Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Novi
Diah
Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit
Mei 2011
1. Pendahuluan
Organisasi Rumah Sakit disusun dengan tujuan untuk mencapai visi dan misi Rumah Sakit dengan menjalankan tata kelola
perusahaan yang baik (Godd Corporate Governance) dan tata kelola klinis yang baik (Good Clinical Governance).
Dalam Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 33 Ayat 1 dan 2 tersebut menyebutkan
setiap rumah sakit harus memilikiorganisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel serta paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit
atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan
internal, serta administrasi umumdan keuangan.
tanggal 1 Januari 2010 telah berlaku implementasi modus keempat dalam era liberalisasi perdaganan jasa bidang kesehatan
untuk negara kawasan Asia Tenggara sesuai dengan perjanjian kerjasama ASEANMutual Recognition Arrangement on Medical
pertemuan tanggal 26-27 April 2007 di Lake Buena Vista Florida tentang
Rumah Sakit
1. Pengertian
Ada beberapa pengertian rumah sakit yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu:
a. Menurut Assosiation of Hospital Care (1947) Rumah sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan
masyarakat, pendidikan serta penelitian kedokteran diselenggarakan.
b. Menurut American Hospital Assosiation (1947) Rumah sakit adalah suatu alat organisasi yang terdiri atas
tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan
pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit
yang diderita oleh pasien.
c. Menurut Wolper dan Pena (1997) rumah sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima
pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan
tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan.
d. Menurut UU No. 44 Tahun 2009 rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakn pelayanan rawat inap, rawat jalan dan
gawat darurat.
2. Fungsi Rumah sakit
a. Penyelengaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah
sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat
kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidkan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan
dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka
peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperlihatkan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
I. Mutu Pelayanan Rumah Sakit
Mutu pelayanan rumah sakit adalah derajat kesempurnaan rumah sakit untuk memenuhi permintaan konsumen
akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi
sumber daya yang tersedia di rumah sakit dengan wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan
sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah
dan masyarakat konsumen.
Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan, maka fungsi pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan dalam rumah sakit secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi efektif dan efisien serta
memberi kepuasan terhadap pasien, keluarga maupun masyarakat. Dengan latar belakang diatas, maka program
pengendalian / peningkatan mutu pelayanan merupakan prioritas utama di semua rumah sakit.
1. Keandalan yang mencakup dua hal pokok yaitu konsistensi kerja dan kemampuan untuk dipercaya.
2. Daya tangkap yaitu sikap tanggap para karyawan melayani saat dibutuhkan pasien.
3. Kemampuan yaitu memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan aagar dapat memberikan jasa
tertentu.
4. Mudah untuk dihubungi dan ditemui
5. Sikap sopan, respek dan keramahan para pegawai.
6. Komunikasi yaitu memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami serta
selalu mendengaran saran dan keluhan pelanggan.
7. Dapat dipercaya dan jujur
8. Jaminan keamanan
9. Usaha untuk mengerti dan memahami kebutuhan pelanggan
10. Bukti langsung yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang digunakan, representasi fisik
dan jasa.
Dalam perkembangan selanjutnya, Parasuraman mengemukakan bahwa 10 faktor yang mempengaruhi mutu tersebut
dapat dirangkum menjadi 5 faktor pokok yaitu:
1. Tangibles; bukti langsung berupa fasilitas fisik, perlengkapan, sarana dan penampilan pegawai.
2. Realibility; kehandalan yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan
memuaskan.
3. Responsiveness; daya tanggap yaitu keinginan para karyawan dalam memberikan pelayanan dengan tanggap.
4. Assurance; jaminan mencakup pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kesopanan dan sikap dapat dipercaya
dari para karyawan, bebas dari bahaya, resiko dan keragu-raguan.
5. Empathy yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan
memahami kebutuhan pelanggan.
Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan garda terdepan pelayanan medis rumah sakit tentunya dituntut pula
melakukan program pengendalian / peningkatan mutu.
Yaitu pasien yang tiba tiba berada dalam keadaan gawat darurat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya, atau
anggota badannya.(akan menjadi cacat) bila yidak mendapat pertolonghan secerpatnya.
Pasien yang tiba–tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota
badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut
5. Kecelakaan (Accident)
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang datangnya mendadak, tidak dikehendaki sehingga
menimbulkan cedera (fisik, mental, sosial)
Tempat kejadian :
a. Kecelakaan lalu lintas
d. Kecelakaan di sekolah
e. Kecelakaan di tempat – tempat umum lain seperti halnya : tempat rekreasi, perbelanjaan, di arena olahraga,
dll
Mekanisme kejadian :
Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing, tersengat, terbakar baik karena efek kimia, fisik maupun
listrik atau radiasi
Waktu kejadian :
Cedera
Bencana
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang mengakibatkan korban dan
penderitaan manusia kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta
menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang
memerlukan pertolongan dan bantuan
Instalasi Pelayanan Gawat Darurat melakukan pelayanan terus menerus selama 24 jam.Secara prinsip maka IGD hanya
melakukan ”primary care” sedangkan ”definitive care” dilakukan pada unit lain dengan cara kerjasama yang baik.
Standar ketenagaan:
KUALIFIKASI
NAMA JABATAN KEBUTUHAN
PENDIDIKAN SERTIFIKASI PENGALAMAN KERJA
5 tahun di Manajemen
Kepala Instalasi S1 Kedokteran PPGD / ATLS /
Rumah Sakit /
Gawat Darurat Umum ACLS
Institusi Kesehatan
PPGD / BLS /
BTLS / BCLS
Kepala Ruangan IGD D3 Keperawatan
Manajemen
Keperawatan
PPGD / ATLS /
Dokter Jaga IGD Dokter Umum
ACLS
Diutamakan yang
memiliki pengalaman
Diutamakan yang
telah berpengalaman
1j Petugas Farmasi SAA
di Bidang Farmasi
Perumahsakitan
Pengertian
Adalah suatu tata cara pengaturan jadwal jaga bulanan dokter IGD RS agar pelayanan dapat berlangsung dengan tertib,
aman dan bertanggung jawab.
Tujuan
Agar dapat memberikan kejelasan serta keteraturan dokter jaga IGD, serta kemudahan bagi para petugas IGD dan petugas
RS yang lain dalam memberikan pelayanan. Sehingga pelayanan secara keseluruhan dapat berjalan dengan tertib, lancar
dan bertanggung jawab.
Kebijakan
Pengaturan dokter jaga disusun dan ditetapkan oleh Kepala Instalasi Gawat Darurat, dengan mempertimbangkan jam
kerja sesuai peraturan Depnaker. Serta dilaksanakan oleh seluruh dokter jaga IGD
Prosedur
1. Kepala IGD memperhatikan jadwal jaga bulan sebelumnya untuk melihat kelebihan atau kekurangan jam
jaga dokter IGD dibulan sebelumnya.
2. Dokter jaga IGD dapat membuat permintaan jadwal jaga selama masih bisa di akomodir dalam pelayanan
IGD.
3. Kepala IGD / perwakilan dokter jaga IGD yang ditunjuk membuat draft jadwal jaga dokter IGD 1 (satu)
minggu sebelum jadwal diberlakukan.
4. Dalam waktu 3 hari setelah adanya draft jadwal jaga, dokter jaga IGD dapat mengajukan keberatan draft
jadwal jaga tersebut, selama dianggap tidak mengaggu kelancaran pelayanan di IGD.
5. Kepala IGD menetapkan jadwal jaga IGD 3 (tiga) hari sebelum jadwal dilaksanakan.
6. Dokter jaga IGD diwajibkan melaksanakan jadwal jaga yang telah ditentukan
7. Bilamana dokter yang bersangkutan berhalangan hadir maka 2 (dua) hari sebelumnya dapat menghubungi
Kepala IGD untuk mengajukan dokter jaga pengganti dengan mengisi form tukar jaga atau form cuti
8. Dokter jaga pengganti menanda tangani kesepakatan menerima tugas jaga dan selanjutnya bertanggung
jawab untuk bertugas di IGD sesuai dengan kesepakatan dan diketahui oleh Kepala IGD
9. Dokter jaga IGD yang berhalangan hadir secara mendadak wajib memberitahu dokter jaga IGD yang sedang
bertugas untuk meneruskan tugas jaga IGD sampai dokter jaga di IGD yang menggantikan datang dan juga
memberitahu kepada Kepala IGD.
10. Dokter jaga IGD yang sedang bertugas sanggup meneruskan jaga IGD bilamana tidak ada seorangpun
dokter jaga IGD lain yang sanggup menggantikan tugas jaga, dan selanjutnya memberitahu kepada Kepala IGD
Unit Terkait: - Admission
Komite medis
Pengaturan Jaga Perawat IGD
Pengaturan Jadwal Jaga Dokter Konsulen
Pengaturan jadwal jaga dokter konsulen menjadi tanggung jawab Ka. Instalasi Rawat.
Jadwal jaga dokter konsulen dibuat untuk jangka waktu 1 bulan, serta sudah di edarkan ke unit terkait dan dokter
konsulen yang bersangkutan 1 minggu sebelum jaga dimulai.
Apabila dokter konsulen jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai dengan jadwal yang telah di tetapkan,
maka ;
*. Untuk yang terencana, dokter yang bersangkutan harus menginformasikan ke Ka. Instalasi Rawat atau petugas
administrasi medis paling lambat 3 hari sebelum tanggal jaga,serta dokter tersebut wajib menunjuk dokter jaga
konsulen pengganti.
*. Untuk yang tidak terencana, dokter yang bersangkutan harus menginformasikan kepada ka.Instalsi Rawat atau ke
petugas administrasi medis, dan di harapkan dokter tersebut sudah menunjuk dakter jaga konsulen pengganti, apabila
dokter jaga pengganti tidak di dapatkan, maka Ka.Instalasi Rawat wajib untuk mencarikan dokter jaga konsulen
pengganti.
Standar Fasilitas
2. Peralatan
Peralatan yang tersedia di IGD mengacu kepada buku pedoman pelayanan Gawat darurat Departemen Kesehatan RI untuk
menunjang kegiatan pelayanan terhadap pasien Gawat Darurat.
3) Defibrilator ( 1 buah)
16) Gunting
I. Cromic
II. Mersilk
III. Premilene
I. 7,5 cm x 4,5 m
II. 10 cm x 4,5 m
III. 15 cm x 4,5 m
5) Lampu sorot
6) Kassa (1 tromol)
7) Dressing set (2 set)
4) NGT
I. Nomor 14 ( 3 buah)
II. Nomor 16 ( 3 buah)
5) Otoscope (1 buah)
7) Tensimeter ( 3 buah)
8) Stetoskop ( 2 buah)
9) Thermometer (1 buah)
3) NGT
I. Nomor 14 ( 3 buah)
5) Stetoskop ( 2 buah)
6) Thermometer (1 buah)
9) Monitor EKG
1) Partus set
2) Infamwarmer
3) Hendscoon
4) Suction Central
5) Tensimeter
6) Timbangan bayi
7) Lampu penerang
f) Alat-alat dalam trolly emergency : elektroda EKG anak, elektroda EKG dewasa, face mask adult, face mask pediatric,
guedel no.1-6, O2 NRM, O2 conecting, O2 nasal canul, O2 simple mask, resuscitator kit adult, resuscitator kit neonates,
resuscitator pediatric, suction cateter no.14,12,10,8.
g) Ambulance
a) Perlengkapan ambulance
AC (Air Conditioner)
Sirine
Lampu rotater
Sabuk pengaman
Westafel
Tempat sampah
Mesin suction
Stethoscope
Ambu bag
Senter ( 1 buah )
Stetoskop ( 1 buah )
Tensimeter ( 1 buah )
Piala ginjal ( 1 buah )
Plester ( 1 gulung )
1) Tujuan
Supaya peralatan yang ada dapat digunakan dengan baik sesui dengan fungsinya.
Supaya nilai / hasil yang dikeluarkan dari alat medis sesuai dengan hasil yang sebenarnya.
Sebagai bahan informasi untuk perencanaan peremajaan peralatan terutama peralatan medis yang
diperlukan.
2. Bila keluarga tidak ada petugas IGDbekerja sama dengan security untuk mencari identitas pasien.
3. Petugas registrasi akan memberikan berkas rekam medis baru yang akan diisi oleh dokter IGD dan perawat IGD, bila
yang berobat adalah pasien lama, petugas registrasi akan menelfon ke central rekam medis untuk di turunkan
berkasnya. Pada malam hari dan hari libur, petugas registrasi IGD yang langsung mengambil berkas ke central rekam
medis.
4. Bila pasien dalam keadaan gawat darurat, maka akan langsung diberikan pertolongan di IGD, sementara
keluarga/penanggung jawab melakukan pendaftaran dibagian registrasi IGD.
2. Dokter jaga IGD melakukan pemeriksaan pada pasien secara lengkap dan menentukan prioritas penanganan.
Triase adalah system seleksi penderita yang menjamin setiap penderita untuk mendapatkan pelayanan gawat darurat
secara tepat dan akurat.
1. Penderita yang masuk dalam system TRIASE segera dapat diarahkan ke ruang periksa sesuai label, yang berdasarkan
dari sifat kegawatan penyakit dan jenis pertolongan yang dibutuhkan.
3. Petugas triase adalah dokter jaga IGD sebagai pelaksana harian dan atau perawat pelaksana senior.
1. Penderita dengan label merah dalam ruang bedah , untuk dilakukan pemeriksaan/tindakan :
3. Penderita dengan label kuning, masuk dalam ruan observasi untuk dilakukan tindakan observasi, selama
observasi penderita di bawah pengawasan dokter jaga saat itu, kemungkinan teknis :
4. Penderita dengan label biru masuk dalam ruang resusitasi untuk segera dilakukan tindakan resusitasi jantung
pulmonal dan atau resusitasi otak/cairan dan lain sebagainya. Bila perlu dapat dilakukan defibrilasi /cardioversi ,
dengan kemungkinan teknis. :
1. Dokter IGD yang sedang bertugas menjelaskan tujuan dari pengisian informed consent pada pasien/keluarga pasien
disaksikan oleh perawat.
2. Pasien , atau keluarga pasien bila pasien dalam keadaan tidak sadar atau masih di bawah umur menyetujui, informed
consent diisi dengan lengkap disaksikan oleh perawat.
1. Bagi pasien yang memerlukan penggunaan ambulance RSUD Cengkareng sebagai transportasi.maka perawat unit
terkait menghubungi IGD.
2. Perawat IGD menuliskan data-data / penggunaan ambulance ( nama pasien ruang rawat inap, waktu penggunaan &
tujuan penggunaan).
3. Pasien dilakukan anamnesa dan pemeriksaan tanda vital oleh perawat IGD.
5. Dokter jaga menjelaskan kondisi pasien kepada keluarga / penanggung jawab pasien.
7. Bila tidak perlu dirawat, pasien diberikan resep dan bias langsung pulang.
1. Petugas IGD menerima surat permintaan visum et repertum dari pihak kepolisian.
3. Petugas rekam medis menyerahkan status medis pasien kepada dokter jaga yang menanggani pasien terkait.
4. Setelah visum et repertum diselesaikan oleh rekam medis maka lembar yang asli diberikan kepada pihak kepolisian.
4. Jenazah dipindahkan/diserah terimakan ke ruangan kamar jenazah dari perawat IGD ke petugas kamar jenazah.
- Dokter jaga IGD memberikan informasi pada dokter jaga rumah sakit rujukan mengenai keadaan umum pasien
- Bila tempat telah tersedia dirumah sakit rujukan, perawat IGD menghubungi supir ambulance , atau bisa juga
menghubungi ambulan 118 sesuai kondisi pasien.
3. Penetapan Standar Pelayanan Medis dan Penunjang Medis (Penerapan Standar Pelayanan Minimal, Indikator
Mutu, dan penyusunan SPO)
- Morning Report
- Ronde Pelayanan Medis
- Case Presentation
- Rapat Pekanan
- Rapat Bulanan
6. Pelaksanaan program MONEV (monitoring dan evaluasi) serta perumusan langkah perbaikan / peningkatan
mutu
7. Secara periodik perlu dilakukan studi banding untuk melihat layanan IGD rumah sakit lain, baik rumah sakit
pemerintah / PEMDA maupun swasta.
Kegiatan “Bench Marking” diatas diperlukan untuk memperluas wawasan staf IGD dalam pengelolaan unit layanan terkait.
Sedangkan uraian sistematika program ”Pengendalian Mutu” diatas adalah sebagai berikut :
- Penetapan Standar Pelayanan Medik; khususnya pembuatan pada 10 kasus penyakit terbanyak dan kasus
kegawatdaruratan medik secara umum
Dalam langkah sosialisasi dimaksud menggunakan media, yaitu : surat, rapat rutin, ”morning report”
- Supervisi rutin; dilaksanakan oleh Ka. Instalasi IGD dan supervisi unit terkait
4. Ditetapkan ACTION PLAN terkait tindaklanjut dari kegiatan MONEV. Penetapan dengan ”ACTION
PLAN” ditentukan oleh temuan teknis dalam kegiatan Monitoring dan Evaluasi. Dalam penerapan “ACTION PLAN”
tersebut diharapkan mampu memfasilitasi percepatan pencapaian standar mutu yang telah ditetapkan.
Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang terdapat di rumah sakit yang merupakan
gabungan dari beberapa fungsi pelayanan.Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu perawatan
intensif atau observasi ketat karena penyakitnya.
Menurut Revans (1986) bahwa pasien yang masuk pada pelayanan rawat inap akan mengalami tingkat proses
transformasi yaitu:
a. Tahap admission yaitu pasien dengan penuh kesabaran dan keyakinan dirawat tinggal di rumah sakit.
b. Tahap diagnosis yaitu pasien diperiksa dan ditegakkan diagnosisnya.
c. Tahap treatment yaitu berdasarkan diagnosis pasien dimasukkan dalam program perawatan dan terapi.
d. Tahap inspection yaitu secara continue diobservasi dan dibandingkan pengaruh serta respon pasien atas
pengobatan.
e. Tahap control yaitu setelah dianalisis kondisinya, pasien dipulangkan, pengobatan diubah atau diteruskan.
Namun dapat juga kembali ke proses untuk didiagnosa ulang.
Menurut Jacobalis (1990) kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat inap rumah sakit dapat diuraikan dari beberapa
aspek, diantaranya adalah:
Aspek ini menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku dokter dan perawat dan tenaga profesi lainnya.
g. Efisiensi dan efektifitas
Aspek ini menyangkut pemanfaatan semua sumber daya rumah sakit agar dapat berdaya guna dan berhasil guna.
h. Keselamatan Pasien
i. Kepuasan pasien
Aspek ini menyangkut kepuasan fisik, mental dan social pasien terhadap lingkungan rumah sakit, kebersihan, kenyamanan,
kecepatan pelayanan, keramahan, perhatian, biaya yang diperlukan dan sebagainya.
a. Petugas peneima pasien dalam melakukan pelayanan terhadap pasien harus mampu melayani dengan cepat
karena mungkin pasien memerlukan penangannan segera.
b. Penanganan pertama dari perawat harus mampu membuat pasien menaruh kepercayan bahwa pengobatan
yang diterima dimulai secara benar.
c. Penanganan oleh para dokter yang professional akan menimbulkan kepercayaan pasien bahwa mereka tidak
salah memilih rumah sakit
d. Ruangan yang bersih dan nyaman memberikan nilai tambah kepada rumah sakit
e. Peralatan yang memadai dengan operator yang professional
f. Lingkungan rumah sakit yang nyaman.
Mutu pelayanan rawat inap biasanya bertolak ukur pada beberapa indikator berikut sebagai cakupan pelayanan
rawat inap, yaitu dengan menggunakan BOR, ALOS, TOI, BTO, NDR, GDR dan beberapa prestasi yang pernah diraih
beberapa tahun belakangan ini.
a. BOR (Bed Occupancy Rate)
BOR adalah suatu prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan
gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal
adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
Rumus BOR = (Jumlah hari perawatan rumah sakit / (Jumlah tempat tidur X Jumlah hari dalam satu periode)) X
100%.
b. ALOS (AverageLength of Stay)
ALOS adalah suatu gambaran mutu pelayanan yang menggambarkan rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini
disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila
diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai
ALOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).
Rumus ALOS = Jumlah lama dirawat / Jumlah pasien keluar (hidup + mati).
1. Dokter spesialis melakukan visit di ruang perawatan dimulai saat pasien masuk, sampai selesai perawatan.
2. Dokter tersebut selama visit didampingi sebisa mungkin oleh dokter ruangan, dan perawat yang bertugas mencatat
semua instruksi dokter tersebut.
3. Selama visit, dokter selain memeriksa kondisi pasien juga memberikan kesempatan pada pasien atau keluarganya,
untuk menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan penyakit dan penanganan pasien tersebut.
4. Setelah visit, dokter owner wajib memberikan instruksi tertulis dalam status dan secara lisan kepada dokter ruangan
dan perawat, dengan jelas.
5. Dalam penulisan resep untuk pasien tersebut, dokter ruangan mengingatkan kepada dokter owner, agar menuliskan
secara jelas dan terbaca. Hal ini untuk menghindari kesalahan dalam persepsi terhadap resep tersebut, pada bagian
keperawatan rawat inap dan farmasi.
1. Pasien yang direncanakan pulang dari dokter yang merawat, atau APS, segera dipersiapkan oleh perawat ruangan
kelengkapannya saat pulang, dan urusan administrasinya.
2. Perawat ruangan memeriksa semua transaksi telah dimasukkan semua ke dalam billing system pasien tersebut,
termasuk diantaranya visit dan konsultasi dokter, pemeriksaan penunjang, alat-alat kesehatan, serta obat-obatan
yang dipakai selama menjalani perawatan. Selama proses pemeriksaan tersebut perawat ruangan harus
berkoordinasi dengan bagian terkait (unit penunjang medis, kasir/petugas billing), sehingga tidak ada transaksi yang
terlewat.
3. Setelah proses pengecekan telah selesai, perawat melakukan konfirmasi ke Kasir Rawat Inap, kalau semua transaksi
telah dimasukkan semua ke billing pasien.
2. Setelah jelas rumah sakit yang akan dituju, pihak RS menghubungi melalui telepon untuk menanyakan tempat dan
mendapatkan informasi mengenai biaya perawatan, dan diketahui / disetujui keluarga pasien.
3. Jika ada tempat, dokter pasien yang bersangkutan / dokter ruangan / dokter jaga IGD harusberbicara langsung
dengan dokter di Rumah Sakit yang dituju mengenai keadaan pasien. Jika tidak ada tempat pada Rumah Sakit
yang dituju, carikan Rumah Sakit lain, hingga mendapat tempat.
4. Buatkan surat pengantar / rujukan untuk pasien yang akan dirujuk oleh dokter yang bersangkutan / dokter jaga /
dokter IGD.
5. Setelah jelas, maka pasien dipersiapkan keperluan dan kelengkapannya, baik secara klinis, administratif, serta resume
medisnya, untuk merujuk ke tempat yang dituju. Pasien / keluarga diharapkan menyelesaikan terlebih dahulu
administrasi Rumah Sakit, sebelum pindah ke Rumah Sakit lainnya.
6. Pasien yang dirujuk ke luar RS, harus didampingi oleh perawat dan ambulance dari RS, sampai ke tempat tujuan.
7. Setelah pasien sampai ke tempat tujuan, perawat mengalihkan segala kelengkapan pasien, dan menjelaskan secara
detail tentang pasien tersebut..
8. Perawat dan ambulance setelah selesai menunaikan tugasnya, segera kembali ke RS.
1. Kejadian kematian ibu karena persalinan, standar: perdarahan < 1%, pre-eklampsia < 10%, sepsis < 0,2%
2. Pemberi pelayanan persalinan normal, standar: dokter SpOG, dokter umum terlatih (asuhan persalinan
normal), bidan.
3. Pemberi pelayanan persalinan dengan penyulit, standar: tim PONEK yang terlatih
4. Pemberi pelayanan persalinan dengan tindakan operasi, standar: dokter SpOG, dokter SpA, dokter SpAn
5. Kemampuan menangani BBLR 1500gr – 2500gr, standar: 100%
6. Pertolongan persalinan melalui seksio cesaria, standar: < 20%
7. Keluarga Berencana, standar: 100%
a. Presentasi KB (vasektomi & tubektomi) yang dilakukan oleh tenaga kompeten dr. Sp.OG, dr.Sp.B, dr.Sp.U,
dr.umum terlatih
b. Presentasi peserta KB mantap yang mendapat konseling KB mantap oleh bidah terlatih
8. Kepuasan pelanggan, standar: > 80%
1. Rata-rata pasien yang kembali ke perawatan intensif dengan kasus yang sama < 72 jam, standar: < 3%
2. Pemberi pelayanan Unit Intensif, standar: dokter SpAn dan dokter spesialis sesuai dengan kasus yang
ditangani, 100% perawat minimal D3 dengan sertifikat perawat mahir ICU/setara D4
1. Waktu tunggu hasil pelayanan laboratorium, standar: ≤ 140 menit kimia darah dan darah rutin
2. Pelaksana ekspertisi, standar: dokter SpPK
3. Tidak adanya kesalahan pemberian hasil pemeriksaan laboratorium, standar: 100%
4. Kepuasan pelanggan, standar: > 80%
1. Kejadian Drop Out pasien terhadap pelayanan rehabilitasi medik yang direncanakan, standar: < 50%
2. Tidak adanya kejadian kesalahan tindakan rehabilitasi medic, standar: 100%
3. Kepuasan pelanggan, standar: > 80%
Prosedur:
1. Pasien mendaftarkan diri ke Unit Pendaftaran, bila telah punya kartu kontrol, harap menyerahkan kartu
tersebut ke petugas ruang Pendaftaran
2. Bila pasien membawa pengantar dari dokter, pengantar tersebut harap ditunjukkan pada petugas, dan
selanjutnya pasien diarahkan ke Unit Rehab Medis.
3. Pasien kemudian menunggu giliran untuk dipanggil, dan dilakukan tindakan.
4. Untuk pasien-pasien ruang rawat inap, perawat harap menginformasikan terlebih dahulu kepada ruang rehab
medik, bila akan dilakukan terapi rehab medik, lengkap beserta tindakan dan instruksi dokternya.
Standar pelayanan minimal: Pelayanan terhadap pasien GAKIN yang datang ke RS pada setiap unit pelayanan, standar
100% terlayani.
1. Kelengkapan pengisian rekam medik 24 jam setelah selesai pelayanan, standar: 100%
2. Kelengkapan Informed Concent setelah mendapatkan informasi yang jelas, standar: 100%
3. Waktu penyediaan dokumen rekam medik pelayanan rawat jalan, standar: <10 menit
4. Waktu penyediaan dokumen rekam medik pelayana rawat inap, standar: <15 menit
1. Baku mutu limbah cair, standar: BOD < 30 mg/l, COD < 80 mg/l, TSS < 30 mg/l, Ph 6-9
2. Pengelolaan limbah padat infeksius sesuai dengan aturan, standar: 100%
1. Ada anggota Tim PPI yang terlatih, standar: anggota tim PPI yang terlatih 75%
2. Tersedia APD di setiap instalasi/departemen, standar: 60%
3. Kegiatan pencatatan dan pelaporan infeksi nosokomia/HAI (Healthcare Associated Infection) di RS (min 1
parameter), standar: 75%
DAFTAR PUSTAKA
1. Azwar, Azrul. Pengantar Administrasi Kesehatan, edisi III PT Bina Rupa Aksara, Jakarta. 1996.
2. Ditjen Yankes. Pedoman Kerja Rumah Sakit Jilid III, Depkes RI. Jakarta. 1991/1992
3. Depkes RI. Standar Pelayanan Rumah Sakit, Dirjen Yanmed. Depkes RI, Jakarta. 1992
4. Wijono,DJ. Manajemen Mutu Pelayanan Rumah SAkit, Airlangga University Press. Surabaya. 1994
5. Soedarmono Soejitno, Ali Alkatiri, Emil Ibrahim. Reformasi perumahsakitan Indonesia. Gramedia Widiasarana
Indonesia. Jakarta. 2002
6. Jacobalis, S. Beberapa Teknis Dalam Manajemen Mutu. Universitas Gajah mada. Yogyakarta. 1993.
7. Husain, F.W., dkk. Standar Pelkayanan Minimal Rumah Sakit. Depkes RI. Jakarta. 2008
8. UU No.44 Tahun 2009. www.dinkes.jogjaprov.go.id