Vous êtes sur la page 1sur 3

AKAL, NAFS DAN HAWA

Oleh : Habib Muhammad bin Abdullah bin Syeikh Alaydrus

Allah Ta’ala berfirman kepada orang-orang yang memiliki hati, Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang yang memiliki hati.(QS Qaf,
50:37)

Dan ketika menyebut nafs Allah Ta’ala berfirman, Sesungguhnya nafs itu selalu
menyuruh kepada kejahatan... (QS Yusuf, 12:53)

Allah berfirman kepada Musa as, Salahkanlah nafs-mu, karena yang paling layak untuk
disalahkan adalah nafs. Ketika bermunajat kepada-Ku, bermunajatlah dengan lisan yang
shidq dan hati yang takut.

Ketahuilah, setiap kali hati memiliki sesuatu yang baik, maka nafs pun memiliki hal
serupa yang dapat mengaburkan. Sebagaimana Allah memberi hati keinginan (iradah),
maka Allah juga memberi nafs angan-angan kosong (tamanniy). Sebagaimana Allah
memberi hati perasaan cinta (mahabbah), maka Allah memberi nafs hawa nafsu (hawa).
Sebagaimana Allah memberi hati harapan (roja`), maka Allah memberi nafs ketamakan
(thoma’). Sebagaimana Allah memberi hati perasaan takut (khauf), maka Allah memberi
nafs perasaan putus asa (qunuth). Perhatikan dan renungkan kata-kataku ini.

Salah satu contoh yang dapat memberikan gambaran jelas kepadamu adalah keadaan
orang yang terlilit hutang. Kamu seringkali melihat orang yang tidak mau melunasi
hutangnya. Namun ketika memperoleh harta, ia justru menyedekahkannya, dan tidak
berusaha melunasi hutangnya. Itulah contoh perbuatan baik yang timbul dari nafs. Sebab,
di antara sekian banyak jenis nafs, ada nafs yang suka melakukan muruah dan merasakan
kenikmatan ketika memberi.

Orang yang nafs-nya seperti ini merasakan kenikmatan dalam memberi sebagaimana
orang jahat merasakan kenikmatan ketika menolak permohonan pertolongan. Demikian
pula halnya dengan mereka yang mengerjakan sunah, tapi meninggalkan yang wajib.
Misalnya: orang yang mengerjakan ibadah haji berulang kali dengan uang halal dan
haram serta mengabaikan ketakwaan dalam urusan-urusannyayang lain. Di antara mereka
ada yang menunaikan ibadah haji dengan berjalan kaki, tapi meremehkan salat. Hasan
Al-Bashri rhm berkata, Ada seseorang berkata,’ Aku telah haji, aku telah haji.’
Kamu telah menunaikan ibadah haji, oleh karena itu sambunglah tali silaturahmi,
bantulah orang yang sedang kesusahan, dan berbuat baiklah kepada tetangga.

Contoh lain adalah orang-orang yang mencari harta haram kemudian membelanjakannya
dalam kebaikan, sebagaimana telah kuberitahukan kepadamu, semua perbuatan ini
digerakkan oleh nafs, sama sekali tidak memiliki hubungan dengan hati.
Allah menjadikan perbuatan yang dilakukan secara berlebih-lebihan untuk nafs dan
perbuatan yang dikerjakan secara wajar untuk hati. Jika kamu melihat perilaku, atau
pencarian ilmu dan ibadah dikerjakan dengan tenang (thuma’ninah), maka ketahuilah
bahwa perbuatan itu muncul dari hati dan pelakunya adalah orang berakal. Tetapi, jika
kamu melihat seseorang yang perilaku, cara menuntut ilmu dan ibadahnya tidak
dilakukan dengan tenang, pelakunya emosional dan bodoh, maka ketahuilah bahwa
kegiatan itu digerakkan oleh nafs dan hawa. Sebab, hawa merusak dan menggoncangkan
akal. Di mana pun berada, hawa akan selalu merusak.

Demikianlah sifat hawa. Jika hawa berinteraksi dengan akal, hawa akan merendahkan
dan menggoyahkannya. Jika berinteraksi dengan agama, hawa akan mengotori dan
merusaknya.

Sehingga kamu dapat melihat bahwa orang yang agamanya dan cara ber-suluk-nya baik
bila dikuasai oleh hawa, urusannya menjadi kacau, keadaannya menjadi buruk dan
dibenci masyarakat. Begitulah sifat kebatilan, ia akan merusak kebenaran, jika keduanya
bercampur. Jika hawa mampu merusak orang yang berakal dan beragama, lalu bagaimana
menurutmu jika hawa merasuki para pecinta dunia yang jiwanya lemah? Bagaimana
keadaan mereka nanti?

Segala hal yang dirusak oleh hawa dapat diperbaiki oleh akal, karena hawa mempunyai
tingkat setaraf dengan akal. Hawa akan merendahkan dan menjerumuskan manusia,
sebaliknya akal akan memuliakan dan meninggikannya. Sungguh besar perbedaan
keduanya!

Kamu lihat orang yang dipengaruhi hawa tampak seperti orang buta, tidak tahu jalan
(menuju Allah). Hawa menghambatnya dari mencari sesuatu yang memiliki hakikat,
membuatnya tidak memikirkan akibat perbuatan yang ia lakukan, membuatnya suka
bertengkar dan bermusuhan, membuang-buang umur dalam mencintai dan membanding-
bandingkan keutamaan para imam.

Lain halnya dengan orang-orang yang berakal, mereka sibuk dengan diri mereka sendiri,
menyempurnakan semua amal mereka dengan niat-niat yang baik, memanfaatkan waktu
yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya, berusaha keras untuk berbuat kebajikan, dan
menyesali perbuatan baik yang tidak dapat mereka kerjakan.

(Memahami Hawa Nafsu, Idhohu Asrori ‘Ulumil Muqorrobin, Putera Riyadi)

Catatan:

Hawa adalah makanan nafs. Hal ini membuat nafs sangat bergantung dan sulit
melepaskan diri dari cengkeraman hawa. Oleh karena itu, jauhilah hawa dan bebaskanlah
nafs-mu darinya. Sebab, hawa akan menodai agama dan muruah-mu. Jika kamu
perhatikan dan beda-bedakan semua peristiwa yang terjadi, maka akan kamu dapati
bahwa hawa-lah yang menjadi sumber segala fitnah dan bencana
dalam peristiwa-peristiwa itu. Karena, hawa merupakan sumber kebatilan dan kesesatan.
Hawa bak minuman memabukkan. Seseorang yang meneguknya akan dikuasai oleh
minuman itu dan akan hilang akal sehatnya.

Muruah: usaha seseorang untuk melaksanakan semua hal yang dianggap baik dan
menjauhi semua hal yang dianggap buruk oleh masyarakat.

Vous aimerez peut-être aussi