Vous êtes sur la page 1sur 16

PENDAHULUAN

Putussibau adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat,


Indonesia. Putussibau, yang sekaligus sebagai ibukota Kabupaten Kapuas Hulu, dapat
ditempuh lewat transportasi Sungai Kapuas sejauh 846 km dan lewat jalan darat sejauh 814
km dari Pontianak, ibukota Kalimantan Barat. Kabupaten Kapuas Hulu adalah salah satu
Daerah Tingkat II di propinsi Kalimantan Barat. Memiliki luas wilayah 29.842 km², dan
berpenduduk 186.318 jiwa (2002).
Kota ini terletak di hulu Sungai Kapuas yang memiliki panjang 1,143 kilometer, dan
56 persen dari luas wilayah kabupaten ini adalah kawasan konservasi dalam bentuk taman
nasional dan hutan lindung. (Coordinates: 0°51'58"N 112°55'28"E)
Kota Putussibau berdiri pada tanggal 1 Juni 1895, sewaktu pemerintah kolonial
Hindia Belanda menempatkan seorang Controleur di wilayah Boven Kapuas bernama L.C.
Westenemk (1895-1897) yang berkedudukan di Putussibau. Wilayah Boven Kapuas sendiri
merupakan salah satu onderafdeeling dari Residen Sintang. Berdasarkan landasan historis,
pemerintah Kabuaten Kapuas Hulu mengadakan Seminar yang membahas ”Hari Jadi Kota
Putussibau” pada tanggal 14-15 Februari 2005 di Putussibau. Hasil seminar tersebut
menjadi dasar keluarnya Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Kapuas Hulu Nomor 3
Tahun 2006 Tentang Penetapan Hari Jadi Kota Putussibau.
Pada mulanya, penduduk yang mendiami Kota Putussibau adalah orang-orang
Dayak Kantu’ dan Dayak Taman. Masyarakat Dayak Kantu’ berasal dari daerah Sanggau
yang bermigrasi ke arah timur dan menetap di sebelah selatan Kota Putussibau, sedangkan
orang-orang Dayak Taman tinggal menyebar di Kota Putussibau. Orang-orang yang
beragama Islam di Kota Putussibau berasal dari suku Dayak Taman dan Dayak Kayan yang
memeluk agama Islam.

1
ASAL USUL KOTA PUTUSSIBAU

A. Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Putussibau

Putussibau pada masa sekarang merupakan Ibukota Kabupaten Kapuas Hulu yang
berada di wilayah propinsi Kalimantan Barat. Keberadaan Kota Putussibau tidak
terlepas dari adanya pemerintahan tradisional zaman dahulu hingga pemerintah modern
sesudah masuknya Bangsa Belanda dalam bentuk pemerintahan Koloni Belanda.
Putussibau sendiri merupakan satu nama daerah atau tempat di antara beberapa nama
daerah yang ada di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu. Di antara nama daerah di wilayah
Kabupaten Kapuas Hulu, selain Kota Putussibau yang sejak zaman dahulu adalah
Embaloh, Kalis, Suhaid, Selimbau, Silat, Bunut dan lain-lain. Nama-nama daerah itu
zaman dahulu adalah nama-nama kerajaan yang ada di wilayah Kapuas Hulu. Namun
sekarang daerah tersebut telah menyatu menjadi bagian yang integral dari NKRI,
khususnya sejak terbentuknya Pemerintahan Administratif pada tahun 1953 berdasarkan
UU Darurat No 3 Tahun 1953. Pada perkembangannya daerah-daerah tersebut menjadi
wilayah-wilayah kecamatan sebagai bagian dari Kabupaten Kapuas Hulu.

1. Asal Mula Kata Putussibau

Nama Putussibau menurut cerita rakyat yang berkembang di Kota


Putussibau berasal dari gabungan kata “putus” (memutus atau memotong) dan
‘Sibau” (nama sungai yang membelah kota Putussibau). Sungai Sibau dinamakan
demikia karena daerah di kiri kanan yang dilalui sungai Sibau banyak terdapat
pohon/kayu Sibau yang buahnya seperti buah rambutan. Selain Sungai Sibau, Kota
Putusibau juga dialiri Sungai Kapuas yang merupaan sungai terpanjang di
Indonesia.
Wilayah Kabupaten Kapuas Hulu sendiri dinamakan demikian karena di
kabupaten inilah yang menjadi hulu Sungai Kapuas. Sungai Kapuas yang melewati
Kota Putussibau telah memutus aliran Sungai Sibau yang membelah Kota
Putussibau sehingga dikatakan Putussibau. Menurut versi cerita rakyat lainnya,
bahwa munculnya nama Putussibau berasal dari kata “Sibau” yang merupakan jenis

2
pohon/kayu Sibau yang buahnya seperti buah rambutan. Daun pohon ini dapat
digunakan sebagai bahan pewarna pada tikar. Diceritakan dahulu kala ada pohon
Sibau yang tumbuh besar ditepi sungai. Pohon Sibau tersebut tumbang menghalangi
aliran sungai, dan dari peristiwa itulah masyarakat menamakan daerah itu dengan
nama Putussibau.

2. Asal Mula Penduduk Putussibau


Pada mulanya penduduk yang mendiami Kota Putussibau adalah orang
Dayak Kantu’ dan Dayak Taman. Daya Kantu’ berasal dari daerah Sanggau yang
berimigrasi ke timur. Orang-orang Dayak Kantu’ tinggal di sebelah selatan Kota
Putussibau. Sedangkan orang Dayak Taman tinggal di daerah hilir di kampong
Teluk Barat. Setelah berimigrasi ke Putussibau, banyak dayak Taman yang
memeluk agama Islam. Selain dua suku tersebut, ada pula Suku Kayan yang
menetap di daerah Kedamin. Suku Kayan ini juga banyak yang memeluk Islam.
Sebelum kedatangan Bangsa Belanda, suku-suku Dayak ini membentuk
pemerintahan tradisional sendiri yang mengatur wilayahnya masing-masing. Pada
abad ke-19 Masehi mereka termasuk dalam wilayah Kerajaan Selimbau.

B. Masa Penjajahan

1. Kondisi Sosial Politik Zaman Belanda

Belanda datang pertama kali ke wilayah Kapuas Hulu di Kerajaan Selimbau


pada tahun 1847, dengan pemerintahan Abbas Surya Negara. Orang Belanda yang
dating ke kerajaan Selimbau tersebut adalah Asisten Residen Sintang bernama
Cettersia. Dia datang dengan maksud meminta izin kepada Raja Selimbau untuk
menebang kayu di daerah Kenerak. Kayu tersebut oleh Belanda untuk mendirikan
benteng di daerah Sintang. Permohonan tersebut dikabulkan oleh raja Selimbau
dengan perjanjiannya adalah bahwa seandainya jumlah kayu yang dibutuhan banyak
maka mereka diperbolehkan bekerja lebih lama di Kenerak.

3
Setelah perjanjian disetujui oleh kedua belah pihak, Cettersia kemudian
menyuruh tukang kayu Cina dan satu orang Melayu Bugis bernama Wak Cindarok.
Kayu-kayu hasil tebangan tersebut diangkut melalui sungai Kenera, Kendali, Raya,
Kenepai, Gebong, Rigi, Riau, Lemeda, Marsida, Kemelian, Subang, dan
Kemayung.Pada tanggal 15 November 1823 (11 Rabiul Awal 1239 H), pada masa
pemerintahan Pangeran Soema, pemerintahan koloni Hindia Belanda mengakui
kedaulatan Kerajaan Selimbau yang menguasai tanah negeri Silat. Kemudian
Kerajaan Selimbau mendirikan negeri baru yang diberi nama Nanga Bunut dan
mengangkat Abang Berita sebagai rajanya dengan gelar Raden Suta.
Sejak pangeran Muhammad Abbas Negara berkuasa, terjadi konflik antara Kerajaan
Selimbau dengan Kerajaan Sintang.
Pada tahun 1838 M, Kerajaan Sintang melakukan penyerangan terhadap
Kerajaan Selimbau. Kerajaan Sintang dipimpin oleh Pangeran Adipati Moh
Jamaluddin meyerang Kerajaan Selimbau pada tanggal 7 Ramadhan 1259 H.
Kerajaan Selimbau meminta bantuan kepada Kerajaan Pontianak yang dipimpin
oleh Sultan Syarif Usman bin Sultan Syarif Abdulrahman Al Kadri. Pemerintahan
Kolonial Hindia Belanda juga turut campur dalam peperangan itu karena pihak
Belanda mempunyai perjanjian dengan Kerajaan Pontianak dalam masalah
keamanan dan peperangan.
Selain berkonflik dengan Kerajaan Sintang, Kerajaan Selimbau juga sempat
berperang dengan Kerajaan Sekadau di daerah Sungai Ketungau. Pada tanggal 15
Desember 1847, Pangeran Muh Abbas Surya Negara mendapat pengakuan dari
pemerintah kolonia Hindia Belanda untuk memimpin tanah Kapuas Hulu yang
wilayahnya sampai ke hulu negeri Silat. Pada pemerintahan Pangeran Abbas inilah
Kerajaan Selimbau mengalami zaman keemasan dan mempunyai daerah kekuasaan
yang sangat luas sampai ke daerah Batang Aik Serawak Malaysia. Panembahan Haji
Muda Muh Saleh Pakunegara mendapat pengakuan kedaulatan oleh pemerintahan
colonial Belanda di Batavia sebagai penguasaKerajaan Selimbau. Ia diangkat
menjadi raja ke-23 pada tanggal 28 Februari 1882 M. panembahan H. Gusti Muh
Usman menjadi raja terakhir Kerajaan Selimbau yang ke 25, beliau dinobatkan oleh
pemerintahan Belanda pada tahun 1912 M. Pada masanya ini Kerajaan Selimbau

4
mengalami penderitaan karena harus membayar pajak tinggi. Beliau meninggal
tahun 1923 M.
Selama kedudukan Gusti Muhammad Usman, pemerintahan Belanda
melakukaan beberapa perjanjian:
1) Tanggal 15 November 1823 M dengan Pangeran Soama. Isi perjanjian adalah
pengakuan pemerintahan Belanda atas kedaulatan Kerajaan Selimbau yang
menguasai tanah negeri Kapuas Hulu dan negeri Silat.
2) Tanggal 5 Desember 1847 M, dengan Pangeran Muh Abbas Surya Negara. Isi
perjanjiannya adalah pengauan pemerintah Belanda atas kedaulatan Kerajaan
Selimbau di tanah Kapuas hulu yang kekuasaannya sampai ke Hulu Negeri
Silat.
3) Tanggal 27 Maret 1855 M, dengan Pangeran Muh Abbas Surya Negara. Isi
perjanjiannya adalah pengauan pemerintahan Belanda atas kedaulatan Kerjaan
Selimbau di Tanah Kapuas Hulu. Daerah yang telah ditaklukkan oleh Pangran
Muh Abbas meliputi: Dayak Batang Lumpur yang tinggal di Suriyang, Tangit,
Sumpak, Semenuk, dan Lanja.
4) Tanggal 28 Februari 1880 M, dengan Pangeran Haji Muda Agung Muh Saleh
Pakunegara
Pada masa pemerintahan Belanda (sekitar tahun 1936), Sintang merupakan
daerah landschop di bawah naungan pemerintahan Gouvernement. Daerah
Landschop ini terbagi menjadi 4 (empat) onderafdeling yang dipimpin oleh seorang
controleur atau gesagkekber, yaitu :
1. Onderafdeling Sintang, berkedudukan di Sintang;
2. Onderafdeling Melawi, berkedudukan di Nanga Pinoh;
3. Onderafdeling Semitau, berkedudukan di Semitau;
4. Onderafdeling Boeven Kapuas, berkedudukan di Putussibau.
Pemerintahan Landschop ini berakhir pada Tahun 1942 dan kemudian
tampuk pemerintahan diambil alih oleh Jepang.

5
2. Perlawanan Terhadap Bangsa Belanda

Perlawanan yang dilakukan oleh rayat Putussibau terhadap pemerintahan


Belanda di antaranya dilaukan oleh Djeranding Abdurrahman yang berasal dari
Suku Dayak Iban yang memeluk Islam. Pada masa mudanya Djeranding pernah
sekolah sampai kelas V SD. Melalui pendidian tersebut beliau mulai mengerti akan
kondisi bangsanya yang sedang di jajah Belanda.
Djeranding mulai terjun dalam pergerakan setelah bertemu dengan Gusti
Sulung Lelanang, bersamanya Djeranding terjun dalam organisasi Serikat Rakyat.
Dalam organisasi ini Djeranding mengadakan propaganda di kalangan Suku Dayak
dan membantu menerbitkan Surat Kabar Halilintar di Pontianak pada tahun 1925.
Djeranding kemudian dibuang oleh pemerintah Belanda ke Bevon Digul Papua
Barat pada tahun 1927 karena ativitasnya dianggap menentang pemerintahan
Belanda.

3. Kondisi Sosial Ekonomi Zaman Jepang

Pada masa pemerintahan Jepang ini, struktur pemerintahan yang berlaku


tidak mengalami perubahan hanya sebutan wilayah kepala pemerintahan yang
disesuaikan dengan bahasa negara yang memerintah ketika itu. Kepala Negara
disebut Kenkarikan (semacam Bupati sekarang) sedangkan wakilnya disebut
Bunkenkarikan dan di setiap kecamatan diangkat Gunco (Kepala Daerah).
Jepang masuk ke Kapuas Hulu pada tahun 1942 dengan membuka
pertambangan Batu Bara di bagian hulu Sungai Tebaung dan Sungai Mentebah.
Dengan mempeerjakan orang pribumi, dengan jam kerja 8 jam/hari. Pada masa
pendudukan Jepang di Kalimantan Barat antara tahun 1942-1945 wilayah Kapuas
Hulu dipimpin oleh; Abang Oesman (1942-1943), K. Kastuki (1943-1944), dan
Honggo (1944-1945)

4. Perlawanan Terhadap Bangsa Jepang

Pada masa Jepang berkuasa di Kalbar antara tahun 1942-1945, wilayah


Kapuas Hulu juga termasuk dikuasainya. Pada awalnya kedatangan Jepang
mendatangkan harapan akan membebasan rakyat dari penjajahan Belanda. Namun

6
kenyataannya Jepang malah tidak lebih baik dari Belanda. Banyak sumber daya
alam dan manusia dimanfaatkan oleh Jepang untuk kepentingan Jepang sendiri.
Rakyat Putussibau benar-benar dieksploitasi guna kepentingan bangsa Jepang
dengan tanpa diberi imbalan yang memadai. Melihat ketimpangan ini, maka banyak
rakyat yang melakukan perlawanan terhadap Jepang. Demi mempertahankan
kedudukannya di Kalbar khususnya Putussibau, Jepang melakukan penangkapan
dan pembunuhan terhadap orang-orang yang dianggap membahayakan kedudukan
Jepang.

C. Masa Kemerdekaan

1. Situasi Setelah Kemerdekaan

Setelah adanya pengakuan kedaulatan dari pihak Belanda kepada pihak


Indonesia, kekuasaan pemerintahan Belanda yang disebut Afdeling Sintang diganti
dengan Kabupaten Sintang, Onderafdeling diganti dengan Kewedanan, Distric
diganti dengan Kecamatan. Demikian pula halnya dengan jabatan Residen diganti
dengan Bupati, Kepala Distric diganti dengan Camat.
Pada masa setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus
1945, wilayah Kapuas Hulu dipimpin oleh: Abang A. Gani (1945-1947), A. V.
Dahler (1947-1949), Pd Abubakar Ariadiningrat (1949-1949), J.A. Schoohiem
(1949-1950), Oesman Yahya (1950-1951), dan A, Salam (1951-1951).Wilayah
Kapuas Hulu kemudian bergabung ke dalam Daerah Istimewa Kalimantan Barat
(DIKB) yang dipimpin oleh Sultan Hamid II.

2. Pembentukan Kabupaten Kapuas Hulu

Pada zaman Jepang seluruh daerah Kalimantan berada di bawah kekuasaan


Angkatan Laut Jepang Borneo Menseibu Coka yang berpusat di Banjar MAsin.
Sedangkan untuk Kalimantan Barat berstatus “Minseibu Syuu”. Berdasaran
keputusan gabungan kerajaan-kerajaan Borneo Barat pada tanggal 22 Oktober 1946
Nomor 20L, wilayah Kalimantan Barat terbagi ke dalam 12 Swapraja dan 3 Neo-

7
Swapraja: Swapraja Sambas, Pontianak, Mempawah, Landak, Kubu, Matan,
Sukadana, Simpang, Sanggau, Sekadau, Tayan, dan Sintang. Sedangkan Neo
Swapraja : Meliau, Nanga Pinoh, dan Kapuas Hulu.
Presiden Kalimantan Barat melalui Surat Keputusan Nomor 161 tanggal 10
Mei 1948 membentuk suatu ikatan federasi dengan nama daerah Kalimantan Barat.
Untuk mendukung federasi ini, Belanda mengeluarkan Besluit Luitenant
Gouverneur Kenderal Nomor 8 tanggal 2 Maret 1948 yang isinya adalah pengakuan
status Kalimantan Barat sebagai daerah Istimewa dengan pemerintahan sendiri
beserta sebuah Dewan Kalimantan Barat.
Pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS), daerah Kalimantan berstatus
sebagai daerah bagian (bukan Negara Bagian) yang terdiri dari satuan-satuan
kenegaraan seperti Daya Besar, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Banjar.
Dengan adanya tuntutan rakyat, maka DIKB yang dipandang sebagai peninggalan
pemerintah Belanda, berdasarkan keputusan Dewan Kalimantan Barat tanggal 7
Mei 1950, dengan masing-masing No 235/R dan 235/R menyatakan bahwa baik
badan pemerintah harian DIKB maupun pejabat kepala pusat PIS yang diwakili oleh
seorang pejabat berpangkat presiden.
Pada masa kemerdekaan kemudian Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu
dibentuk berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang
Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Tahun 1953
Nomor 9 Tambahan Lembaran Negara Nomor 352). Daerah Tingkat II Kabupaten
Kapuas Hulu terbentuk bersamaan dengan Daerah Tingkat II lainnya di Propinsi
Kalimantan Barat.

3. Jumlah Penduduk

Berdasarkan registrasi penduduk Kabupaten Kapuas Hulu diperoleh data


jumlah penduduk Kapuas Hulu tahun 2007 mencapai 216.918 jiwa dengan rincian
109.932 jiwa laki-laki dan 106.986 jiwa perempuan yang tersebar di 23 Kecamatan
dengan mata pencaharian sebagian besar adalah petani.

8
D. Potesi Wisata dan Peninggalan Sejarah Di Kota Putussibau

1. Potensi Wisata

Kabupaten Kapuas Hulu merupakan salah satu daerah tujuan wisata di


propinsi Kalimantan Barat. Sungai Kapuas yang masih terpelihara alamnya, budaya
dan kearifan tradisional masyarakat. Terdapat dua kawasan yang telah ditetapkan
sebagai kawasan Taman Nasional yaitu Betung Kerihu dan Danau Sentarum.
Potensi pariwisata di Kabupaten Kapuas Hulu selain ditunjang oleh bentang alam
yang indah juga ditunjang oleh keunikan budaya yang ada. Pemerintah Kabupaten
Kapuas Hulu melalui Dinas Pariwisata dan kebudayaan telah mengambil kebijakan
dengan membagi empat wilayah yaitu: bagian Timur Kapuas Hulu, Barat , Utara,
dan Selatan Kapuas Hulu.
Pembagian wilayah ini dimaksudkan untuk mempermudah pengembangan
program pariwisata berkenaan dengan kelompok-elompok atraksi yang ada,
sehingga pengembangannya dapat terkonsentrasi berdasarkan kelompok masing-
masing wilayah tersebut.

2. Peninggalan Sejarah

Di Kota Putussibau terdapat peninggalan sejarah yaitu berupa Situs


Neolitikum di Nanga Balang, Kecamatan Putussibau Selatan dan Rumah Mayat
(Kulambu) Semangok II yang terletak di Kecamatan Putussibau Utara. Kedua
peninggalan sejarah tersebut telah terdaftar sebagai benda cagar budaya.

9
KESIMPULAN

Kota Putussibau adalah salah satu nama daerah dan tempat diantara beberapa nama
daerah yang ada diwilayah kabupaten Kapuas Hulu. Kota ini terletak di hulu Sungai
Kapuas yang memiliki panjang 1,143 kilometer, dan 56 persen dari luas wilayah kabupaten
ini adalah kawasan konservasi dalam bentuk taman nasional dan hutan lindung.
(Coordinates: 0°51'58"N 112°55'28"E). Wilayah Kabupaten Kapuas Hulu dinamakan
demikian karena di kabupaten inilah yang menjadi hulu Sungai Kapuas.
Sungai Kapuas yang melewati Kota Putussibau telah memutus aliran Sungai Sibau
yang membelah Kota Putussibau sehingga dikatakan Putussibau. Menurut versi cerita
rakyat lainnya, bahwa munculnya nama Putussibau berasal dari kata “Sibau” yang
merupakan jenis pohon/kayu Sibau yang buahnya seperti buah rambutan. Diceritakan
dahulu kala ada pohon Sibau yang tumbuh besar ditepi sungai. menghalangi aliran sungai.
Kota Putussibau berdiri pada tanggal 1 Juni 1895, sewaktu pemerintah kolonial
Hindia Belanda menempatkan seorang Controleur di wilayah Boven Kapuas bernama L.C.
Westenemk (1895-1897) yang berkedudukan di Putussibau. Pada masa kemerdekaan
kemudian Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu dibentuk berdasarkan Undang-undang
Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan
(Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 9 Tambahan Lembaran Negara Nomor 352).
Daerah Tingkat II Kabupaten Kapuas Hulu terbentuk bersamaan dengan Daerah Tingkat II
lainnya di Propinsi Kalimantan Barat.
Berdasarkan landasan historis, pemerintah Kabuaten Kapuas Hulu mengadakan
Seminar yang membahas ”Hari Jadi Kota Putussibau” pada tanggal 14-15 Februari 2005 di
Putussibau. Hasil seminar tersebut menjadi dasar keluarnya Peraturan Daerah (Perda)
Kabupaten Kapuas Hulu Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Penetapan Hari Jadi Kota
Putussibau.
Demikianlah makalah ini penulis persembahkan agar dapat memberikan manfaat
kepada sidang pembaca pada umumnya dan khususnya pada penulis agar dapat lebih
mengenali serta memahami asal-usul kota Putussibau.

10
DAFTAR PUSTAKA

- Juniardi, Karel, S.S,2008. Sejarah Kota Putussibau. Pontianak : Penerbit BPSNT


Royani, 2011.Sejarah Kota Putussibau. STKIP-PGRI Pontianak
- http://ace-informasibudaya.blogspot.com/2011/04/kerajaan-selimbau.html
- http://laboratoriumsejarahstkippgripontianak.blogspot.com/2011/03/asal-usul-kota-
putussibau.html
- http://www.facebook.com/group.php?gid=83635829696

11
GLOSARIUM

Controleur = Wedana [pemimpin] bangsa Belanda yang mempimpin suatu


wilayah administratif yang disebut Onderafdeeling
Onderafdeeling = Suatu wilayah administratif yang diperintah oleh seorang
Controleur (wedana bangsa Belanda) di masa pemerintahan
kolonial Hindia Belanda. Sebuah onderafdeling terdiri atas
beberapa landschop (setingkat kecamatan)
Koloni Belanda = Daerah jajahan Belanda
Landschop = Suatu wilayah administratif (setingkat kecamatan) di masa
pemerintahan kolonial Hindia Belanda, yang biasanya
diperintah oleh seorang penguasa lokal pribumi setempat
yang telah ditaklukan (misalnya raja, uleebalang, arung).
Pemerintah Hindia Belanda umumnya membiarkan penguasa
lokal tersebut menjalankan pemerintahannya sendiri
(zelfbestuur) seperti sebelum ditaklukkan, namun
menjadikannya aparatur administrasi kolonial dan harus
melapor kepada Controleur dan Asisten Residen bangsa
Belanda atas tugas-tugas yang diperintahkan kepadanya.
Gouvernement = Pemerintahan / sistem pemerintahan
Gesagkekber = Sebutan lain Controleur
Boven Digul = Kabupaten Boven Digoel (bahasa Belanda: boven berarti
atas) adalah salah satu kabupaten di provinsi Papua,
Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Tanah Merah.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Kabupaten Boven
Digoel dahulu dikenal dengan sebutan Digul Atas dan
merupakan tempat pengasingan tokoh-tokoh pejuang
kemerdekaan Indonesia. Digul Atas terletak di tepi Sungai
Digul Hilir, Tanah Papua bagian selatan.

12
Kenkarikan = Kepala pemerintahan di jaman Jepang semacam Asisten
Resident atau bupati saat ini, sedangkan wakilnya disebut
Bunkekarikan
Gunco = Kepala pemerintahan di jaman Jepang untuk wilayah
setingkat kecamatan
Kewedanan = Adalah wilayah administrasi kepemerintahan yang berada di
bawah kabupaten dan di atas kecamatan yang berlaku di masa
Hindia-Belanda dan beberapa tahun setelah kemerdekaan
Indonesia yang dipakai di beberapa provinsi (misalnya Jawa
Barat dan Jawa Timur). Pemimpinnya disebut wedana.
District = Distrik (District) atau kawedanan di jaman kolonial Hindia
Belanda merupakan pembagian administratif di bawah onder-
afdeeling. Di bawah distrik terdapat beberapa onder-district.
Minseibu Syuu = Merupakan daerah tingkat teratas yang mempunyai
pemerintahan sendiri sebagai suatu kesatuan dalam masa
pemerintahan militer Jepang
Swapraja = Daerah pemerintahan asli yang kedudukannya berdasarkan
atas hukum asli (masyarakat adat)

13
KATA PENGANTAR

Sebentar lagi tepatnya tanggal 1 Juni, Kota Putussibau yang kita banggakan ini akan
berulang tahun. Tidak dapat dapat di pungkiri banyak di antara kita yang belum mengetahui
asal usul kota Putussibau. Agar lebih mengenal dan mengetahui asal usul Kota Putussibau
maka penulis mencoba untuk membuat makalah yang berjudul “Asal Usul Kota
Putussibau” sebagai tugas dari mata pelajaran Bahasa Indonesia yang diasuh oleh.......... .
Harapan penulis semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan sedikit
gambaran tentang asal usul Putussibau bagi sidang pembaca pada umumnya dan khususnya
bagi penulis sendiri
Tak lupa sebelumnya penulis ingin memohon maaf apabila terdapat kekurangan
ataupun kesalahan baik dari segi penulisan maupun keakuratan data. Kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan makalah ini di kemudian hari
sehingga bisa menjadi bahan makalah yang lebih baik lagi.
Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Putussibau, 2011

Desy Afriani

i
14
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
ASAL USUL KOTA PUTUSSIBAU...................................................................... 2
A. Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Putussibau................................ 2
1. Asal Mula Kata Putussibau............................................................ 2
2. Asal Mula Penduduk Putussibau......................................................... 3
B. Masa Penjajahan.......................................................................................... 3
1. Kondisi Sosial Politik Zaman Belanda................................................. 3
2. Perlawanan Terhadap Bangsa Belanda......................................... 6
3. Kondisi Sosial Ekonomi Zaman Jepang........................................ 6
4. Perlawanan Terhadap Bangsa Jepang.......................................... 6
C. Masa Kemerdekaan.................................................................................... 7
1. Situasi Setelah Kemerdekaan............................................................... 7
2. Pembentukan Kabupaten Kapuas Hulu.............................................. 7
3. Jumlah Penduduk................................................................................. 8
D. Potesi Wisata dan Peninggalan Sejarah Di Kota Putussibau.................. 9
1. Potensi Wisata........................................................................................ 9
2. Peninggalan Sejarah.............................................................................. 9
KESIMPULAN........................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 11
GLOSARIUM.......................................................................................................... 12

ii
15
ASAL USUL KOTA PUTUSSIBAU

Disusun Oleh

Nama : Desi Afriani


Kelas : XB

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2


PUTUSSIBAU
2011
16

Vous aimerez peut-être aussi