Vous êtes sur la page 1sur 6

M.I. Kedokteran Gigi Vol. 23, No.

I, Maret 2008

Kombinasi Parasetamol dan Tramadol sebagai Analgesik Alternatif dalam Menangani Nyeri Gigi

Sheila Soesanto dan Didi N. Santosa

Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Trisakti

ABSTRACT

Poorly managed dental pain make patient avoid dental treatment which can lead the disease worse and difficult to be treated. To overcome this problem, other than accurate diagnosis and proper treatment, we need suitable analgesic in managing dental pain. Most analgesic have ceiling dose to avoid unwanted adverse reactions, like liver damage caused by paracetamol, gastrointestinal irritation and. myocardiac infark caused by NSAID, and constipation caused by opioid. Low dose opioid such tramadol is less effective when given as single dose. But if it is combined with non opioid analgesic such as paracetamol, they will enhance analgesic therapeutic; effect with minimal adverse reaction. This paper will discuss the action mechanism, efficacy, safety profile,and adverse reaction of paracetamol and tramadol combination in managing dental pain. Paracetamol and tramadol have difftrent action mechanism that make this combination has rapid onset of action and longer duration of action compared with either component alone. Paracetamol and tramadol combination has no effect on platelets, no immunosuppresion, and no organ toxicity that make this combination an ideal analgesic alternative to NSAID. This combination also reduce paracetamol dose that can minimize liver damage. In conclusion, paracetamol and tramadol combination can be used as an ideal analgesic alternative to overcome dental pain.

Key words: paracetamol, tramadol, combination analgesic

PENDAHULUAN

Pasien seringkali menghubungkan perawatan gigi dengan rasa nyeri. Penanganan nyeri yang tidak tepat membuat pasien menghindari atau menunda perawatan gigi sehingga penyakit gigi yang dideritanya semakin parah dan sulit diobati (Mechlisch, 2002). Untuk mengatasi hal ini, selain diagnosis serta penanganan penyakit gigi yang tepat, pemberian analgesik

ISSN 0215 - 126 X

untuk mengatasi nyeri sangat diperlukan.

Kebanyakan analgesik mempunyai rentang dosis terbatas untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan, seperti kerusakan hati akibat parasetamol, iritasi gastrointestinal serta infark miokardial akibat Anti Infiamasi Non Steroid (AINS), serta konstipasi akibat opioid (Burke dkk, 2006; Schug, 2006). Di sisi lain, nyeri dapat dirasakan karen a berbagai hal se-

45

M.L Kedokteran Gigi VoL 23 No.l, Maret 2008: 45 - 50

hingga sangat sulit menghilangkan nyeri secara optimal melalui pemberian analgesik secara monoterapi. Berbagai penelitian membuktikan bahwa kombinasi analgesik dapat mencapai hasil yang lebih baik karena dapat mempercepat mula kerja, mengurangi adiksi, serta mendapatkan efek sinergisme (Schnitzer,2003).

Kombinasi analgesik dari golongan dan cara kerja yang berbeda akan .menghasilkan analgesia yang lebih efektif dalam penanganan nyeri (Schug, 2006). Selain itu, dosis masingmasing komponen pada kombinasi analgesik yang bekerja di sentral dan di perifer juga lebih rendah bila dibandingkan dengan pemberian secara monoterapi sehingga efek samping obat dapat dikurangi (Mechlisch, 2002). Kombinasi analgesik dengan mula kerja dan lama kerja

. yang berbeda juga dapat meminimalisasi rasa nyeri sehingga mempercepat waktu penyembuhan (McClellan dan Scott, 2003).

Parasetamol dan tramadol adalah salah satu kombinasi analgesik yang banyak dipakai untuk menangani nyeri pada berbagai keadaan, seperti nyeri pasca operasi, osteoartritis, low back pain, fibromialgia, dan nyeri gigi sedang hingga berat. Kombinasi obat ini mempunyai mekanisme kerja serta efek farmakokinetik yang saling menguntungkan (Schug, 2006). Untuk mengatasi nyeri gigi, kombinasi parasetamol dan tramadol terbukti lebih efektif dengan mula kerja cepat, masa kerja lama, serta efek samping lebih rendah dibandingkan pemberian tramadol atau parasetamol secara monoterapi (Medve dkk, 2001). Oleh karena itu, pada makalah ini akan diuraikan tentang mekanisme kerja, efek terapeutik, keuntungan, serta efek samping kombinasi parasetamol dan tramadol dalam mengatasi nyeri gigi secara optimal.

TELAAH PUSTAKA Mekanisme nyeri

Nyeri gigi dapat disebabkan oleh aktivasi reseptor nyeri pada pulpa gigi oleh rangsang termal, mekanik, kimia, ataupun elektrik. Selain itu, pengeluaran mediator inflamasi juga

46

dapat merangsang reseptor nyeri pada serabut yang menghantarkan rasa nyeri (serabut aferen nosiseptif). Serabut ini tersebar di seluruh tubuh dan ditemukan paling banyak pada nervus trigeminalis yang menginervasi pulpa dan jaringan periapikal gigi. Pada pulpa ditemukan dua serabut aferen nosiseptif, yaitu serabut C dan serabutA-delta. Bila kedua serabut tersebut dirangsang, maka sinyal nyeri akan dihantarkan melalui ganglion trigeminalis ke subnukleus kaudalis yang terletak di medula pada susunan saraf pusat melalui penglepasan substansi P dan asam amino glutamat. Lalu subnukleus kaudalis atau tanduk dorsal medula akan menyampaikan sinyal nyeri ke talamus melalui jalur trigeminotalamik (Gambar I). Selanjutnya, sinyal nyeri diteruskan ke korteks serebral melalui jalur talamokortikal. Sinyal yang sampai di korteks inilah yang akan dipersepsikan oleh otak sebagai rasa nyeri (Hargreaves dkk, 2006). .

05fffl."

• NMDA ,>Illz '" &~

L ~ '_!lK·'_ ~"._ ~ ~ _ _ _ 1

Gambar 1. Mekanisme hantaran sinyal nyeri dari perifer ke susunan saraf pusat (Hargreaves, 2006).

Sebagai reaksi otak, locus ceruleus akan mengeluarkan norepinefrin dan nucleus raphe magnus akan mengeluarkan serotonin untuk menghambat sinyal nyeri. Mekanisme ini di-

sebut sistem penghambat nyeri desenden. Pada perjalanan desenden ini ditemukan pula peptida opioid endogen seperti enkefalin dan dinorfin yang juga menghambat sinyal nyeri (Hargreaves dan Hutter, 2002).

Penatalaksanaan nyeri gigi

Penatalaksanaan nyeri gigi dilakukan dengan cara mengurangi berbagai faktor penyebab nyeri, baik secara perifer maupun secara sentral. Menurut Hargreaves (2006) ada tiga golongan obat yang digunakan untuk. menghambat kerja serabut aferen nosiseptif, yaitu analgesik nonopioid (AINS dan parasetamol), analgesik opioid (kodein dan tramadol), dan anestesi lokal (lidokain).

Obat AINS yang bekerja dengan menghambat siklooksigenase yang mensintesis mediator nyeri seperti prostaglandin, tromboksan, dan prostasiklin, digunakan sebagai obat pilihan utama dalam mengatasi nyeri akibat inflamasi. Bila pasien mempunyai riwayat alergi AINS, nefropati, peradangan mukosa saluran pencernaan, dan kehamilan, maka parasetamol merupakan altematif untuk mengatasi nyeri. Tetapi bila nyeri terus berlanjut atau tidak responsif terhadap AINS ataupun parasetamol, maka harus dipertimbangkan penggunaan analgesik opioid untukjangka waktu pendek (Becker dan Phero, 2005). Opioid dapat menghambat nyeri lebih kuat daripada AINS dengan mengaktifkan reseptor J.l yang tersebar di berbagai tempat di otak, sehingga sinyal nosiseptif dihambat secara sentral. Pada bidang kedokteran gigi, penggunaan analgesik opioid hampir selalu dikombinasikan dengan parasetamol, aspirin, atau ibuprofen untuk mengurangi efek samping dari analgesik opioid (Hargreaves dan Hutter, 2002).

Kelompok obat lain yang digunakan untuk mengatasi nyeri gigi adalah anestesi lokal seperti lidokain. Anestesi lokal bekerja dengan cara menghambat sinyal nyeri pada serabut saraf tunggal yang terletak di perifer (Catterall dan Mackie, 2006).

Kombinasi Parasetamol dan Tramadol Sebagai Analgesik AItematif

Kombinasi parasetamol dan tramadol

Parasetamol adalah analgesik non-opioid dan non-salisilat yang digunakan lebih dari 40 tahun untuk. mengatasi nyeri ringan hingga sedang Parasetamol diduga meningkatkan ambang nyeri dengan menghambat N-metil-DAspartate (NMDA) atau substansi P serta prostaglandin E2 di sentral (Mechlisch, 2002; MeClellan dan Scott, 2003). Parasetamol memiliki efek analgesik dan antipiretik dengan sedikit efek anti inflamasi. Efek anti infiamasi yang rendah ini disebabkan karena parasetamol tidak dapat menghambat siklooksigenase pada kadar peroksid tinggi yang terjadi saat inflamasi.

Parasetamol dimetabolisme di hati dengan cara berikatan dengan asam glukoronat (60%), asam sulfat (30%), dan sistein (3%). Parasetamolmempunyai mula kerja dan lama kerja yang cepat. Konsentrasi parasetamol pada plasma mencapai puncaknya dalam 30 hingga 60 menit dengan waktu paruh 2 jam setelah dosis terapi. Sebagian besar parasetamol (90-100%) diekskresi lewat urine. Dosis maksimal parasetamol dalam sehari adalah 4000 mg. Efek samping yang paling berbahaya akibat kelebihan dosis parasetamol adalah kerusakan hepar (Burke dkk, 2006). Dalam bidang kedokteran gigi, parasetamol efektif digunakan sebagai analgesik pada nyeri ringan hingga sedang, seperti pada pencabutan gigi molar ketiga dan kuretase gingiva (Mechlisch, 2002).

Tramadol adalah analgesik opioid sintetik yang bekerja di sentral untuk mengatasi nyeri sedang hingga berat. Efek analgesik tramadol dihasilkan melalui jalur opioid dengan cara berikatan dengan reseptor J.l dan jalur non-opioid (efek monoaminergik) dengan cara menghambat pengambilan norepinefrin dan serotonin (Becker dan Phero, 2005). Afinitas tramadol terhadap reseptor J.l relatif rendah sehingga aktivitas opioid tramadol tergolong lemah dibandingkan dengan opioid lain seperti morfin dan

kodein. .

Tramadol dimetabolisme di hati dan diekskresi di urine (Gutstein dan Akil, 2006). Efek

47

M.1. Kedokteran Gigi VoL 23 No.1, Maret 2008; 4S • 50

Tabell. Perbandingan mula kerja, lama kerja obat dan efek samping kombinasi parasetamol dan tramadol terhadap paracetamol, tramadol, dan ibuprofen (Medve dkk, 2001).

Keterangan TR PAR TRJPAR IBUPROFEN
(75 mg) (650 mg) (75mg/650 mg) (400 mg)
Mula kerja obat (menit) 51 18 17 34
Lama kerja obat Gam) 2,03 3,05 5,03 5,42
Efek samping obat (%)
1. Mual 56 22 56 23
2. Muntah 49 17 51 16
3. Pusing 12 10 11 7
TR= tramadol; PAR"" parasetamol; TRlPAR= tramadol/parasetamol analgesik tercapai dalam I jam dan mencapai puncaknya dalam 2 hingga 3 jam. Efek ini dapat bertahan hingga 6 jam. Dosis maksimal tra-



madol dalam sehari adalah 400 mg. Tramadol

aman digunakan dalam jangka waktu pendek dengan efek samping utama pusing, mual, sedasi, serostomia, dan berkeringat. Secara klinis, tramadol terbukti mempunyai efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan opioid lainnya dalam hal depresi pernafasan, konstipasi, dan bahaya adiksi (lung dkk, 2004). Depresi pernafasan dan ketergantungan tramadol lebih rendah dibandingkan kodein atau opioid lain karena tramadol juga bekerja pada jalur non-opioid (Moore, 1999). Depresi pemafasan akibat tramadol dapat dihambat oleh nalokson, tapi pemberian nalokson dapat mempertinggi kemungkinan kejang (Burke dkk, 2006). Oleh sebab itu pasien dengan riwayat kejang atau sedang mengkonsumsi obat penghambat Mono Amin Oksidase (MAO) atau penghambat selektif serotonin tidak boleh diberikan tramadol. Selain itu, tramadol juga tidak boleh diberikan pada pasien bekas pencandu narkotika. Dalam bidang kedokteran gigi, tramadol digunakan sebagai analgesik pada pasien periodontitis kro-

48

nik, pulpitis kronik, dan alveolitis (Mechlisch, 2002).

Parasetamol dan tramadol aman bila digunakan bersamaan. Pada penelitian yang mengulas penanganan nyeri gigi manusia yang dilakukan oleh Medve dkk (2001) pada 1197 pasien terbukti bahwa kombinasi parasetamol dan tramadol mempunyai mula kerja lebih cepat yaitu 17 menit bila dibandingkan dengan tramadol saja (51 menit) dan parasetamol saja (18 menit). Selain itu, durasi kerja kombinasi parasetamol dan tramadol juga lebih lama, yaitu 5,03 jam bila dibandingkan dengan pemberian tramadol saja (2,03 jam) atau parasetamol saja (3,05 jam). Kombinasi obat ini tidak menunjukkan adanya peningkatan efek samping obat yang berarti (Tabel 1).

Di Eropa dan Amerika, kombinasi parasetamol dan tramadol dibuat dalam bentuk tablet untuk dewasa (usia di atas 12 tahun) dengan perbandingan dosis tetap yaitu 37.5 mg tramadol dan 325 mg parasetamol ( 1:8,67). Dosis awal penggunaan kombinasi ini adalah 2 tablet dan dapat digunakan 1 hingga 2 tablet tiap 4 hingga 6 jam dengan maksimum 8 tablet per hari (Schnitzer, 2003).

DISKUSI

Takut akan bahaya adiksi, pasien dan dokter gigi jarang menggunakan analgesik dari golongan opioid. Tapi hal ini malah membuat penanganan nyeri tidak optimal. Banyak pasien masih merasakan sakit gigi padahal sudah diobati dengan analgesik dari golongan AINS ataupun parasetamol. Dalam hal ini pemberian analgesik opioid akan membantu menghilangkan nyeri asal digunakan dengan dosis tepat (Becker dan Phero, 2005).

Pada bidang kedokteran gigi, penggunaan analgesik opioid hampir selalu dikombinasikan dengan parasetamol, aspirin, atau ibuprofen. Tujuan mengkombinasikan analgesik dengan mekanisme kerja yang berbeda adalah untuk menurunkan dosis tiap komponen: obat dan meningkatkan efek analgetik tanpa meningkatkan efek samping. Opioid dosis rendah yang kurang efektif pada pemberian secara monoterapi bila digabung depgan analgesik non-opioid akan menghasilkan suatu manfaat obat yang efektif dan aman. Telah terbukti bahwa kombinasi analgesik dengan mula kerja dan durasi kerja cepat untuk nyeri sedang (parasetamol) dan analgesik dengan mula kerja dan durasi kerja lama untuk nyeri berat (tramadol) tidak mempunyai efek aditifyang berbahaya serta tidak meningkatkan efek samping (Mechlisch, 2002).

Parasetamol dan tramadol adalah kombinasi yang rasional karena profiI farmakodinamik (mekanisme kerja) dan farmakokinetik (mula kerja dan lama kerja) kedua obat ini berbeda dan saling menguntungkan (Schug, 2006). Parasetamol menghambat nyeri secara sentral dengan menghambat NMDA atau substansi P yang ada di tanduk dorsal medula sehingga sinyal nyeri tidak dapat diteruskan ke talamus dan korteks serebral. Tramadol bekerja dengan menduduki reseptor J.l di otak dan menghambat pengambilan norepinefrin dan serotonin sehingga nyeri dapat dihambat lebih kuat. Jadi, kombinasi kedua obat ini secara sinergis akan menghambat nyeri melalui jalan berbeda di

Kombinasi Parasetamol dan Tramadol Sebagai Analgesik Alternatif

sentral (Hargreaves dan Hutter, 2002; McClellan dan Scott, 2003).

Parasetamol bekerja cepat dengan muIa kerja sekitar 20 menit dan efek analgetiknya tercapai dengan cepat tapi turun dengan cepat puIa (Medve dkk, 200 I). Sebaliknya, tramadol mempunyai mula kerja lebih lama dibanding parasetamol, yaitu 50 menit, tapi efek analgesiknya bertahan lama dan turun secara perlahan. Jadi gabungan kedua obat ini mempunyai muIa kerja cepat (17 menit) dan lama kerja panjang (5,03 jam). Kombinasi ini membuat penanganan nyeri lebih efektif karena nyeri yang menjadi alasan pasien untuk menghindari atau menunda perawatan gigi sudah tidak ada lagi.

Selain itu, kombinasi parasetamol dan tramadol tidak menimbuIkan bahaya pada organ tubuh seperti pada organ pencernaan, ginjal, dan jantung sehingga dapat digunakan sebagai alternatif pengganti obat analgesik yang bekerja pada siklooksigenase-2 selektif (COX-2) atau AINS non-selektif. Gabungan obat inijuga dapat mengurangi dosis parasetamol sehingga bahaya terhadap hepar dapat dikurangi (Schug, 2006). Obat ini juga tidak berpengaruh pada platelet, tidak menekan imunitas tubuh, aman digunakan untuk pasien lanjut usia, dan aman untuk pemakaianjangka panjang (Schnitzer, 2003; Morera, 2004). Meskipun harga gabungan dua obat yang lebih mahal dibandingkan dengan obat monoterapi, tapi gabungan obat ini akan mengurangi jumlah obat yang harus diminum sehingga menimbuIkan kenyamanan untuk orang tua yang minum berbagaijenis obattiap harinya (Morera, 2004).

KESIMPULAN

Kombinasi parasetamol dan tramadol yang bekerja secara sinergis, terbukti memiliki mula kerja cepat, masa kerja panjang, serta efek samping yang minimal. Kombinasi ini disarankan sebagai analgesik altematif bagi pasien dengan kontra indikasi AINS dalam mengatasi nyeri gigi sedang hingga berat.

49

M.1. Kedokteran Gigi Vol. 23 No.1, Maret 2008: 45 - 50

DAFfAR PUSTAKA

Becker, D.E. dan Phero, lC. 2005. Drug Therapy in Dental Practice: Nonopioid and Opioid Analgesics. AnesthProg 52:140-9.

Burke, A., Smyth, E., dan FitzGerald G.A. 2006.

Analgeslc-Antipiretic and Antiinflammatory agents; Pharmacotherapy of Gout. Dalam Goodman & Gilman's The Phamacological Basis of Therapeutics, Brunton, L.L. (Ed). Ed. ke-II. McGraw-Hili, New York. Him. 693-4.

Catterall W.A. dan Mackie K. 2006. Local Anesthetics. Dalam Goodman & Gilmans The Phamacological Basis of Therapeutics, Brunton, L.L. (Ed). Ed. ke-ll. McGrawHill, New York. Him. 369.

Gutstein, H.B. dan Akil, H. 2006. Opioid Analgesics. Dalam Goodman & Gilman's The Phamacological Basis of Therapeutics, Brunton, L.L. (Ed). Ed. ke-l l. McGrawHill, New York. Him. 547-66.

Hargreaves, K.M. dan Hutter, J.W. 2002. Endodontic Pharmacology. Dalam Pathway of The Pulp, Cohen, S. dan Bums, R.C. (Ed). Ed. ke-8. Mosby, St. Louis. Him. 665-678.

Hargreaves, K.M.~ Keiser, K., dan Byrne, B. E. 2006. Analgesic in Endodontics. Dalam Pathway of The Pulp, Cohen, S. dan Hargreaves, K.M. (Ed). Ed. ke-9. Mosby, St. Louis. Him. 668-690.

50

Jung, Y.S., Kim, D.K., Kim, M.K., Kim, H.J., Cha, I.H., dan Lee, E.M. 2004. Onset of Analgesia and Analgesic Efficacy of Tramadol/Acetarninophen and Codein/Acetaminophen/ Ibuprofen in Acute Postoperative Pain: a Single-Center, Single-Dose, Randomized, Active-Controlled, Parallel Group Study in a Dental Surgery Pain Model. Clin Ther 26(7):1037-45.

McClellan, K. dan Scott, L.t. 2003. Tramadol/Paracetamol, 2003. Drugs 63(11):1079-86.

Mechlisch, D.R. 2002. The Efficacy of Combination Analgesic Therapy in Relieving Dental Pain. J Am Dent Assoc 133:861-71.

Medve, R.A., Wang J., dan Karim, R. 2001. Tramadol and Acetaminophen Tablets for Dental Pain. Anesth Prog 48:79-81.

Moore, P.A. 1999. Pain Management in Dental Practice:

Tramadol vs Codeine Combination. J Am Dent Assoc l30: 1075-79.

Morera, T. 2004. Paracetamol- Tramadol Combination. Methods Find Exp Pharmacol26 (Supp, A) : 37

Schnitzer, T. 2003. The Analgesic Combination Tramadolf Acetaminophen. Eur J A naesthesiol Suppl 28: 13-17.

Schug,S.A. 2006. Combination Analgesia in 2005 - A Rational Approach: Focus on Paracetamol-Tramadol, Clin Rheutamol 25 Suppll: SI6-21.

Vous aimerez peut-être aussi