Vous êtes sur la page 1sur 11

Kata Pengantar

Segala puji bagi Alloh SWT Yang menjadikan Islam sebagai


agama yang sempurna, sebagai pedoman hidup untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Rahmat dan Salam semoga tetap
tercurah atas junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, Rosul yang
terahir.
Yang ada di hadapan para pembaca adalah ulasan cerita tentang
film Perempuan Berkalung Sorban yang di dalamnya juga
mengandung permasalahan permasalahan. Permasalahan yang saya
angkat adalah permasalahan tentang berkeluarga menurut pandangan
Islam. Hal ini di maksudkan untuk meneguhkan apa yang telah di
contohkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam membina rumah tangga
khususnya untuk membina sebuah rumah tangga yang yang sakinah,
mawadah, warahmah.
Kritik yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan buku ini.Akhirnya kami mengucapkan terimakasih
yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikanya tugas Bahasa Indonesia ini. Mudah mudahan buku ini
bisa bermanfaat bagi agama, bangsa dan negara.

Kebumen, Mei
2011

Penyusun
Daftar Pustaka
M.Afnan Hafid, Achmad Ma’ruf Asrori. 2009. Tradisi
Islami Pendahuluan Prosesi Perkawinan. Surabaya:
Khalista.
Waluyo J. 1987. Teori dan Apresiasi. Jakarta: Gramedia.
____. 1984. Al- Qur’an dan Terjemahan. Semarang:
CV.As-Syifa.
____. 1984. Al- Hadist dan Terjemahan. Semarang:
CV.As-Syifa.
____. 2001. Cara Memberi Apresiasi Sebuah Krya Untuk
Pelajar. Jakarta: Gramedia.
http://www.google.com//novel-perempuan-berkalung
sorban.
http://www.google.com//ringkasan-novel-perempuan-
berkalung sorban.
http://www.google.com//permasalahan-film-perempuan-
berkalung sorban.
BAB I

A. RINGKASAN CERITA
Kisah berawal dari sebuah pesantren Al-Huda di Jawa Timur milik Kyai
Hanan pada tahun 80-an. Seorang gadis berumur sepuluh tahun Annisa yang
menjadi anak ke tiga dari sang Kyai berbeda dengan gadis kecil lainnya di daerah
tempat pesantren itu. Ketika kedua saudara laki-lakinya belajar menunggangi
kuda, Annisa kecil ingin juga belajar. Namun, dia dilarang oleh kedua orang
tuanya, karena dia seorang perempuan.
Annisa merasa tak nyaman dengan lingkungan pesantren dan keluarganya karena
Kyai selalu€˜menyampingkan’ statusnya sebagai perempuan dengan alasan
syariat Islam. Untungnya ada salah satu orang yang mengerti kegelisahan Annisa
yang keras kepala dan mengajari Annisa naik kuda, dia adalah Khudori seorang
lelaki cerdas dengan pikiran terbuka.
Annisa beranggapan bahwa Islam sangat membela laki-laki. Islam meletakkan
perempuan sangat lemah dan tidak seimbang. Sejak kecil Annisa selalu
mendapatkan perlakuan tidak adil dari Kyai. Dua orang kakaknya boleh belajar
berkuda, sementara Annisa tidak boleh hanya karena dirinya perempuan.
‘Bagaimana dengan Hindun Binti Athaba?’ Tanya Annisa kepada
ayahnya. ‘Beliau perempuan, seorang panglima. Lalu Fatima Azahra, putri Rosul,
malah memimpin perang.’ Tapi protes Annisa selalu dianggap rengekan anak
kecil. Annisa juga sering memprotes, ketika Ustadz Ali mengajarkan kitab
Ahlkaqul Nisaa, Bulughul Maram dan Bidayatul Mujtahid, yang membahas hak
dan kewajiban perempuan dihadapan suami yang dirasa tidak adil bagi Annisa.
‘Apa hukuman buat suami yang minta cerai,. Padahal sang isteri kekeuh
mempertahankan rumah tangga?’ Tanya Annisa kepada Ustadz Ali. ‘Lalu
bagaimana jika suami yang mengulur-ulur waktu atau menolak ketika sang isteri
mengajak berjimak? Apa hukuman buat suami?’
Annisa selalu merasa dirinya berada dalam situasi yang salah. Hanya
Khudori, paman dari pihak Ibu, yang selalu menemani Annisa. Menghiburnya
sekaligus menyajikan ‘dunia’ yang lain bagi Annisa. Khudori selalu menjadi
tambatan, curahan perasaan Annisa ketika dirinya diperlakukan tidak adil oleh
keluarganya. Diam-diam Annisa menaruh hati kepada Khudori. Tapi cinta itu
tidak terbalas karena Khudori menyadari dirinya masih ada hubungan dekat
dengan keluarga Kyai Hanan, sekalipun bukan sedarah. Khudori juga menyadari
selisih umur yang terpaut jauh dengan Annisa. Hal itu membuat Khudori selalu
membunuh cintanya demi menjaga stabilitas pesantren. Sampai akhirnya Khudori
melanjutkan sekolah ke Kairo.
Khudori selalu menekankan ke Annisa untuk belajar. Kalau perlu sampai
ke luar negeri. Khudori yang membawa apemikiran Annisa kearah keterbukaan
wawasan, hingga secara diam-diam Annisa mencoba mendaftarkan kuliah ke
jogja dan keterima. Tapi kenyataan berkata lain. Kyai Hanan tidak mengijinkan
Annisa melanjutkan kuliah ke Jogja, dengan alasan bisa menimbulkan fitnah,
ketika seorang perempuan belum menikah berada sendirian jauh orang tua. Annisa
merengek dan protes dengan alasan ayahnya.
Akhirnya Annisa malah dinikahkan dengan Samsudin, seorang anak Kyai
dari pesantren Salaf terbesar di Jombang. Pernikahan itu dimaksudnya juga
sebagai pernikahan dua pesantren Salafiah yang mana nantinya akan menjadi
pesantren besar di kota Jombang seperti Tebu Ireng. Sekalipun hati Annisa
berontak, tapi pernikahan itu dilangsungkan juga demi kelangsungan keluarga dan
pesantren Al Huda. Dalam mengarungi rumah tangga bersama Samsudin. Annisa
selalu menadapatkan perlakuan kasar dari samsudin. Samsudin adalah tipe
seorang laki-laki pengidap kelainan psikologis. Seorang lelaki possesif, kasar.
Tapi ketika Annisa berniat meninggalkannya, Samsudin akan berubah menjadi
lelaki rapuh yang merengek-rengek sambil bersujud meminta ampun kepada
Annisa. Biduk keluarga Annisa berlangsung bagai neraka. Tubuh Annisa yang
semula segar bercahaya, menjadi suram. Apalagi dalam 2 tahun pernikahan,
Annisa tidak dikaruniai anak. Keluarga Samsudin semakin memandang buruk
Annisa dan samsudin. Sampai kemudian Annisa harus menhadapi kenyataan
Samsudin menikah lagi dengan seorang janda bernama Kalsum. Seorang
perempuan lebih tua, cantik dan bisa mempunyai anak. Harapan untuk menjadi
perempuan muslimah yang mandiri bagi Annisa seketika runtuh. Annisa berada
dalam pusaran gelombang panas yang tidak memiliki harapan untuk keluar.
Dalam keputusasaaan itu, Khudori pulang dari Kairo. Annisa seperti
mendapatkan harapan. Tapi Khudori bukan seorang anak Kyai seperti Samsudin.
Apalah arti seorang Khudori bagi keselamatan Annisa. Tapi Annisa tidak peduli.
Dia tumpahkan keluh kesah ke Khudori. Annisa meminta Khudori membawanya
pergi. Annisa rela dianggap anak durhaka asal dirinya bisa keluar dari kemelut
keluarganya. Tapi Khudori bukan lelaki gegabah. Khudori mencoba meredam
‘bara’ Annisa. Dalam kegusarannya itu, Khudori memeluk Annisa. Sebuah
pelukan hangat seorang paman kepada keponakannya yang sedang resah. Tapi
tiba-tiba, Samsudin datang dan memergoki kedunya. Samsudin berteriak ‘Zinah!
Rajam! Rajam!’ yang kemudian membawa Annisa dan Khudori kedalam kemelut
fitnah. Annisa tidak bisa berbuat apa-apa karena orang-orang sudah terlanjur
terbakar emosi fitnah. Kejadian itu membuat Kyai Hanan malu dan sakit hingga
kemudian meninggal. Khudori diusir dari kelangan keluarga pesantren Al Huda,
sementara Annisa pergi ke jogja untuk melanjutkan niatannya sekolah. Pesantren
Al Huda diserahkan kepada Reza, kakak Annisa untuk dikelola. Akibat peristiwa
itu, hubungan keluarga Samsudin dan Annisa menjadi buruk. Tapi Reza mencoba
memperbaiki hubungan silaturahmi dengan keluarga Samsudin demi kepentingan
pesantren. Hal itu membuat hubungan Reza dan Annisa renggang. Dimata Reza,
Annisa seorang perusak stabilitas keluarga. Perilaku Annisa buka cerminan anak
kyai yang baik. Sementara itu Annisa berkembang sebagai muslimah dengan
wawasan dan pergaulan yang luas. Lewat studinya sebagai penulis, Annisa
banyak menyerap ilmu tentang filsafat modern dan pandangan orang barat
terhadap Islam. Banyak buku sudah dihasilkan dari Annisa yang memotret hak
perempuan dalam Islam.
Dalam kiprahnya itu, Annisa dipertemukan lagi dengan Khudori.
Keduanya masih sama-sama mencintai. Namun Annisa masih dalam trauma
pernikahan. Tapi Khudori adalah lelaki dewasa yang bisa mengerti kondisi
Annisa. Akhirnya keduanya menikah meski sebetulnya pernikahan itu membuat
hubungan Annisa dan keluarganya semakin jauh. Oleh Khudori Annisa
disarankan untuk pulang. Annisa tidak mau karena dirinya sudah merasa diusir
dari rumah itu. ‘Sebenarnya tidak ada yang mengusir kamu. Kamu yang selalu
merasa terusir oleh kami.’ Begitu Ibunya selalu bilang kepada Annisa. Bagi
Annisa Ibu adalah figure yang lemah. Tidak berdaya dihadapan ayahnya. Ibu
bukan seorang yang bisa dijadikan teladan bagi Annisa. Tapi kemudian Annisa
sadar bahwa untuk menciptakan lingkungan nyaman, seseorangan harus
mengubah dirinya menjadi nyaman. Dan itu yang dilakukan oleh Ibu, yang biasa
dipanggil Nyai. Rasa diam ibu, yang dianggap Annisa sikap lemah dan tak
berdaya, sebenarnya adalah sikap toleran dan pengertian demi lingkungan stabil
yang dia perjuangkan.
Akhirnya Annisa pulang dan sujud dihadapan ibunya. Kata maaf dari
Annisa bukan ditujukan untuk suatu kesalahan. Tapi sebuah sujud rasa bakti
kepada orang tua. Dalam kata maaf itu, Annisa berjanji untuk terus berjuang
menjadi yang terbaik. Menjadi muslimah sebagaimana yang Ayah dan Ibunya
inginkan.
BAB II
A.Membentuk Keluarga Islami
Maha suci Allah yang telah menciptakan makhlukNya dunia ini
berpasang-pasangan. salah satu petunjuk Rasulullah SAW yang patut kita teladani
adalah cara beliau membangun rumah tangga. Rasulullah SAW adalah pribadi
yang sukses dan cermin dari keluarga Islami, yang benar-benar sakinah,
mawaddah dan rahmah. Beliau adalah figur seorang suami yang bertanggung
jawab kepada istri dan anak-anaknya. Beliau sosok suami yang menjadi tolak ukur
dalam menilai kebaikan seorang suami terhadap istrinya, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW : khoirukum khoirukum liahlihi wa ana khoirukum liahly,
(Sebaik-baik suamidi antara kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya,
dan aku adalah yang paling baik di antara kalian kepada keluargaku) Rumah
tangga di samping sebagai fitrah, atau sunnatullah, juga merupakan kebutuhan
biologis manusia yang akan menentukan kehadirandan kualitas generasi penerus.
Keluarga juga cikal bakal dari umat, bangsa dan negara. Maka sungguh indah dan
sempurna syariat Islam ketika berbicara tentang rumah tangga, demikian juga al-
Quranul Karim memberi perhatian yang sangat besar dari kehidupan berumah
tangga. Mulai dari pra nikah, proses nikah, paska nikah, sampai dengan paska
kematian yaitu adanya waris. Yang unik lagi rumah tangga juga merupakan
bagian dari ibadah kepada Allah SWT sebagaimana sabda Rasulullah SAW
“Barang siapa yang telah menunaikan nikah berarti dia telah menunaikan
separuh ajaran agama, maka hendaknya ia menyempurnakan sisanya dengan
bertaqwa kepada Allah SWT”
Tujuan utama dari sebuah pernikahan telah disebut oleh Allah SWT dalam
Al-Qur’an nul Karim surat Ar Rum ayat 21 : litaskunuuillaihaa wajaala
bainakum mawada warohmah (supaya kalian cenderung merasa tentram kepada-
Nya dan dijadikannnya kalian rasa kasih sayang). Setiap orang merindukan hidup
bahagia dalam jalinan sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warohmah.
Bertaqwa kepada Allah adalah awal dari segalanya. Semakin tebal ketaqwa’an,
semakin tinggi kemampuannya merasakan kehadiranAllah SWT dalam rumah
tangganya. Untuk itu visi utama yang harus dimiliki oleh keluarga muslim yang
harmonis adalah Allah Oriented. Kedua,istiqomah dalam beramal soleh.Islam
memerntahkan segenap manusia untuk berjama’ah dan berlomba dalam berbuat
kebaikan, karena orang tidak bisa berbuat sendirian,mereka satu sama lain harus
bermitra dalam mencapai kebaikan bersama. Oleh karena itu, rumah tangga yang
beruntung adalah rumah tangga yang paling banyak produktifitas kebaikannya.
Kaya boleh asal produktif, boleh memiliki rumah banyak dan megah asalkan
diniati sebagai sarana meraih berkah Allah SWT.
Mari kita buat visi rumah tangga kita yang setiap waktu produktif dalam
amal dan kebaikan. Saling menasehati. maknanya adalah menyuruh berbuat
kebaikan dan melarang kemungkaran, yaitu mengajak orang lain berbuat kebaikan
yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Dengan demikian rumah
tangga yang beruntung adalah rumaha tangga yang setiap anggota rumah tangga,
baik suami istri maupun anak bisa saling menasehati dalam kebenaran dan
kesabaran. Inilah seharusnya yang menjadi salah satu visi dan pilar dari keluarga
muslim yang harmonis.
Ada beberapa pilar yang harus diperhatikan bagi yang merindukan
keluarga sakinah dan harmonis. Pertama, calon suami ataupun istriharuslah bibit
unggul, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, al irku dasas (gen akan sangat
berpengaruh pada anak keturunan). Bibit unggul suami istri didasarkan pada
empat kriteria, yaitu agama, rupa, harta dan tahta. Namun aspek agamalah yang
paling menentukan, fadzfar bidzatid-diin taribat yadaka, (Kalau kalian pilih
agamanya maka beruntunglah kalian). Kedua, adalah proses pernikahannya harus
sesuai ajaran Islam. Ketiga, manajemen keluarga yang Qur’ani. Suami bertindak
sebagai pemimpin dan presiden rumah tangga, yang berorientasi pada tanggung
jawab moral dan materi. Dan istri bertindak sebagai Ibu rumah tangga, harus loyal
kepada pimpinan, menjaga diri, harta dan martabat suami serta rahasia keluarga.
Penuh dengan sifat keibuan dan kasih sayang kepada semua. Keempat, makanan
dan minuman yang halal. Karena Rasulullah pernah bersabda: kullu lahmin
nabata min haroomin fannaaru aula bihaa(setiap daging yang tumbuh dari
makanan yang haram maka tempat yang pantas adalah di neraka). Kelima,
membentengi anak dengan imunisasi total, yakniimunisasi fisik dengan obat
medis dan imunisasi rohani dari ancaman dan godaan syaitan. Pra hubungan
biologis antara suami dan istrihendaknya diawali dengan doa “Alloohumma
jannibnasy-syaiton, wa jaanibisyaitoona maa rozaqtana” (Ya Allah jauhkanlah
kami dari setan dan jauhkanlah syetan darianak yang akan Engkau anugerahkan
kepada kami).
Demikian juga pada saat kelahiran dengan adzan ditelinga kanan, iqomah
di telinga kiri.Kemudian paska kelahiran dengan aqiqoh shadaqoh dan infak.
Keenam, memerankan Bapak dan Ibu sebagai pendidik pertama dan utama,
sekaligus sebagai teladandan idola anak dengan menjaga dan memelihara fitrah
anak yang bertauhid dengan menanamkan aqidah syariah dn akhlak. Kemudian
mendidik dan membiasakan shalat berjamaah di masjid. Selanjutnya menghiasi
rumah dengan shalat dan bacaan Al-Qur’an, serta memotivasi untuk cintakepada
ilmu dan gemar membaca. Membiasakan berdoa, berinfak, bershodaqoh serta
peduli kepada fakir miskin dan anak-anak yatim.Selanjutnya memilih lembaga
pendidikan yang menjanjikan iman, ilmu dan amal. Ketujuh, mengkondisikan
iklim keluarga yang gemar musyawarah, gemar memberi, gemar memohon ma’af
dan pandai berterimakasih. Kedelapan, mereferensi dan merujuk semua
permasalahan hukum kepada al-Quranul Karim dan al-Sunnah sebagai sumber
hukum ilahi.Kesembilan, selalu berwasiat dalam kebaikan, kebenaran, kesabaran
dan ketaqwaan khususnya dalam hal ibadah. Sebagaimana dicontohkan para
ambiya’ terdahulu, sepertiNabi Ibrahim dan Nabi Ya’kub: maa ta’buduuna min
ba’dii (apa yang akan kamu sembah anakku sepeninggalku). Kesepuluh,
membiasakan dengan amal-amal sunnah antara lainshalat sunnah rawatib,
qabliyah maupun ba’diyah, shalat sunnah tahiyyatal masjid, shalat sunnah Dhuha,
shalat malam maupun tahajjud, puasa sunnah Senin dan Kamis,serta berbakti
kepada orang tua, berbuat baik kepada tetangga, hormat kepada tamu. Semua
pilar-pilar tersebut apabila kita implementasikan dalam kehidupan keluarga kita,
maka tidak mustahil, akan terwujud dengan nyata, keluarga yang sakinah,
mawaddah dan warahmah.
B. Hak-Hak Istri Dalam Rumah Tangga Islam
Syari'at Islam telah menetapkan hukum-hukum yang menjamin hak-hak
wanita dalam rumah tangga. Hukum-hukum tersebut bersifat mengikat, dan
merupakan rambu-rambu yang haram dilanggar. Penetapan itu bertujuan untuk
memelihara hak-hak istri, menepis tindak aniaya yang mungkin menimpanya, /
kemungkinan adanya kurang perhatian dalam pelaksanaannya dari orang-orang yg
berkaitan dengan wanita, baik suami, walinya maupun yang lainnya. Adapun pada
pembahasan ini, secara khusus difokuskan pada hubungan antara istri dengan
suaminya saja.
Sangat banyak hak-hak yang dimiliki seorang wanita sebagai istri. Hak-
hak ini menjadi kewajiban atas suaminya. Sebagian dari hak-hak tersebut telah
disinggung Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits berikut:
ِ ‫َولَه َُّن َعلَ ْي ُك ْم ِر ْزقُه َُّن َو ِك ْس َوتُه َُّن بِ ْال َم ْعر‬
‫ُوف‬
"Hak wanita-wanita atas kalian (para suami) ialah memberi nafkah,
menyediakan sandang dg cara-cara yg baik". (HR Muslim & Abu Dâwud).
Demikian itulah keistimewaan yang sangat penting bagi wanita muslimah yang
berstatus sebagai istri. yaitu kepastian adanya jaminan pemeliharaan yang pasti
terhadap hak-haknya dalam rumah tangga, dan sama sekali tidak ada padanannya
dengan undang-undang produk manusia.
Dalam Islam, terdapat beberapa aspek yang mendukung pelaksanaan
tanggung jawab suami atas pasangan hidupnya. Beberapa aspek tersebut
merupakan kewajiban yang ditetapkan oleh Islam (hak-hak istrinya) dan
dijelaskan dalam nash-nash yang sharîh (tegas dan jelas, tidak mengandung multi
penafsiran).Dari sisi aqidah, Allah Ta'ala Maha Mengetahui isi hati manusia
dalam kesendiriannya maupun saat bersama dengan orang lain. Dia akan
membalasnya dengan baik jika memenuhinya, sebagaimana akan menghukumnya
atas keengganannya dalam menjalankan kewajiban itu. Selain itu, hak-hak sesama
tersebut bagaikan hutang yang mesti dilunasi. Seorang yg gugur di medan perang
(mati syahid) akan menghadapi persoalan karena hutang, apalagi selainnya.
Adapun hukum-hukum produk manusia yang membicarakan hak-hak istri,
tidak mempunyai kekuatan pendorong sebagaimana tertera di atas. Karenanya,
akan dapat disaksikan, lelaki mudah berkelit dari kewajiban-kewajiban yang telah
ditetapkan bagi istrinya sendiri. Gejala ini muncul tatkala terjadi pertikaian dan
perbedaan pendapat mengenai pemenuhan kewajiban-kewajiban tersebut, karena
tdk ada rasa takut kepada Allah Ta'ala dan tipisnya keimanan terhadap hari Akhir.
Berikut ini, beberapa kutipan ayat dan hadits yang memuat keterangan tentang
kewajiban suami kepada istrinya, ancaman bagi pihak yang tidak
memperhatikannya, saat mereka berdua mengarungi biduk rumah tangga.
Di antara dalil tentang kewajiban menyelesaikan hak-hak orang lain
secara umum, dan hak-hak istri secara khusus.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yg berhak
menerimanya…." (an-Nisâ`/4:58).
Kebanyakan ayat-ayat yg berbicara tentang hak-hak istri berbentuk kalimat
perintah. Ini menunjukkan betapa kuatnya penekanan utk masalah ini.
"Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dg penuh kerelaan…." (an-Nisâ`/4:4)
"…Dan bergaullah dg mereka secara patut…." (an-Nisâ`/4:19).
"Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu …. " (ath- Thalâq/65:6)
"Hendaklah orang yg mampu memberi nafkah menurut kemampuannya…" (ath-
Thalâq/65:7).

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


"Bertakwalah kalian kepada Allah tentang kaum wanita. Sesungguhnya, kalian
mengambil mereka dg amanat dari Allah. Dan kalian menghalalkan kemaluan
mereka dg kalimatullah."(HR Muslim).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Berpesanlah utk wanita dg baik". (HR al- Bukhâri & Muslim)
Di antara dalil larangan menelantarkan hak-hak istri dan melakukan
tindakan aniaya kepadanya.
Beberapa ayat menerangkan mengenai larangan menzhalimi istri & mengabaikan
hak-haknya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


"…dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali
sebagian dari apa yg telah kamu berikan kepadanya…"(an-Nisâ`/4:19)
"Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dg isteri yg lain, sedang kamu telah
memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yg banyak, maka
janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah
kamu akan mengambilnya kembali dg jalan tuduhan yg dusta & dg (menanggung)
dosa yg nyata." (an-Nisâ`/4:20).
"…maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dg bakal
suaminya, apabila telah terdapat kerelaaan di antara mereka dengan cara yang
ma'ruf…"(al Baqarah/2: 232)
Ketiga.
Nash-nash yang menerangkan hukuman & siksa bagi orang yang melanggar
ketentuan-ketentuan Allah dalam masalah ini dg cara menindas wanita, tidak
memenuhi / mengurangi hak-hak wanita.
"…Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-
isteri) tdk dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tdk ada dosa atas
keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri utk menebus dirinya. Itulah
hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yg
melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yg zhalim." (al-
Baqarah/2:229).
"Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir idahnya,
maka rujukilah mereka dengang cara yang ma'ruf, / ceraikanlah mereka dengan
cara yg ma'ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka utk memberi
kemudharatan, karena dg demikian kamu menganiaya mereka. Barang siapa
berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zhalim terhadap dirinya
sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan…." (al-
Baqarah/2:231)
Nash-nash di atas memuat takhwîf (ancaman menakutkan) & pesan bagi orang yg
beriman kepada Allah & hari Akhir.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"…Itulah yg dinasihatkan kepada orang-orang yg beriman di antara kamu
kepada Allah & hari kemudian. Itu lebih baik bagimu & lebih suci. Allah
mengetahui, sedang kamu tdk mengetahui" (al-Baqarah/2:232).
Sementara itu, ancaman juga muncul dari lisan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam yg mulia atas suami yg berbuat tdk adil & meremehkan hak seorang istri.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barang siapa mempunyai dua istri, & lebih condong kepada salah satu istrinya,
ia akan datang pd hari Kiamat dg menyeret salah satu dagunya / datang dg
berjalan miring." (HR Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasa'i. Lihat Shahih at-Targhib
(2/199)

Untuk itulah, kewajiban seorang suami untuk membekali dirinya dengan


thalabul ‘ilmi (menuntut ilmu syar’i) dg menghadiri majelis-majelis ilmu yg
mengajarkan Al-Qur'an & As-Sunnah sesuai dg pemahaman Salafush Shalih
-generasi yang terbaik, yang mendapat jaminan dari Allah-, sehingga dengan
bekal tersebut dia mampu mengajarkannya kepada isteri & keluarganya.Jika ia
tidak sanggup utk mengajarkannya, hendaklah seorang suami mengajak isteri &
anaknya utk bersama-sama hadir di dalam majelis ilmu yang mengajarkan Islam
berdasarkan Al-Qur'an & As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih,
mendengarkan apa yang disampaikan, memahami & mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan hadirnya suami-isteri di majelis ilmu akan
menjadikan mereka sekeluarga dapat memahami Islam dengan benar, beribadah
dg ikhlas mengharapkan wajah Allah ‘Azza wa Jalla semata serta senantiasa
meneladani Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Insya Allah, hal ini akan
memberikan manfaat & berkah yg sangat banyak karena suami maupun isteri
saling memahami hak & kewajibannya sebagai hamba Allah.

Vous aimerez peut-être aussi