Vous êtes sur la page 1sur 10

TINJAUAN PUSTAKA

BONKIEKTASIS

A. Definisi

Bronkientasis adalah pelebaran atau dilatasi bronkus local dan permanen


sebagai akibat kerusakan struktur dinding. Artinya dilatasi abnormal proksimal
dari bronkus ukuran medium (diameter > 2mm) disebabkan oleh destruksi otot
dan komponen elastis dinding bronkus. Atau pelebaran bronkus yang disertai
kerusakan dinding bronkus yang bersifat kronik dan menetap.

Secara khusus, bronkiektasis menyebabkan pembesaran pada bronkus


yang berukuran sedang, tetapi bronkus berukuran kecil yang berada dibawahnya
sering membentuk jaringan parut dan menyempit. Kadang-kadang bronkiektasis
terjadi pada bronkus yang lebih besar, seperti yang terjadi pada aspergilosis
bronkopulmoner alergika (suatu keadaan yang disebabkan oleh adanya respon
imunologis terhadap jamur Aspergillus

Bronkiektasis bukan merupakan penyakit tunggal, dapat terjadi melalui


berbagai cara dan merupakan akibat dari beberapa keadaan yang mengenai
dinding bronkial, baik secara langsung maupun tidak, yang mengganggu sistem
pertahanannya. Keadaan ini mungkin menyebar luas, atau mungkin muncul di
satu atau dua tempat.

B. Prevalensi
Data di RSUD Dr. Soetomo Surabaya bronkiektasis merupakan kelainan
nomer tujuh terbanyak dari penderita rawat inap selama periode 1979-1985 dan
nomer enam pada tahun 1987 serta menurun kembali di nomer tujuh pada tahun
1990. bronkiektasis didapatkan pada 221 dari 11.081 (1,01 %) penderita.
Insidens bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan
pengobatan antibiotika. Akan tetapi perlu diingat bahwa insidens ini juga
dipenggaruhi oleh kebiasaan merokok, polusi udara dan kelinan kogenital.

12
C. Etiologi

Bronkiektasis bisa disebabkan oleh:

1. Infeksi pernapasan
o Campak
o Pertusis
o Infeksi adenovirus
o Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau Pseudomonas
br>- Influenza
o Tuberkulosa
o Infeksi jamur
o Infeksi mikoplasma
2. Penyumbatan bronkus
o Benda asing yang terisap
o Pembesaran kelenjar getah bening
o Tumor paru
o Sumbatan oleh lendir
3. Cedera penghirupan
o Cedera karena asap, gas atau partikel beracun
o Menghirup getah lambung dan partikel makanan
4. Keadaan genetik
o Fibrosis kistik
o Diskinesia silia, termasuk sindroma Kartagener
o Kekurangan alfa-1-antitripsin
5. Kelainan imunologik
o Sindroma kekurangan imunoglobulin
o Disfungsi sel darah putih
o Kekurangan koplemen
o Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti rematoid artritis, kolitis
ulserativa

13
o
6. Keadaan lain
o Penyalahgunaan obat (misalnya heroin)
o Infeksi HIV
o Sindroma Young (azoospermia obstruktif)
o Sindroma Marfan.
D. Patogenesis
1. Faktor Radang dan Nekrosis
Radang pada saluran pernafasan menyebabkan silia dari sel-sel epitel
bronkus tidak berfungsi. Jaringan juga rusak sebagian oleh tanggapan host
neutrophilic protease, sitokin inflamasi nitrat oksida, dan oksigen radikal.
Epitel kolumner mengalami degenerasi dan diganti menjadi epitel torak.
Selanjutnya elemen kartilago muskularis mengalami nekrosis dan jaringan
elastis yang terdapat disekitarnya mengalami kerusakan sehingga berakibat
dinding bronkus menjadi lemah, melebar tak teratur dan permanent. Hasilnya
adalah bronkial abnormal, dilatasi bronkial dengan peradangan transmural.
Perubahan anatomi dinding bronkial mengakibatkan pembersihan sekresi
saluran pernafasan melemah. Gangguan bersihan sekresi menyebabkan
kolonisasi dan infeksi dengan organisme patogen dan ganguan dahak sekret
purulen, hasilnya adalah kerusakan bronkus berlanjut dan lingkaran setan
kerusakan bronkus, dilatsi, gangauna pembersihan sekret, infeksi berulang dan
kerusakan bronkus lebih diffuse. Bila ulserasi mengenai pembuluh darah serta
terbentuk anastomosis antara vena bronkialis dengan vena pulmonaris (right
to left shunt) dengan akibat timbul hipoksemia kronis dan berahir dengan kor
pulmonal kronis.

14
2. Faktor Mekanik
- Distensi mekanis sebagai akibat dinding bronkus yang lemah,
sekret yang menumpuk dalam bronkus, adanya tumor atau pembesaran
kelenjar limfe
- Peningkatan tekanan intra brokial distal dari penyempitan akibat
batuk
- Penarikan dinding bronkus oleh karena fibrosis jaringan paru
sebagai akibat timbulnya perlekatan lokal yang permanen dari dinding
bronkus.
Pelebaran bronkus dapat berbentuk :
- Sirkuler
- Turbuler
- Varikosis
E. Gambaran Klinis
1. Keluhan
Gejala klinik timbul sebagai akibat gangguan fungsi silia dan adanya stasis
secret sehingga memungkinkan secret terkumpul di segmen yang mengalami
dilatsi. Dugaan adanya bronkiektasis sebagaian besar ditemukan secara tidak
sengaja pada saat dilakukan pemeriksaan radiologi masal, sebab gejala klinik
baru timbul bila penderita mengalami infeksi sekunder.
Penderita bronkiektasis mengeluh batuk produktif yang sering bersifat
menahun, disertai dahak purulen dalam jumlah banyak. Apabila ditampung
dalam gelas transparan dan didiamkan akan tampak tiga lapisan dari atas ke
bawah yaitu : buih, cairan jernih/saliva, dan endapan pus.
Ekspektorasi timbul dengan perubahan posisi tubuh yang memungkinkan
pengaliran sputum dari segmen bronkiektasis, misalnya waktu bangun tidur,
miring ke kiri atau ke kanan. Sesak nafas timbul apabila ada stagnasi sputum
yang luas pada saluran nafas dan keradangan akut.
Batuk darah timbul pada 50 % penderita, sering perdarahan cukup banyak
tetapi jarang fatal. Kebanyakan batuk darah pada anak disebabkan oleh
bronkiektasis.

15
Penderita tampak kurus, astenia dan aneroksia. Panas badan timbul akibat
infeksi sekunder.
2. Temuan Fisik
Penderita tampak kurang gizi, anemi, dispneu, kadang-kadang sianosis
dan sering didapatkan jari tabuh pada tangan dan kaki. Ronki basah presisten
pada lobus inferior paru seringkali merupakan kelainan yang amat penting.
Gejala tersebut lebih jelas terdengar bila pemeriksaan dilakukan sebelum dan
sesudah posisi drainase postural dan penderita disuruh batuk.
3. Laboratorium
Tidak khas, Hb dapat rendah (anemia), dapt pula tinggi bila ada
polisitemia sekunder sebagai akibat dari insufisiensi paru. Leukositosis
dengan laju endap darah yang tinggi sering dijumpai bila ada infeksi sekunder.
4. Gambaran Radiologis
Foto torak PA dan lateral : tampak infiltrat pada paru bagian basal dengan
daerah radiolusen yang multipel menyerupai sarang lebah (honey comb
appeareance.

Bronkografi : merupakan sarana diagnosis pasti untuk bronkiektasis,


karena dengan bahan kontras yang dimasukan kedalam saluran nafas akan
tampak kelainan ektsis.

16
5. Bronkoskopi
Tidak dapat digunakan untuk melihat ektasis, akan tetapi dapat untuk
mengetahui adanya tumor atau benda asing, sumber batuk darah, sputum dan
perdarahan.
6. Pemeriksaan faal paru
Untuk melihat akibatnya yaitu kelainan resrtiksi dan atau obstruksi.
Kelainan faal paru yang terjadi tergantung luas dan beratnya penyakit. Fungsi
ventilasi dapat masih normal bila kelainannya ringan. Pada penyakit yang
lanjut dan difus, kapasitas vital (KV) dan kecepatan aliran udara ekspirasi satu
detik pertama (VEP 1) terdapat tendensi penurunan, karena terjadinya
obstruksi aliran udara pernafasan. Pada bronkiektasis dapat terjadi perubahan
gas darah berupa penurunan PaO2 derajat ringan sampai berat, tergantung
pada beratnya kelainan. Penurunan PaO2 ini menunjukan adanya abnormalitas
regional (maupun difuse) distribusi ventilasi yang berpengaruh pada perfusi
paru.

Tinggkat beratnya penyakit

Bronkiektasis ringan
Ciri klinis : batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam
(ada infeksi sekunder), produksi sputum terjadi dengan adanya perubahan posisi
tubuh, biasanya ada hemoptisis sangat ringan, pasien tampak sehat dan fungsi
paru normal. Foto dada normal.
Bronkiektasis sedang
Ciri klinis : batuk-batuk produktif terjadi tiap saat, sputum timbul tiap saat
(umumnya warna hijau dan jarang mukoid, serta bau mulut busuk), sering- sering
ada hemoptisis, pasien umumnya masih tampak sehat dan fungsi paru normal,
jarang terjadi jari tabuh. Pada pemeriksaan fisis paru sering ditemukan ronki
basah kasar pada paru yang terkena, gambaran foto dada boleh dikatakan masih
normal.

17
Bronkiektasis berat
Ciri klinis : batuk-batuk produktif dengan sputum banyak berwarna kotor dan
berbau . sering ditemukan adanya neumonia dengan hemoptisis dan nyeri pleura.
Sering ditemukan jari tabuh. Bila ada obstruksi saluran nafas akan dapat
ditemukan adanya dispneu, sianosis, atau tanda kegagalan paru. Umumnya
keadaan pasien kurang baik. Sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi
mata, dan sebagainya. Pasien mudah timbul pneumonia, septikemia, abses
metastasis, kadang-kadang amiloidoisis. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan
ronki basah kasar pada daerah yang terkena. Pada gmbaran foto dada ditemukan
kelainan penambahan bronchovascular marking dan multipel cyst containing
fluid level (honey comb appeareance).

F. Diagnosis
Diagnosis pasti ditegakan dengan pemeriksaan broskografi/ CT scan yang
tampak pelebaran bronkus.
Bronkogram tidak selalu dapat dikerjakan pada setiap pasien bronkiektasis
, karena terikat akan adanya indikasi, kontra indikasi, komplikasi dan syarat-
syarat kapan melakukanya.
CT scan paru menjadi alternatif penunjang yang paling sesuai untuk
evalusai bronkiektasis, karena sifatnya non invasif dan hasilnya akurat bila
menggunakan potongan yang lebih tipis dan mempunyai sepesifitas dan
sensitivitas lebih dari 95%.

G. Diagnosis Banding
1. Bronkitis kronis
Bronkitis kronis menunjukan gambaran bronkus yang normal pada
pemeriksaan bronkografi.
2. Tuberkulosis paru
Pada tuberkulosis paru tampak gambaran radiologis yang berbeda dengan
gambaran bronkiektasis, terlebih lagi bila dijumpai basil tuberkulosis dalam

18
sputum. Akan tetapi perlu diingat bahwa bronkiektasis dapat merupakan
penyulit dari tuberkulosis paru.
3. Abses Paru
Pada radiologis tampak abses yang dapat dibedakan dari gambaran
bronkiektatais.
4. Tumor Paru
Tampak gambaran masa padat pada paru, bila proses keganasan memberi
gambaran infiltrat, maka perlu dibedakan dengan proses pneumonia.

H. Penatalaksanaan
1. Konservatif
- mengobati penyakit dasar
- drainase postural
Tindakan ini merupakan cara paling efektif untuk mengurangi
gejala, tetapi harus dikerjakan terus menerus. Pasien diletakan dengan
posisi tubuh sedemikian rupa hingga dapat dicapai drainase sputum
secara maksimal. Tiap kali melakukan drainase postural dikerjakan
selama 10-20 menit dan tiap hari dikerjakan 2 sampai 4 kali. Prinsip
drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum (sekret
bronkus) dengan bantuan gaya gravitasi. Apabila dengan mengatur
posisi tubuh pasien seperti disebut di atas belum diperoleh drainase
sputum secara maksimal dapat dibantu dengan tindakan memberikan
ketukan dengan jari pada pasien (tabbottage)
- Penggunaan antibiotika yang tepat dan segera
- Mencairkan sputum yang kental, hal ini dapat dilakukan dengan
misalnya : inhalasi uap air panas atau dingin (menurut keadaan),
menggunakan obat-obat mukolitik dan perbaikan hidrasi tubuh
(banyak minum air putih)
2. Suportif
- Memperbaiki keadaan umum
- Psikoterapi agar tidak menarik diri dari lingkungan

19
3. Pembedahan
Paling ideal dilakukan pada bagian yang sakit
Indikasi : Batuk darah berulang, proses ektasis yang local/ soliter
Kontra indikasi: pada bronkiektasis yang difuse, faal paru yang jelek
I. Penyulit
- batuk darah massif
- Kor pulmonal kronikum dekompensata
- Infeksi sekunder
J. Prognosis
Prognosis tergantung dari penyebab, lokasi, luas, proses, drajat ganguan
faal paru dan adanya penyulit. Penggunaan antibiotika yang tepat dan tindakan
bedah sangat berpengaruh terhadap prognosis. Tanpa pengobatan penderita
ektasis jarang dapat hidup melewati umur 10-15 tahun. Kebanyakan penderita
meninggal pada umur kurang dari 40 tahun karena adanya penyulit.

20
DAFTAR PUSTAKA

Allsagaf, Hood, Abdul Mukti. 2002. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airrlangga University Press

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en
%7Cid&u=http://www.lung.ca/diseases-maladies/a-z/bronchiectasis-
bronchiectasie/index_e.php

http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/brn/brn_treatments.html

Rahmatullah, Pasiyan. 2006. Bronkiektasis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta : Balai Penerbit FK UI

21

Vous aimerez peut-être aussi