Vous êtes sur la page 1sur 9

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK

ANALISIS URIN II

Disusun Oleh:
Nama : Ilvie Aprilia K.100080162
Aziz Jihaduddin K.100080163
Rena Nurhayati S. K.100080164
Bongga Pradita K.100080165
Suci Sudinngsih K.100080166
Kelompok : E.I.1
Korektor :

LABORATORIUM KIMIA KLINIK


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010
ANALISIS URIN II

I. TUJUAN
Untuk menunjukkan adanha zat – zat yang dalam keadaan biasa tidak terdapat dalam urin
atau menunjukkan perubahan kadar zat dalam keadaan biasa terdapat dalam urin.

II. DASAR TEORI

Benda-benda keton dalam urin terdiri atas aseton, asam asetoasetat dan 13-
hidroksibutirat. Karena aseton mudah menguap, maka urin yang diperiksa harus segar. Hasil
positif palsu mungkin didapat bila urin mengandung bromsulphtalein, metabolit lovodopa dan
pengawet 8-hidroksi-quinoline yang berlebihan. Pada keadaan puasa yang lama, kelainan
metabolisme karbohidrat seperti pada diabetes mellitus, kelainan metabolisme lemak di dalam
urin didapatkan benda keton dalam jumlah yang tinggi. Hal ini terjadi sebelum kadar benda
keton dalam serum meningkat.

Pemeriksaan bilirubin dalam urin berdasarkan reaksi antara garam diazonium dengan
bilirubin dalam suasana asam, yang akan menimbulkan warna ungu tua atau biru. Adanya
bilirubin 0,05-1 mg/dL urin akan memberikan hasil positif dan keadaan ini menunjukkan kelainan
hati atau saluran empedu. Hasil positif palsu dapat terjadi bila dalam urin terdapat asam
mefenamic acid, chlorpromazine dengan kadar yang tinggi, sedangkan negatif palsu dapat
terjadi bila urin mengandung metabolit pyridium atau serenium.

Pemeriksaan urobilinogen dengan reagens pita perlu urin segar. Dalam keadaan normal
kadra urobilinogen berkisar antara 0,1-1 Ehrlich unit per dL urin. Peningkatan ekskresi
urobilinogen urin mungkin disebabkan oleh kelainan hati, saluran empedu atau proses hemolisa
yang berlebihan di dalam tubuh. Dengan pemeriksaan ini dapat dideteksi adanya 150-450 mg
hemoglobin per liter urin. Hasil negatif palsu bila urin mengandung vitamin C lebih dari 10
mg/dL. Hasil positif palsu didapatkan bila urin mengandung oksidator seperti hipochlorid atau
peroksidase dari bakteri yang berasal dari infeksi saluran kemih atau akibat pertumbuhan kuman
yang terkontaminasi.

(http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12 PenilaianHasilPemeriksaanUrin.pdf/12
PenilaianHasilPemeriksaanUrin.html)

Jumlah urin tiap hari dapat berkisar antara 500 dan 3000 ml. Rata-rata biasanya 1500 ml.
Pada keadaan fisiologik, berat jenis urin berkisar antara 1,015 dan 1,025. pH antara 4,8 dan
7,5.Dengan meninggikan atau menurunkan jumlah urin maka ginjal dapat menjaga kebutuhan
air organisme sehingga tetap. Pada defisiensi air, misalnya jika sedikit minum atau setelah
kehilangan darah dalam jumlah besar, ekskresi urin akan berkurang, sedangkan pada
pemasukkan cairan yag berlebihan, misalnya setelah minum atau infus parenteral, ekskresi urin
akan bertambah.

Karena dari komponen-komponen tubuh air merupakan komponen terbesar, maka


gangguan pasokan air akan dapat menyebabkan pengaruh yang besar pada berbagai fungsi
tubuh, dan kadang-kadang bahkan dapat menyebabkan kematian. Kesetimbangan air yang
negatif dapat menyebabkan dehidratasi (defisiensi air), kesetimbangan air positif menyebabkan
hiperhidratasi (kelebihan air) organisme.

(Ernst M, 1991)

Benda keton dapat dioksidasi di jaringan ekstrahepatik. Banyaknya benda keton yang di
oksidasi berimbang dengan kadar benda keton dalam darah. Bila kadar keton dalam darah
meningkat (ketonemia) sedemikian rupa, sampai pada tingkat dimana oksidasi ini tidak lagi
seimbang dengan kadarnya di dalam darah dan mengakibatkan jumlah benda keton dalam urin
meningkat pula (ketonuria). Keadaan ini dimana ditemukan ketonemia dan ketonuria,
dinamakan ketosis. Karena senyawa benda keton bersifat asam, maka ketosis akan menggeser
pH darah ke arah keasaman. Keadaan ini dinamakan tubuh mengalami asidosis.

(Hardjasasmita P, 1996)

III. ALAT DAN BAHAN


Alat :
1. Tabung reaksi
2. Pipet tetes
3. Beker glass
4. Kertas saring
5. Erlemeyer
6. Reagen strips
7. Kertas saring

Bahan :
1. Urin
2. Na-nitropulsid
3. Aquadest
4. As. Asetat glasial
5. Ammonia 28%
6. Suspensi zink asetat
7. Lugol
8. Reagen Erlich
9. Barium Klorid
10. Reagen Fouchet

IV. CARA KERJA SKEMATIS


1. Pemeriksaan benda-benda keton
Reaksi orientasi dari Lange untuk aseton
Dimasukkan bebera butir Na-nitropulsid kedalam tabung reaksi

Dilarutkan dengan beberapa tetes aquadet hingga terjadi warna merah jambu

1
Ditambah urin segar dan jernih hingga tabung
4

Ditambah 10 tetes asam asetat glasial

Dialirkan amonia 28% hingga terjadi 2 lapisan dengan hati-hati

Lingkaran ungu diperbatasan kedua lapisan menunjukkan adanya keton, asam diasetat
atau keduanya

2. Pemeriksaan Urobilin dan Urobilinogen


Reaksi Schlesinger
Dimasukkan berturut-turut 10 ml suspensi zink asetat, 10 nl urin, dan beberapa tetes
amonia ke dalam tabung reaksi

Dicampur, disaring diambil filtratnya

Filtrat diamati dari samping terhadap sinar matahari dengan latar belakang gelap

Bila terlihat fluoresensi hijau maka ada urobilinogen
Bila timbul setelah 1 atau 2 tetes larutan lugol ada urobilin

Reaksi Erlich
Ditambahkan 5 tetes reagen Erlich kedalam 5 ml urin jernih

Jika urin mengandung uribilinogen akan terjadi warna merah

3. Pemeriksaan Bilirubin
10 ml urin ditambah larutan barium klorid sama banyak kedalam tabung

Dicampur baik-baik kemudian disaring

Diletakkan kertas saring diatas kertas saring yang masih kering

Endapan diatas kertas saring ditetesi 1 tetes reagen fouchet

Dalam waktu 1/2 – 1 menit, bila urin mengandung bilirubinakan terjadi warna biru
(bilisianin) atau hijau (biliverdin)

4. Pemeriksaan Hemoglobin
Kedalam tabung reaksi diisi seujung pisau benzidin, 5 ml asam asetat glasial, dan peroksida
sepertiga volume

Dibagi dua sama banyak

Tabung yang satu diisi urin yang sebelumnya telah direbus dan didinginkan
(jika ada hemoglobin akan berwarna hijau, hemoglobin banyak berwarna biru)

Tabung yang lain sebagai kontrol

Pemeriksaan dengan Reagen Strips

Dimasukkan urin kedalam beker glass

Dimasukkan regen strips beberapa saat

Dikeluarkan dan dikeringkan

Diamati indikator – indikator yang ada
V. INTERPRETASI DATA KLINIK
1. Benda-benda Keton
Normal :-
Indikasi : DM
Intrepetasi : diabetic ketoacidosis, infeksi saluran kencing, starvation,
vomiting, dehidrasi, anastesi umum, sternuous ezercise, cold
exposure
Fisiologi : keton dibentuk dalam hati yang normalnya dimetabolisme
secara sempurna. Perubahan metabolisme karbohidrat
menyebabkan akumulasi dan muncul diurin.

2. Urobilinogen
Normal : < 4,23 mikromol/hari (<2,5 mg/hari)
Indikasi : penyakit hati
Interpretasi : tinggi – parechymal liver disease, haemolytic anaemia
Fisiologi : bakteri mengubah bilirubin menjadi urobilinogen

3. Bilirubin
Normal :-
Indikasi : penyakit hati
Interpretasi : ada – jaundice atau penyakit hati – conjugated
hiperbilirubinemia. Tidak ada dengan clinical jaundice-
jaundice-unconjugated hiperbilirubinemia, hipervitaminosis A
Fisiologi : unconjugated bilirubin larut lipid sehingga tidak muncul dalam
urin, conjugated bilirubin larut air. Pada hipervitaminosis A,
jaundice disebabkan oleh karotin bukan bilirubin.

4. BJ urin
Normal : 1,003 – 1,030
Indikasi : renal disease
Interpretasi : high-diabetes melitus, low-diabetes insipidus, pituitary lesions,
renal damage (hipercalcaemia dan hypokalaemia)
Fisiologi : tinggi – pada DM (gula dalam urin). Low pada pituitary lesions –
sekresi homon antidiuretik yang rendah.

5. pH Urin
Normal : 4,6 – 7,0 ( > 7,0 pada vegetarian)
Indikasi : infeksi saluran kencing
Interpretasi : bervariasi tergantung makanan, tinggi-alkali-bacterial infection
(Proteus sp), renal tubular acidosis, urinary alkalinising drugs.
Fisiologi : proteus memecah urea –amonia (reaksi basa)

6. Glukosa urin
Normal :-
Indikasi : normal
Interpretasi : jika + menunjukkan DM, sindrom fanconi, stress fisik,
congenital renal glycosuria
Fisiologi : jumlah glukosa urin = serum jika tidak ada penyakit ginjal

7. Protein urin
Normal : kurang dari 0,07 g/l (<150mg/hari)
Indikasi : penyakit ginjal
Interpretasi : high – glomerular disease, cystitis, pyelonephritis, toxaemia,
pregnancy, hypertensi, congenital tubal disorder, Wilson’s
disease sarcoidosis,renal transplant rejection, myelomatosis,
nephrotik syndrome, amyloidosis, uroteric stone, renal tract
tumour, analgesic neurophaty, fever, sternuous exercise,
emotional stress, congestive cardiac failure, prolonged bed
rest.
Fisiologi : kerusakan glomeruli menaikkan permeabilitas dan
menyebabkan protein plasma lepas kedalam urin.perdaraha
dalam tract sering menyebabkan tes untuk protein positif.

VI. PEMBAHASAN

Percobaan ini dilakukan untuk menganalisa benda – benda keton, urobilin dan
urobilinogen serta pemeriksaan menggunakan reagen strips yang terdiri dari BJ, pH, glukosa,
protein, keton, bilirubin, urobilinogen, nitrit, darah dan leukosit esterase.

Pemeriksaan pertama dilakukan untuk melihat kandungan keton dalam urin. Hasil
percobaan dengan metode lange mendapat hasil (-). Jika memberi hasil positif (+) yang berarti
terdapat keton dalam urin, maka pasien diindikasikan mengidap penyakit diabetes mellitus.

Keton muncul dalam urin sebagai akibat kuranngnya glukosa pada sel, karena
glukosa tidak dapat masuk kedalam darah, hal ini disebabkan karena produksi insulin kurang,
sehingga sel kekurangan energi dan mengubah protein dan lipid sebagai sumber energi yang
akan berubah menjadi keton. Hal ini menyebabkan kadar keton dalam darah meningkat dan ikut
terekskresi bersama urin. Keton terbentuk dalam hati yang normalnya dimetabolisme secara
sempurna, tetapi perubahan metabolisme karbohidrat menyebabkan akumulasi dan muncul di
urin.

Adanya keton dalam urin terlihat dari timbulnya warna ungu pada perbatasan antara
lapisan urin dengan larutan amonia 28%. Pemeriksaan berikutnya yaitu percobaan urobilin dan
urobilinogen dengan reaksi Schlesinger dan reaksi Erlich. Reagen Schlesinger yaitu larutan zink
asetat atau zink klorida yang jenuh dalam alkohl 95%, sedangkan reagen Erlich yaitu
paradimethylamino-benzaldehide, asam hidroklorida pekat dan aquadest. Pada percobaan
urobilin dan urobilinogen dihindari urin yang telah berfluoresnsi sebalum penambahan reagen,
karena hal tersebut dapat memberikan hasil tes positif palsu.

Hasil percobaan dikatakan positif bila ada fluoresensi hijau dengan pengamatan dari
samping dan denganan latar belakang gelap (hitam). Urobilinogen terdeteksi dengan reagen
Schlesinger dengan fluoresensi hijau. Sedangkan urobilin terdeteksi bila timbul fluoresensi hijau
setelah penambahan larutan lugol 1-2 tetes. Selain itu urobilinogen dapat juga dideteksi dengan
reagen Erlich dengan membentuk senyawa berwarna merah ceri. Hasil percobaan dengan
reagen Sclesinger negatif (tidak berfluoresensi hijau), sedangkan dengan reagen Erlich
memberikan hasil positif(warna merah ceri). Pada reaksi Schlesinger hasilnya negatif kareba
urobilin diekskresikan sebagai kromogen urobilinogen dan dalam beberapa jam berubah
menjadi bilirubin. Jadi didalam urin tersebut terdapat urobilin, tetapi memerlukan waktu untuk
terbentuk.

Adanya urobinin dan urobilinogen mengindikasikan adanya penyakit hati, bila kadarnya >
4,23 mikromol/hari (>2,5 mg/hari). Urobilinogen dapat muncul diurin karena bilirubin diubah
oleh bakteri menjadi urobilinogen, lalu diekskresikan melalui dua jalur yaitu lewat feces dan
siklus sistemik (peredaran darah) melalui ginjal, sehingga pada urin akan terjadi pembentukan
warna.

Pemeriksaan bilirubin dengan percobaan Harrison, berdasarkan oksidasi bilirubin menjadi


biliverdin. Hasil positif jika terjadi warna hijau, hasil percobaan positif menunjukkan adanya
bilirubin dalam urin. Normalnya tidak ada bilirubin dalam urin, adanya bilirubin diindikasikan
penyakit hati atau perdarahan pada saluran kencing maupun pencernaan. Pada percobaan ini
tidak dilakukan pemeriksaan tehadap hemoglobin dalam urin karena reagen yang digunakan
bersifat karsinogenik (benzidin).

Analisis urin dapat dilakukan dengan lebih cepat dan mudah dengan menggunakan egen
strips yaitu reagen kering yang dimasukkan kedalam kertas selubiyang kemudian ditempel padu
pada batang plastik tipis. Pemeriksaan dilakukan dengan mencelupkan strips ke dalam urin,
dibiarkan bereaksi sebentar kemudian dicocokkan warna pada reagen strips dengan tabel yang
tersedia pada dinding kemasan.

Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan dengan reagen strips yaitu BJ urin > 1,030,
normalnya 1,003-1,030 jika lebih tinggi dari dari keadaan normal maka diindikasikan mengalami
gangguan renal ataupun diabetes melitus. pH urin 6,0 rentang pH normal urin adalah antara 4,6
– 7,0 jika lebih dari normal maka diindikasikan mengalami gangguan saluran kencing. Sedang
pada glukosa didapat khasil negatif,jika ditemulkan glukosa maka diindikasikan diabetes melitus.
Untuk benda keton diperoleh > 80mg/dl, untuk bilirubin hasil negatif, urobilinogen >12mg/dl,
Nitrit negatif, dan leukosit esterase trace 15

VII. KESIMPULAN
1. Keton terdapat dalam urin karena glukosa yang tidak dapat masuk kedalam sel dan menjadi
indikasi penyakit diabetes melitus
2. Urobilin dan urobilinogen bila terdeteksi dalam urin merupakan indikasi adanya penyakit hati
3. Pemeriksaan benda – benda keton pada urin menunjukkan hasil negatif
4. Pemeriksaan bilirubin pada urin menunjukkan hasil positif yang mengindikasikan adanya
penyakit hati
5. Pemeriksaan urobilin dengan reaksi Schlesinger menunjukkan hasil negatif,sedangkan
pemeriksaan urobilinogen dengan reaksi erlich positif dan mengindikasikan penyakit ginjal

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Ernst Mustchler,1991, Dinamika Obat, Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi edisi 5. ITB :
Bandung
Hardjasasmita, P,1996.,Ikhtisar Biokimia Dasar, Balai Penerbit FKUI : Jakarta
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12PenilaianHasilPemeriksaanUrin.pdf/12PenilaianHasilPe
meriksaanUrin.html

Vous aimerez peut-être aussi