Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
suwito
Sat, 25 Oct 2008 22:24:11 -0700
di copas dari
http://www.sumintar.com/sistem-informasi-manajemen-kemiskinan.html
-------
1. Perhatikan saat ini data kemiskinan simpang siur, karena acuannya bereda,
yang ngomong juga berbeda tergantung dari sudut pandang masing masing.
Dulu 15 tahun yang lalu untuk membuat peta susah sekali, butuh biaya yang
mahal dan teknologi juga mahal, Kini google sudah menyediakan semua untuk
kita yang notabene dia orang Amerika bahkan orang Yahudi. Kita tinggal pake
dengan peta itu, kita tinggal isi dengan peta kemiskinan.
Saat krisis finansial global yang melanda dan akan terus menghantam ekonomi
Indonesia saatnya melakukan efesiensi, pemangkasan, pemotongan, pengurangan
bukan penggelembungan. Krisis akan semakin menggila, coba saja saat ini
rupiah sudah menyentuh 10,000 / dollar. Apa masih mau hutang ke amerika
untuk mengentas kemiskinan, malah akan semakin terpuru k saja. Lakukan
penghematan, potong gaji pegawai terutama yang sudah tinggi, kurangi
departemen yang tidak efisian, penghematan anggaran, berdayakan rakyat
miskin, galakkan gerakan kembali ke desa, siapkan infrastruktur, dukung
pertumbuhan ekomi sektor rii l, bantu pupuk murah, gratiskan bibit unggul,
gerakkan UKM.
Para ahli dari perguruan tinggi, peneliti dan praktisi silahkan berembung
membuat basisdata, acuan dan indikator yang bisa diterima oleh semua pihak.
Kemudian semua departemen, Kabupaten, LSM, Partai Politik, Lembaga Sosial,
dll bisa mengacu pada satu data itu untuk mengatasi rakyat miskin.
*Social Security* number atau SSID kalau tidak salah ketika ki ta di Amerika,
cukup satu ID bisa untuk semuanya (maaf saya belum pernah ke Amrik) Jadi
misalnya bayar Air bisa pake ID itu, bayar listrik juga pake ID yang sama,
bayar telpon, bayar pajak, juga pake ID yang sama. *Nah yang untuk rakyat
miskin dengan ID card itu maka dia bisa tarik dana tunia Lewat ATM, atau ke
bank atau ke kantor pos tanpa harus antri yang selama ini jadi tontonan yang
memilukan*. Bahkan dia bisa datang ke rumah sakit mana saja terutama yang
sudah didukung pemerintah untuk berobat. Kalau b elum bisa ya minta tolong
anaknya, apalagi anak sekarnang pinter -pintar semua, pada pake HP semua,
pada pinter kirim SMS apalagi pake ATM wah pasti jago tuh.
ID visa dan master card itu dengan sukses telah dipakai didunia, memang
banyak kelemahan tenang k artu kredit itu tapi kita dengan sengaja telah
memakai kartu itu dalam setiap transaksi online di dunia. Bahkan di
Indonesia kena penyakit Credit Card.
Jadi intinya bukan sekedar database, bukan sekedar informasi bukan sekedar
dicaatat tapi dari data itu bisa dilakukan analisa, tingkat kemajuan dan
kesuksesan setelah diberi solusi, dari data itulah kebijakan dia mbil, dari
data itulah memerintah tidak boleh salah lagi, salah sasaran, salah taraget.
Written by Administrator
Monday, 11 August 2008 10:10
4. Penutup
Sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 121 Tahun 2001 dijelaskan
bahwa BPS sebagai anggota dari Komite Pengentasan Kemiskinan (KPK) menjadi
lembaga teknis yang menjadi koordinator dalam penyediaan dan analisis data dan
informasi yang digunakan dalam tahap perencanaan dan evaluasi dari program
penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu, upaya yang pe rlu dilakukan oleh BPS
(Pusat dan Daerah) saat ini adalah mengembangkan dan memperbaiki informasi
kemiskinan di tingkat nasional dan membantu pemerintah daerah dalam
pengembangan pemantauan kemiskinan yang spesifik lokal.
Pengukuran kemiskinan yang ada sek arang ini perlu dicermati lebih kritis, terutama
terhadap manfaatnya untuk pemantauan hasil -hasil pembangnan terhadap
penurunan penduduk miskin, dan sebagai input data untuk perencanaan
pembangunan. Walaupun masih belum sepenuhnya sempurna, pengukuran
kemiskinan secara makro yang dilakukan BPS selama ini dengan pendekatan garis
kemiskinan pengeluaran masih merupakan ukuran kemiskinan yang ideal untuk
memperbandingkan antar daerah, dan dapat dipakai dalam alokasi anggaran
seperti halnya dalam alokasi DAU ke setiap kabupaten/kota. Namun demikian,
pengukuran tersebut masih tidak dapat digunakan untuk targeting dan tidak
menggambarkan variasi lokal.
Ukuran-ukuran kemiskinan yang dirancang secara sentralistik di pusat, yaitu:
pendekatan garis kemiskinan pendapata n, pendekatan garis kemiskinan
pengeluaran, dan pendekatan karakteristik rumahtangga/keluarga miskin masih
kurang memadai dan kurang realistik dalam memantau kemiskinan dan
kesejahteraan masyarakat di daerah. Sebaliknya, informasi -informasi yang
dihasilkan dari pusat tersebut dapat menjadikan kebijakan salah arah karena tidak
dapat mengidentifikasikan kemiskinan sebenarnya yang terjadi di daerah. Oleh
karena itu, disamping ukuran -ukuran kemiskinan makro yang lebih akurat dan yang
diperlukan dalam sistim sta tistik nasional, perlu sekali juga diperoleh ukuran -ukuran
kemiskinan yang spesifik lokal. Namun demikian, sistem informasi yang
dikumpulkan secara lokal perlu diintegrasikan dengan sistem informasi nasional
sehingga keterbandingan antar wilayah, khususnya keterbandingan antar
kabupaten dan propinsi tetap terjaga.
Untuk pemantauan kesejahteraan daerah yang spesifik -lokal dan sayang budaya
perlu dilakukan beberapa kegiatan pengumpulan data dan studi yang mencakup
peristiwa kehidupan, yang mencakup sistim kek erabatan, sistim ekonomi, pola
pemukiman dan sifat kawasan.. Perubahan teknis tersebut perlu didasarkan
klarifikasi ilmiah akan kategori dan interpretasi pola kehidupan sehari -hari yang
dapat disepakati antara semua. Untuk memantau kesejahteraan individu, secara
khusus data yang dikumpulkan perlu didasarkan pada tahapan hidup sejak adanya
janin sampai lanjut usia dari seorang anggota rumahtangga.
Dalam membangun suatu sistem pengelolaan informasi yang berguna untuk
kebijakan pembangunan kesejahteraan daera h, maka perlu ada komitmen dari
pemerintah daerah dalam penyediaan dana secara berkelanjutan. Dengan adanya
dana daerah untuk pengeloolaan informasi diharapkan akan mengurangi
pemborosan dalam pembangunan sebagai akibat dari kebijakan yang salah arah,
dan sebaliknya membantu mempercepat proses pembangunan dengan adanya
kebijakan-kebijakan yang lebih tepat dalam pembangunan. Keuntungan yang
diperoleh dari ketersedian informasi statistik tersebut bahkan bisa jauh lebih besar
dari biaya yang diperlukan untuk k egiatan-kegiatan pengumpulan data tersebut.
Disamping itu, perlu adanya koordinasi dan kerjasama antara stakeholder baik lokal
maupun nasional/internasional agar penyaluran dana dan bantuan yang diberikan
ke masyarakat miskin tepat sasaran dan tidak tumpan g tindih.
Dalam proses pengambilan keputusan diperlukan adanya indikator -indikator yang
realistik, yang dapat µditerjemahkan´ kedalam berbagai kebijakan yang perlu diambil
dan program yang perlu dilaksanakan untuk penanggulangan kemiskinan. Indikator
tersebut harus sensitif terhadap fenomena -fenomena kemiskinan atau
kesejahteraan individu, keluarga, unit -unit sosial yang lebih besar, dan wilayah.
Tinjauan terhadap berbagai fenomena yang berkaitan dengan kemiskinan, seperti
faktor penyebab proses terjadinya kemiskinan atau pemiskinan dan indikator -
indikator dalam pemahaman gejala kemiskinan serta akibat -akibat dari kemiskinan
itu sendiri perlu dilakukan. Indikator -indikator tersebut tentunya harus bersifat -lokal
dan sayang budaya.
Ketersediaan informasi ti dak selalu akan membantu dalam pengambilan keputusan
apabila pengambil keputusan tersebut kurang memahami makna atau arti dari
informasi itu. Hal ini bisa disebabkan kurangnya kemampuan teknis dari pemimpin
lokal dalam hal penggunaan informasi untuk manaje men. Sebagai wujud dari
pemanfaatan informasi untuk proses pengambilan keputusan dalam kaitannya
dengan pembangunan di daerah, diusulkan agar dilakukan pemberdayaan pemda,
instansi terkait, perguruan tinggi dan LSM dalam pemanfaatan informasi untuk
kebijakan program Kegiatan ini dimaksudkan agar para pengambil keputusan, baik
pemerintah daerah, dinas -dinas pemerintahan terkait, perguruan tinggi, dan para
LSM dapat menggali informasi yang tepat serta menggunakannya secara tepat
untuk membuat kebijakan dan me laksanakan program pembangunan yang sesuai.
Sebagai rekomendasi terakhir adalah pemerintah daerah perlu membangun sistim
pengelolaan informasi yang menghasilkan segala bentuk informasi untuk keperluan
pembuatan kebijakan dan pelaksanaan program pembanguna n yang sesuai. Perlu
Pembentukan tim teknis yang dapat menyarankan dan melihat pengembangan
sistim pengelolaan informasi yang spesifik daerah. Pembentukan tim teknis ini
diharapkan mencakup pemerintah daerah dan instansi terkait, pihak perguruan
tinggi, dan peneliti lokal maupun nasional agar secara kontinu dapat dikembangkan
sistim pengelolaan informasi yang spesifik -daerah.
5. REFERENSI
Betke, F. and H. Ritonga (2002). Managers of Megalithic Power: Towards an
understanding of contemporary political eco nomy in East Sumba. A Report on a
rapid assessment of challenges and opportunities for development of an area -
specific and culture -sensitive approach to poverty monitoring in the district of
Sumba, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Based on collaboration bet ween BPS-
Statistics Indonesia and the German Agency for Technical -Cooperation (GTZ
GmbH). Jakarta: BPS
Badan Pusat Statistik (2002a). Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2002 Buku
1:Propinsi Jakarta:BPS
Badan Pusat Statistik (2002b). Data dan Informasi K emiskinan Tahun 2002 Buku 2:
Kabupaten/Kota. Jakarta:BPS
!"
# $
01 Nov
Dengan menerapkan sistem yang terintegrasi, data itu menjadi sumber untuk
pengelolaan program -program pengentasan kemiskinan. Misalnya yang dilakukan
oleh Dinas Pendidikan Sleman dalam menuntaskan program wajib belajar 12 tahun.
Dengan mudah Dinas Pendidikan Sleman menemukan data siapa yang masih
membutuhkan bantuan pendidikan. Sekedar info, Pemkab Sleman memberikan
bantuan sebesar 1,6 juta pertahun untuk seo rang anak SMA dan 1,8 juta pertahun
untuk SMK. Keuntungan lain, pencairan dana menjadi lebih cepat. Petugas tinggal
melakukan pengecekan silang dengan data via internet.
Sri Purnomo menjamin data dari Pemkab Sleman akurat. Data yang ada 99,94
bersumber dari data keluarga dan memiliki momer KK. Sementara 99,98 memiliki
NIK dan bersumber dari data kependudukan.
%
Yaury Tetatnael dari Strategic Alliance for Poverty Alleviation (SAPA) mengatakan
saat ini Indonesia masih memiliki permasalahan dalam pengelolaan data
kemiskinan yang ada. Saat ini data resmi yang ada mengacu ke Badan Pusat
Statistic (BPS). Namun setiap kali BPS mengeluarkan rilis tentang kondisi
kemiskinan Indonesia, masih ada juga pihak -pihak yang tidak percaya. Prokontra
yang berlanjut belakangan ini adalah soal indikator kemiskinan vs indikator
kemiskinan lokal atau sektoral.
Persoalan lain yang menunggu adalah soal updateing data kemiskinan. Masalahnya
adalah data yang ada hanya diperbaharui tiga tahun se kali. Tentunya ini
menggangu kredibilitas data. Namun persoalannya tidak sederhana, karena untuk
mendapatkan data populasi (bukan sekedar sample) itu tidaklah murah.
Persoalan ketiga dalam data kemiskinan adalah soal distribusi data. Data adalah
informasi. Dalam abad informasi data memiliki kekuasaan, bisa mendukung sebah
program namun bisa juga untuk melawan kebijakan. Jadi pemegang data tentu
mempunyai kekuasaan besar (dan sah) untuk mendukung atau menjegal sebuah
pendapat, informasi, program dan atau ke bijakan.
Maka SAPA, masih kata Yaury, mencoba menguraikan indikator kemiskinan untuk
tiap nama dan alamat, melakukan uji coba pendataan kemiskinan partisipatif
dengan melibatkan masyarakat berbasis data kemiskinan BPS, memperkuat
kelembagaan TKPKD dalam m engkoordinasikan dan mendistribusikan data
kemiskinan.
Sekedar info, SAPA telah bekerjasama dengan 15 kabupaten/kota di Indonesia
dalam menginisiasi data daerah. Nantinya setiap TKPKD setelah melalui proses
peningkatan kapasitas SDM yang ada akan mengelol a data ini.
Ada baiknya agar daerah menyisipkan data -data untuk menunjang pencapaian
MDGs. Tentunya masih diingat bahwa MDGs memiliki 8 goals dan 21 target. Untuk
goals pertama, yakni menurunkan kemiskinan absolute, tentu membutuhkan data
seperti garis kemiskinan (lazimnya berlaku nasional, tetapi daerah yang maju bisa
juga memiliki garis kemiskinan diatas dari ketetapan nasional) dan poverty gap.
Data pendapatan atau pengeluaran masyarakat penting juga untuk diperoleh karena
bisa menunjukkan seberapa mampu seseorang untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya. Tetapi data apaun akan kuat, bila verifikator data melakukan
pengecekan langsung dilapangan. Dari situ akan diperoleh data yang lebih lengkap
tentang kondisi sosial ekonomi si miskin. Akan diketahui pula seber apa besar aset
si miskin.
http://majalahkomite.wordpress.com/2010/11/01/kebutuhan -basis-data-kemiskinan-
mendesak/
Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang mendasar yang dihadapi
oleh Bangsa Indonesia dewasa ini. Hal tersebut ditandai dengan adanya berbagai
kekurangan dan ketidakberdayaan diri si miskin. Berbagai kekurangan dan
ketidakberdayaan tersebut disebabkan baik faktor internal maupun eksternal yang
membelenggu, seperti adanya keterbatasan untuk memelihara dirinya sendiri, tidak
mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya untuk memenuhi kebutuhan
dll. Dengan begitu, segala a ktivitas yang mereka lakukan untuk meningkatkan
hidupnya sangat sulit.
Tetapi selama ini banyak perbedaan persepsi antara seseorang dengan orang lain
tentang kemiskinan. Adanya perbedaan tersebut, maka perlu adanya pembatas.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas definisi kemiskinan dari berbagai
konsep, penyebab kemiskinan serta indikator kemiskinan.
*
Definisi-definisi yang terkandung dalam teori kemiskinan tidak selalu lengkap
mencakup seluruh aspek. Definisi dibuat tergantu ng dari latar belakang dan tujuan,
juga tergantung dari sudut mana definisi tersebut ditinjaunya, untuk kepentingan
apa definisi tersebut dibuat. Biasanya definisi -definisi tersebut akan saling
melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya.
Definisi kemiskinan dilihat dari beberapa segi :
1. Dilihat dari standar kebutuhan hidup yang layak/ pemenuhan kebutuhan
pokok
Golongan ini mengatakan bahwa kemiskinan itu adalah tidak terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan pokok/ dasar disebabkan karena adanya ke kurangan barang -
barang dan pelayanan -pelayanan yang dibutuhkan untuk memenuhi standar hidup
yang layak.
Ini merupakan kemiskinan absolut/ mutlak yakni tidak terpenuhinya standar
kebutuhan pokok/ dasar.
2. Dilihat dari segi pendapatan/ penghasila n income
Kemisikinan oleh golongan ini dilukiskan sebagai kurangnya pandapatan/
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.
3. Dilihat dari segi kesempatan / opportunity
Kemiskinan adalah karena ketidaksamaan kesempatan untuk mengakum ulasikan
(meraih) basis kekuasaan sosial meliputi :
a. Ketrampilan yang memadai.
b. Informasi/ pengetahuan -pengetahuan yang berguna bagi kemajuan hidup.
c. Jaringan-jaringan sosial/ social network.
d. Organisasi-organisasi sosial dan politik.
e. Sumber-sumber modal yang diperlukan bagi peningkatan pengembangan
kehidupan.
4. Dilihat dari segi keadaan/ kondisi
Kemiskinan sebagai suatu kondisi/keadaan yang bisa dicirikan dengan :
a. Kelaparan/ kekurangan makan dan g izi.
b. Pakaian dan perumahan yang tidak memadai.
c. Tingkat pendidikan yang rendah.
d. Sangat sedikitnya kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
pokok.
5. Dilihat dari segi penguasaan terhadap sumber -sumber
Menurut golongan ini kemiskinan merupakan keterlantaran yang disebabkan oleh
penyebaran yang tidak merata dan sumber -sumber (malldistribution of resources),
termasuk didalamnya pendapatan/ income.
6. Kemiskinan menurut Drewnowski
Drewnowski (Epi Supiadi :2003) mencoba menggunakan indikator -indiktor sosial
untuk mengukur tingkat-tingkat kehidupan (the level of living index). Menurutnya
terdapat tiga tingkatan kebutuhan untuk menentukan tingkat kehidupan seseorang :
a. Kehidupan fisik dasar (basic fis ical needs), yang meliputi gizi/ nutrisi,
perlindungan/ perumahan (shelter/ housing) dan kesehatan.
b. Kebutuhan budaya dasar (basic cultural needs), yang meliputi pendidikan,
penggunaan waktu luang dan rekreasi dan jaminan sosial (social security).
c. High income, yang meliputi pendapatan yang surplus atau melebihi
takarannya.
Definisi kemiskinan dilihat dari beberapa konsep ialah :
1. BAPPENAS
Tidak mampu memenuhi hak -hak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yan g bermatabat.
2. BPS
Bilamana jumlah rupiah yang dikeluarkan atau dibelanjakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi kurang dari 2.100 kalori perkapita.
3. Bank Dunia
Tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan 1,00 dolar AS perhari.
4. BKKBN keluarga miskin jika :
a. Tidak dapat melaksanakan ibadah menurut keyakinannya.
b. Tidak mampu makan dua kali sehari.
c. Tidak memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja atau sekolah dan
berpergian.
d. Tidak bagian terluas dari rumahnya berlantai tanah.
e. Mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan.
5. WB (2001) kemiskinan ialah suatu kondisi terjadinya kekurangan pada
taraf hidup anusia baik fisik atau sosial.
* ( !!
Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan dapat dikategorikan dalam
dua hal berikut ini :
1. Faktor Internal (dari dalam diri individu)
Yaitu berupa kekurangmampuan dalam hal :
a. Fisik misalnya cacat, kurang gizi, sakit -sakitan.
b. Intelektual misalnya kurangnya pengetahuan, kebodohan, kekurangtahuan
informasi.
c. Mental emosional misalnya malas, mudah menyerah, putus asa
temperamental.
d. Spritual misalnya tidak jujur, penipu, serakah, tidak disiplin.
e. Sosial psikologis misalnya kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi/
stres, kurang relasi, kurang mampu mencari dukungan.
f. Ketrampilan misalnya tidak mempunyai keahlian yang sesuai dengan
permintaan lapangan kerja.
g. Asset misalnya tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah,
tabungan, kendaraan dan modal kerja.
2. Faktor Eksternal (berada di luar diri individu atau keluarga)
Yang menyebabkan terjadinya kemiskinan antara lain
a. Terbatasnya pelayanan s osial dasar.
b. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah.
c. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usaha -
usaha sektor informal.
d. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang
tidak endukung sektor usaha mikro.
e. Belum terciptanya sistim ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil
masyarakat banyak.
f. Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum
optimal seperti zakat.
g. Dampak sosial negatif dari program penyesuaian struktural (structural
Adjusment Program/ SAP).
h. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan.
i. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana.
j. Pembangunan yang lebi h berorientasi fisik material.
k. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata.
l. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin.
_*#
Untuk pelaksanaan pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin maka
diperlukan indikator yang lebih merefleksikan tingkat kemiskinan yang
sesungguhnya di masyarakat. Indikator untuk menentukan fakir miskin tersebut
ialah :
1. Penghasilan rendah atau berada dibawah garis sangat miskin yang diukur
dari tingkat pengeluaran perorangan perbulan berdasarkan standar BPS per
wilayah propinsi dan kabupaten/ kota.
2. Ketergantungan pada bantuan pangan untuk penduduk miskin (seperti
zakat/ beras untuk miskin/ santunan sosial).
3. Keterbatasan kepemilikan pakaian untuk setiap anggota kelua rga pertahun
(hanya mampu memiliki 1 stel pakaian lengkap perorang pertahun).
4. Tidak mampu membiayai pengobatan jika ada salah satu anggota keluarga
yang sakit.
5. Tidak mampu membiayai pengobatan jika ada salah satu anggota keluarga
yang sakit.
6. Tidak mampu membiayai pendidikan dasar 9 tahun bagi anak -anaknya.
7. Tidak memiliki harta (asset) yang dapat dimanfaatkan hasilnya atau dijual
untuk membiayai kebutuhan hidup selama tiga bulan atau dua kali batas
garis sangat miskin.
8. Ada anggota keluarga yang meninggal d alam usia muda atau kurang dari 40
tahun akibat tidak mampu mengobati penyakit sejak awal.
9. Ada anggota keluarga usia 15 tahun keatas yang buta huruf.
10. Tinggal dirumah yang tidak layak huni.
11. Luas rumah kurang dari 4 meter persegi.
12. Kesulitan air bersih.
13. Rumah tidak mempunyai sirkulasi udara.
14. Sanitasi lingkungan yang kumuh (tidak sehat).
Indikator tersebut sifatnya multidimensi, artinya setiap keluarga fakir miskin dapat
berbeda tingkat kedalaman kemiskinannya. Semakin banyak kriteria yang terpenuhi
semakin fakir keluarga tersebut dan harus diprioritaskan penanganannya.
1. Dilihat dari beberapa definisi, maka kemiskinan merupakan masalah
sebuah kondisi kekurangan yang dialami sesorang atau suatu keluarga.
2. Kemiskinan disebabkan oleh faktor internal dan eksternal, dimana hal
tersebut dapat mengakibatkan kondisi fakir miskin tidak mampu:
a. Memenuhi kebutuhan dasar sehari -hari.
b. Menampilkan peranan sosial.
c. Mengatasi masalah-masalah sosial psikologis yang dihadapinya.
d. Mengembangkan potensi diri dan lingkungan.
e. Mengembangkan faktor produksi sendiri
+* Adanya indikator kemiskinan, maka pelayanan kesejahteraan bagi fakir miskin
dapat berjalan dengan semestinya.
!
,
Departemen Sosial RI
u
u
2005.Jakarta.
Departemen Sosial RI
u
2005.
Jakarta
Departemen Sosial RI !
u
2006-2010.Jakarta.
http://ichwanmuis.com/?p=1339
BAB I
TEORI KEMISKINAN
PENGERTIAN KEMISKINAN
Berbagai Pengertian
Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada
masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan,
tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran
kehidupan modern pada masakini mereka tidak meni kmati fasilitas pendidikan,
pelayanan kesehatan, dan kemudahan - kemudahan lainnya yang tersedia pada
jaman modern.
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami
oleh negara -negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara -negara maju,
seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di
penghujung tahun 1700 -an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di
Eropah. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga -tenaga kerja
pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga
kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman
kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas,
pengangguran. Amerika Serikat sebagai ne gara maju juga dihadapi masalah
kemiskinan, terutama pada masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930 -an. Pada
tahun 1960-an Amerika Serikat tercatat sebagai negara adi daya dan terkaya di
dunia. Sebagian besar penduduknya hidup dalam kecukupan. Bahkan Amer ika
Serikat telah banyak memberi bantuan kepada negara - negara lain. Namun, di balik
keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari jumlah
penduduknya tergolong miskin.
Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya mempunyai 49,5
juta jiwa penduduk yang tergolong miskin (Survai Sosial Ekonomi Nasional /
Susenas 1998). Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari 17,6 juta jiwa di
perkotaan dan 31,9 juta jiwa di perdesaan. Angka tersebut lebih dari dua kali lipat
banyaknya dibanding angka tahun 1996 (sebelum krisis ekonomi) yang hanya
mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 7,2 juta jiwa di Perkotaan dan 15,3 juta
jiwa perdesaan. Akibat krisis jumlah penduduk miskin diperkirakan makin
bertambah.
Ada dua kondisi yang menyebabk an kemiskinan bisa terjadi, yakni
kemiskinan alamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain
akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan
bencana alam. Kemiskinan "buatan" terjadi karena lembaga -lembaga yang ada di
masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai
sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap
miskin. Maka itulah sebabnya para pakar ekonomi sering mengkritik kebijakan
pembangunan yang melulu t erfokus pada pertumbuhan ketimbang pemerataan.
Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak dari
berbagai aspek, sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama akibat
terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan inform asi. Aspek ekonomi akan
tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar rendah,
tabungan nihil, lemah mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologi terutama akibat
rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir. Sedangkan, da ri aspek politik
berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan,
diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambil keputusan. Kemiskinan dapat
dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan
kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil
pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untak memenuhi
kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan.
Seseorang yang tergolong miskin relat if sebenarnya telah hidup di atas garis
kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.
Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok
masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun
ada usaha dari fihak lain yang membantunya.
Lebih lanjut, garis kemiskinan merupakan ukuran rata -rata kemampuan
masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. Melalui pendekatan
sosial masih sulit mengukur garis kemiskinan masyarakat, tetapi dari indikator
ekonomi secara teoritis dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu
pendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Sementara ini yang dilakukan
Biro Pusat Statistik (BPS) untuk menarik garis kemiskinan adalah pendekat an
pengeluaran.
Menurut data BPS hasil Susenas pada akhir tahun 1998, garis
kemiskinan penduduk perkotaan ditetapkan sebesar Rp. 96.959 per kapita per
bulan dan penduduk miskin perdesaan sebesar Rp. 72.780 per kapita per bulan.
Dengan perhitungan uang ter sebut dapat dibelanjakan untuk memenuhi konsumsi
setara dengan 2.100 kalori per kapita per hari, ditambah dengan pemenuhan
kebutuhan pokok minimum lainnya, seperti sandang, kesehatan, pendidikan,
transportasi. Angka garis kemiskinan ini jauh sangat tinggi bila dibanding dengan
angka tahun 1996 sebelum krisis ekonomi yang hanya sekitar Rp. 38.246 per kapita
per bulan untuk penduduk perkotaan dan Rp. 27.413 bagi penduduk perdesaan.
Banyak pendapat di kalangan pakar ekonomi mengenai definisi dan klasifikasi
kemiskinan ini. Dalam bukunya The Affluent Society, John Kenneth Galbraith
melihat kemiskinan di Amerika Serikat terdiri dari tiga macam, yakni kemiskinan
umum, kemiskinan kepulauan, dan kemiskinan kasus. Pakar ekonomi lainnya
melihat secara global, yakni kemiskinan massal/kolektif, kemiskinan musiman
(cyclical), dan kemiskinan individu.
Kemiskinan kolektif dapat terjadi pada suatu daerah atau negara yang mengalami
kekurangan pangan. Kebodohan dan eksploitasi manusia dinilai sebagai penyebab
keadaan itu. Kemiskinan musiman atau periodik dapat terjadi manakala daya beli
masyarakat menurun atau rendah. Misalnya sebagaimana, sekarang terjadi di
Indonesia. Sedangkan, kemiskinan individu dapat terjadi pada setiap orang,
terutama kaum cacat fisik atau mental, anak-anak yatim, kelompok lanjut usia.
Penanggulangan Kemiskinan
Bagaimana menangani kemiskinan memang menarik untuk disimak.
Teori ekonomi mengatakan bahwa untak memutus mata rantai lingkaran kemiskinan
dapat dilakukan peningkatan keterampilan sumber day a manusianya, penambahan
modal investasi, dan mengembangkan teknologi. Melalui berbagai suntikan maka
diharapkan produktifitas akan meningkat. Namun, dalam praktek persoalannya tidak
semudah itu. Lantas apa yang dapat dilakukan?
Program-program kemiskinan sudah banyak dilaksanakan di berbagai
negara. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat program penanggulangan
kemiskinan diarahkan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi antar negara
bagian, memperbaiki kondisi permukiman perkotaan dan perdesaan, perluasan
kesempatan pendidikan dan kerja untuk para pemuda, penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan bagi orang dewasa, dan pemberian bantuan kepada kaum miskin usia
lanjut. Selain program pemerintah, juga kalangan masyarakat ikut terlibat membantu
kaum miskin melalui organisasi kemasyarakatan, gereja, dan lain sebagainya.
Di Indonesia program -program penanggulangan kemiskinan sudah
banyak pula dilaksanakan, seperti : pengembangan desa tertinggal, perbaikan
kampung, gerakan terpadu pengentasan kemiskinan. Sekarang pemerintah
menangani program tersebut secara menyeluruh, terutama sejak krisis moneter dan
ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997, melalui program -
program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Dalam JPS ini masyarakat sasaran ikut
terlibat dalam berbagai kegiatan. Sedangkan, P2KP sendiri sebagai program
penanggulangan kemiskinan di perkotaan lebih mengutamakan pada peningkatan
pendapatan masyarakat dengan mendudukan masyarakat sebagai pelaku
utamanya melalui partisipasi aktif. Melalui partisipa si aktif ini dari masyarakat miskin
sebagai kelompok sasaran tidak hanya
4
berkedudukan menjadi obyek program, tetapi ikut serta menentukan program yang
paling cocok bagi mereka. Mereka memutuskan, menjalankan, dan mengevaluasi
hasil dari pelaksanaan program. Nasib dari program, apakah akan terus berlanjut
atau berhenti, akan tergantung pada tekad dan komitmen masyarakat sendiri.
(Redaksi)
Beda penafsiran
Hari, seorang nelayan di Jakarta Utara
Hari, seorang nelayan di Jakarta Utara, tidak bisa melaut karena bbm mahal
Dengan definisi itu, jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2008 mencapai 35
juta jiwa.Angka itu merupa kan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, Susenas
dengan sampel hanya 68.000 rumah tangga, padahal jumlah rumah tangga di
Indonesia mencapai 55 juta.
Menurut ahli statistik dari Institut Teknologi Surabaya, Kresnayana Yahya, cara
pandang pemerintah terhad ap kemiskinan tidak mencerminkan realitas.
"Ada yang tidak diperhitungkan, perusak -perusak kalori. Orang merokok bisa enam
sampai tujuh batang. Itu sebenarnya negatif. Dia bisa mengatakan belanjanya
sekian, tetapi di dalamnya ada enam -tujuh batang rokok," kata Kresnayana Yahya.
Blog dengan ID 26250 Tidak ada
Jumlah dan garis kemiskinan versi BPS sering menjadi perdebatan dan menjadi isu
politik yang panas.Terutama di musim kampanye seperti tahun 2008, para politisi
gemar mengutip garis kemiskinan Bank Dunia sehingga menurut mereka, jumlah
penduduk miskin dua kali lebih besar.
Tetapi ukuran Bank Dunia itu, kata ekonomnya di Jakarta, Vivi Alatas, digunakan
untuk kepentingan berbeda.
"Kalau untuk melihat seperti apa profil kemiskinan d i suatu negara, yang digunakan
adalah garis kemiskinan nasional. Tetapi Bank Dunia juga mempunyai tugas
mengalokasikan dana ke beberapa negara miskin. Untuk itu butuh garis kemiskinan
yang bisa diperbandingkan antar negara yang biasa dikenal dengan 1 dolar pp to 2
dolar pp," jelas Vivi.
Namun, lanjut Vivi, pengertian nilai dolar tersebut bukan dolar dengan nilai tukar riil.
"Kalau di Indonesia berapa rupiahnya yang dibutuhkan untuk membeli barang dan
jasa yang sama dengan satu yang dolar yang bisa dibeli di Amerika. Jadi kalau
ditanya berapa jumlah orang miskin di Indonesia, 35 juta," tambahnya.
Persoalannya data itu diambil sebelum kenaikan harga bahan bakar minyak, kata
peneliti di lembaga penelitian SMERU, Sirojuddin Arif."Biasanya kenaikan BBM itu
efeknya panjang, kenaikan hargadan kadang ada PHK, daya beli masyarakat turun,
orang miskin meningkat," jelas Sirojuddin.
Jumlah dan garis kemiskinan mungkin akan terus diperdebatkan, namun yang jelas
persoalan ini merupakan masalah besar di Indonesia.
http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2010/01/definisi -kemiskinan-versi-
indonesia.html
#
'#
" %%
- .-&
/,
j"
#$
$%
&&
'%
&& &
(
&
)
!
* &
&
&
+ &
&
#,
&&
-,
j ,
&
jj
&
j$
.
)
/ / /
0!
* 1
2
j'
. & 3&
3
j(
&
!
)
1
2/
.
1 & 2/ / /
Ke 14 indikator itu, adalah ciri -ciri kemisikinan pada satu rumah tangga yang berhak
menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT), yang memenuhi 9 indikator berhak untuk
menerimanya.
K K
!! "!! !#$%% %%
%
%
% %%
%
± - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indikator kemiskinan Indonesia
sebenarnya sudah setara US$ 1,7 per hari. Indikator ini jauh meninggalkan negara
China dan India yang masih di bawah US$ 1 per hari.
Kepala BPS Rusman Heriawan menyebutkan nominal indi kator kemiskinan sebesar
Rp 211.000 per bulan per orang. Besaran ini diukur berdasarkan tingkat kebutuhan
makanan dan non makanan.
"Jadi Bahan pokok itu kecukupan gizi sebanyak 2.100 kalori per hari atau senilai Rp
5.000 per hari atau Rp 155.615 per bulan . Kedua, kebutuhan non makanan, seperti
kesehatan, pendidikan, transportasi, tentunya bukan yang luxurious," ujar Rusman
saat dihubungi #
- , Senin (27/9/2010).
"DKI itu Rp 331,2 ribu itu yang tertinggi. Yang mendekati Rp 300 ribu itu ada Papua
Barat Rp 294,7 ribu. Kepulauan Riau tepatnya Batam itu Rp 295,1 ribu, Aceh Rp
278,4 ribu, Kalimantan Selatan Balikpapan itu Rp 285,2 ribu. Yang rendah misalnya
Jatim Rp 199,3 ribu, NTT Rp 175,3 ribu, Sulawesi Selatan Rp 163,1 ribu," paparnya.
"Untuk menentukannya BPS harus survei, tidak bisa diperkirakan. Ini berkembang
terus sesuai harga. Tahun 2009 itu Rp 200,3 ribu karena inflasinya tidak terlalu
tinggi. Apakah tergantung inflasi, tidak juga, tapi kebutuhan dasar," ujarnya.
Rusman menegaskan indikator kemiskinan ini tidak bisa serta -merta dibandingkan
dengan negara lain. Jika banyak yang mempermasalahkan indikator kemiskinan
Indonesia yang masih berada di bawah indikator Bank Dunia yaitu sebesar US$ 2
per hari atau dengan kurs rupiah Rp 9.000 maka Rp 540 ribu per bulan, maka hal itu
tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.
"World Bank sendiri menerapkan 2 indikator. Pertama, 1dolar untuk yang b enar-
benar miskin atau sipir, dan US$ 2. Cuma yang US$ 2 ini yang dipermasalahkan.
Dua dolar itu kan harus lihat kebutuhannya. Kurs Rp 9.000 berarti 18 ribu kali 30
hari maka Rp 540 ribu. Kalau ukuran 4 4 org berarti Rp 2 juta. Nah, PNS
kita kan gajinya masih Rp 2 juta. Apakah mereka miskin semua?" ujarnya.
Menurut Rusman, US$ 2 di setiap negara itu memiliki nilai yang berbeda -beda
sehingga tidak patut jika disamaratakan. "Dua dolar, di sini berbeda dengan di sana,
Rp 9 ribu di sini makan di waru ng tegal sudah bisa sampai muntah -muntah,"
jelasnya.
Namun, jika mau disetarakan dengan dolar maka indikator kemiskinan Indonesia
sudah setara US$ 1,7 per hari. Angka ini jauh jika dibandingkan negara China dan
India yang masih berada di bawah US$ 1.
"Kalau US$ 1,7 itu dibandingkan negara -negara lain nggak terlalu jelek. Di India,
China bahkan di bawah US$ 1. Itu berdasarkan daya beli. Padahal sudah mulai
maju. Tapi ya begitu, setiap negara punya kajiannya masing -masing," tandasnya.
È0#1
c &'
5 3 ,
u c (&) $* 1
6 !
j' &2
!! " 0
5 http://www.detikfinance.com/read/2010/09/27/104307/1449190/4/bps -
indikator-kemiskinan-ri-sudah-di-atas-china-dan-india
#
",
#
2 . .3&4,+,567
& % Jakarta, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Paskah Suzetta
meminta Badan Pusat Statistik (BPS) untuk tidak h anya memakai indikator daya beli
masyarakat sebagai basis dalam penghitungan angka kemiskinan nasional.
"BPS sudah saya ingatkan, jangan hanya hitung dari daya beli saja. Banyak akses
yang mendukung penurunan angka kemiskinan," kata Paskah, Kamis (21/5).
Menurutnya, terdapat beberapa indikator lain yang bisa digunakan untuk mengukur
tingkat kemiskinan masyarakat. Di antaranya akses terhadap layanan pendidikan
dan kesehatan.
BPS selama ini menggunakan model penghitungan garis k emiskinan (GK) sebagai
hasil penjumlahan antara garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis kemiskinan
non makanan (GKNM). Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata -rata
pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
GKM didapat dari jumlah pemenuhan kebutuhan kalori 2100 kilo kalori per kapita
per hari dari 52 jenis komoditi seperti padi -padian, daging, telur, dan susu. Sedang
GKNM didapat dari jumlah pemenuhan atas tingkat kebutuhan minimum untuk
perumahan, sandang, pendidikan, dan k esehatan.(*)
!!+++ +%
"!
,
- . "
''' /
!! "!
!!+++ "!
0
1#2/
13K3
3&3 214*#*
Pagi itu suasana Puri Sriwijaya Ballroom Twin Plasa Hotel, J akarta, tidak seperti
biasanya. Nampak di ruangan luas itu, ramai, meriah, gegap gempita, namun
suasana serius tetap ada. Pasalnya, perhelatan pagi itu selain diisi paparan Bupati
Purbalingga Drs H Triyono Budi Sasongko, MSi, Ketua Tim Penggerak PKK
Purbalingga Hj Ina Triyono Budi Sasongko, Ketua LPM Universitas Jenderal
Soedirman (Unsoed) Purwokerto Ir Sukardi, MS, dan Emi Ufroh selaku Ketua
Posdaya Sida Mukti Desa Majasari, Kecamatan Bukateja, Kabupaten Purbalingga,
Jawa Tengah.
³Pengangguran dan kemiski nan merupakan permasalahan multidimensial yang
terkait dengan berbagai aspek kehidupan baik ekonomi, sosial, budaya, hukum,
maupun politik,´ kata Bupati Triyono pada awal paparannya pada semiloka
setengah hari bertajuk ³ Pembangunan SDM Melalui Posdaya di Kabupaten
Purbalingga´.
Lebih lanjut ia menyebut, kemiskinan telah mengakibatkan terjadinya penurunan
kualitas hidup masyarakat yang ditandai dengan rendahnya derajat kesehatan,
derajat pendidikan, serta rendahnya pendapatan per kapita dan daya beli
masyarakat. Akibat lebih lanjut adalah semakin jauhnya masyarakat miskin
terhadap akses sumberdaya pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
Sementara di sisi lain, menurut dia, pemerintah belum sepenuhnya optimal mampu
menyediakan dan memenuhi hak -hak dasar masyarakat secara optimal. ³Dengan
masih adanya berbagai permasalahan yang kompleks dan multidimensi tersebut,
maka diperlukan adanya visi dan misi pembangunan yang jelas, serta strategi dan
langkah-langkah pembangunan yang terarah. Agar program dan kegiatan
pembangunan yang dibiayai dari dana APBD dan APBN dapat betul -betul mampu
mendorong peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan masyarakat,´
urai Triyono.
Sedangkan Hj Ina Triyono Budi Sasongko selaku Ketua Tim Penggerak (TP) PKK
Kabupaten Purbalingga mengatakan, pembinaan PKK di Kabupaten Purbalingga
dilakukan melalui 10 Program Pokok PKK, kami dibantu tim kecamatan dan desa
juga sampai kelompok -kelompok RT-RW hingga dasawisma, kelompok PKK yang
terkecil.
Ia menyebutkan, untuk dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara lebih efektif,
di daerahnya terdapat 1.541 kelompok PKK RW, 5.485 PKK RT, dan 12.354
kelompom Dasawisma. Sementara secara operasionalnya di lapangan, PKK
Kabupaten Purbalingga dibantu para kader. Di antaranya, kader umum berjumlah
58.140 orang, yang terdiri atas 5.954 orang Kader Posyandu, 3.296 orang Kader
Gizi, 2.858 orang Kader Kesling, 1.829 orang Kader Perumahan, dan Kader PAUD
berjumlah 436 orang.
Kader pejuang
Semiloka setengah hari yang juga diliput secara langsung Radio DFM 103.4 Jakarta
dari Puri Sriwijaya Ballroom Twin Plasa Hotel, Jakarta ini, dimoderatori Drs Mazwar
Noerdin yang juga Deputi Direktur Bidang Kewirausahaan Yayasan Damandiri,
bukan saja menampilkan Bupati Purbalingga, Ketua Tim Penggerak PKK
Purbalingga, dan Ketua LPM Universitas Jenderal Soedirman (Oensod) Purwokerto
Ir Sukardi, MS saja, tetapi tampil pula kader pejuang pembangunan pedesaan dari
Kader Posdaya, Emi Ufroh selaku Ketua Posdaya Sida Mukti Desa Majasari,
Kecamatan Bukateja, Kabupaten Purbalingga.
Dalam kesempatan paparanya dihadapan sekitar 150 undangan dari berbagai
kalangan, Emi Ufroh mengatakan, dalam rangka mendorong percepatan upaya
penanggulangan kemiskinan melalui pelaksanaan program -program yang
dilaksanakan di pedesan mlalui program pemb erdayaan masyarakat, perlu disipakn
kelembagaan dan sumber daya manusia pedesaan khusunya masyarakat miskin
agar mampu mengakses dan memanfaatkan berbagai stimulan yang telah
disediakan pemerintah.
³Maka Posdaya Sida Mukti mengambil peran dalam pemberdaya an masyarakat
dengan tujuan menumbuhkan kembali semangat dan nilai -nilai luhur
kegotongroyongan dalam kehidupan masyarakat. Sehingga tercipta rasa kepedulian
dan semangat saling membantu dalam pemecahan permasalahan kehidupan social
guna membangun keluarga sejahtera scara mandiri,´ ujar Ketua Posdaya Sida
Mukti Desa Majasari, Kecamatan Bukateja, Kabupaten Purbalingga, kader pejuang
pembangunan pedesaan yang tak kalah semangat dengan Bupati dan Ketua TP
PKK Kabupatennya.
Hadir pada semiloka yang menarik ini , antara lain Ketua Yayasan Damandiri Prof Dr
Haryono Suyono beserta ibu, Sekretaris Yayasan Damandiri Subiakto
Tjakrawerdaja, Anggota dwan Pengawas Yayasan Damandiri yang juga mantan
Direktur Yayasan Damandiri dr Loet Affandi, SpOG. Selain itu, Direktur Y ayasan
Damandiri Drs Much. Soedarmadi, para Deputi Direktur Yayasan Damanndiri,
Kepala Bappeda, Kepala -kepala Dinas, Camat, Kepala Desa, Ketua Panitia Lomba
Posdaya Kabupaten Purbalingga Hj Heru Sudjatmoko, tokoh masyarakat, ulama,
para undangan baik dari instansi pemerintah maupun kalangan organisasi sosial
kemasyarakatan dan TP PKK Provinsi DKI Jakarta serta Pimpinan BKKBD dan
Kepala Wilayah BKKBD dari 5 wilayah di Propinsi DKI Jakarta.
Pada kesempatan tersebut, Bupati Triyono selaku pemimpin dan pemilik kebijakan
di Kabupaten Purbalingga menegaskan, melalui Posdaya setiap keluarga mampu
diajak berbagi kebahagiaan bersama keluarga lain yang kurang beruntung secara
ekonomi melanjutkan upaya lain, baik dengan amal ibadah atau membantu
memberdayakan anak bangsa untuk masa depan yang lebih jaya dan sejahtera.
³Posdaya sebagai sebuah alternatif pilihan pengentasan kemiskinan yang
merupakan program pembangunan masyarakat. Posdaya hasilnya efektif dan
manfaatnya jelas,´ kata Bupati Triyono Budi Sasongko. HAR
Selengkapnya«PDFhttp://www.gemari.or.id/artikel/3964.shtml
Wawasan 11 September
2009http://www.facebook.com/topic.php?uid=100560495319&topic=18376
Ketua Umum Partai Damai Sejahtera (PDS) Denny Tewu mempertanyakan jumlah
orang miskin seperti yang disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Menurut Denny, BPS haru s bisa memberikan penjelasan secara transparan terkait
jumlah penduduk miskin yang mencapai 13.3 persen atau 31 juta penduduk pada
bulan Maret 2010 dengan asumsi yang dilakukan oleh BPS adalah Rp7.050 perhari
per orang untuk makan.
"Sebab, jika menggunak an standar PBB yakni $2USD/hari maka jumlah penduduk
miskin otomatis meningkat menjadi 34.03 persen atau 78.2 juta orang," kata Denny
di Jakarta, Senin (25/10).
Bila mengacu kepada jumlah sumber daya alam Indonesia yang melimpah,
sehingga dipakai rata -rata upah minimum regional untuk kelas buruh kasar sebesar
Rp30 ribu/hari(status sosial mereka dikatagorikan miskin) maka jumlah katagori
penduduk Miskin Indonesia menjadi 56.7 persen atau 130 juta jiwa lebih.
Dikatakannya, dari data BPS yang ada, sebenarnya inilah mencerminkan kondisi
kemiskinnan sesungguhnya yang harus menjadi acuan pemerintah. ³Sehingga Itu
nantinya supaya elemen bangsa berjuang untuk keluar dari kemiskinan yang
sistemik dan tidak terkelabui dengan angka -angka yang tidak relevan dan tidak
manusiawi,´ ungkapnya.
Yang pasti, lanjut dia, untuk mengatasi persoalan tersebut dia meminta pemerintah
konsisten terhadap konstitusi UUD 45 pasal 33 dimana ayat 1. ´Koperasi dijadikan
soko ekonomi dan pemerintah perlu ada perhatian khusus bukan hanya bunyi-
bunyian dengan dipimpin oleh Menteri Negara yang memiliki anggaran dan
infrastruktur yang sangat terbatas,´ paparnya.
Ditambahkannya, ayat 2 dan 3 tertuang hajat hidup orang banyak dikuasi negara.
Namun faktanya BUMN dan BUMD ini tidak dapat memberi kan kontribusi yang
optimal baik dari segi pelayanannya.
´Presiden SBY tidak perlu mencari alternatif solusi lain dulu seperti
% atau lainnya untuk memecahkan persoalan kemelut ekonomi ditengah
bangsa sebelum mengoptimalkan amanat dari konstitusi,´ kata dia.
Ê Ê Ê
Ê
h
(
Ä
°
°
°
!"#
#
$
%%#&
'°
$
(#$
#
)°
*
+
,
#
"
*#
#
° -.
/
# #-
# 0
12 °
,#
°
#
'° -
+
+ #- °
#
#