Vous êtes sur la page 1sur 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kleptomania merupakan gangguan kebiasaan dan impuls yang tidak terkendalikan
(impulse control disorder). Kleptomania diartikan sebagai bentuk gangguan impuls yang
tidak dapat dikendalikan oleh individu untuk memiliki barang-barang yang dilihatnya dengan
cara mencuri. Gangguan ini dilakukan secara berulang (kompulsi) dengan berbagai alasan
yang tidak rasional untuk memiliki benda-benda tersebut.1
Individu yang mempunyai gangguan kleptomania ditandai oleh kegagalan menahan
dorongan yang timbul untuk mencuri sesuatu yang tidak dibutuhkan atau tidak menghasilkan
uang, ketika dorongan untuk mencuri itu muncul, ia akan merasa tidak nyaman, gelisah dan
dorongan tersebut akan semakin kuat, setelah perilaku tersebut tersalurkan, individu tersebut
akan merasakan kepuasaan. Pada saat-saat tertentu individu dapat merasakan penyesalan
terhadap kebiasaan tersebut, akan tetapi penyesalan tersebut tidak dapat menghentikan
kebiasaan buruk tersebut, justru ketika muncul dorongan itu kembali, ia akan kembali
mencuri.2
Beberapa penelitian psikoanalisa menyebutkan bahwa kleptomania disebabkan oleh
berbagai permasalahan dan fase masa anak-anak yang tidak berjalan dengan semestinya,
akibatnya dorongan mencuri merupakan salah satu cara untuk mengembalikan masa tersebut.
Secara pasti sebab-sebab kemunculan kleptomania masih dalam perdebatan, namun
diperkirakan ketidakseimbangan zat kimia serotonin di dalam otak diduga menjadi penyebab
bentuk abnormalitas ini.1,2
Meskipun tidak ada data epidemiologi yang dilaporkan, tampaknya kleptomania lebih
banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan rasio laki-laki-perempuan
adalah 1:3. Prevalensi kleptomania diperkirakan sekitar 0,6 persen, dimana 3,8-24 persen
ditangkap karena mencuri di toko. DSM–IV menyebutkan bahwa kleptomania muncul
kurang dari 5% dari kasus pencurian toko yang teridentifikasi.3
Sebuah studi terkini pada pada pasien dewasa yang dirawat di rumah sakit dengan
gangguan jiwa multipel (n=240) ditemukan bahwa 7,8% (n=16) terdapat gejala konsisten
dengan diagnosis kleptomania, dan 9,3% (n=19) mempunyai diagnosis kleptomania seumur
hidup. Dalam studi pada 102 remaja yang dirawat karena berbagai macam gangguan jiwa
ditemukan bahwa 8,8% (n=9) menderita kleptomania. Karena angka kejadian pada remaja
dan dewasa hampir sama, menunjukkan bahwa jika kleptomania tidak ditanganin maka akan
menjadi kronis. Hasil temuan ini sesuai dengan studi selanjutnya. Suatu studi dimana
diperiksa 107 pasien dengan depresi ditemukan 3,7% nya menderita klepromania. Dalam
studi pada pasien dengan ketergangtungan alkohol, dilaporkan 3,8% ditemukan gejala
kleptomania yang konsisten.4

1.2 Batasan Masalah


Referat ini membahas mengenai definisi, etiologi, gambaran klinis, diagnosis dan
penatalaksaan pasien dengan kleptomania.

1.3 Tujuan Penulisan


1. Memahami tentang definisi, etiologi, gambaran klinis, diagnosis dan penatalaksaan
pasien dengan kleptomania.
2. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah dalam bidang kedokteran
3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu
Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Riau-Rumah Sakit Jiwa Tampan

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu
kepada beberapa literatur.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Kleptomania pertama sekali dijelaskan pada tahun 1816 oleh Andre Matthey seorang
psikiater dari Swiss, pada saat itu disebut dengan “klopemanie” yang yang dijelaskan sebagai
suatu tindakan mencuri kompulsif barang tidak berharga dan tidak dibutuhkan. Pada 1838,
Marc dan Esquirol, dalam menggambarkan sebuah kasus, membuat istilah “kleptomania”.
Esquirol melaporkan bahwa individu dengan gangguan ini sering mencoba untuk
menghindari perilaku mencuri. Pada akhir 1800an, beberapa penulis menghubungkan
kleptomania dengan intoksikasi suasana dari penemuan terbaru pusat perbelanjaan di
perkotaan. Pada abad ke 19 dan awal abad 20, diskusi tentang kleptomania menjadi
perdebatan terus menerus dalam bidang kedokteran. Psikoanalis menginterpretasikan gejala-
gejala kleptomania sebagai refleksi dari pertahanan ego bawah sadar terhadap kecemasan,
naluri yang terlarang, konflik yang tidak diselesaikan, atau dorongan seksual.2
Ciri penting dari kleptomania adalah kegagalan rekuren untuk menahan impuls untuk
mencuri benda-benda yang tidak diperlukan untuk pemakaian pribadi atau yang memiliki arti
ekonomi. Benda-benda yang diambil seringkali dibuang, dikembalikan secara rahasia, atau
disimpan bahkan disembunyikan.1,2
Seperti gangguan pengendalian impuls lainnya, kleptomania ditandai oleh ketegangan
yang memuncak sebelum tindakan, diikuti oleh pemuasan dan peredaan ketegangan dengan
atau tanpa rasa bersalah, penyesalan, atau depresi selama tindakan. Biasanya mecuri pada
kleptomania adalah tidak direncanakan dan tidak melibatkan orang lain.1,2,3
Kebanyakan orang dengan kleptomania tidak mencuri untuk kebutuhan pribadi dan
seirngkali mempunyai uang yang cukup untuk membeli barang barang yang mereka beli.
Lebih lanjut mereka menyadari bahwa itu merupakan perilaku kriminal. Beberapa orang
dapat mengidentifikasi pemicu spesifik terhadap dorongan untuk mencuri. Sebagai tambahan,
peningkatan ketegangan dan tekanan untuk mencuri diikuti dengan kepuasan atau kelegaan
segera, mereka juga sering mengalami perasaan bersalah dan malu.5
Pada dasarnya pencurian bisa terdapat dalam episode tertentu atau lebih kronis. Selain
itu juga ada periode remisi yang lama antar episode pencurian. Banyak penderita kleptomania
membuat strategi tersendiri dalam usahanya untuk menahan diri dari perilaku tersebut.
Mereka biasanya menghindari pusat perbelanjaan, mereka hanya pergi berbelanja jika ada
yang menemani atau bahkan berhenti pergi berbelanja sama sekali. Mereka juga bisa
menjauhkan diri secara sosial sebagai usaha untuk mengurangi kesempatan dalam mencuri.5

2.2 Etiologi
Etiologi kleptomania pada dasarnya belum diketahui, beberapa penelitian psikoanalisa
menyebutkan bahwa kleptomania disebabkan oleh berbagai permasalahan dan fase masa
anak-anak yang tidak berjalan dengan semestinya, akibatnya dorongan mencuri merupakan
salah satu cara untuk mengembalikan masa tersebut.1
Walaupun etiologi kleptomania masih belum jelas namun ada beberapa hipotesis yang
menyatakan adanya disfungsi serotogenik pada korteks prefrontal ventromedial yang
mendasari kegagalan pengendalian impuls pada individu kleptomania. Pada suatu studi yang
meneliti individu kleptomania dilaporkan bahwa jumlah dari 5-HT transporter pada individu
kleptomania adalah lebih sedikit jika dibandingkan dengan individu yang normal.2
Faktor Psikososial
Gejala kleptomania cenderung muncul pada saat adanya stress berat, seperti
kehilangan, perpisahan, dan berakhirnya sebuah hubungan yang penting. Beberapa
psikoanalis menekankan munculnya impuls yang agresif pada kleptomania, penulis lainnya
menemukan adanya aspek dari libido.3
Penulis psikoanalisis memfokuskan pada pencurian yang dilakukan oleh anak-anak
dan remaja. Anna freud menemukan bahwa pencurian pertama dari dompet ibu
mengindikasikan semua pencurian berasal dari hubungan ibu dan anak. Karl Abraham
menulis adanya perasaan anak yang diabaikan, disakiti, dan tidak diinginkan. Sebuah teori
membuat tujuh kategori mencurian pada anak-anak yang dilakukan secara kronis, yaitu :3
1. Sebagai cara memulihkan hubungan ibu dan anak yang hilang.
2. Sebagai suatu tindakan yang agresif.
3. Sebagai suatu pertahanan melawan rasa takut dilukai.
4. Sebagai cara mencari hukuman.
5. Sebagai cara memulihkan atau menambah harga diri.
6. Berhubungan dengan dan sebagai reaksi terhadap rahasia keluarga.
7. Sebagai rangsangan dan pengganti untuk tindakan seksual.
Faktor Biologis
Penyakit pada otak dan retardasi mental telah dihubungkan dengan kleptomania,
dimana juga berhubungan dengan gangguan kontrol impuls lainnya. Tanda-tanda neurologis
fokal, atrophy cortical, dan pembesaran ventrikel lateral ditemukan pada beberapa pasien
kleptomania. Telah ditemukan juga teori mengenai gangguan pada metabolisme monoamin,
khususnya serotonin.3
Meskipun patogenesis neurobiologi bisa dibilang indikator paling valid dari gangguan
terkait, hanya ada sejumlah kecil penelitian tentang kemungkinan neurobiologi kleptomania.
Dalam sebuah penelitian pengangkutan platelet serotonin, disfungsi yang sama terlihat pada
subjek dengan kleptomania dibandingkan individu dengan gangguan obsesif-kompulsif.6
Sebuah laporan kasus menemukan bahwa kerusakan jaras orbitofrontal-subkortikal
dapat mengakibatkan kleptomania. Laporan kasus lain menemukan kleptomania berasal dari
trauma kepala dan defisit perfusi pada lobus temporal kiri. Selain itu, penelitian baru-baru ini
memeriksa mikrostruktur materi putih lobus frontal yang menemukan bahwa penderita
kleptomania integritas materi putih di daerah frontal inferiornya telah menurun signifikan dan
karena itu berakibat gangguan konektivitas pada traktus dari limbik ke daerah thalamus dan
prefrontal.6
Selain itu, respon terhadap intervensi farmakologi juga dapat menginformasikan
kepada kami tentang kemungkinan yang mendasari mekanisme biologi dari kleptomania.
Semula ada saran yang kleptomani, seperti gangguan obsesif kompulsif, mungkin
menunjukkan respon khusus terhadap serotonin reuptake inhibitor (SRIS). Data dari laporan
kasus, Namun, telah dapat disimpulkan, dengan beberapa kasus menunjukkan kleptomani
yang merespon obat serotonergik dan lain-lain tidak mendukung hipotesis.6
Alasan kekurangan kemungkinan obsesif model spektrum kompulsif seperti berkaitan
dengan kleptomani mungkin karena heterogenitas kleptomania. Mungkin hanya beberapa
orang dengan kleptomani berbagi fitur umum dengan gangguan obsesif kompulsif.
Konseptualisasi semua individu dengan kleptomani sebagai kesamaan bisa terlalu luas. Selain
itu, akan ada subtipe kleptomani yang lebih seperti gangguan obsesif kompulsif, sedangkan
subtipe kleptomani lain memiliki lebih banyak umum dengan gangguan adiksi atau suasana
hati.6
Faktor Genetik dan Keluarga
Dalam sebuah penelitian, 7% dari keluarga pasien generasi pertama mempunyai
gangguan obsesive kompulsif. Selain itu juga ditemukan adanya mood yang meningkat pada
anggota keluarga pasien kleptomania.3
Hubungan antara kleptomania dengan gangguan obsesif-kompulsif bisa juga
diperlihatkan dengan meenunujukkan bahwa gangguan obsesif-kompulsif biasanya
berhubungan dengan penderita kleptomania. Penelitian tentang riwayat keluarga kleptomania
sangat terbatas. Dua penelitian tanpa kontrol menemukan bahwa 7% sampai 25% anggota
keluarga penderita kleptomania bisa menderita gangguan obsesif kompulsif. Hanya pada
penelitian dengan menggunakan kelompok kontrol, tidak ditemukan perbedaan yang berarti
pada rasio gangguan obsesif–kompulsif antara keluarga generasi pertama dari penderita
kleptomania dibandingkan kontrol.6

2.3 Gambaran Klinis


Ciri penting dari kleptomania terdiri dari dorongan atau impus yang rekuren, intrusif
dan tidak dapat ditahan untuk mencuri benda-benda yang tidak diperlukan. Pasien
kleptomania mungkin juga mengalami depresi atau kecemasan. Pasien kleptomania tidak
selalu mempertimbangkan kemungkinan penangkapan mereka, kendatipun penahanan yang
berulang menyebabkan penderitaan dan rasa malu. Pasien kleptomania mungkin merasa
bersalah dan cemas setelah mencuri namun hal ini tidak dapat menghentikannya. Sebagian
besar pasien kleptomania mencuri dari toko, tetapi mereka juga dapat mencuri dari anggota
keluarga atau teman mereka sendiri.1,2,3,4
Individu dengan kleptomania menyebutkan bahwa barang curian biasanya dengan
nilai yang kecil dan mudah didapat. Setelah mencuri barang tersebut, penderita kemudian
akan membuang, menimbun, mengembalikan secara sembunyi-sembunyi, atau
menghadiahkannnya kepada orang lain. Penderita mungkin bisa menghindar saat tertangkap,
tetapi tantangan biasanya biasanya tidak sepenuhnya dalam jumlah. Meskipun perasaan
senang, kepuasan atau pembebasan pengalaman dialami pada waktu mencuri, penderita akan
mengalami perasaan bersalah, depresi atau penyesalan segera.6
Rata-rata onset usia perilaku mencuri adalah selama masa remaja, meskipun ada
laporan baru bahwa onset usia perilaku mencuri terjadi paling cepat saat usia 4 tahun dan
paling lambat pada usia 77 tahun. Usia yang penting untuk evaluasi adalah paling lambat
pada usia 30 tahun. Wanita biasanya memperlihatkan evaluasi pada usia yang lebih muda
daripada pria. Panjangnya masa antara onset dan waktu evaluasi memperkuat rasa bersalah,
malu dan kerahasiaan yang terlibat dalam gangguan ini.6
Mayoritas luas individu dengan kleptomania mencuri di toko. Dalam sebuah
penelitian, 68,2% individu dilaporkan bahwa nilai barang curian meningkat diatas durasi
gangguan dengan toleransi. Sebagian besar individu dengan kleptomania selalu tidak berhasil
dalam menghentikan perilakunya. Ketidakmampuan menghentikan perilakunya membawa
penderita pada perasaan malu dan rasa bersalah. Banyak penderita kleptomania (64-87%)
kadang-kadang telah mengerti akibat dari perilaku mencuri mereka, dengan presentase sedikit
(15-23%) masuk penjara.6
Sekitar sepuluh tahun yang lalu, para peneliti menyarankan bahwa salah satu cara
untuk memahami gangguan kontrol impuls seperti kleptomania, merupakan bagian dari
spektrum obsesif-kompulsif. Konsep ini didasarkan pada apa yang kemudian dikenal tentang
karakteristik klinis dari gangguan, transmisi keluarga dan respons baik farmakologi dan
pengobatan intervensi psikososial. Selama 5 tahun terakhir, telah terjadi peningkatan dramatis
dalam penelitian tentang kleptomania. Hasil penelitian ini adalah lebih rinci pemahaman
kleptomania dan gambaran kompleks dihubungkan dengan gangguan obsesif-kompulsif.
Selain itu, model lain untuk memahami kleptomani telah disarankan dan penelitian
menunjukkan bahwa diagnosa perilaku kleptomania mungkin jauh lebih heterogen dari
pikiran awal.6

2.4 Diagnosis
Kriteria untuk mendiagnosa kleptomania berdasarkan Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders, edisi keempat, teks revisi (DSM-IV-TR), yaitu :3
1. Kegagalan berulang dalam menahan impuls untuk mencuri benda-benda yang
tidak diperlukan untuk keperluan pribadi atau untuk nilai ekonominya.
2. Meningkatnya perasaan ketegangan segera sebelum melakukan pencurian.
3. Rasa senang, puas, atau redanya rasa ketegangan pada saat bersamaan melakukan
pencurian.
4. Mencuri tidak dilakukan untuk mengekspresikan kemarahan atau balas dendam,
dan bukan sebagai respon suatu waham atau halusinasi.
5. Mencuri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan konduksi, episode
manik, atau gangguan kepribadian antisosial.
Kriteria untuk mendiagnosa kleptomania berdasarkan PPDGJ-III, yaitu :7
1. Adanya peningkatan rasa tegang sebelum, dan rasa puas selama dan segera
sesudah melakukan tindakan pencurian
2. Meskipun upaya untuk menyembunyikan biasanya dilakukan, tetapi tidak setiap
kesempatan yang ada digunakan.
3. Pencurian basanya dilakukan sendiri (solitary act), tidak bersama-sama dengan
pembantunya.
4. Individu mungkin tampak cemas, murung dan rasa bersalah pada waktu diantara
episode pencurian tetapi hal ini tidak mencegahnya mengulangi perbuatan
tersebut.
2.5 Diagnosis Banding
Perbedaan utama antara kleptomania dengan bentuk mencuri lainnya adalah untuk
suatu diagnosis kleptomania, mencuri harus selalu mengikuti kegagalan untuk menahan
impuls dan harus merupakan tindakan yang tersendiri, dan benda-benda yang dicuri tidak
dipergunakan dan tidak memiliki arti ekonomi. Pada mencuri tanpa gangguan jiwa biasanya
tindakan itu direncanakan dan benda yang dicuri biasanya untuk digunakan atau memiliki
nilai ekonomi.1
Episode pencurian kadang-kadang terjadi pada masa gangguan psikotik, seperti pada
episode manik akut, depresi berat dengan gejala psikotik, atau skizoprenia. Pencurian
psikotik merupakan hasil dari peningkatan atau penurunan patologis dari mood atau perintah
dari halusinasi atau delusi. Pencurian pada individu dengan gangguan kepribadian antisosial
merupakan suatu yang sengaja dilakukan untuk meningkatkan percaya diri, dengan beberapa
tingkat persiapan dan perencanaan, biasanya dilakukan dengan orang lain. Pencurian
antisosial biasanya melibatkan perilaku yang membahayakan atau kekerasan, khususnya
menghindari penangkapan. Rasa bersalah dan penyesalan jarang sekali muncul, atau pasien
selalu berbohong. Intoksikasi akut obat dan alkohol bisa memicu pencurian pada individu
dengan gangguan jiwa lainnya atau tanpa psikopatologi yang berat. Pasien dengan Alzheimer
atau penyakit organik demensia lainnya bisa saja meninggalkan toko tanpa membayar, yang
lebih mengarah pada kelalaian daripada pencurian.3

2.6 Penatalaksanaan
Kebanyakan pasien menolak untuk mendapatkan bantuan sampai mereka terlibat
dalam proses hukum. Tidak ada terapi yang paling efektif dalam penyembuhan gangguan ini,
walaupun demikian beberapa terapi dapat diberikan. Terapi yang dapat diberikan adalah
secara farmakologis dan psikoterapi.1,2

A. Psikofarmaka
Ada beberapa obat yang dilaporkan berhasil dan dapat digunakan pada penderita
kleptomania, yaitu :
a) Antidepressant
Karena kleptomania pada awalnya merupakan suatu bentuk gangguan obsesif
kompulsif, pendekatan farmakologis pertama adalah penggunaan Selective Serotonin
Reuptake inhibitors (SSRIs). Beberapa laporan kasus menunjukkan SSRIs mempunyai
beberapa kamanjuran dalam pengobatan kleptomania.6
Fluoxentine, fluvotamine, dan proxetine telah digunakan sebagai monoterapi dalam
pengobatan kleptomania. Pemilihan penggunaan SSRIs pada pengobatan kleptomania karena
diyakini bahwa pada penderita kleptomania terjadi disfungsi serotogenik. Respon
penggunaan SSRIs pada pasien kleptomania berupa penurunan keinginan mencuri, perilaku
mencuri, dan peningkatan fungsi social serta fungsi pekerjaan.6
Beberapa SSRIs telah dilaporkan keberhasilannya pada beberapa kasus : fluoxentine
pada 2 dari 10 pasien, dengan remisi 3 dan 11 bulan (McElroy et al. 1991) dan pada 4 pasien
mengalami remisi 7, 12, 18, dan 20 bulan (Lepkifker et al. 1999); fluvotamine, dengan remisi
selama 9 bulan (Chong and Low 1996); dan paroxetine, dengan remisi selama 3 bulan
(Krause 1999; Lepkifker et al. 1999).2
b) Mood stabilizers
Obat ini memberikan ketenangan bila terjadi perubahan mood berupa dorongan
dorongan kuat untuk mencuri timbul secara mendadak.
c) Naltrexone
Merupakan opioid antagonis competitif kerja lama, khususnya pada reseptor mu, dan
juga reseptor kappa dan lamba. Pasien yang mendapatkan naltrexone sering melaporkan
berkurangnya keinginan yang mendesak untuk mencuri. Keinginan mencuri yang mendesak
tidak mungkin hilang tetapi berkurang sehingga pasien dapat menolak/menekan keinginan
tersebut dengan lebih mudah. Naltrexone digunakan dalam studi pengobatan pertama
kleptomani dan menunjukkan penurunan yang signifikan dalam intensitas dorongan untuk
mencuri dan perilaku mencuri.2,6
Dannon et al melaporkan dua pasien kleptomania yang memberi respon terhadap
naltrexone. Pasien merupakan pasien yang tidak dirawat inap, satu pasien diberikan
50mg/hari, yang lainnya 100mg/hari. Dalam satu sampai tiga minggu, kedua pasien ini
melaporkan adanya pengurangan gejala kleptomania, khususnya pengurangan dorongan
untuk mencuri. Laporan kasus lainnya pada remaja dengan kleptomania menunjukkan bahwa
naltrexone 50mg/hari efektif untuk mengurangi dorongan untuk mencuri. Dosis rata-rata
untuk naltrexone yang efektif adalah 148mg/hari.6

B. Psikoterapi
Terapi yang digunakan dalam penyembuhan kleptomania adalah Cognitive-
Behavioral Therapy (CBT). Pada CBT individu diharapkan dapat mengindentifikasi perilaku
yang salah, pikiran negatif dan mengubah pikiran dan perilaku tersebut secara lebih sehat.
Pada Cognitive-Behavioral Therapy diberikan beberapa perlakuan seperti covert
sensitization, dimana individu diminta untuk membangkitkan hal-hal yang tidak
mengenakkan saat akan mencuri misalnya pasien di intruksikan untuk membayangkan jika
diri nya mencuri dan membayangkan efek negatifnya seperti tertangkap atau perasaan mual
dan sesak nafas. Aversion therapy merupakan sesi dimana individu berusaha mengatur
pernafasan secara tepat, menahan nafas untuk beberapa saat ketika rasa tidak nyaman muncul
yang akan melawan dorongan-dorongan untuk mencuri tersebut untuk kembali muncul.
Systematic desensitization, membantu pasien untuk mencapai keadaan relaksasi melalui
relaksasi otot dan memerintahkan pasien untuk membayangkan tindakan selain episode
mencuri, juga menyarankan bahwa pasien lebih baik mengontrol dorongan untuk mencuri
dengan mengontrol kecemasan.7
Penatalaksanaan yang mengkombinasikan CBT dengan obat telah menunjukkan
keuntungan pada pasien dalam suatu laporan kasus. Seorang pasien pria 43 tahun dengan
cedera tumpul pada regio fronto temporal kepala yang menyebabkan timbulnya gejala mirip
kleptomania diterapi dengan citalopram dan CBT dan dilaporkan adanya pengurangan dari
seluruh gejala kleptomania. Seorang pasien wanita 77 tahun dengan onset kleptomania yang
lambat (usia 73 tahun) dilaporkan berhentinya semua pencurian yang dilakukan setelah terapi
dengan pemberian kombinasi CBT, sertraline 50mg/hari, terapi menasehati diri sendiri, dan
membuat larangan sendiri dalam berbelanja.7

2.8 Prognosis
Kleptomania dapat mulai muncul pada masa anak-anak, walaupun kebanyakan anak-
anak dan remaja yang mencuri tidak akan menjadi kleptomania pada saat dewasa. Onset
gangguan ini sering muncul pada masa remaja akhir. Wanita lebih sering mencari
pertolongan psikiatri daripada pria. Pria lebih sering dimasukkan ke penjara. Pria cenderung
memeperlihatkan gangguan ini pada usia 50 tahun dan wanita usia 35 tahun.3
Perjalanan penyakit ini bisa bertambah dan berkurang tapi cenderung menjadi kronis.
Angka kesembuhan spontan tidak diketahui. Pada pasien dengan penyakit yang serius
biasanya sering tertangkap dan ditahan. Kebanyakan pasien biasanya secara sadar
mempertimbangkan konsekuensi dari perilaku mereka. Prgonosis dengan pengobatan bisa
baik, tapi sedikit pasien yang datang secara sadar untuk mencari pertolongan.3
BAB III
KESIMPULAN

1. Ciri penting dari kleptomania terdiri dari dorongan atau impus yang rekuren, intrusif
dan tidak dapat ditahan untuk mencuri benda-benda yang tidak diperlukan.
2. Pasien kleptomania mungkin merasa bersalah dan cemas setelah mencuri namun hal
ini tidak dapat menghentikannya.
3. Diagnosis kleptomania ditegakkan berdasarkan PPDGJ-III atau DSM IV.
4. Pencurian pada kleptomania harus dibedakan dengan pencurian lain seperti pencurian
pada gangguan psikotik, gangguan kepribadian antisosial, atau pada pasien
Alzheimer.
5. Kebanyakan pasien menolak untuk mendapatkan bantuan sampai mereka terlibat
dalam proses hukum. Psikofarmaka yang dapat digunakan adalah antidepresan SSRIs,
mood stabilizer, dan naltrexone, sedangkan psikoterapi yang digunakan adalah
Cognitive-Behavioral Therapy (CBT).

Vous aimerez peut-être aussi