Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
paling utama. Dalam keadaan normal manusia tidak dapat bertahan hidup tanpa
oksigen lebih dari 4-5 menit (Barbara Kozier, 1995). Orang bernafas pada
berbagai mekanisme yang berperan dalam proses suplai oksigen ke seluruh tubuh
Tuberculosa yang merupakan bakteri batang tahan asam, organisme patogen atau
saprofit yang biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui nuclei droplet lewat
udara. Paru adalah tempat infeksi yang paling umum, tetapi penyakit ini juga
(tuberkel) didalam alveoli. Lesi ini merusak jaringan paru yang lain yang ada
didekatnya, melalui aliran darah, system limfatik, atau bronki. Lesi pada alveoli
yang terjadi melalui aliran darah, system limfatik, atau bronchi menyebabkan
terdeteksi oleh reaksi positif pada test kulit tuberkel. Apabila penderita TBC tidak
residual terhadap kapasitas total paru, dan penurunan saturasi oksigen sekunder
akibat infiltrasi / fibrosis parenkim sampai gejala yang membahayakan bagi orang
lain yaitu penularan. Penularan bisa melalui bersin, tertawa, ataupun batuk.
( Niluh Gede Yasmin Asih, keperawatan medidkal bedah. System pernafasan 83,
ketiga, bahkan pada tahun 1993 ditetapkan WHO sebagai tahun kedaruratan
ini dengan jumlah penderita tahun 1997 sebanyak + 450.000 orang dan setiap
obat anti tuberkulosis (OAT) yang dilakukan oleh PMO selama sembilan bulan,
sekitar 50 % (koran BIDI, oleh Dr. Fachmi Idris, Oktober 2003;4). Bukti yang
terbaru menjelaskan, dari sekitar 47 % yang mencapai program keberhasilan
TABEL 1
4. Bronkhitis 20 2,65
5. Efusi Pleura 8 1
Total 752 100 %
angka cukup tinggi sekali yaitu pada urutan pertama yaitu 79,5 %. Jika tidak
gangguan pada system pernafasan yaitu infiltrasi kecil lesi dini pada bidang paru
atas, deposit kalsium dari lesi primer yang telah menyembuh, atau cairan dari
suatu efusi. Selain system pernafasan ada banyak system yang terjangkiti seperti
apabila telah terkena maka akan terjadi insufiensi ataupun stenosis katup yang
selanjutnya cardiac output menurun akibat dari itu akan terjadi kerusakan pada
serius dan program pengobatan pada TB Paru yang cukup lama maka perlu
Berkaitan dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk membuat karya tulis
Akibat TBC di ruang Mawar Rumah Sakit Krakatau Medika Cilegon - Banten”
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
dilakukan.
menggambarkan atau menjelaskan satu keadaan atau kondisi berdasarkan data dan
fakta yang diperoleh melalui studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan.
keadaan klien dan keluarga secara langsung sesuai kondisi yang objektif.
3. Studi kepustakaan (Literatur) teknik pengumpulan data yang didapat melalui
status / arsip klien atau catatan-dcatatan yang berkaitan dengan penyakit klien.
D. Sistem Penulisan
Sistematika penulisan asuhan keperawatan ini terdiri dari empat bab yaitu :
1. BAB I : Pendahuluan.
yang terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
5. DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
- Alveoli
Alveoli dalam kelompok sakus alveoloris yang menyerupai anggur.
Berbentuk sakus terminalis dipisahkan dari alveolus disekat oleh dinding
tipis atau septum. Alveolus merupakan unit fungsional paru sebagai tempat
pertukaran gas. Dalam setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveolus
dengan luas permukaan total seluas sebuah lapangan tenis. Surfaktan, sejenis
fosfolipid yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi
resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi. Dan mencegah
kolaps alveolus pada waktu ekspirasi.
Faktor yang berperan dalam pembentukan surfaktan adalah
kematangan sel-sel alveolus dan sistem enzim biosintetiknya. Kecepatan
pergantian yang normal. Ventilasi yang memadai, dan aliran darah ke dinding
alveolis. Definisi surfaktan dianggap sebagai faktor penting pada patogenesis
sejumlah penyakit paru-paru (Sylvia A. Price. 1994 :648).
b. Vaskularisasi Paru-paru
Paru-paru divaskularisasi dari dua sumber :
1). Anteri bronchialis yang membawa zat-zat makanan pada bagian
conditioning porhon, bagian paru yang tidak terlihat dalam pertukaran
gas. Darah kembali melalui vena-vena bronchial.
2). Arteri dan vena pulmonal yang bertanggung jawab pada vaskularisasi.
Bagian yang terlihat dalam pertukaran gas yaitu alveolus.
b. Fisiologi pernafasan
Mekanisme Pernafasan
Mekanisme pernafasan dibagi ke dalam tiga bagian yaitu :
1). Ventilasi
Ventilasi yaitu proses bergerak masuk dan keluarnya udara dari
paru-paru karena selisih tekanan yang terdapat diantara atmosfer dan
alveolus oleh kerja mekanik alat-alat pernafasan. Masuk dan keluarnya
udara dari atmosfir dimungkinkan adanya peristiwa mekanik inspirasi
yaitu volume thorax bertambah besar karena diafragma turun dan iga
terangkat akibat kontraksi dari beberapa otot m. Sternokleidomastocdius
mengangkat sternum ke atas dan m. sternokleidomastocdius mengangkat
sternum ke atas dserratus, m. scalensus, dan m. intercostal externum
berperan mengangkat iga-iga. Thorax membesar ke tiga arah yaitu
bagian anterposteior, lateral dan vertikal. Peningkatan volume ini
menyebabkan penurunan tekanan intrapleura dari sekitar – 4 mm Hg
(relatif terhadap tekanan atmosfer) menjadi sekitar – 8 mmHg bila paru-
paru mengembang pada waktu inspirasi. Pada saat yang sama tekanan
intrapulmonal atau tekanan saluran udara menurun sampai -2 mm Hg
(relatif terhadap tekanan atmosfer) dari 0 mmHg pada waktu inspirasi.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfer menyebabkan udara
mengalir ke dalam paru-paru sampai tekanan saluran udara pada akhir
inspirasi sama lagi dengan tekanan atmosfer.
2). Difusi
Difusi yaitu kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah
selisih tekanan persial antara darah dan fase gas. Tekanan parisal
oksigen dalam atmosfer pada permukaan Laut besarnya sekitar 149 MM
hg (12 % dari 760 mmHg). Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai
di alveolus pada tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai
sekitar 103 mm Hg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan
fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruang sepi
anatomik saluran udara dan dengan uap air. Dalam keadaan istirahat
normal difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler paru-paru dan
alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama
0,75 detik.
Kecepatan difusi dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1. Kekebalan membran
2. Luas permukaan membran
3. Koefisien difusi gas dalam substansi membran
4. Perbedaan takan antara kedua sisi membran
3). Transfortasi dan perfusi.
Transportasi yaitu ikatan kimia oksigen dengan heamoglobin yang
bersifat reversibel. Pada tingkat jaringan oksigen akan berdisosiasi dari
haemogglobin dan berdifusi ke dalam plasma, dari plasma oksigen
berdifusi ke sel-sel jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan
yang bersangkutan. Transportasi dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai
berikut :
1. Peningkatan konsentrasi karbondioksida
2. Peninggian temperatur darah
3. Peningkatan 2.3 disfosfogliserat (DPG) yaitu senyawa fosfat yang
secara normal berada dalam darah tepi konsentrasinya berubah pada
kondisi yang berbeda.
Pengaturan Pernafasan
Pernafasan merupakan proses otomatis, tetapi masih dapat diatur
secara volunter, atau sendiri yakni walupun manusia tidak harus memikirkan
untuk bernafas, namun ia dapat memperlambat atau mempercepat pernafasan
sekendaknya. Pengendalian pernafasan di bawah sadar berpusat di medulla
oblongata yang dirinya impuls-impuls dikirim ke alat-alat pernafasan yang
dipersarafannya.
3. Etiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobakterium tuberculosis, kuman batang tahan asam ini dapat merupakan
organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikobakteria patogen,
tetapi hanya starin bovin dan human yang patogenik terhadap manusia.
Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 um, ukuran ini lebih kecil dari
satu sel darah merah.
Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intra seluler yakni
dalam sitoplasma makrofag. Sifat lain kuman ini adalah aerob, sifat ini
memungkinkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal
paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lain sehingga bagian apikal ini
merupakan predilaksi penyakit tuberkulosis.
Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain ( Elizabeth J
powh 2001: 414)
1). Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
2). Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam
terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
3). Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4). Individu tanpa perawatan yang adekuat
5). Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan
gizi, by pass gatrektomi.
6). Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika
Latin Karibia)
7). Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)
8). Individu yang tinggal di daerah kumuh
9). Petugas kesehatan
Manifestasi Klinis
Adapun gejala-gejala klinis pada penderita tuberkulosa dapat
bermacam-macam atau malah tanpa keluhan sama sekali. Keluhan yang
terbanyak adalah (Suparna, dkk IPD jilid II, 1991) :
a. Demam
Biasanya sub febris menyerupai demam influenza tapi kadang-kadang
panas badan dapat mencapai 40-41oC. Serangan demam pertama dapat
sembuh kembali, begitu seterusnya hilang timbul, sehingga pederita
malas tidak pernah berobat dari serangan demam influenza. Keadaan ini
sangat dipengaruhi daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya
infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
b. Batuk
Gejala ini banyak ditemukan. Bentuk terjadi karena adanya iritasi pada
brinnchus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang.
Sifat batuk mulai dari yang kering, kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif. Keadaan ini yang lanjut adalah berupa batuk darah
(haemaptoe) karena terdapat permbuluh-pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak Nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas,
sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana
inflasinya sudah setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri Dada
Gejala ini jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e. Malaise
Penyakit tuberkulosis radang yang menahun, gejala malaise sering
ditemukan, anoreksia makin kurus (BB menurun), sakit kepala, meriang,
nyeri otot, keringat malam.
4. Patofisiologi
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel-sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit T (sel T)
adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas ini biasanya lokal, melibatkan
makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh lomosit dan limokinnya.
Respon ini disebut sebagai reaksi hipersentifitas.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoalus biasanya
diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil,
gumpalan basil yang lebih besar cenderung terahan di saluran hidung dan
cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam
ruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau bagian
lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfogosit bakteri
namun tidak membunuh organisme tersebut, sesudah hari-hari pertama maka
leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumoni akut. Pneumoni selular ini dapat
sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggl atau proses
dapat juga terus berjalan dan bakteri terus difogosit atau kembang biak di
dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening regional. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit.
Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat
dan seperi lesi nekrosis ini disebut caseosa. Daerah yang mengalami nekrosis
caseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
fibroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih
fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu
kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghan dan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan
kompleks Ghon. Kompleks ghon yang mengalami perkapuran ini dapat
dilihat pada orang seghat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiologi
rutin.
Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan,
dimana bahan cair lepas ke dalam bronkhus dan menimbulkan kavitas.
Kavitas yang kecil dapat menutup tanpa peradangan dengan meninggalkan
jaringan parut. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit
dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan bronkhus.
Bahan perkijuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui
saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan
lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini akan
mengakibatkan peradangan aktif pada bronkhus.
Penyakit menyebar secara limohematogen melalui kelenjar-kelenjar
getah bening dan secara hemotogen ke seluruh organ tubuh.
Invasi micobacterium Tuberkulose
5. Klasifikasi Diagnostik TB adalah :
1). TB Paru
a). TBA mikroskopis langsung (+) atau biakan (+), kelainan foto
thorax menyokong TB, dan gejala klinis sesuai TB.
b). TBA mikroskopis langsung atau biakan (-), tetapi kelainan rontgen
klinis sesuai TB dan memberikan perbaikan pada pengobatan awal
anti TB (initial therapy).
2). TB paru tersangka
Diagnosa pada tahap ini bersifat sementara sampai hasil pemeriksaan BTA
didapat (paling lambat 3 bulan). Pasien dengan BTA mikroskois langsung
(-) atau belum ada hasil pemeriksaan atau pemeriksaan belum lengkap,
tetapi kelainan rontgen dan klinis sesuai TB paru. Pengobatan anti TB
harus dimulai.
3). Bekas TB (tidak sakit)
Ada riwayat TB pada pasien dimasa lalu dengan atau tanpa pengobatan
atau gambaran rontgen normal atau abnormal tetapi stabil pada foto serial
dan sputum BTA (-). Kelompok ini tidak perlu diobati.
6. Pemeriksaan Diagnostik
1). Laboratorium darah rutin ditemukan LED meningkat dan Limfositosis.
2). Foto thorax posterior anterior dan lateral ditemukan :
a). Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segemen apikal
lobus bawah
b). Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
c). Adanya kavitas tunggal atau ganda
d). Kelaian bilateral, terutama di lapangan atas paru
e). Adanya klasifikasi
f). Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
g). Bayangan milier
3). Pemeriksaan sputum BTA
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak sensitif karena hanya 30-70 % pasien TB yang
dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
Mikrobakteria tumbuh lambat dan membutuhkan suatu media yang
komplek untuk dapat tumbuh. Untuk tumbuh mikroorganisme ini
membutuhkan sekitar 2 minggu atau lebih pada suhu antara 36-37 oC.
Koloni yang sudah dewasa, akan berwarna krem dan bentuknya seperti
kembang kol. Jumlah sekecil 10 bakteri/mililiter media konsentrat yang
telah diolah dapat dideteksi oleh media biakan ini. Pertumbuhan
mikrobakteria yang diamati pada media biakan ini sebaiknya dihitung
sesuai dengan jumlah koloni yang timbul.
4). Tes Pap (Peroksidase anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen,
munaperoksidase staining untuk menentukan adanya tg 6 spesifik
terhadap hasil TB.
5). Tes Mantoux / Tuberkulin
Menyuntikan tuberkulin (PPD) sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5
unit tuberkulin secara intrakutan pada sepertiga atas permukaan volar
(bagian dalam) lengan bawah setelah kulit dibersihkan dengan alkohol.
Jarum yang digunakan 26-27 G. interpretasi reaksi tes tuberkulin adalah
sebagai berikut :
a). Indurasi sebesar 10 mm atau lebih (reaksi bermakna) untuk infeksi
lama atau baru terhadap mycobacterium tuberculosa, karena reaksi
sebesar ini pada umumnya menunjukkan sensitivitas spesifik. Pada
keadaan normal, tes dengan hasil diatas tidak perlu diulang untuk
mendapatkan kepastian, keculai bila ada alasan untuk
mempertanyakan validitas tes ini.
b). Indurasi kurang dari 10 mm (reaksi tidak bermakna)
Keadaan ini dianggap tidak bermakna pada orang yang tidak
dicurigai menderita tuberkulosis, penderita seropositif HIV, atau
orang-orang yang kontak dekat dengan penderita yang sputumnya
positif atau belum lama positif terhadap mycobacterium
tuberculosa. Untuk orang-orang semacam ini tes tidak perlu
diulang, kecuali bila orang yang diuji berkontak dengan penderita
tuberculosis, maka harus dilakukan pemeriksaan tindak lanjut sesuai
dengan prosedur rutin untuk orang yang pernah kontak.
6). Teknik Polymerase (Chain Reaction)
Detksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai
tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme
dalam specimen. Juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
7). Baction Dickinson Diagnostic Instrument System (BACTEC)
Detek growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme
asam oleh Mycobacterium tuberculosa.
8). Enzyme Linted Immunosorbent Assoy
Deteksi respon humoral, berupa proses antigen antibodi yang terjadi.
Pelaksanaan rumit dan antibodi dapat menetap dalam waktu lama
sehingga menimbulkan masalah.
9). Mycodot
Deteksi anti bodi memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan
pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan
dalam serum pasien. Bila terdapat anti bodi spesifik dalam jumlah
memadai maka sisir akan berubah.
10). Pewarnaan Zeihl-Neilsen
Cairan dahak, otak, kemih dan lambung diwarnai dengan pewarnaan
Zeihl-Neilsen dilanjutkan dengan pewarna flouresen. Sediaan yang
positif memberikan petunjuk awal diagnosis, namun sediaan negatifpun
tidak menolak kemungkinan infeksi.
7. Penatalaksanaan
a). Medik
Pengobatan tuberkulosis terutama pemberian obat antimikroba dalam
jangka waktu lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah
timbulnya penyakit klinis pada seorang yang sudah terjangkit infeksi.
Penderita tuberculosis dengan gejala klinis harus mendapat minimum
dua obat untuk mencegah timbulnya strain yang resisten terhadap obat.
Kombinasi obat-obat pilihan adalah ioniazid (hidradzid asam
isonikotinat = INH) dengan (EMB) atau rifampisin (RIF). Dosis lazim
INH untuk orang biasanya 5 – 10 mg/kg berat badan atau sekitar
300/mg/hari, EMB, 25mg/kg selama 60 hari, kemudian 15 mg/kg, RIF,
600 mg sekali sehati. Efek samping Etambutol adalah neuritis retrobular
disertai penurunan ketajaman penglihatan, uji ketajaman penglihatan
dianjurkan setiap bulan agar keadaan tersebut dapat diketahui. Efek
samping INH yang berat jarang terjadi, komplikasi yang berat adalah
heatitis. Resiko hepatitis sangat rendah pada penderita dibawah usia 20
tahun dan mencapai puncaknya pada mereka yang berusia 50 tahun
keatas. Disfungsi hati ringan, seperti terbukti dengan peningkatan
aktivitas serum amino transferase, ditemukan pada 10 – 20 % kasus yang
mendapat INH. Waktu minimal terapi kombinasi 18 bulan sesudah
konvensi biakan sputum menjadi negatif. Sesudah itu msih harus
dianjurkan terapi dengan INH saja selama satu tahun
Baru-baru ini CDC dan America Thoracic Society (ATS) mengeluarkan
pernyataan mengenai rekomendasi kemoterapi jangka pendek bagi
penderita tuberkulosis dengan riwayat tuberkulosis paru yang tidak
diobati sebelumnya. Rekomendasi lama pengobatan 6 atau 9 bulan
berkaitan dengan rejimen yang terdiri dari INH dan RIF (tanpa atau
dengan obat-obat lainnya), dan hanya diberikan pada pasien tuberkulosis
paru tanpa komplikasi, isalnya : pasien tanpa penyakit lain seperti
diabetes, silikosis atau kanker.
Pada fase pertama pengobatan pengobatan 6 bulan mendapat rejimen
harian yang terdiri dari INH, RIF dan pirazinamid untuk sekurang-
kurangnya 2 bulan, obat-obat ini dapat juga ditambah dengan
streptomisin atau EMB bila diduga terdapat resistensi terhadap INH.
Pada fase kedua diberikan INH dan RIF setiap hari dua kali seminggu
dalam 4 bulan.
Rejimen 9 bulan terdiri dari pemberian INH dan RIF setiap hari selama 1
atau 2 bulan, diikuti pemberian INH dan RIF tiap hari atau dua kali
seminggu selama 9 bulan. Seperti rejimen 6 bulan, streptomisin dan
EMB harus diberikan diawal pengobatan bila diduga ada resistensi
terhadap INH.
Ada orang dewasa, dosis terapi lazim setiap hari biasanya 300 mg INH
dan 600 mg RIF. Setelah fase permulaan dengan komoterapi yang
berlangsung 2 minggu sampai 2 bulan, dokter dapat memberikan
pengobatan dua kali seminggu. Dosis Inh dua kali seminggu adalah 15
mg/kg berat badan, sedangkan dosis RIF tetap 600 mg.
Meskipun rekomendasi pengobatan jangka pendek juga sesuai untuk
anak-anak, tetapi data-data pemakaian RIF pada anak-anak masih sangat
terbatas. Pengurangan dosis INH sampai 10 mg/kg dan RIF sampai 15
mg/kg pada anak-anak dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
hepatotoksik.
b). Pembedahan
Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang paten telah berkurang
indikasi pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi
relatif.
a. Indikasi mutlak pembedahan
- Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat sputum tetap
(+)
- Pasien batuk darah masih tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
- Pasien dengan fistula bronkopleura dan enplena yang tidak dapat
diatasi secara konservatif
b. Indikasi relatif pembedahan
- Pasien dengan sputum negatif dan batuk-batuk darah berulang
- Kerusakan 1 paru atau lubus dengan keluhan
- Sisa kavitas menetap
c. Prinsip Perawatan TBC Secara Umum
- Klien dengan penyakit tuberkulosis dapat dirawat di rumah
kecuali jika sudah terjadi komplikasi seperti tuberkulosis milier,
meningitis tuberkulosis, pleuritis, dan sebagainya.
- Kepada klien dan keluarga perlu dijelaskan salin kepatuhan
dalam pemberian obat, perlu juga memperbaiki keadaan
umumnya dengan memberikan makanan yang cukup bergizi.
- Klien harus cukup istirahat / bedrest
- Memperhatikan kebersihan lingkungan dan ventilasi rumah harus
cakup agar pertukaran udara berjalan dengan baik. Lebih baik
jika sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah, karena akan
membantu membasmi kuman. Perlengkapan tempat tidur
sebaiknya seminggu sekali dijemur dan alat tenunnya dicuci.
9. Komplikasi Tuberkulosis
Penyebaran ineksi tuberkulosis ke bagian tubuh nonpulmonal dikenal
sebagai TB miliaris. TB ini diakibatkan oleh invasi ini terjadi akibat reaksi
lambat infeksi dorman dalam paru atau di tempat lain dan menyebar melalui
darah ke organ lainnya. Basil yang memasuki aliran darah dapat berasal dari
fokus kronis yang mengalami ulserasi ke dalam pembuluh darah atau
pembesaran tuerkel yang melapisi permukaan dalam duktus torakik.
Organisme bermigrasi dari fokus infeksi ke dalam aliran darah, terbawa ke
seluruh tubuh, dan berdiseminasi melalui semua jaringan, dengan tuberkel
miliaris kecil yang berkembang dalam paru-paru, limpa, hepar, meningen dan
organ lainnya.
Perjalanan klinis tuberkulosis miliaris dapat beragam dari infeksi
akut, berkembang secara progresif dengan demam tinggi sampai proses
indolen dengan emam tingkat rendah, anemia dan perlemahan tubuh secara
keseluruhan. Pada awalnya mungkin tidak terdapat tanda lokalisasi kecuali
pembesaran limpa dan menurunnya jumlah leukosit. Namun demikian dalam
beberapa minggu rontgen dada menunjukkan ketebalan kecil menyebar
secara difu ke seluruh bidang paru yang kemudian semakin meningkat
jumlahnya.
Penyebaran TB pada ginjal mengakibatkan perubahan fungsi ginjal
hingga terjadi gagal ginjal. Pada meningan menyebabkan kerusakan sel otak
dan berakibat gangguan kesadaran. Penyebaran pada muskuloskeletal
berakibat kerusakan pada tulang dan kemungkinan fraktur spontan akibat
osteomielitis dari infeksi TB.
Efusi plura dapat terjadi 6 – 12 bulan setelah terbentuknya kompleks
pimer, kompikasi pada tulang dan kelenjar getah bening permukaan
(superfisial) dapat terjadi akibat penyebaran hematogen, hingga dapat terjadi
dalam 6 bulan setelah terbentuknya kompleks primer, tetapi komplikasi ini
dapat terjadi dalam 3 bulan, pleuritis dan penyebaran bronchogen dalam 6
bulan dan tuberkulosis tulang dalam 1 – 5 tahun setelah terbentuknya
kompleks primer.
1. Tidak efktifnya bersihan nafas berhubungan dengan skret kental di jalan nafas
Tupan : bersihan jalan nafas efektif
Kriteria evaluasi :
- Klien dapat mengeluarkan sekret
- Frekuensi dan irama pernafasan normal
2. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan luas
permukaan paru
Tupan : tidak terjadi kerusakan perukaran gas
Kriteria evaluasi :
- GDA normal
- Tidak terdapat sianosis
- Tidak terdapat tanda distres pernafasan
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan anorexia
Tupan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria evaluasi :
- Terdapat peningkatan berat badan
- Nilai laboratorium normal
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1. Identitas Klien
Nama : Tn. E
Umur : 32 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : TNT
Agama : Islam
Alamat : Leweng Sawo Kota Bumi Cilegon
Tgl. Masuk : 22.04.2006
Tgl. Pengkajian : 29.04.2006
No. Medrek : 158.02.2006
Diagnosa Medis : TBC (Paru)
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan utama saat masuk RS
Klien mengatakan sejak 1 bulan yang lalu mengeluh tidak
enak badan ,lemas disertai panas badan dan menggigil, serta
keluar keringat banyak setiap malam diatas jam 01.00 WIB.
Klien merasakan nafsu makan turun, kadang-kadang klien
batuk berdahak dengan lendir kekuningan. Satu bulan sebelum
klien masuk rumah sakit,klien merasakan badannya lemas
mual ,muntah sehinhgga klien dibawa oleh keluarga ke RSKM
(UGD). Selanjutnya diruangan mawar dilakukan dilakukan
tindakan operasi limpa denoopati pada daerah leher pinggang
dan lipatan paha.
2. Keluhan utama saat dikaji
Pada saat dilakukan pengkajian klien mengeluh sesak nafas.
Sesak dirasakan ketika klien banyak beraktifitas dan berkurang
ketika klien beristirahat, sesak dirasakan pada daerah dada
( kedua lapang paru ) dan tidak menyebar, sesak dirasakan
oleh klien seperti diikat oleh tali yang keras, klien merasakan
nyeri sepanjang hari.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan pernah dirawat di RS KM pada tahun 2005
dengan gastritis selama 3 hari, klien juga mengatakan punya
penyakit TBC ini sudah sejak tahun 2003 sampai sekarang dan
pernah berobat selama 6 bulan, setelah itu tidak berobat lagi
dikarenakan kebutuhan ekonomi keluarga / dialihkan kepentingan
keluarga.
b. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien tinggal bersama dengan keluarga istrinya, Menurut klien
dikeluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit keturunan
seperti jantung, hypertensi, dan yang lain, namun dikeluarga pihak
perempuan ada yang menderita penyakit menular seperti TBC
sedangkan mertua laki-laki mempunyai penyakit TBC.
GENOGRAM
Ket. :
: Laki-Laki
: Perempuan
: Sakit
Pola Aktivitas
2 Pola Eliminasi
3 x / hari
a. BAB 2 x/ hari, konsistensi lembek
3x / hari
b BAK 5 x / hari
kuning jernih
Kuning jernih
klien mengatakan tidur tidak
3 Pola Siang jam 14.00-17.00 WIB
tentu selama 1-2 jam perhari
Istirahat malam hari jam 22.00-05.00
pada malam hari dan pada
WIB.
siang hari sekitar 2 jam tidak
tentu.
4 Personal hygiene
Klien mengatakan hanya dilap
Kebersihan Klien mengatakan mandi
dengan air hangat 1x/hari.
kulit 2x/hari
Klien gosok gigi 2x / hari
Kebersihan Klien gosok gigi 2x / hari
gigi
Klien mengatakan selama
Kebersihan Klien mencuci rambut 2x /
dirawat belum pernah dicuci
rambut minggu
rambut.
5 Aktivitas Klien dapat melakukan
Klien melakukan aktifitas
aktifitas sendiri tanpa
dibantu oleh perawat dan
bantuan dari orang lain.klien
keluarga termasuk ketika
juga seorang karyawan dari
hendak BAB.
PT TNT
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Compos mentis GCS 15
b. Tanda-Tanda Vital
TD : 100 / 70 mmhg N : 100 x / menit
S : 37ْ0C R : 24 x / menit
c. System Pernapasan
Bentuk hidung simetris, septum terdapat, tidak terdapat pernafasan cuping
hidung, tidak terdapat secret, mukosa hidung lembab dan berwarna merah
muda, patensi hidung kuat, tidak terdapat nyeri tekan sinus.bentuk dada
simetris, tidak terdapat retraksi intercostalis, vertebrate lurus, tidak
terdapat masa dan tidak terdapat nyeri tekan, vocal fremitus antara paru
kanan dan kiri simetris, pengembangan paru saat bernafas simetris, pada
perkusi suara paru resonan, suara psru terdengar vesikuler.respirasi 24 x/
menit.
d. Sistem Kardiovaskuler
Konjungtiva pucat, tidak terdapat peningkatan JVP ( Jugularis Vena
Pressur ), CRT ( Cafilrary Refilling Time ) dapat kembali dalam waktu 2
detik, akral teraba hangat, ictus kordis teraba pada ICS V Midclavikula
kiri, suara perkusi jantung Dulhes, bunyi jantung S1 dan S2 terdengar
murni reguler, pulsasi denyut nadi teraba lemah dengan irama teratur,
frekwensi nadi 100 x / menit. TD : 100 / 70 mmHg.
d. Sistem Pencernaan
Bibir dan mukosa lembab, tidak terdapat kelainan pada bentuk bibir, gigi
jumlah 32 buah, pergerakan lidah bebas, tidak terdapat lesi, warna merah
muda, tidak terdapat nyeri tekan, terdapat reflek menelan, bentuk perut
datar dan terasa sakit bila ditekan kwadran kanan bawah, dan tidak teraba
pembesaran hepar dan limpa, BU 8x/menit, BB 48 kg
e. Sistem Persyarafan
Kesadaran compos mentis dengan nilai GCS = 15
Orientasi klien terdapat orang,waktu dan tempat baik terbukti klien dapat
menyebutkan dimana klien sekarang berada serta keluarga yang
menunggunya. Klien dapat mengingat kejadian masa lampau dan kejadian
yang baru saja terjadi.
Test Nervus Cranial
(1). Nervus Olfaktorius
Klien mampu membedakan bau kopi dan kayu putih
(2). Nervus Optikus
Klien mampu membaca papan nama perawat dalam jarak 30 cm
(3). Nervus Okulomotoris, Troklearis, Abdusen
Klien mampu menggerakkan bola mata kearah atas, bawah, dan
samping mengedip spontan, pupil osokov simetris dan kontraksi saat
diberi cahaya.
(4). Nervus Trigeminus
Klien mengatakan sentuhan kapas diwajahnya, klien dapat
menggerakkan rahangnya, klien mampu mengedip
(5). Nervus Fasialis.
Klien dapat menggerakkan dahi, dapat membedakan rasa asin, manis,
pada lidahnya, tidak terdapat parese
(6). Nervus Auditorius
Klien mendengar dengan jelas dibuktikan dapat menjawab semua
pertanyaan.
(7). Nervus Glosofaringeus dan Vagus
klien dapat merasakan rasa pahit pada 1/3 posterior lidah.
Klien dapat menelan, uvula bergetar saat klien mengucapkan kata
“Ach “.
(8). Nervus Acessorius
Klien dapat menggerakkan leher, kekuatan otot sama saat diberi
tekanan pada dagu disaat klien menoleh, klien dapat mengangkat
bahunya tanpa rasa nyeri dan melawan tekanan yang diberikan.
(9). Nervus Hipoglosus
kline mampu menjulurkan lidahnnya kekiri dan kekanan dan dapat
menariknya dengan baik dan pergerakan terkontrol.
f. Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening. Pada leher kiri terdapat
bekas opersi lympadenopati, tidak terdapat tanda-tanda gangguan
hormonal seperti moonface ataupun exopthalmus, tidak terdapat tremori
pada kedua belah tangan.
g. Sistem Genetourinaria
Bentuk utuh, pada supra pubis terdapat luka post operasi kelenjar KGB + 5
cm yang masih basah, jahitan masih utuh, pada pacpasi tidak terdapat
pembesaran ginjal, blas terasa kosong.
h. Sistem Muskoloskeletal
- Postur tubuh simetris, klien dapat membuka mulut, klien dapat
menahan pada saat dagu diberi tahanan.
- Leher dapat difleksikan 45o, hypertensi 135o, flexi lateral kidanka 45o,
dan rotasi 360o.
- Extermitas Atas
Bentuk tangan simetris, bahu dapat extensi 18oC, aduksi 45oC rotasi
360o, pergelangan tangan dapat di extensikan , fleksi, rotasi, supehasi,
prohasi, jari-jari tangan dapat di abduksikan, reflek bisep, dan tricep (+
+/++), tidak terdapat odiem terpasang infus RL 20 tpm pada tangalo
kanan.
- Extermitas bawah
Pada kaki kiri panggul extensi 90o, fleksi, abduks 20o abduksi 45o,
extensi lutut 120o, pergelangan kaki dapat difleksikan, extensi dan jari-
jari kaki dapat diversikan, inversi, abduksi, abduksi, reflek fatella (++/
++), kekuatan otot 5 5
5 5
i. Sistem Integumen
Rambut agak kotor, tidak mudah tercabut, kulit kepala berketombe, tugor
kulit baik) S . 376C., terdapat luka operasi pada daerah lipatan paha
pinggang
j. Sistem penglihatan dan pendengaran dan wicara
Klien dapat membaca dengan baik, klien dapat menjawab pertanyaan bila
diajukan perawat dengan benar klien dapat bicara dengan arti kulasi yang
jelas
5. Data Psikologis
a. Status Emosi
Emosi klien tampak stabil dan berbicara dengan nada rendah
b. Kecemasan
Expresi wajah klien tampak lemas dan pucat, klien sering bertanya apakah
penyakitnya bisa kambuh lagi, klien mengatakan tidak tahu banyak
tentang penyakitnya dan cara perawatannya.
c. Pola koping
Menurut klien apabila klien punya masalah klien suka bercerita padaGaya
Komunikasi
Klien berbicara cukup jelas, expressi muka sesuatu yang klien rasakan
d. Konsep Diri
- Gambaran diri / body image
Klien merasa tidak puas pada kondisi badannya karena menderita sakit
TBC.
- Identitas Diri
Klien sebagai seorang laki-laki yang telah menikah pegawai PT TNT,
dan klien adalah seorang ayah yang memiliki seorang anak.
Peran
Klien berperan suami dan tidak dapat melaksanakan perannya karena
sakit
- Idiel Diri
Harapan klien ingin cepat sembuh dan lekas pulang, sehingga ia dapat
beraktivitas sebagaimana sebelum sakit
- Harga Diri
Klien merasa bangga dengan dirinya, klien tidak merasa malu dengan
keadaannya saat ini
6. Data Sosial
Klien dimasyarakat sebagai seorang pekerjaan buruh di PT. TNT, dan klien
sehari-hari berhubungan baik dengan tetangga-tetangganya. Di RS komunikasi
dengan perawat baik, hubungan dengan keluarga baik dan keluarga mau untuk
di ajak kerja sama.
7. Data Spiritual
Falsafah Hidup
Klien percaya dengan adanya sehat dan sakit, klien mengatakan jika sakit akan
sembuh dengan pengobatan yang teratur disertai do’a kepada Tuhan YME.
Selama di RS klien tidak dapat menjalankan ibadahnya seperti biasa.
8. Data Penunjang
(1). Laboratorium
Tanggal 26 – 04 – 2006
HAEMATOLOGI I
Haemoglobin : 9.1 G / DL 13-16 (lk), 12-14 (*)
Leukosit : 4300 / **3 5000 – 10000
Haematokrit : 29.8 % 40-48 (lk), 37-46 (*)
JUmlah Trombosit : 261.00 /**3 150.000 – 400.000
Perencanan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Gangguan oksigenasi : diffusi Tupan : 1. Atur dan pertahankan posisi 1. posisi membantu memaksi
tidur klien dalam semi fowler. malkan ekspansi paru dan
b.d kerusakan membran alveoli. Tidak terjadi gangguan oksigenasi :
menurunkan upaya per
Ditandai dengan : diffuse. 2. Observasi status pernafasan napasan.
setiap 8 jam sekali termasuk 2. Untuk mengetahui efekti
Ds : Tupen :
frekuensi nafas, kedalaman dan vitas jalan nafas serta kondisi
- Klien mengeluh sesak nafas Setelah dilakukan perawatan selama bunyi nafas tubuh akibat jalan nafas yang
tidak efektif. 8 jam
dan batuk 5 hari, akumulasi secret berkurang
ditentukan dari pergerakan
Do : dengan kriteria : mukus di saluran nafas yang
di dorong oleh silia
- Klien tampak sesak - Ronchi berkurang
(1cm/ment)
- Klien batuk - Frekuensi nafas dalam batas- 3. Kolaborasi pemberian O2 3. Meningkatkan ventilasi
lembab sesuai dengan maksimal dan oksigenasi
- Ro : tharox kusam Tb paru batas normal 18-24 x/mnt
kebutuhan klien 4. Metode ini memudahkan
duplex akitf - Klien tidak terlihat sesak ekspansi maksimum paru
4. Ajarkan metode dalam dan sehingga dahak akan
- Terdengar suara ronchi
batuk efektif 2-3 kali sehari terdorong keluar.
- Nadi 100 x / mnt 5. Agen mukolik menurunkan
5. Laksanakan program media kekentalan dan perlengketan
- Respirasai 28x/mnt
Mucos 3 x 1 tab sekret dan mencegah
Sekret kental warna kuning 1. Brodxed 3 x 26 mg. Lanjutkan penyebaran kuman lebih
therapi antibiotik lanjut.
- Rifampisin 450gr 1 x 1 tab 6. dengan minum banyak air
- INH 100mg 3 x 1 tab membantu klien untuk
- Etambutol 500mg 2x2 tab mengeluarkan secret.
- Pirazinamid 500mg 2 x 1 tab
C. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan dengan pendekatan catatan perkembangan
dibawah ini :
Tgl DP Catatan perkembangan Perawat
1 2 3 4
30-04- 1 S:
2006 - Klien mengatakan batuk dan sesak nafas
- Klien mengatakan keluar dahak hanya sedikit
O:
- Klien tampak batuk-batuk dan sesak nafas
- Pada auskultasi masih terdengar ronchi
- Pernafasan 24 x menit
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5
I:
1. Mempertahankan posisi tidur semifowler
2. Mengobservasi frekuensi nafas kedalaman dan
bunyi nafas
3. Memberikan O2 sesuai kebutuhan klien dan
mengobservasi efektivitas pemberian oksigen,
lembab sesuai dengan kebutuhan klien.
4. Menganjurkan klien selalu mengeluarkan dahak
saat batuk
5. Memberikan obat sesuai program Broxed 1 x 2
Gr IV
E:
- Klien masih batuk-batuk disertai dahak
- Ronchi +/+
- Respirasi 25 x /menit
B. Pembahasan
Setelah melakukan asuhan keperawatan TNE dengan gangguan
sistem pernafasan akibat Tuberculosis paru akibat diruang Mawar RSKM
Cilegon yang dilaksanakan selama lima hari yaitu pada tanggal 29 – 04 –
2006 s/d 05 – 05 – 2006 dengan menggunakan proses keperawatan mulai
dari pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Selama
pelaksanaan, penulis mendapat hambatan, kemudahan dan faktor pendukung
yang mendukung kelancaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada TNE
disamping itu penulis juga melihat ada kesenjangan antara konsep teori
dengan kasus yang dihadapi. Pada pembahasan kali ini penulis akan
mengemukakan hambatan, kemudian faktor pendukung dan kesenjangan-
kesenjangan yang ada, serta alasan kesenjangan itu terjadi, adapun
hambatan, kemudahan, faktor pendukung dan kesenjangan itu adalah
sebagai berikut :
1. Pengkajian
Penulis tidak mendapat dalam proses pengumpulan data pada
TNE hal ini disebabkan karena kesadaran TNE yang compos menitis,
selain itu TNE dan keluarganya menerima kehadiran penulis dan
bersifat kooperatif dalam memberikan informasi mengenai riwayat
kesehatan TNE.
b. Identitas klien
Secara teori lingkungan yang kumuh beresiko tinggi
terhadap terjadinya TBC, sedangkan lingkungan tempat tinggal
klien bersih jauh dari pabrik. Kesenjangan ini terjadi karena faktor
predisposisi TBC bukan hanya faktor lingkungan, tapi bisa juga
karena klien kontak langsung dengan penderita TB tanpa disadari.
c. Riwayat kesehatan sekarang
1). Keluhan utama masuk Rumah Sakit
Klien dengan TBC sesuai teori masuk Rumah Sakit
dengan keluhan berupa sesak nafas, batuk-batuk dan nyeri
dada. Hal ini sesuai dengan kasus TNE dimana alasan masuk
Rumah Sakit TNE adalah karena sesak nafas, batuk dan nyeri
dada sesak 9 bulan sebelum masuk RS klien pernah berobat
dengan keluhan yang sama karena tidak ada perubahan
kemudian dirujuk RSKM Cilegon diruang Mawar.
2). Keluhan saat pengkajian
Secara teori keluhan utam saat dikaji pada klien TBC
dapat berupa sesak nafas, batuk nyeri dada. Hal ini sesuai
dengan keluhan TNE keluhan utama saat dikao yaitu sesak
nafas, batuk dan nyeri dada.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Pada riwayat dahulu pada TNE didapatkan data bahwa
TNE mempunyai riwayat penyakit TBC. Hal ini sesuai dengan
teori
e. Riwayat kesehatan keluarga
Menurut teori TBC dapat ditularkan melalui droplet
infection sedangkan pada semua anggota yang tinggal dalam satu
rumah, tidak ada yang menderita seperti. Hal ini sesuai dengan
teori.
f. Pemeriksaan fisik
Pada teori dengan TBC dapat menyebabkan dampak
terhadap sistem tubuh yang lain terhadap sistem pernafasan akan
ditemukan pola nafas yang terganggu, nyeri dada, suara nafas
terdengar ronchi, penggunaan otot-otot pernafasan, frekuensi nafas
cepat, kemudian sistem kardiovaskuler penurun tekanan darah,
pucat, konjungtiva anemia, tachikardi, perubahan jumlah leukosit.
Selanjutnya terhadap sistem gastrointestinal akan didapatkan mual
dan anoreksia, genitourinaria terjadi pada eliminasi BAK, jumlah
urine output menurun. Sistem muskuloskeletal akan ditemukan
nyeri sendi, nyeri pada tulang sistem persyarafan akan terjadi
meningitis akibat penurunan kesadaran dan pada sistem integumen
ditemukan fluktuasi suhu pada malam hari. Kulit tampak
berkeringat dan perasaan panas pada kulit.
Sedangkan pada TNE mengalami peningkatan suhu tubuh
karena keadaan ini sangat ditentukan oleh daya tahan tubuh penderita
dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
Pada data psikologis, sosial dan spiritual timbul suatu
kesenjangan dimana didalam teori keadaan emosi klien tidak stabil.
Penolakan untuk berespon, bingung cara mengatasi masalah sedangkan
pada TNE tampak murug dan tenang klien terkontrol, klien sering
menanyakan penyakitnya.
2. Diagnosa Keperawatan
Pada kasua TNE beberapa diagnosa keperawatan yang tidak
muncul dan ada pula diagnosa keperawatan yang tidak muncul juga ada
diagnosa yang tidak sesuai dengan teori.
Diagnosa yang tidak muncul sesuai dengan pada kasus TNE
adalah sebagai berikut :
a. Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
sekret. Diagnosa ini tidak muncul karena tidak ada data-data yang
mendukung untuk ditegakannya diagnosa ini seperti tidak
ditemukan peristiwa mekanik insipirasi yaitu volume thorak
bertambah besar karena diafragman turun dan iga terangkat akibat
kontraksi dari otor muskulus skernoleidomastoidius.
b. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penuruan
luas permukaan paru. Diagnosa ini tidak muncul karena
pengembangan paru kiri dan kanan maksimla dan intervensi dari
masalah ini sudah tercantum pada diagnosa tidak efektifnya
bersihan jalan nafas, walaupun klien ini adanya sesak nafas karena
infiltrasi sudah ½ bagian paru-paru, vokal premitis kiri, jelas, suara
dinding dada kiri redup, adanya ronchi pada kedua paru, BTA (+)
hasil foto rongen Cor : Borderline Pulomo : bercak Fibro pada
lapangan
Paru kiri atas, tengah, ilu kasar, gambaran yang menyerupai sarang tawon
daerah paru cardiaal kanan.
Sedangkan diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn. E tetapi
dalam teori tidak ada adalah :
a. Gangguan isntirahat tidur berhubungan dengan teraktivasinya RAS diagnosa
ini muncul karena ditermukan data-data yang menunjukkan adanya masalah
pada pemenuhan istirahat tidur pada klien seperti klien tampak lemah dan
lesu, mata merah, frekuensi nafas meningkat, tidur malam 5 jam sering
terjaga. Hal ini bisa terjadi karena masih adanya sesak nafas, batuk yang
dirasakan klien.
b. Aktivitas intoleran berhubungan dengan kelemahan fisik. Diagnosa ini muncul
karena ditemukan data-data yang menunjukkan adanya masalah pada aktivitas
intoleransi seperti klien mengeluh cepat lelah.
3.Perencanaan
Perencanaan tindakan keperawatan yang disusun pada Tn. E berdasarkan
kepada masalah yang didapatkan dari hasil analisa data. Rencana tersebut
disesuaikan dengan keadaan klien dan keluarganya serta disusun berdasarkan
prioritas. Rencana tindakan keperawatan yang disusun diprioritaskan untuk
mengatasi :
a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas dengan rencana tindakan yang berupa
atur dan pertahankan posisi semi powler, observasi frekuensi nafas dan bunyi
nafas, observasi pemberian oksigen lembab, ajarkan batuk efektif, laksanakan
program medis untuk pemberian terapi sedangkan menurut teori intervensi
pada diagnosa keperawatan ini ada 3 intervensi yang tidak dilakukan seperti
intubasi darurat karena akumulasi sekret tidak terjadi penurunan dirongga
pleura tetapi sekret terakumulasi di jalan nafas.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan anoreksia
akibat mual, rencana tindakan yang berupa, tingkatkan pemahaman klien
tentang pentingnya nutrisi, anjurkan minum air hangat sebelum makan dan
berikan makan dalam keadaan hangat porsi kecil tapi sering, berikan
perawatan mulut sebelum makan, beri anti emetik. Sedangkan dalam teori
intervensi pada diagnosa keperawatan ada 8 intervensi yang tidak
direncanakan karena keterbatasan alat dan biaya klien.
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat dantidur dengan rencana tindakan
berupa : pertahanan posisi semipowler, bereskan tempat tidur dan lingkungan,
batasi pengunjung, anjurkan keluarga untuk mematikan lampu, anjurkan klien
untuk minum susu hangat, anjurkan klien untuk berod’a sebelum tidur.
Sedangkan dalam teori ada 6 intervensi sesuai dengan rencana yang ada
d. Ganguan rasa aman cemas sedang berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan dengan rencana tindakan 3 sedangkan dalam teori ada 4
intervensi karena kurangnya informasi dan pengetahuan klien tentang penyakit
TBC.
e. Resiko terjadi penyebaran infeksi dengan rencana tindakan ada 5 sedangkan
dalam teori ada 7 karena kurangnya pengetahuan klien tentang penyebaran
penyakit TBC dan disesuaikan dengan keadaan konsisi klien.
4.Implementasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah
dibuat, namun tidak mendapat hambatan dalam pelaksanaan keperawatan karena
faktor pendukung keberhasilan pelaksanaan adalah kooperatifnya klien, kerjasama
keluarga selama implementasi, ketersediaannya sarana dan prasarana yang
lengkap dari ruangan dan dukungan penuh dari pembimbing dan perawat ruangan.
5.Evaluasi
Pada tahap evaluasi, penulis melakukan evaluasi secara formatif dan
sumatif. Evaluasi formatif dilakukan setiap selesai memberikan tindakan
keperawatan. Hasil dari evaluasi formatif menunjukkan bahwa semua tindakan
keperawatan yang dilakukan pada klien dapat mengurangi ataumengatasi masalah
klien saat ini, sedangkan untuk evaluasi sumatif, penulis melakukan pada hari
kelima setelah memberikan asuhan keperawatan pada Tn. E.
Pada evaluasi suamtif hari kelima ditemukan bahwa diagnosa keperawatan
yang muncul pada Tn. E dapat terselesaikan semuanya dengan baik, hal
disebabkan karena klien dan keluarga klien yang kooperatif, bekerjasama dengan
perawat ruangan yang baik,kerjasama dengan tenaga kesehatan yang lain
kerjasama dengan tenaga kesehatan yang lain, sehingga pelaksanaan asuhan
keperawatanhampir seluruhnya berjalan sesuai dengan rencana dan tujuan.
Adapun data yang dipeeroleh dari evaluasi terkahir adalah :
a. Klien mengatakan batuk dan sesak nafas berkurang
b. Klien mengatakan mual berkurang dan nafsu makan bertambah
c. Klien mengatakan sudah dapat tidur nyenyak
d. Klien mengatakan lemas berkurang
e. Klien mengatakan mengerti cara mencegah dan perawatan TBC
f. Klien mengatakan sudah mengetahui tentang panyakit dan penyebaran
penyakitnya.
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn. E dengan gangguan
sistem pernafasan akibat TB paru aktif di ruang Mawar Rumah Sakit
Krakatau Medika Cilegon-Banten, penulis dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut :
2. Pengkajian
Pada tahap pengkajian pada Tn E dengan TN paru aktif keadaan
didalam keluarga tidak ada yang menderita TBC tetapi di keluarga mertua
laki-laki yang mempunyai riwayat penyakit TBC selama 4 bulan dan
pernah mendapatkan pengobatan TB.
Pada pemeriksaan fisik terdapat kesenjangan / perbedaan antara
teori dan kasus dilapangan terutama pada sistem pernafasan, hal ini
kemungkinan penyebabnya adalah respon dari setiap individu yang unik
dan jenis TB paru yang terjadi pada Tn E. yaitu TB paru aktif dan
gangguan yang terjadi mengenai parenkhim paru sehingga sesak nafas
g. Diagnosa keperawatan
Dari hasil analisa data, masalah keperawatan yang terjadi pada
klien Tn. E adalah tidak efektifnya bersihan jalan nafas, aktifitas
intoleran, gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, gangguan rasa aman
cemas, gangguan pemenuhan istirahat tidur, ganguan aluimita sehari-hari.
3. Perencanaan
Pada perencanaan sesuai dengan diagnosa yang muncul, maka
fokus intervensi diarahkan untuk mengatasi gangguan tidak efektifnya
bersihan jalan nafas, aktivitas intoleran, gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi, gangguan rasa aman, cemas sedang gangguan pemenuhan
istirahat tidur, resiko terjadinya penyebaran infeksi, pada tahap ini penulis
tidak mendapatkan hambatan yang berarti karena berbagai faktor yang
mendukung yaitu keluarga yang kooperatif dan banyaknya literatur yang
dapat penulis gunakan.
4. Pelaksanaan
Seluruh tindakan keperawatan (implementasi) dapat dilakukan
sesuai dengan rencana yang telah disusun. Diantaranya mempertahankan
posisi semifowler, pemberian O2 lembap, mengobservasi frekuensi dan
bunyi nafas. Mengajarkan batuk efektif, memberikan obat sesuai program
medis, Anadex 3 x 1,Santibi 2 H, Rifamficin 1 x 1, Inoxin 1 x 1, Dumin 3
x 1, Tusilan 3 x 1 memberikan penekes tentang pengertian pencegahan,
perawatan dan pengobatan, bantu aktivitas sepereti personal hygiene.
5. Evaluasi
Pada tahap evaluasi semua diagnosa keperawatan dapat teratasi
sesuai dengan kriteria waktu yang telah ditentukan. Dimana pada
pelaksanaan asuhan keperawatan ini ada dua diagnosa keperawatan yang
belum teratasi secara tuntas yaitu :
a. Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas, hal ini karena keterbatasan
kemampuan penulis dan waktu asuhan keperawatan dimana
perkembangan gangguan masih harus terus dilakukan observasi dan
dilakukan implementasi
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini terjadi karena sifat
kuman dan efektif dari pengobatan TB paru aktif dapat
mempengaruhi sistem gastrointestinal sehingga klien masih merasa
mual
B. Rekomendasi
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. E dengan
gangguan sistem pernafasan : TB paru aktif diruang Mawar Rumah Sakit
Krakatau Medika Cilegon – Banten, kiranya penulis dapat memberikan
rekomendasi sebagai berikut :
a. Sebaiknya pada saat melakukan pengkajian klien dengan TB paru aktif,
perawat dalam mendpatkan data dari klien mengunakan teknik
komunikasi dengan pertanyaan terbuka, suara yang jelas dan bekerjasama
dengan keluarga klien dan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia,
guna mendapatkan data yang subjektif serta terus, meningkatkan
kemampuan dan keterampilan dalam upaya meningkatkan pelayanan
keperawatan yang profesional
b. Menginggat efek samping dan pengobatan TB paru aktif ketajaman
penglihatan, berkurang kemampuan untuk membedakan warna merah dan
hijau sehingga dapat menghambat klien kembali ke khidupan normal
maka sebaiknya perawat dapat mempersiapkan keluarga dalam menerima
keadaan klien dengan pengetahuan tentang perawat klien dirumah dan
menjadi pengawas minum obat.
c. Sebaiknya petugas selalu mendokumentasikan tindakan yang diberikan
kepada klien sebagai aspek legal tanggung jawab dan tanggung gugat
perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddart ,2002,Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,Vol I
dan II, Jakarta : EGC.
Carpanito ,Lynda juall, 2000, Alih Bahasa Tim Program Studi Ilmu Keperawatan
UNPAD-PSIK, Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktik Klinis,
Edisi 6, Jakarta :EGC.
Doengoes, Marilyn E, 2002, Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC.
Kee, Joyce Lefever. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan Implikasi
Keperawatan. Edisi ke-2, Jakarta : EGC, 1997
Keliat, Budi anna, 1994, Proses Keperawatan, Jakarta : EGC.
Kozier, ERB, Olivieri, 1999, Fundamental of Nurshing, Edisi ke-5, Philadelphia :
W. B Saunders Company.
Long, Barbara C, 1996, Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan : Balai Penerbit FKUI.
Monahan, Frances Donovan, Neighbors, Mariene, 1998, Medical Surgical
Nurshing, 2nd Edition, Philadelphia : W. B. Saunders Company.
Potter, Patricia A, 1996, Pengkajian Kesehatan, Jakarta : EGC.
Price Sylvia A, Lorraine M. Wilson, 1994, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit ,Jakarta : EGC.
Soemanto, Wasty, 1996, Pedoman Teknik Penulisan Skripsi, Jakarta : Bumi
Aksara.