bergerak. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid
dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus yang terdiri dari darah dan pigmen atau ruang
retina dapat ditemukan mengambang bebas.

3. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta antara lain
glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah.
- Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga digunakan untuk mendiagnosis
ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti proliverative vitreoretinopati, benda
asing intraokuler. Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan
ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.
- Scleral indentation
- Fundus drawing
- Goldmann triple-mirror
- Indirect slit lamp biomicroscopy

G. Penatalaksanaan
Prinsip Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisan neurosensorik ke
lapisan epitel pigmen retina. Penanganannya dilakukan dengan pembedahan, pembedahan ablasio retina dapat
dilakukan dengan cara:6,10,11

1. Retinopeksi pneumatik
Retinopati pneumatik merupakan cara yang paling banyak pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika
terdapat robekan tunggal pada superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan
gelembung gas ke dalam vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina. Jika robekan dapat ditutupi oleh
gelembung gas, cairan subretinal akan menghilang 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kryopeksi
sebelum balon disuntikkan. Pasien harus mempertahankan posisi head precise selama 7-10 hari untuk meyakinkan
gelembung terus menutupi robekan retina.
2. Scleral buckle

Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama tanpa disertai komplikasi
lainnya. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung lokasi dan jumlah robekan retina. Sabuk ini biasanya
terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Pertama-tama dilakukan kryopeksi atau laser untuk
memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga
terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan
menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari.

3. Vitrektomi

Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes, ablasio
regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau hemoragik vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat
insisi kecil pada bola mata kemudian memasukkan instrumen hingga ke cavum melalui pars plana. Setelah itu
pemotongan vitreus dengan pemotong vitreus. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab
ablasio.

H. Diagnosis Banding
- Retinoschisis degeneratif, yaitu degenerasi peripheral tipikal sering ditemukan pada orang dewasa,
berlanjut dan meninggi 2-3 mm posterior ke ora serrata. Daerah yang degenerasi tampak adanya gelembung
dan paling mudah diamati adanya depresi skleral. Kavitas kistoid pada lapisan pleksiform luar mengandung
hyalorinidase-mukopolisakarida sensitif. Komplikasi yang diketahui dari degenerasi kistoid yang tipikal
adalah koalesensi dan ekstensi kavitas dan peningkatan kearah retinoskisis degenerasi tipikal. Gejala
fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi vitreoretinal. Defek lapangan pandang jarang. 10,11
-
Choroidal detachment, gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi viteroretinal. Defek
lapangan pandang ada pada mata dengan detachment choroidal yang luas.10

I. Komplikasi
Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling umum terjadi pada
ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau persepsi cahaya adalah komplikasi yang
sering dari ablasio retina yang melibatkan makula.4
Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami komplikasi, maka dapat timbul
perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif, PVR). PVR dapat menyebabkan traksi pada
retina dan ablasio retina lebih lanjut.2,5
J. Prognosis
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio, diagnosisnya dan tindakan
bedah yang dilakukan.12
Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika telah
berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka hasil
penglihatan sangat baik. Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan
sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.2,5

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, dkk. Ablasio retina. In: Sari ilmu penyakit mata. Cetakan ke-4. Gaya Baru Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2004: 9,10,183-6.
2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Ablasi retina. In: Oftalmologi umum. 14th ed. Widya Medika. Jakarta;
2006:197, 207-9.
3. Olsen TW. Retina. In: Primary care ophtahalmology. Palay DA, Krachmer JH. Pr, editors. 2 nd ed. Elsevier
Mosby. Philadelphia;2005. 183-6.
4. Gregory Luke Larkin.Retinal Detachment.EMedicine [Online] Available from :

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ABLASIO RETINA

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ABLASIO RETINA

Merupakan penyakit mata gawat darurat, penderita mengeluh ada kabut dilapangan pandangnya
secara mendadak seperti selubung hitam. Kalau mengenai makula lutea maka visusnya mundur
sekali, bila ditanya mungkin ditemukan gejala ada bintik hitam sebelumnya dan penderita miopia
tinggi.
Ablasia retina adalah suatu penyakit dimana lapisan sensorik dari retina lepas. Lepasnya bagian
sensorik retina ini biasanya hampir selalu didahului oleh terbentuknya robekan atau lubang
didalam retina (P.N Oka, 1993), lepasnya lapisan saraf retina dari epitelium. Penyakit ini harus
dioperasi, penderita tidak boleh terlalu banyak bergerak dan goyang supaya bagian retina yang
sudah lepas, tidak bertambah lepas lagi.
Ada 2 tipe ablasio retina :
Non rhemathogen retina detachmen :
a. Malignancy hypertensi
b. Choriodal tumor
c. Chorioditis
d. Retinopati
Rhemathogen retina detachmen :
a. Trauma
b. Degenerasi
c. Kelainan vitreus
Etiologi :
Ablasio retina dapat terjadi secara spontan atau sekunder setelah trauma, akibat adanya robekan
pada retina, cairan masuk kebelakang dan mendorong retina (rhematogen) atau terjadi
penimbunan eksudat dibawah retina sehingga retina terangkat (non rhegmatogen), atau tarikan
jaringan parut pada badan kaca (traksi). Penimbunan eksudat terjadi akibat penyakit koroid,
misalnya skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, uveitis dan toksemia gravidarum. Jaringan parut
pada badan kaca dapat disebabkan DM, proliferatif, trauma, infeksi atau pasca bedah.
Faktor predisposisi :
Mata dengan miopia tinggi, pasca retinitis,ekstraksi katarak dan retina yang memperlihatkan
degenerasi diperifer.
Manifestasi klinis :
Tabir yang menutupi penglihatan dan seperti melihat pijaran api, penglihatan menurun secara
bertahap sesuai dengan daerah yang terkena, bila makula yang terkena maka daerah sentral yang
terganggu.
Pemeriksaan penunjang :
Pada pemeriksaan Funduskopi terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dan adanya retina
yang berwarna merah, sering ditemukan pada daerah temporal superior. Bila bola mata bergerak
terlihat robekan retina bergoyang, terdapat defek aferen pupil tekanan bola mata rendah. Bila
tekanan bila mata meningkat maka terjadi glaukoma neomuskular pada Ablasi yang lama.
Penatalaksanaan :
Menghindari robekan lebih lanjut dengan memperhatikan penyebabnya, seperti :Foto koagulasi
laser, krioterapi,retinopexy pneumatic, bila terjadi akibat jaringan parut dilaku kan vitrektomi,
scleral buckling atau injeksi gas intraokuler.
Usaha Pre-operatif :
Sedikitnya 5 – 7 hari sebelum operasi, penderita sudah harus masuk rumah sakit, harus tirah
baring sempurna (Bedrest total). Kepala dan mata tidak boleh digerakan, mata harus di tutup
segera, segala keperluan pen-derita dibantu. Kedua mata ditetesi midriatik sikloplegik seperti:
Atropin tetes 1 % jangan menggunakan obat-obat mata dalam bentuk salep mata karena akan
menghalangi jalannya operasi (kornea akan keruh akibat salep). Persiapan lainnya sama dengan
persiapan operasi katarak, operasi ablasio retina mengguna kan anestesi umum tetapi bila
menggunakan anestesi lokal maka 1 jam sebelum operasi diberikan luminal (100 mg) atau
largactil (100 mg) IM, kemudian ½ jam sesudahnya diberi pethidine (50 mg) dan phenergan (25
mg) IM.
Usaha Post-operatif :
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perawatan adalah posisi kepala, per-gerakan mata,
obat-obat, lamanya mobilisasi dan pemeriksaan lanjutan (follow –up). Posisi kepala dan badan,
arah miringnya kepala, tergantung posisi/keadaan sewaktu operasi yaitu kearah mana punksi
cairan subretina dilakukan. Pada robekan yang sangat besar, posisi kepala dan badan
dipertahankan sedikitnya 12 hari. Pergerakan mata, bila operasi dilakukan dengan kombinasi
cryo atau diathermi koagulasi dengan suatu implant atau scleral buckling, maka kedua mata
ditutup selama 48 – 72 jam sedang badan boleh bergerak untuk mencegah pergerakan matanya.
Bila hanya menggunakan cryo atau diathermi saja mata ditutup selama 48 jam samapai cairan
subretina diabsobsi. Bila robekan belum semua tertutup, maka kedua mata harus ditutup selama
12 – 14 hari, retina menempel kembali dengan kuat pada akhir minggu ketiga setelah operasi,
karena itu selama periode 3 minggu itu diberikan instruksi sebagai berikut :
- Jangan membaca.
- Melihat televisi hanya boleh dari jarak 3 meter.
- Mata diusahakan untuk melihat lurus kedepan, bila berkendaran hendaknya mata di tutup.
Obat – obat :
Selama 24 jam post-operasi diberikan obat anti nyeri (analgesik) 3 X 500 mg, bila mual muntah
berikan obat anti muntah. Sesudah 24 jam tidak perlu diberikan obat-obat, kecuali bila merasa
sakit. Penggantian balut dilakukan setelah 24 jam, saat itu mata ditetesi dengan Atropin tetes
steril 1 %. Bila kelopak mata bengkak, diberikan Kortikosteroid lokal disertai babat tindih (druk
verban) dan kompres dingin.
Follow Up:
Setelah pulang, penderita kontrol tiap 1 minggu, 3 minggu, 6 minggu kemudian tiap 3, 6 dan 12
bulan. Refraksi stabil setelah 3 bulan pasca bedah. Visus terlihat kemajuannya setelah 1 tahun
pasca bedah.
Prognosis :
90 % detachmen retina setelah enam bulan melekat baik tidak akan lepas lagi.

Fokus pengkajian :
- Klien mengeluh ada bayangan hitam bergerak
- Gangguan lapangan pandang
- Melihat bendan bergerak seperti tirai
- Bila mengenai makula visus sentral sangat menurun
- Terjadi secar tiba-tiba/perlahan-lahan
- Pemeriksaan funduskopi, blade, tear, hole
- Diperlukan tindakan pembedahan/operasi.

Diagnosa perawatan Pre-operasi yang mungkin terjadi


Perubahan persepsi sensori melihat berhubungan dengan efek dari lepasnya saraf sensori dari
retina.
Tujuan :
Tidak terjadi kehilangan penglihatan yang berlanjut.
Kriteria :
- Klien memahami pentingnya parawatan yang intensif/bedrest total.
- Klien mampu menjelaskan resiko yang akan terjadi sehubungan dengan penyakitnya.
Rencana Intervensi :
INTERVENSI
RASIONAL
Anjurkan klien untuk bedrest total
Agar lapisan saraf yang telepas tidak bertambah parah.
Berikan penjelasan tujuan bedrest total
Agar klien mematuhi dan mengerti maksud pemberian /perlakuan bedrest total.
Hindari pergerakan yang mendadak, meng-
hentakkan kepala,menyisir,batuk,bersin, muntah
Mencegah bertamabh parahnya lapisan saraf retina yang terlepas .
Jaga kebersihan mata
Mencegah terjadinya infeksi,agar mem permudah pemeriksaan dan tindakan operasi.
Berikan obat tetes mata midriatik-sikloplegik dan obat oral sesuai anjuran dokter.
Diharapkan dengan pembnerian obat-obat
Kondisi penglihatan dapat dipertahankan/
Dicegah agar tidak menjadi parah
Ansietas yang berhubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan
Tujuan :
Kecemasan berkurang
Kriteria :
- Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola kopingnya.
- Klien mengerti tentang tujuan perawatan yang diberikan/dilakukan.
- Klien memahami tujuan operasi, pelaksanaan operasi, pasca operasi, prognosisnya (bila
dilakukan operasi).
Rencana Intervensi :
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji tingkat ansietas : ringan,sedang,berat,panik
Untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kecemasan klien sehingga memu-dahkan
penanganan/pemberian askep se-lanjutnya.
Berikan kenyaman dan ketentraman hati
Agar klien tidak terlalu memikirkan penyakitnya.
Berikan penjelasan mengenai prosedur perawatan,perjalanan penyakit & progno-sisnya.
Agar klien mengetahui/memahami bahwa ia benar sakit dan perlu dirawat.
Berikan/tempatkan alat pemanggil yang mudah dijangkau oleh klien
Agar klien merasa aman dan terlindungi saat memerlukan bantuan.
Gali intervensi yang dapat menurunkan ansietas.
Untuk mengetahui cara mana yang efektif untuk menurunkan/mengurangi ansietas.
Berikan aktivitas yang dapat menurunkan kecemasan/ketegangan.
Agar klien dengan senang hati melakukan aktivitas karena sesuai dengan keinginan-nya dan
tidak bertentangan dengan prog-ram perawatan.

Resiko terhadap ketidak efektifan penatalaksanaan program teapeutik yang berhubung-an dengan
ketidak cukupan pengetahuan tentang aktivitas yang diperbolehkan dan yang dibatasi, obat-
obatan,komplikasi dan perawatan tindak lanjut.
Tujuan :
Klien mampu berintegrasi dengan program terapeutik yang direncanakan/dilakukan untuk
pengobatan, akibat dari penyakit dan penurunan situasi berisiko (tidak aman, polusi).
Kriteria :
- Klien mengungkapkan ansietas berkurang tentang ketakutan karena ketidak tahuan, kehilangan
kontrol atau kesaahan persepsi.
- menggambarkan proses penyakit, penyebab dan faktor penunjang pada gejala dan aturan untuk
penyakit atau kontrol gejala.
- Mengungkapkan maksud/tujuan untuk melakukan perilaku kesehatan yang diperlukan dan
keinginan untuk pulih dari penyakit dan pencegahan kekambuhan atau komplikasi.

Rencana Intervensi :
INTERVENSI
RASIONAL
Identifikasi faktor-faktor penyebab yang menghalangi penata laksanaan program terapeutik yg
efektif.
Agar diketahui penyebab yg mengha-langi sehingga dpt segera diatasi sesuai prioritas.
Bangun rasa percaya diri.
Agar klien mampu melakukan aktifitas sendiri/dengan bantuan orang lain tanpa mengganggu
program perawatan.
Tingkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri klien yang positif.
Agar klien mampu dan mau melakukan/ melaksanakan program perawatan yang dianjurkan
tanpa mengurangi peran ser-tanya dalam pengobatan/ perawatan diri-nya.
Jelaskan dan bicarakan: proses penyakit, aturan pengobatan/perawatan,efek sam-ping prognosis
penyakitnya.
Klien mengerti dan menyadari bahwa penyakitnya memerlukan suatu tindakan & perlakuan yang
tidak menyenangkan.

ABLASIO RETINA
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Ablasio Retina adalah terpisahnya/terlepasnya retina dari jaringan


penyokong di bawahnya. Jaringan saraf yang membentuk bagian peka cahaya
pada retina membentuk suatu selaput tipis yang melekat erat pada jaringan
penyokong di bawahnya.

Jika kedua lapisan tersebut terpisah, maka retina tidak dapat berfungsi
dan jika tidak kembali disatukan bisa terjadi kerusakan permanen.

Ablasio bisa bermula di suatu daerah yang kecil, tetapi jika tidak diobati,
seluruh retina bisa terlepas. Pada salah satu bentuk ablasio, retina betul-betul
mengalami robekan. Bentuk ablasio ini biasanya terjadi pada penderita miopia
atau penderita yang telah menjalani operasi katark atau penderita cedera mata.

Pada ablasio lainnya, retina tidak robek tetapi terpisah dari jaringan di
bawahnya.Pemisahan ini terjadi jika gerakan cairan di dalam bola mata menarik
retina atau jika cairan yang terkumpul diantara retina dan jaringan di bawahnya
mendorong retina.

B. Etiologi
Retina merupakan selaput transparan di bagian belakang mata yang
mengolah bayangan yang difokuskan di retina oleh kornea dan lensa.

Ablasio retina seringkali dihubungkan dengan adanya robekan atau


lubang pada retina, sehingga cairan di dalam mata merembes melalui robekan
atau lubang tersebut dan menyebabkan terlepasnya retina dari jaringan di
bawahnya.

Hal tersebut bisa terjadi akibat:

# Trauma

# Proses penuaan

# Diabetes berat

# Penyakit peradangan.

Tetapi ablasio retina sering kali terjadi secara spontan. Pada bayi
prematur, ablasio retina bisa terjadi akibat retinopati akibat prematuritas.
Selama proses terlepasnya retina, perdarahan dari pembuluh darah retina yang
kecil bisa menyebabkan kekeruhan pada bagian dalam mata yang dalam
keadaan normal terisi oleh humor vitreus. Jika terjadi pelepasan makula, akan
terjadi gangguan penglihatan pusat lapang pandang.

Faktor resiko terjadinya ablasio retina adalah:

- Rabun dekat

- Riwayat keluarga dengan ablasio retina

- Diabetes yang tidak terkontrol

- Trauma.

C. Manifestasi Klinik

Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan


gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya,
serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.
Hilangnya fungsi penglihatan awalnya hanya terjadi pada salah satu
bagian dari lapang pandang, tetapi kemudian menyebar sejalan dengan
perkembangan ablasio. Jika makula terlepas, akan segera terjadi gangguan
penglihatan dan penglihatan menjadi kabur.

D. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.


Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina :

# Oftalmoskopi direk dan indirek

# Ketajaman penglihatan

# Tes refraksi

# Respon refleks pupil

# Gangguan pengenalan warna

# Pemeriksaan slit lamp

# Tekanan intraokuler,/I>

# USG mata

# Angiografi fluoresensi

# Elektroretinogram.

E. Penatalaksanaan

Pembedahan laser bisa digunakan untuk menutup lubang atau robekan


pada retina yang biasanya ditemukan sebelum terjadinya ablasio. Dengan
kriopeksi (pemberian dingin dengan jarum es) akan terbentuk jaringan parut
yang melekatkan retina pada jaringan di bawahnya.Teknik ini digunakan
bersamaan dengan penyuntikan gelembung udara dan kepala dipertahankan
pada posisi tertentu untuk mencegah penimbunan kembali cairan di belakang
retina.
Penempelan kembali retina melalui pembedahan terdiri dari pembuatan
lekukan pada sklera (bagian putih mata) untuk mengurangi tekanan pada retina
sehingga retina kembali menempel.

D. Pencegahan

Gunakan kaca mata pelindung untuk mencegah terjadinya trauma pada


mata. Penderita diabetes sebaiknya mengontrol kadar gula darahnya secara
seksama. Jika anda memiliki resiko menderita ablasio retina, periksakan mata
minimal setahun sekali.

PENUTUP

Kesimpulan

Ablasio Retina adalah terpisahnya/terlepasnya retina dari jaringan


penyokong di bawahnya. Jaringan saraf yang membentuk bagian peka cahaya
pada retina membentuk suatu selaput tipis yang melekat erat pada jaringan
penyokong di bawahnya.

Ablasio retina seringkali dihubungkan dengan adanya robekan atau


lubang pada retina, sehingga cairan di dalam mata merembes melalui robekan
atau lubang tersebut dan menyebabkan terlepasnya retina dari jaringan di
bawahnya.

Hal tersebut bisa terjadi akibat:

# Trauma

# Proses penuaan

# Diabetes berat

# Penyakit peradangan,

Kritik dan Saran

Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui


tentang penyakit Ablasio Retina. Walaupun dalam makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA

Apotik online dan media informasi obat - penyakit :: m e d i c a s t o r e . c o m

Kapita selekta I Hal 64.

Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Prof. Dr. Sidarta Ilyas

Oftalmologi Umum. Daniael Vaughan Tailos Absury. Jakarta : Widya Medika. 1996
Hal 205

Asuhan keperawatan ablasio retina

ASUHAN KEPERAWATAN ABLASIO RETINA

Ablasio adalah suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina,ablasio retina
merupakan masalah mata yang serius dan memerlukan perawatan yang serius pula.

PENGERTIAN

Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel
berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung batang
dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak
mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer,
Suzanne, 2002).

PENYEBAB
a. Malformasi kongenital
b. Kelainan metabolisme
c. Penyakit vaskuler
d. Inflamasi intraokuler
e. Neoplasma
f. Trauma
g. Perubahan degeneratif dalam vitreus atau retina
(C. Smelzer, Suzanne, 2002).
MANIFESTASI KLINIS

• Riwayat melihat benda mengapung atau pendaran cahaya atau keduanya


• Floater dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/rumah laba-laba
• Pasien akan melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang pandang ketika retina
benar-benar terlepas dari epitel berpigmen
• Penurunan tajam pandangan sentral aau hilangnya pandangan sentral menunjjukkan bahwa
adanya keterlibatan makula

PENATALAKSANAAN

? Tirah baring dan aktivitas dibatasi


? Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan oranglain untuk mencegah cidera
? Jika terdapat gelombang udara di dalam mata, posisi yang dianjurkan harus dipertahannkan
sehingga gas mampu memberikan tamponade yang efektif pada robekan retina
? Pasien tidak boleh terbaring terlentang
? Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan paska operasi
? Cara Pengobatannya:
• Prosedur laser
Untuk menangani ablasio retina eksudatif/serosa sehubungan dengan proses yang berhubungan
dengan tumor atau inflamasi yang menimbulkan cairansubretina yang tanpa robekan retina.
Tujuannya untuk membentuk jaringan parut pada retina sehingga melekatkannya ke epitel
berpigmen.
• Pembedahan
Retinopati diabetika /trauma dengan perdarahan vitreus memerlukan pembedahan vitreus untuk
mengurangi gaya tarik pada retina yang ditimbulkan.
Pelipatan (buckling) sklera merupakan prosedur bedah primer untuk melekatkan kembali retina.
• Krioterapi transkleral
Dilakukan pada sekitar tiap robekan retina menghasilkan adhesi korioretina yang melipat
robekan sehingga cairan vitreus tak mampu lagi memasuki rongga subretina. Sebuah/ beberapa
silikon (pengunci) dijahitkan dan dilipatkan ke dalam skler, secara fisik akan
mengindensi/melipat sklera, koroid, danlapisan fotosensitif ke epitel berpigmen, menahan
robekan ketika retina dapat melekat kembali ke jaringan pendukung dibawahnya, maka fungsi
fisiologisnya ormalnya dapat dikembalikan.
(C. Smelzer, Suzanne, 2002).

KOMPLIKASI
a. Komplikasi awal setelah pembedahan
? Peningkatan TIO
? Glaukoma
? Infeksi
? Ablasio koroid
? Kegagalan pelekatan retina
? Ablasio retina berulang
b. Komplikasi lanjut
? Infeksi
? Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata
? Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)
? Diplopia
? Kesalahan refraksi
? astigmatisme

PATHWAYS
Inflamasi intraokuler/tumor perub degeneratif dlm viterus

Konsentrasi as. Hidlorunat ber(-)


Peningkatan cairan eksudattif/sserosa
Vitreus mjd makin cair

Vitreus kolaps dan bengkak ke depan

Tarikan retina

Robekan retina

Sel-sel retina dan darah terlepas

Retina terlepas dari epitel berpigmen

Penurunan tajam pandang sentral


Ditandai dengan:
- floater dipersepsikan sbg titik-titik hitamkecil/rumah laba-laba
- Bayangan berkembang/tirai bergerak dilapang pandang

DAFTAR PUSTAKA

C. Smeltzer, Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner & Suddart) .
Edisi 8. Volume 3. EGC. jakarta

Retina pada Laki-laki 67 Tahun dengan Faktor Resiko Miopia

ABSTRAK
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel
batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat
dengan membran Bruch. Karena antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu
perlekatan struktural dengan koroid atau epitel pigmen, maka daerah ini merupakan titik lemah
yang potensial untuk lepas secara embriologis. Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari
koroid atau sel epitel pigmen retina akan mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi retina dari
pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang
menetap.
Penderita laki-laki umur 67 tahun datang dengan keluhan penglihatan mata kiri gelap.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan, didapatkan tanda-tanda ablasio retina.

Key word: Ablasio Retina, Retinal Detachment

KASUS
Penderita laki-laki umur 67 tahun datang ke poliklinik mata RSUD Temanggung dengan
keluhan utama penglihatan mata kiri gelap. Kurang lebih 1 minggu yang lalu penderita
menyadari penglihatan mata kiri gelap, mata merah (-), gatal (-), nrocos (-), mblobok (-), riwayat
trauma (-). Penderita sering melihat kilatan cahaya, terkadang ada klawur-klawur dan seperti ada
bayangan hitam yang menutup seperti tirai.
Penderita menggunakan kacamata minus lebih dari 30 tahun yang lalu. Penderita tidak
mempunyai riwayat hipertensi, penyakit ginjal, dan diabetes melitus. Penderita juga tidak
mempunyai riwayat trauma pada mata maupun riwayat pembedahan pada mata. Penderita juga
tidak pernah menderita infeksi mata yang cukup parah. Riwayat keluarga tidak ada yang
mempunyai riwayat hipertensi, penyakit ginjal, dan diabetes melitus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum baik, kesadaran compos mentis.
Pemeriksaan tanda vital, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80x/menit, pernafasan 20x/menit,
suhu afebris. Pemeriksaan subyektif, visus jauh OD 20/70 OS 1/300. Dengan koreksi kacamata
sendiri visus jauh OD menjadi 20/50, sedangkan OS tak ada kemajuan (tetap 1/300). Proyeksi
sinar ODS baik. Persepsi warna ODS baik.
Pemeriksaan obyektif, super silia ODS normal, kelopak mata ODS normal (pasangan
simetris, gerakan bebas, kulit normal, tepi kelopak tidak ada sekret), apparatus lakrimalis ODS
normal, bola mata ODS normal (pasangan sejajar, gerakan normal, ukuran normal), tekanan bola
mata ODS normal, konjungtiva ODS normal, sklera ODS normal, kornea ODS (ukuran,
kecembungan, limbus, permukaan) normal, kamera okuli anterior ODS (kedalaman normal, isi
jernih), iris ODS (warna coklat, pasangan simetris, bentuk radier), pupil ODS (pasangan simetris,
ukuran ± 3 mm, bentuk lingkaran, tempat sentral, reflek direk +, reflek indirek +), lensa ODS
jernih.
Pada pemeriksaan funduskopi OS didapatkan gambaran media kurang jernih, papil detail
tak terlihat, retina separuh nasal terangkat ± 6 D,warna kelabu, makula detail tak terlihat.

DIAGNOSIS
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan funduskopi didapatkan diagnosis dari penderita
adalah OD miopia dan OS suspek ablasio retina.

TERAPI
Pasien ini dirujuk untuk penanganan lebih lanjut.

DISKUSI
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel
batang retina dari sel epitel pigmen retina. Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari
koroid atau sel epitel pigmen retina akan mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi retina dari
pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang
menetap (Ilyas, 2008).
Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi pada anak-
anak dan kejadian pada usia pertengahan (20-30 tahun) umumnya karena trauma. Secara
internasional, faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia 40-50%, operasi katarak
(afakia, pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuler 10-20% (Galloway et al., 2006; Larkin, 2008).
Penderita ini adalah seorang laki-laki yang berumur 67 tahun dan mempunyai riwayat
miopia lebih dari 30 tahun.

Penyebab dan patogenesis dari ablasio retina ini tergantung dari masing-masing jenisnya.
Ablasio retina regmatogenosa terjadi akibat adanya robekan pada retina. Biasanya terjadi pada
retina bagian perifer, jarang pada makula. Miopia tinggi, afakia, degenerasi laticce dan trauma
mata biasanya berkaitan dengan ablasio retina jenis ini. Ablasio retina traksional terjadi akibat
adanya tarikan (traksi) oleh jaringan parut pada badan kaca menyebabkan retina terangkat dari
epitel pigmennya. Jaringan fibrosis pada badan kaca dapat disebabkan oleh retinopati diabetik
proliferatif, vitreoretinopati proliferatif, trauma mata, dan perdarahan badan kaca akibat
pembedahan atau infeksi. Ablasio retina eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan cairan
eksudat di bawah retina (subretina) dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina terjadi
akibat ekstravasasi cairan dari pembuluh retina dan koroid, misalnya pada penyakit epitel
pigmen retina dan koroid. Penyakit degeneratif, kelainan kongenital, tumor pada koroid, miopia
tinggi yang disertai lubang makula (macular hole) pada pemeriksaan funduskopi, vaskulopati
(misalnya hipertensi maligna, toksemia gravidarum/eklampsia, penyakit kolagen), inflamasi dan
infeksi pada jaringan uvea dapat dikaitkan dengan ablasio retina jenis ini (Hardy, 2000).
Penderita menggunakan kacamata minus lebih dari 30 tahun yang lalu. Penderita tidak
mempunyai riwayat hipertensi, penyakit ginjal, dan diabetes melitus. Penderita juga tidak
mempunyai riwayat trauma pada mata maupun riwayat pembedahan pada mata. Penderita juga
tidak pernah menderita infeksi mata yang cukup parah. Jadi kemungkinan penderita ini
menderita ablasio retina regmatogenosa oleh karena miopia yang dideritanya.

Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi,


dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Gejala yang sering dikeluhkan penderita adalah (Langston, 2002; Galloway et al., 2006;
Kanski, 2007) :
1) Floater: penderita merasakan adanya tabir atau bayangan yang datang dari perifer
(biasanya dari sisi nasal) meluas dalam lapangan pandang. Tabir ini bergerak bersama-
sama dengan gerakan mata.
2) Fotopsia: penderita melihat kilatan cahaya.
3) Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti
tertutup tirai yang semakin lama semakin luas.
Selain itu, dari anamnesis perlu ditanyakan adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan
sebelumnya (seperti ekstraksi katarak, pengangkatan corpus alienum intraokuli), riwayat
penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus, ambliopa, glaukoma dan retinopati
diabetik), riwayat keluarga dengan penyakit mata serta penyakit sistemik yang berhubungan
dengan ablasio retina, misalnya diabetes, tumor, leukemia, eklamsia dan prematuritas
(Langston, 2002; Galloway et al., 2006).
b. Pemeriksaan Oftalmologi (Hardy, 2000; Jones, et al., 2004; Cassidy & Olver, 2005)
1) Pemeriksaan visus. Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila makula lutea
ikut terangkat.
2) Pemeriksaan lapangan pandang. Akan terjadi defek lapangan pandang seperti
tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina.
3) Pemeriksaan funduskopi. Retina yang mengalami ablasio tampak sebagai
membran abu-abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid dan terlihat
adanya robekan retina berwarna merah.
4) Pemeriksaan tekanan bola mata. Pada ablasio retina tekanan intraokuli
kemungkinan menurun.
c. Pemeriksaan Penunjang (Larkin, 2008; Wu, 2008)
1) Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta
antara lain glaukoma, diabetes melitus, maupun kelainan darah.
2) Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan bila retina tidak dapat tervisualisasi oleh
karena perubahan kornea, katarak, atau perdarahan.
3) Teknik pencitraan seperti foto orbita, CT scan, atau MRI tidak diindikasikan
untuk membantu diagnosis ablasio retina tetapi dapat dibutuhkan untuk mendeteksi
benda asing intraokuli dan tumor.

Pada kasus ini, dari anamnesa diperoleh informasi bahwa penderita sering melihat
kilatan cahaya, terkadang ada klawur-klawur dan seperti ada bayangan hitam yang menutup
seperti tirai. Penderita ini pada pemeriksaan didapatkan visus jauh OD 20/70 OS 1/300.
Dengan koreksi kacamata sendiri visus jauh OD menjadi 20/50, sedangkan OS tak ada
kemajuan (tetap 1/300). Proyeksi sinar ODS baik. Persepsi warna ODS baik. Pada pemeriksaan
funduskopi OS didapatkan gambaran media kurang jernih, papil detail tak terlihat, retina
separuh nasal terangkat ± 6 D,warna kelabu, makula detail tak terlihat. Sedangkan pemeriksaan
laboratorium yang menunjang penegakan diagnosis belum dilakukan. Dengan demikian hasil
pemeriksaan mengarah pada diagnosis ablasio retina.
Prinsip penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisan
neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina, yaitu dengan pembedahan. Namun, pada ablasio
retina eksudatif juga diberikan terapi medikamentosa sesuai dengan etiologinya. Jika terjadi
proses inflamasi seperti skleritis dapat diberikan obat anti inflamasi, jika terjadi infeksi maka
pemberian antibiotik juga dianjurkan (Wu, 2008).
Pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara-cara berikut (Wijana, 1993;
Batterburry & Bowling, 2005):
- Scleral Buckling
Tujuannya yaitu untuk mendekatkan sklera pada retina yang robek, menjadikan
reposisi retina lebih dekat ke RPE dengan mengurangi tarikan vitreus pada retina yang
robek.
- Retinopleksi pneumatik
Retinopleksi pneumatik merupakan cara yang paling banyak pada ablasio retina
regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada 2/3 superior yang tampak
pada fundus. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan
gelembung gas ke dalam vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina.
- Vitrektomi
Cara ini bertujuan melepaskan tarikan vitreus, drainase internal cairan subretinal,
tamponade intraokuli (udara, gas, silicon oil, cairan perfluorokarbon), dan membuat
adhesi korioretinal memakai endolaser photocoagulation atau cryopexy.
Pada kasus ini pasien dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas yang lebih lengkap untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut. Di rumah sakit rujukan kemungkinan akan mendapatkan
terapi pembedahan dengan salah satu teknik yang disebutkan diatas. Pemilihan teknik
pembedahan disesuaikan dengan jenis ablasio retina yang diderita oleh pasien dan ditentukan
berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut pada rumah sakit rujukan.

Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling


sering terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau persepsi
cahaya (light perception) adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina jika melibatkan
makula (Hardy, 2000).
Bila ablasio retina sudah berlangsung lama, maka pada retina timbul gangguan
metabolisme. Zat-zat toksik yang ditimbulkan menyebabkan degenerasi dan atrofi dari retina.
Sel-sel batang dan kerucut menjadi rusak karena tidak mendapatkan makanan oleh karena
pasokan makanan sel-sel tersebut berasal dari kapiler koroid (Wijana, 1993).
Pada penderita ini didapatkan visus OS 1/300, jadi kemungkinan telah terjadi komplikasi
yang melibatkan makula sehingga pasien hanya dapat melihat gerakan tangan. Jika dibiarkan
maka pada penderita ini dapat mengalami kebutaan.

Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio, diagnosisnya
dan tindakan bedah yang dilakukan. Terapi yang cepat memberikan prognosis yang lebih baik.
Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika telah berlangsung lama. Jika makula
melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka hasil penglihatan
sangat baik dan robekan yang lebih luas pada vitreus dapat dicegah. Jika makula lepas lebih dari
24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih
sepenuhnya. Namun, bagian penting dari penglihatan dapat kembali pulih dalam beberapa bulan
(James et al., 2003).
Menurut Wijana (1993), prognosis dari ablasio retina adalah sebagai berikut:
1. Baik sekali, bila pertama kali operasi berhasil, yaitu 50-60 %.
2. Bila operasi pertama tak berhasil, diulang lagi dua kali, prognosisnya 15 %.
3. Operasi yang berulang kali atau ablasio retina yang lama, prognosis buruk sekali.
4. Pada miopia tinggi, karena ada degenerasi retina, maka prognosis buruk.
Pada penderita ini telah terjadi kemungkinan ablasio retina lebih dari 24 jam (± 7 hari)
dan menderita miopi lebih dari 30 tahun, sehingga memiliki prognosis yang buruk. Prognosis ad
visam: malam; ad sanam: malam; ad vitam: dubia ad bonam; ad kosmetikam: dubia ad bonam.

KESIMPULAN
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel
batang retina dari sel epitel pigmen retina. Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia 40-70
tahun. Faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia, operasi katarak (afakia,
pseudofakia), dan trauma okuler.
Gejala dari ablasio retina adalah adanya floater, fotopsia, dan penurunan tajam
penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi diperoleh retina yang mengalami ablasio tampak
sebagai membran abu-abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid dan terlihat
adanya robekan retina berwarna merah.
Prinsip penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisan
neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina, yaitu dengan pembedahan. Namun, pada ablasio
retina eksudatif juga diberikan terapi medikamentosa sesuai dengan etiologinya.
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio, diagnosisnya
dan tindakan bedah yang dilakukan. Pada miopia tinggi, karena ada degenerasi retina, maka
prognosis buruk.

KEPUSTAKAAN
1. Batterbury, M., Bowling, B., 2005 Ophthalmology An Illustrated Colour Text, Elsevier
Churchill Livingstone, London.
2. Cassidy, L., Olver, J., 2005 Ophthalmology at A Glance, Blackwell Publishing, Victoria.
3. Galloway, N. R., Amoaku, W. M. K., Galloway, P. H., Browning, A. C., 2006 Common
Eye Diseases and Their Management, 3rd Ed., Springer-Verlag, London.
4. Hardy, R. A., In: Vaughan D.G., Asbury T, Riodan-Eva P (eds)., 2000 Oftalmologi
Umum, 14th Ed., Penerbit Widya Merdeka, Jakarta.
5. Ilyas, S., 2008 Ilmu Penyakit Mata, 3rd Ed., Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.
6. James, B., Chew, C., Bron, A., 2003 Lecture Notes Oftalmologi, 9th Ed., Erlangga,
Jakarta.
7. Kanski, J. J., 2007 Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach, 6th Ed., Elsevier,
Inggris.
8. Langston, D. P., 2002 Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, 5th Ed, Lippicott
Williams & Wilkins, Philadelphia.
9. Larkin, G. L., 2008 Retinal Detachment, Diakses pada tanggal 2 Juni 2010, dari
http://www.emedicine.com/EMERG/topic504.htm.
10. Wu, L., 2008 Exudative Retinal Detachment, Diakses pada tanggal 3 Juni 2010, dari
http://www.emedicine.com/oph/byname/Retinal-Detachment–Exudative.htm.
11. Wu, L., 2008 Tractional Retinal Detachment, Diakses pada tanggal 3 Juni 2010, dari
http://www.emedicine.com/oph/byname/Retinal-Detachment–Tractional.htm.

PENULIS:
Ciptaning Sari Dewi Kartika
NIM 2004.031.0111
NIPP 1535.24.08.2008
Homebase: RSUD Temanggung
Bagian Ilmu Penyakit Mata

Vous aimerez peut-être aussi