Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENCEGAHAN
I. PENDAHULUAN
Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan didunia dan
dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan. Hal
ini karena selain prevalensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan
problema pasca akut bahkan dapat terjadi cirroshis hepatitis dan karsinoma
hepatoseluler primer. Sepuluh persen dari infeksi virus hepatitis B akan menjadi
kronik dan 20 % penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak
tertular akan mengalami cirroshis hepatis dan karsinoma hepatoselluler
(hepatoma). Kemungkinan akan menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi
pada usia balita dimana respon imun belum berkembang secara sempurna.
Pada saat ini didunia diperkirnkan terdapat kira-kira 350 juta orang
pengidap (carier) HBsAg dan 220 juta (78 %) diantaranya terdapat di Asia
termasuk Indonesia. Berdasarkan pemeriksaan HBsAg pada kelompok donor
darah di Indonesia prevalensi Hepatitis B berkisar antara 2,50-36,17 %
(Sulaiman, 1994). Selain itu di Indonesia infeksi virus hepatitis B terjadi pada
bayi dan anak, diperkirakan 25 -45,g% pengidap adalah karena infeksi perinatal.
Hal ini berarti bahwa Indonesia termasuk daerah endemis penyakit hepatitis B
dan termasuk negara yang dihimbau oleh WHO untuk melaksanakan upaya
pencegahan (Imunisasi).
Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui darah/darah
produk yang mempunyai konsentrasi virus hepatitis B yang tinggi, melalui
semen, melalui saliva, melalui alat-alat yang tercemar virus hepatitis B seperti
sisir, pisau cukur, alat makan, sikat gigi, alat kedokteran dan lain-lain. Di
Indonesia kejadian hepatitis B satu diantara 12-14 orang, yang berlanjut menjadi
hepatitis kronik, chirosis hepatis dan hepatoma. Satu atau dua kasus meninggal
akibat hepatoma.
Mengingat jumlah kasus dan akibat hepatitis B, maka diperlukan
pencegahan sedini mungkin. Pencegahan yang dilakukan meliputi pencegahan
penularan penyakit penyakit hepatitis B melalui Health Promotion dan
pencegahan penyakit melalui pemberian vasinasi. Menurut WHO bahwa
pemberian vaksin hepatitis B tidak akan menyembuhkan pembawa kuman
(carier) yang kronis, tetapi diyakini 95 % efektif mencegah berkembangnya
penyakit menjadi carier.
Tujuan tulisan ini adalah untuk menggambarkan penyakit hepatitis B,
epidemiologi, cara penularan dan upaya pencegahan yang dapat dilakukan agar
kasus hepatitis tidak meningkat.
! Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar
mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan berakhir
dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang
berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan
fisik hati menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan
muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria
dan uremia.
! Hepatitis Kronik
Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B kronik.
Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan yang
mantap.
2.6. KELOMPOK RESIKO TINGGI TERKENA HEPATITIS B
Dalam epidemiologi Hapatitis B dikenal kelompok resiko tinggi yang lebih
sering terkena infeksi Virus B dibandingkan yang lain, yang termasuk kelompok
ini adalah :
1. lndividu yang karena profesi / pekerjaannya atau lingkungannya relatif lebih
sering ketularan, misal : petugas kesehatan (dokter, dokter gigi, perawat,
bidan), petugas laboratorium, pengguna jarum suntik, wanita tuna susila, pria
homoseksual, supir, dukun bayi, bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi
hepatitis B.
2. Individu dengan kelainan sistem kekebalan selular, misal penderita hemofilia,
hemodialisa, leukemia limfositik, penderita sindroma Down dan penderita
yang mendapat terapi imunosupresif.
B. PENCEGAHAN PENYAKIT
Pencegahan penyakit dapat dilakukan melalui immunisasi baik aktif maupun pasif
1. Immunisasi Aktif
Pada negara dengan prevalensi tinggi, immunisasi diberikan pada bayi yang lahir
dari ibu HBsAg positif, sedang pada negara yang prevalensi rendah immunisasi
diberikan pada orang yang mempunyai resiko besar tertular. Vaksin hepatitis
diberikan secara intra muskular sebanyak 3 kali dan memberikan perlindungan
selama 2 tahun.
Program pemberian sebagai berikut:
Dewasa:Setiap kali diberikan 20 µg IM yang diberikan sebagai dosis awal,
kemudian diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan.
Anak :Diberikan dengan dosis 10 µg IM sebagai dosis awal , kemudian diulangi
setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan.
2. Immunisasi Pasif
Pemberian Hepatitis B Imunoglobulin (HBIG) merupakan immunisasi pasif
dimana daya lindung HBIG diperkirakan dapat menetralkan virus yang infeksius
dengan menggumpalkannya. HBIG dapat memberikan perlindungan terhadap
Post Expossure maupun Pre Expossure. Pada bayi yang lahir dari ibu, yang HBsAs
positif diberikan HBIG 0,5 ml intra muscular segera setelah lahir (jangan lebih
dari 24 jam). Pemberian ulangan pada bulan ke 3 dan ke 5. Pada orang yang
terkontaminasi dengan HBsAg positif diberikan HBIG 0,06 ml/Kg BB diberikan
dalam 24 jam post expossure dan diulang setelah 1 bulan.
KESIMPULAN
Hepatitis B merupakan persoalan kesehatan masyarakat yang perlu segera
ditanggulangi, mengingat prevalensi yang tinggi dan akibat yang ditimbulkan
hepatitis B.
Penularan hepatitis B terjadi melalui kontak dengan darah / produk darah,
saliva, semen, alat-alat yang tercemar hepatitis B dan inokulasi perkutan dan
subkutan secara tidak sengaja. Penularan secara parenteral dan non parenteral
serta vertikal dan horizontal dalam keluarga atau lingkungan.
Resiko untuk terkena hepatitis B di masyarakat berkaitan dengan
kebiasaan hidup yang meliputi aktivitas seksual, gaya hidup bebas, serta
pekerjaan yang memungkinkan kontak dengan darah dan material penderita.
Pengendalian penyakit ini lebih dimungkinkan melalui pencegahan
dibandingkan pengobatan yang masih dalam penelitian. Pencegahan dilakukan
meliputi pencegahan penularan penyakit dengan kegiatan Health Promotion dan
Spesifik Protection, maupun pencegahan penyakit dengan imunisasi aktif dan
pasif.
DAFTAR PUSTAKA