Vous êtes sur la page 1sur 17

ABORTUS

PENDAHULUAN

Kasus abortus (keguguran/gugur kandungan) dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, baik
di negara yang sudah maju maupun di negara yang sedang berkembang. Abortus dapat terjadi
secara spontan, dapat pula terjadi karena dibuat/disengaja.

Alasan abortus yang dibuat (abortus provocatus) sebagian besar adalah karena kehamilan
yang tidak dikehendaki. Sebenarnya untuk masa kini kejadian ini adalah suatu keadaan yang
kontradiktif. Di satu pihak, segala macam sarana untuk mencegah kehamilan daoat diperoleh
dengan mudah, di lain pihak masih juga ada wanita yang tidak menghendaki adanya
kehamilannya dan berusaha dengan segala daya upaya untuk menggugurkannya serta tidak
jarang menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan.

Di Indonesia, abortus provocatus adalah suatu tindak pidana, apapun alasannya, sehingga
dokter dapat diminta bantuannya oleh polisi selaku penyidik untuk memeriksa kasus tersebut.

Dengan demikian seorang dokter sangat perlu membekali dirinya dengan pengetahuan yang
memadai tenteng aspek kedokteran forensik dari suatu abortus pada umumnya dan abortus
provocatus criminalis pada khususnya.

Dari aspek kedokteran forensik yang diartikan dengan keguguran adalah pengeluaran hasil
konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap
tercapai (38-40 minggu). Secara garis besar abortus dapat dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu:

1. Abortus dengan penyebab yang wajar (abortus spontanea)

2. Abortus yang sengaja dibuat (abortus provocatus)

• 20% dari semua kehamilan berakhir dengan abortus

• 50-60% dari semua kasus abortus adalah abortus spontanea

Patut diduga terjadi abortus spontan bila mengenai:

1. Pasangan suami istri yang belum mempunyai anak

2. Ibu yang sudah mempunyai anak tapi masih mendambakan anak.


Abortus provocatus sering terjadi pada:

1. Wanita hamil diluar pernikahan (belum menikah atau hamil dengan pria bukan
suaminya)

2. Kehamilan yang tidak dikehendaki (sudah banyak anak atau karena faktor social
ekonomi)

Penyebab abortus yang spontan:

1. Kelainan uterus

2. Kelainan ovarium

3. Penyakit sistemik ibu

4. Hormonal

5. Rhesus factor

6. Psychogenic instability

Kelainan-kelainan tersebut di atas tidak menjamin tidak terjadinya suatu abortus provocatus
criminalis. Saat terjadinya abortus paling sering terjadi pada kehamilan ± 12 minggu pertama.

Abortus provocatus dibagi menjadi 2:

1. Abortus provocatus atas indikasi medik

2. Abortus provocatus criminalis

Abortus Provocatus atas Indikasi Medik

Walaupun beberapa ahli telah banyak berdebat tenteng kemungkinan perluasan indikasi
medik, namun sampai saat ini di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah
demi menyelamatkan nyawa ibu.

Jadi tidak dibenarkan abortus atas indkasi:

• Ekonomi
• Ethis: Akibat perkosaan

Akibat hubungan diluar nikah

• Sosial: Kuatir adanya penyakit turunan, janin cacat

Dalam melakukan tindakan abortus atas indikasi medik, seorang dokter perlu mengambil
tindakan-tindakan pengamanan dengan mengadakan konsultasi kepada seorang ahli
kandungan yang berpengalaman dengan syarat:

1. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memilki keahliandan kewenangan untuk


melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai
dengan tanggung jawab profesi.

2. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hokum, psikologi).

3. Harus ada persetujuan tertulis dari penderitaatau suaminya atau keluarga terdekat.

4. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai, yang


ditunjuk oleh pemerintah.

5. Prosedur tidak dirahasiakan.

6. Dokumen medik harus lengkap.

Cara-cara yang dipakai untuk melakukan abortus atas indikasi medik adalah:

1. Vaginal: - Ketuban dipecah

- Dilatasi cervix

- Injeksi 10 unit Oxytosin intra uterin

2. Abdominal: Sectio Caesaria

Beberapa indikasi medik yang dapat dipertimbangkan:

1. Faktor kehamilannya sendiri:

- Ectopic Pregnancy yang terganggu

- Kehamilan yang sudah mati


- Mola hydatidosa

- Kelaina plasenta

2. Penyakit di luar kehamilannya:

- Ca. cervix

- Ca. mammae yang aktif

3. Penyakit sistemik si ibu:

- Toxaemia gravidarum

- Penyakit ginjal

- Diabetes berat

Abortus Provocatus Criminalis

Kurang lebih 40% dari semua kasus abortus adalah Abortus Provocatus Criminalis (APC).
Pelaku APC biasanya adalah:

1. Wanita bersangkutan

2. Dokter/tenaga medis lain (demi keuntungan atau demi rasa simpati)

3. Orang lain yang bukan tenaga medis yang karena suatu alasan tidak menghendaki
kehamilan seorang wanita.

Bila pelakunya adalah wanita bersangkutan, sering timbul akibat yang tidak diinginkan,
sehingga sering pula harus berurusan dengan pihak berwajib, karena dikerjakan dengan
ahli sehingga hampir selalu berhasil dengan baik tanpa efek sampingan.

Cara melakukan APC:

1. Kekerasan mekanik:

a. Umum

b. Lokal
2. Kekerasan kimiawi/obat-obatan atau bahan-bahan yang bekerja pada uterus.

Kekerasan Mekanik:

a. Umum:

1. Latihan olahraga berlebihan

2. Naik kuda berlebihan

3. Mendaki gunung berlebihan

4. Tekanan/trauma pada abdomen

Pada kekerasan secara umum ini biasanya tidak ditemukan tanda-tanda


kekerasan, tapi cara ini jarang berhasil pada kehamilan yang sehat dan
normal.

b. Lokal:

1. Memasukkan alat-alat yang dapat menusuk ke dalam vagina: pensil, paku, jeruji sepeda.

2. Alat merenda, kateter atau alat penyemprot untuk menusuk atau menyemprotkan cairan ke
dalam uterus untuk melepas kantung amnion.

3. Alat untuk memasang IUD.

4. Alat yang dapat dilalui arus listrik.

Abortus provocatus dengan kekerasan mekanik lokal ini dapat berakhir dengan
kematian dalam waktu yang variable dengan kematian sebagai berikut:

1. Immediate (seketika)

a. Vagal reflex

b. Emboli udara (± 10 cc)

c. Perdarahan

d. Keracunan anestesi

2. Delayed (beberapa saat setelah tindakan abortus)


a. Septicaemia (alat-alat kotor/kontaminasi dari anus)

b. Pyaemia

c. General peritonitis

d. Toxemia

e. Tetanus

f. Perforasi uteris dan visceral abdomen

g. Emboli lemak (penyemprotan lisol)

3. Remote (lama sekali setelah tindakan abortus)

a. Jaundice

b. Renal failure

c. Bacterial endocarditis

d. Pneumonia, emphysema

e. Meningitis

Kekerasan Kimiawi/Obat-Obatan:

Patut diingat tidak ada satupun obat/kombinasi obat per oral yang mampu menyebabkan
rahim yang sehat mengeluarkan isinya tanpa membahayakan jiwa wanita yang meminumnya.
Karena itulah seorang “abortir profesional” tidak mau membuang-buang waktu/mengambil
resiko melakukan abortus dengan menggunakan obat-obatan.

Jenis obat-obatan yang dipakai untuk menginduksi abortus:


1. Emmenagogum: obat untuk melancarkan haid

Cara kerja:

Congesti + engorgement mucosa

Bleeding

Kontraksi uterus

Foetus dikeluarkan

- Direct: langsung bekerja pada uterus/saraf motorik uterus, misal:

o Aloes, cantharides (racun iritan)

o Caulopylin, borax

o Apiol, potassium permanganate (lokal pada vagina)

o Santonin, senega, mangan dioksida, dll

- Indirect: tonicum, hematinin (obat penambah darah)

2. Purgativa/Emetica: obat-obatan yang menimbulkan kontraksi GI tract.

Misal:

- Colocynth: aloe

- Castor oil: magnesium sulfat/sodium sulfat

3. Ecbolica: menimbulkan kontraksi uterus secara langsung

Misal:

- Apiol (hepatotoksik)

- Ergot (true ecbolica)

- Ergometrine

- Extract secale

- Extract pituitary
- Exytocin

- Pituitrine

4. Garam dari logam: biasanya sebelum mengganggu kehamilannya sudah


membahayakan keselamatan ibu.

Misal:

- Lead: arsenicum

- HgCl: potassium bichromate, ferro sulfate

- Ferri chloride

Tujuan: menimbulkan kontraksi tonik pada uterus.

PEMERIKSAAN

1. Korban Hidup

 Ibu

a. Tanda-tanda kehamilan:

- Striae gravidarum

- Uterus yang membesar

- Hiperpigmentasi areola mammae

- Tes kehamilan (+)

b. Tanda-tanda partus:

- Lochia

- Kesadaran ostium uteri

 Janin
a. Umur janin

b. Golongan darah

2. Korban Mati

Pemeriksaan post mortem korban abortus criminalis bertujuan:

• Mencari bukti dan tanda kehamilan

• Mencari bukti abortus dan kemungkinan adanya tindakan criminal dengan obat-
obatan atau instrument

• Menentukan kaitan antara sebab kematian dengan ebortus

• Menilai setiap penyakit wajar yang ditemukan

Pemeriksaan ibu:

a. Pemotretan sebelum memulai pemeriksaan

- Identifikasi umum

 Tinggi badan, berat badan, umur

 Pakaian: cari tanda-tanda kontak dengan suatu cairan, terutama


pada pakaian dalam

- Catat suhu badan, warna dan distribusi lebam jenazah

- Periksa dengan pelpasi uterus untuk kepastian adanya kehamilan

- Cari tanda-tanda emboli udara, gelembung sabun, cairan pada:

 Arteria coronaria

 Ventrikel kanan

 Arteria pulmonalis

 Arteria dan vena di permukaan otak

 Vena-vena pelvis
- Vagina dan uterus di insisi pada dinding anterior untuk menghindari
jejas kekerasan yang biasanya terjadi pada dinding posterior misalnya
perforasi uterus. Cara pemeriksaan: uterus direndam dalam larutan
formalin 10% selama 24 jam, kemudian direndam dalam alcohol 95%
selama 24 jam, iris tipis unuk melihat saluran perforasi. Periksa juga
tanda-tanda kekerasan pada cervix (abrasi, laserasi).

- Ambil sampel untuk pemeriksaan toksikologis:

 Isi vagina

 Isi uterus

 Darah dari vena cava inferior dan kedua ventrikel

 Urine

 Isi lambung

 Rambut pubis

- Periksa golongan darah

Pemeriksaann janin:

a. Umur janin

b. Golongan darah

Penentuan Umur Janin

1. Berdasarkan panjang badan (Rumus Haase)

Panjang badan (cm)


Umur (Bulan)
(puncak kepala s/d tumit)

1 1x1 = 1

2 2x2 = 4

3 3x3 = 9
4 4x4 = 16

5 5x5 = 25

6 6x5 = 30

7 7x5 = 35

8 8x5 = 40

9 9x5 = 45

10 10x5 = 50

2. Berdasarkan pertumbuhan bagian-bagian tubuh

Umur Kelamin (Bulan) Ciri-Ciri Pertumbuhan

Hidung, telinga, jari mulai terbentuk (belum


2
sempurna), kepala menempel ke dada

Daun telinga jela, kelopak mata masih


3 melekat, leher mulai terbentuk, belum ada
deferensiasi genitalia

Genetalia eksterna terbentuk dan dapat


4
dikenali, kulit merah dan tipis sekali

5 Kulit lebih tebal, tumbuh bulu lanugo

Kelopak mata terpisah, terbentuk alis dan


6
bulu mata, kulit keriput

7 Pertumbuhan lengkap/sempurna

3. Berdasarkan inti penulangan:

- Calcaneus ± 5-6 bulan

- Talus ± 7 bulan

- Femur ± 8-9 bulan

- Tibia ± 9-10 bulan

ABORTUS DITINJAU DARI SEGI HUKUM


Sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia, setiap usaha untuk mengeluarkan
hasil konsepsi sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai adalah suatu tindak pidana,
apapun alasannya.

Dalam tahun-tahun terakhir ini dibeberapa negara dimana legalisasi abortus


provocatus masih bersifat terbatas, seakan-seakan timbul suatu revolusi dalam sikap
masyarakat dan pemerintahannya terhadap tindakan pengguguran kandungan, sehingga
terjadi perubahan-perubahan hukum-hukum abortus yang berlaku, dan muncul hukum-hukum
abortus dengan pembatasan-pembatasan tertentu sampai hampir tanpa pembatasan.

Hukum abortus diberbagai negara dapat digolongkan dalam beberapa kategori sebagai
berikut:

1. Hukum yang tanpa pengeculian melarang abortus, seperti di Belanda & Indonesia
(sebelum ada UU No.23 Tahun 1992, tentang Kesehatan)

2. Hukum yang memperbolehkan abortus demi keselamatan kehidupan penderita


(ibu), seperti diperancis dan pakistan.

3. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi medik, seperti di Kanada,


Muangthai, Swiss, dan Indonesia (Menyelamatkan kesehatan ibu dan atau
janinnya, sesuai pasal 44 UU No. 23 tahun 1992)

4. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosio-medik, seperti di


Eslandia, swedia, Inggris, Scandinavia, dan India.

5. Hukum yang memperbolehkan abortus atas Indikasi sosial, seperti di jepang,


Polandia, dan Yugoslavia. (menghindari penyakit keturunan, janin cacat)

6. Hukum yang memperbolehkan abortus atas permintaan, seperti di Bulgaria,


Hongaria, dan USSR

Negara-negara yang mengadakan perubahan dalam hukum abortus pada umum yang
mengemukakan salah satu alasan/ tujuan seperti yang tersebut dibawah ini:

1. Untuk memberikan perlindungan hukum pada para medisi yang melakukan


abortus atas indikasi medik.

2. Untuk mencegah atau mengurangi terjadinya abortus provocatus criminalis.


3. Untuk mengendalikan laju pertambahan penduduk

4. Untuk melindungi hal wanita dalam menentukan sendiri nasib kandungannya.

5. Untuk memenuhi desakan masyarakat

Dalam UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan yang menggantikan UU No. 23 tahun
1992 tentang Kesehatan, Abortus tetap dilarang. Abortus hanya di perbolehkan berdasarkan:

a. Indikasi kedaruratan medis yang di deteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat
dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan
bayi tersebut hidup diluar kandungan.

b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi


korban perkosaan.

Sebelum dan sesudah tindakan abortus yang dibolehkan atas indikasi diatas, harus
dilakukan konseling oleh konselor yang bersertifikat ( lihat penjelasan pasal 75 UU No.36
tahun 2009). Abortus yang dibolehkan dalam undang-undang ini hanya dapat dilakukan:

a. Sebelum kehamilan berumur 6 (Enam) minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis.

b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang


memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri

c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan

d. Dengan Izin suami, kecuali korban perkosaan dan

e. Penyediaan layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh


Menteri

Disamping hal diatas (lihat penjelasan pasal pasal 77 UU No. 36 tahun 2009), dalam
undang- undang ini pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi tidak
bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama
dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP).


Pasal 299:

1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu
haminya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun
atau denda paling banyak empat puluh ribu rupiah.

2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atau jika dia seorang tabib,
bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.

3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian,


maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian , maka dapat dicabut
haknya untuk melakukan pencaharian.

Pasal 346:

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau


menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.

Pasal 347:

1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang


wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.

2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.

Pasal 348:

1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang


wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.

2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
Pasal 349:

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang
tesebut Pasal 346, ataupun melakukan ataupun membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam
Pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.

Pasal 535:

Barang siapa terang – terangan mempetunjukkan suatu sarana untuk menggugurkan


kandungan, maupun secara terang – terangan atau tanpa diminta menawarkan,
ataupun secara terang – terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta,
menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam
dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah.

Undang – Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan :

Pasal 75:

1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:

a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik
berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan; atau

b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi


korban perkosaan.

3) Tindakan sebagaiman yang dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah
melalui konseling dan/atau penasehat pra tindakan dan diakhiri dengan konseling
pasca tindakan yang dilakukan konselor yang kompeten dan berwenang.

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,


sebagimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 76

Aborsi sebagaiman dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:

a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama


haidterakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;

b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki ketrampilan dan kewenangan yang memiliki
sertifikat yang diterapkan oleh menteri;

c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkuatan;

d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan

e. Peyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 77

Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan
tidak bertanggungjawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan
peraturan perundang – undangan.

Penjelasan Pasal 75

3) Yang dimaksud “konselor” dalam ketentuan ini adalah setiap orang yang telah
memiliki sertifikat sebagai konselor melalui pendidikan dan pelatihan. Yang dapat
menjadi konselor adalah dokter, psikolog, tokoh masyarkat, tokoh agama, dan setiap
orang yang mempunyai minat dan memilki keterampilan untuk itu.

Penjelasan Pasal 77

Yang dimaksud dengan praktik aborsi yabg tidak bermutu, tidak aman, dan tidak
bertanggung jawab adalah yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa persetujuan
perempuan yang bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak
profesional, tanpa mengikuti standar profesi dan pelayanan yang berlaku,
diskriminatif, atau lebih mengutamakan imbalan materi dari pada indikasi medis.
Pasal 203

Pada saat Undang – Undang ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang –
Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang – Undang ini.

Pasal 204

Pada saat Undang – Undang ini berlaku, Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Vous aimerez peut-être aussi