Vous êtes sur la page 1sur 73

DRAINASE PERKOTAAN

1.

Pengertian Dan Kegunaan

Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Berikut beberapa pengertian drainase : Menurut Dr. Ir. Suripin, M.Eng. (2004;7) drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Drainase yaitu suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut. (Suhardjono 1948:1) Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah permkaan tanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir. Kegunaan dengan adanya saluran drainase ini antara lain : Mengeringkan daerah becek dan genangan air sehingga tidak ada akumulasi air tanah. Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada. Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana banjir. Sebagai salah satu sistem dalam perencanaan perkotaan, maka sistem drainase yang ada dikenal dengan istilah sistem drainase perkotaan. Berikut definisi drainase perkotaan :

1. Drainase perkotaan yaitu ilmu drainase yang mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan sosial-budaya yang ada di kawasan kota. (H.A. Halim Hasmar.2002:1) 2. Drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air dari wilayah perkotaan yang meliputi : a) Permukiman. b) Kawasan industri dan perdagangan. c) Kampus dan sekolah. d) Rumah sakit dan fasilitas umum. e) Lapangan olahraga. f) Lapangan parkir. g) Instalasi militer, listrik, telekomunikasi. h) Pelabuhan udara. (H.A. Halim Hasmar.2002:1)

Standar dan Sistem Penyediaan Drainase Kota Sistem penyediaan jaringan drainase terdiri dari empat macam, yaitu : 1. Sistem Drainase Utama Sistem drainase perkotaan yang melayani kepentingan sebagian besar warga masyarakat kota. 2. Sistem Drainase Lokal Sistem drainase perkotaan yang melayani kepentingan sebagian kecil warga masyarakat kota. 3. Sistem Drainase Terpisah Sistem drainase yang mempunyai jaringan saluran pembuangan terpisah untuk air permukaan atau air limpasan. 4. Sistem Gabungan Sistem drainase yang mempunyai jaringan saluran pembuangan yang sama, baik untuk air genangan atau air limpasan yang telah diolah.

Sasaran penyediaan sistem drainase dan pengendalian banjir adalah : 1. Penataan sistem jaringan drainase primer, sekunder, dan tersier melalui normalisasi maupun rehabilitasi saluran guna menciptakan lingkungan yang aman dan baik terhadap genangan, luapan sungai, banjir kiriman, maupun hujan lokal. Dari masing-masing jaringan dapat didefinisikan sebagai berikut : a. Jaringan Primer : saluran yang memanfaatkan sungai dan anak sungai. b. Jaringan Sekunder : saluran yang menghubungkan saluran tersier dengan saluran primer (dibangun dengan beton/plesteran semen). c. Jaringan Tersier : saluran untuk mengalirkan limbah rumah tangga ke saluran sekunder, berupa plesteran, pipa dan tanah. 2. Memenuhi kebutuhan dasar (basic need) drainase bagi kawasan hunian dan kota. 3. Menunjang kebutuhan pembangunan (development need) dalam menunjang terciptanya scenario pengembangan kota untuk kawasan andalan dan menunjang sektor unggulan yang berpedoman pada Rancana Umum Tata Ruang Kota.

Standardisasi sistem penyediaan drainase untuk penempatan perumahan di pinggiran saluran primer atau sungai yang mengacu pada Provincial Water Reclement (PWR) Bab II pasal 2 tentang Pemakaian Bebas dari Perairan Umum (Waterrocilijn), yang berbunyi Dilarang menempatkan sebuah bangunan apapun, atau memperbaharui seluruhnya atau sebagian dalam jarak diukur dari kaki tangkis sepanjang perairan umum atau bilamana tidak ada tangkis, dari pinggir atas dari tamping (talud) perairan umum kurang dari : a. 20 meter untuk sungai-sungai tersebut dalam daftar 1 dari verordening ini. b. 5 meter untuk sungai-sungai tersebut dalam daftar 2 dari verordening ini, demikian juga untuk saluran pengaliran dan pembuangan dengan kemampuan (kapasistet) 4 meter kubik/detik atau lebih. c. 3 meter untuk saluran-saluran pengairan, pengambilan dan pembuangan kemampuan normal 1 s/d 4 meter kubik/detik.

d. 2 meter untuk saluran-saluran pengairan pengambilan dan pembuangan kemampuan normal kurang dari 1 meter kubik/detik.

Batas Sempadan Sungai Minimum berdasarkan Peraturan Menteri PU RI nomor 63/PRT/1993, yaitu : a. Sungai bertanggul diukur dari kaki tanggul terluar -5 m - 3 m Pasal 6 b. Sungai tak bertanggul diukur dari tepi sungai Sungai besar luas DPS >500 km2 100 m Kedalaman maksimum >20 m 30 m Pasal 7 dan Pasal 8 c. Kedalaman maks >3 m dan <20 m 15 m d. Sungai kecil luas DPS <500 km2 50 m Kedalaman maksimum <3 m 10 m e. Danau/waduk - 50 m - 50 m Pasal 10

Sistem Jaringan Drainase Sistem jaringan drainase perkotan umumnya dibagi atas 2 bagian, yaitu : 1. Sistem Drainase Mayor Sistem drainase mayor yaitu sistem saluran/badan air yang menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area). Pada umumnya sistem drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem saluran pembuangan utama (major system) atau drainase primer. Sistem jaringan ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase primer, kanal-kanal atau sungai-sungai. Perencanaan drainase makro ini umumnya dipakai dengan periode ulang antara 5 sampai 10 tahun dan pengukuran topografi yang detail mutlak diperlukan dalam perencanaan sistem drainase ini. 2. Sistem Drainase Mikro Sistem drainase mekro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan. Secara keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran di sepanjang sisi jalan, saluran/selokan air hujan di sekitar bangunan, gorong-gorong, saluran drainase kota dan lain sebagainya dimana debit air yang dapat ditampungnya tidak terlalu besar.

Pada umumnya drainase mikro ini direncanakan untuk hujan dengan masa ulang 2,5 atau 10 tahun tergantung pada tata guna lahan yang ada. Sistem drainase untuk lingkungan permukiman lebih cenderung sebagai sistem drainase mikro.

Jenis-jenis Drainase 1. Menurut sejarah terbentuknya a. Drainase alamiah (natural drainage), yaitu sistem drainase yang terbentuk secara alami dan tidak ada unsur campur tangan manusia. b. Drainase buatan , yaitu sistem drainase yang dibentuk berdasarkan analisis ilmu drainase, untuk menentukan debit akibat hujan, dan dimensi saluran. 2. Menurut letak saluran a. Drainase permukaan tanah (Surface Drainage), yaitu saluran drainase yang berada di atas permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan. Analisa alirannya merupakan analisa open channel flow. b. Drainase bawah tanah (Sub Surface Drainage), yaitu saluran drainase yang bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di bawah permukaan tanah (pipa-pipa), dikarenakan alasan-alasan tertentu. Alasan tersebut antara lain tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak membolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepak bola, lapangan terbang, taman, dan lain-lain. 3. Menurut konstruksi a. Saluran terbuka, yaitu sistem saluran yang biasanya direncanakan hanya untuk menampung dan mengalirkan air hujan (sistem terpisah), namun kebanyakan sistem saluran ini berfungsi sebagai saluran campuran. Pada pinggiran kota, saluran terbuka ini biasanya tidak diberi lining (lapisan pelindung). Akan tetapi saluran terbuka di dalam kota harus diberi lining dengan beton, pasangan batu (masonry) ataupun dengan pasangan bata. b. Saluran tertutup, yaitu saluran untuk air kotor yang mengganggu kesehatan lingkungan. Siste ini cukup bagus digunakan di daerah perkotaan terutama dengan

tingkat kepadatan penduduk yang tinggi seperti kota Metropolitan dan kota-kota besar lainnya. 4. Menurut fungsi a. Single Purpose, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan saja. b. Multy Purpose, yaitu saluran yang berfungsi engalirkan beberapa jenis buangan, baik secara bercampur maupun bergantian.

Arahan Dalam Pelaksanaan Penyediaan Sistem Drainase Arahan dalam pelaksanaan penyediaan sistem drainase adalah : a. Harus dapat diatasi dengan biaya ekonomis. b. Pelaksanaannya tidak menimbulkan dampak sosial yang berat. c. Dapat dilaksanakan dengan teknologi sederhana. d. Memanfaatkan semaksimal mungkin saluran yang ada. e. Jaringan drainase harus mudah pengoperasian dan pemeliharannya. f. Mengalirkan air hujan ke badan sungai yang terdekat.

Pengklasifikasian Saluran Drainase Macam saluran untuk pembuangan air, menurut De Chiara dan Koppelmen (1994:74) dapat dibedakan menjadi : 1. Saluran Air Tertutup a. Drainase Bawah Tanah Tertutup, yaitu saluran yang menerima air limpasan dari daerah yang diperkeras maupun yang tidak diperkeras dan membawanya ke sebuah pipa keluar di sisi tapak (saluran permukaan atau sungai), ke sistem drainase kota. b. Drainase Bawah Tanah Tertutup dengan tempat penampungan pada tapak, dimana drainase ini mampu menampung air limpasan dengan volume dan kecepatan yang meningkat tanpa menyebabkan erosi dan kerusakan pada tapak.

2. Saluran Air Terbuka (Chow 1989:17) Merupakan saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas. Pada saluran air terbuka ini jika ada sampah yang menyumbat dapat dengan mudah untuk dibersihkan, namun bau yang ditimbulkan dapat mengurangi kenyamanan. Menurut asalnya, saluran dibedakan menjadi : Saluran Alam (natural), meliputi selokan kecil, kali, sungai kecil dan sungai besar sampai saluran terbuka alamiah. a. Saluran Buatan (artificial), seperti saluran pelayaran, irigasi, parit pembuangan, dan lainlain. Saluran terbuka buatan mempunyai istilah yang berbeda-beda antara lain : b. Saluran (canal) : biasanya panjang dan merupakan selokan landai yang dibuat di tanah, dapat dilapisi pasangan batu/tidak atau beton, semen, kayu maupu aspal. c. Talang (flume) : merupakan selokan dari kayu, logam, beton/pasangan batu, biasanya disangga/terletak di atas permukaan tanah, untuk mengalirkan air berdasarkan perbedaan tinggi tekan. d. Got miring (chute) : selokan yang curam. e. Terjunan (drop) : seperti got miring dimana perubahan tinggi air terjadi dalam jangka pendek. f. Gorong-gorong (culvert) : saluran tertutup (pendek) yang mengalirkan air melewati jalan raya, jalan kereta api, atau timbunan lainnya. g. Terowongan Air Terbuka (open-flow tunnel) : selokan tertutup yang cukup panjang, dipakai untuk mengalirkan air menembus bukit/gundukan tanah.

3. Saluran Air Kombinasi, dimana limpasan air terbuka dikumpulkan pada saluran drainase permukaan, sementara limpasan dari daerah yang diperkeras dikumpulkan pada saluran drainase tertutup.

Pola Jaringan Drainase Pola jaringan drainase menurut Sidharta Karmawan (1997:1-8) terdiri dari enam macam, antara lain:

1. Siku Digunakan pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi daripada sungai. Sungai sebagai saluran pembuangan akhir berada di tengah kota.

Gambar Pola Jaringan Siku

2. Paralel Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Apabila terjadi perkembangan kota, saluran-saluran akan dapat menyesuaikan diri.

Gambar Pola Jaringan Pararel

3. Grid iron Digunakan untuk daerah dengan sungai yang terletak di pinggir kota, sehingga saluransaluran cabang dikumpulkan dahulu pada saluran pengumpul.

Gambar Pola Jaringan Grid Iron 4. Alamiah Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah lebih besar.

Gambar Pola Jaringan Alamiah

5. Radial Digunakan untuk daerah berbukit, sehingga pola saluan memencar ke segala arah.

Gambar Pola Jaringan Radial

6. Jaring-jaring Mepunyai saluran-saluran pembuangan yang mengikuti arah jalan raya dan cocok untuk daerah dengan topografi datar.

Gambar Pola Jaringan Jaring-jaring

Pola jaring-jaring terbagi lagi menjadi 4 jenis 1. Pola perpendicular Adalah pola jaringan penyaluran air buangan yang dapat digunakan untuk sistem terpisah dan tercampur sehingga banyak diperlukan banyak bangunan pengolahan. 2. Pola interceptor dan pola zone Adalah pola jaringan yang digunkan untuk sistem tercampur. 3. Pola fan Adalah pola jaringan dengan dua sambungan saluran / cabang yang dapat lebih dari dua saluran menjadi satu menuju ke sautu banguan pengolahan. Biasanya digunakan untuk sistem terpisah.

4. Pola radial Adalah pola jaringan yang pengalirannya menuju ke segala arah dimulai dari tengah kota sehingga ada kemungkinan diperlukan banyak bangunan pengolahan.

Bangunan-bangunan Sistem Drainase dan Pelengkapnya 1. Bangunan-bangunan Sistem Saluran Drainase Bangunan-bangunan dalam sistem drainase adalah bangunan-bangunan struktur dan bangunan-bangunan non struktur. a. Bangunan Struktur Bangunan struktur adalah bangunan pasangan disertai dengan perhitungan-perhitungan kekuatan tertentu. Contoh bangunan struktur adalah : bangunan rumah pompa bangunan tembok penahan tanah bangunan terjunan yang cukup tinggi jembatan

b. Bangunan Non struktur Bangunan non struktur adalah bangunan pasangan atau tanpa pasangan, tidak disertai dengan perhitungan-perhitungan kekuatan tertentu yang biasanya berbentuk siap pasang. Contoh bangunan non struktur adalah : Pasangan (saluran Cecil tertutup, tembok talud saluran, manhole/bak control ususran Cecil, street inlet). Tanpa pasangan : saluran tanah dan saluran tanah berlapis rumput.

2. Bangunan Pelengkap Saluran Drainase Bangunan pelengkap saluran drainase diperlukan untuk melengkapi suatu sisem saluran untuk fungsi-fungsi tertentu. Adapun bangunan-bangunan pelengkap sistem drainase antara lain :

a. Catch Basin/Watershed Bangunan dimana air masuk ke dalam sistem saluran tertutup dan air mengalir bebas di atas permukaan tanah menuju match basin. Catch basin dibuat pada tiap persimpangan jalan, pada tepat-tempat yang rendah, tempat parkir. b. Inlet Apabila terdapat saluran terbuka dimana pembuangannya akan dimasukkan ke dalam saluran tertutup yang lebih besar, maka dibuat suatu konstruksi khusus inlet. Inlet harus diberi saringan agar sampah tidak asuk ke dalam saluran tertutup. c. Headwall Headwall adalah konstruksi khusus pada outlet saluran tertutup dan ujung gorong-gorong yang dimaksudkan untuk melindungi dari longsor dan erosi d. Shipon Shipon dibuat bilamana ada persilangan dengan sungai. Shipon dibangun bawah dari penampang sungai, karena tertanam di dalam tanah maka pada waktu pembuangannya harus dibuat secara kuat sehingga tidak terjadi keretakan ataupun kerusakan konstruksi. Sebaiknya dalam merencanakan drainase dihindarkan perencanaan dengan menggunakan shipon, dan sebaiknya saluran yang debitnya lebih tinggi tetap untuk dibuat shipon dan saluran drainasenya yang dibuat saluran terbuka atau gorong-gorong. e. Manhole Untuk keperluan pemeliharaan sistem saluran drainase tertutup di setiap saluran diberi manhole pertemuan, perubaan dimensi, perubahan bentuk selokan pada setiap jarak 10-25 m. Lubang manhole dibuat sekecil mungkin supaya ekonomis, cukup, asal dapat dimasuki oleh orang dewasa. Biasanya lubang manhole berdiameter 60cm dengan tutup dari besi tulang.

Bentuk Saluran Tabel Bentuk Dan Fungsi Saluran Tertutup (Sewerage) Bentuk Saluran Fungsi Berfungsi untuk menyalurkan limpasan air hujan maupun limbah air bekas (air limbah) rumah tangga atau keduanya. Konstruksi sistem saluran ini cocok dipakai untuk pertokoan yang sangat padat dan lahan yang tersedia telah terbatas. 2 Berfungsi untuk menyalurkan air hujan dan limbah air bekas dimana fluktuasi debitnya besar. Bentuk yang panjang mengecil ini berfungsi untuk mendapatkan kedalaman air yang cukup untu dapat menghanyutkan endapan padat dan tinja walaupun debitnya kecil. 3 Berfungsi untuk mengalirkan air hujan dalam jumlah besar dimana bagian atasnya terdapat bangunan. Walaupun daya alirannya tidak sebaik yang berbentu bulat telur, namun pelaksanaannya relative lebih mudah.

No 1

No 1

Tabel Bentuk-bentuk umum saluran terbuka dan fungsinya Bentuk Saluran Fungsi Trapesium Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan debit yang besar. Sifat alirannya terus menerus dengan fluktuas kecil. Bentuk saluran ini dapat digunakan pada daerah yang masih cukup tersedia lahan .

Kombinasi trapesium dan segi Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan empat air hujan dengan debit yang besar dan kecil. Sifat alirannya berfluktuasi besar dan terus menerus tapi debit minimumnya measih cukup besar.

Kombinasi trapesium dengan Fungsinya sama dengan bentuk (2), sifat alirannya terus setengah lingkaran menerus dan berfluktuasi besar dengan debit minimum keil. Fungsi bentuk setengah lingkaran ini adalah untuk menampung dan mengalirkan debit minimum tersebut.

Segi empat

Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan debit yang besar. Sifat alirannya terus menerus dengan fluktuasi kecil.

Kombinasi segi empat dengan Bentuk saluran segi empat ini digunakan pada lokasi jalur setengah lingkaran saluran yang tidak mempunyai lahan yang

cukup/terbatas. Fungsinya sama dengan bentuk (2&3) 6 Setengah lingkaran Berfungsi untuk menyalurkan limbah air hujan untuk debit yang kecil. Bentuk saluran ini umum digunakan untuk saluran-saluran ruah penduduk dan pada sisi jalan perumahan padat.

Hal-hal yang menyebabkan terjadinya genangan air di suatu lokasi antara lain: a. Dimensi saluran yang tidak sesuai. b. Perubahan tata guna lahan yang menyebabkan terjadinya peningkatan debit banjir di suatu daerah aliran sistem drainase. c. Elevasi saluran tidak memadai. d. Lokasi merupakan daerah cekungan. e. Lokasi merupakan tempat retensi air yang diubah fungsinya misalnya menjadi permukiman. Ketika berfungsi sebagai tempat retensi (parkir alir) dan belum dihuni adanya genangan tidak menjadi masalah. Problem timbul ketika daerah tersebut dihuni. f. Tanggul kurang tinggi. g. Kapasitas tampungan kurang besar. h. Dimensi gorong-gorong terlalu kecil sehingga aliran balik. i. j. Adanya penyempitan saluran. Tersumbat saluran oleh endapan, sedimentasi atau timbunan sampah.

Perencanaan Sistem Drainase 1. Landasan Perencanaan Perencanaan drainase perkotaan perlu memperhatikan fungsi drainase perkotaan sebagai parasarana kota yang dilandaskan pada konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan. Konsep ini antara lain berkaitan dengan sumberdaya air, yang ada prinsipnya adalah mengendalikan air hujan supaya banyak meresap dalam tanah dan tidak banyak terbuang sebagai aliran, antara lain membuat : bagunan resapan buatan, kolam tandon, penataan landscape dan sempadan. 2. Tahapan Perencanaan Tahap perencanaan drainase perkotaan meliputi : a. Tahapan dilakukan melalui pembuatan rencana induk, studi kelayakan dan perencanaan detail dengan penjelasan : Studi kelayakan dapat dibuat sebagai kelanjutan dari pembuatan rencana induk. Perencanaan detail perlu dibuat sebelum pekerjaan konstruksi drainase dilaksanakan.

b. Drainase perkotaan di kota raya dan kota besar perlu direncanakan secara menyeluruh melalui tahapan rencana induk. c. Drainase perkotaan di kota sedang dan kota kecil dapat direncanakan melalui tahapan rencana kerangka sebagai pengganti rencana induk.

3. Data dan Persyaratan Sistem drainase perkotaan data dan persyaratan untuk perencanaannya sebagai berikut : a. Data primer merupakan data dasar yang dibutuhkan dalam perencanaan yang diperoleh baik dari lapangan maupun dari pustaka, mencakup : Data permasalahan dan data kuantitatif pada setiap lokasi genangan atau banjir yang meliputi luas, lama, kedalaman rata-rata dan frekuensi genangan. Data keadaan fungsi, sistem, geometri dan dimensi saluran Data daerah pengaliran sungai atau saluran meliputi topografi, hidrologi, morfologi sungai, sifat tanah, tata guna tanah dan sebagainya. Data prasarana dan fasilitas kota yang telah ada dan yang direncanakan. b. Data sekunder merupakan data tambahan yang digunakan dalam perencanaan drainase perkotaan yang sifatnya menunjang dan melengkapi data primer, terdiri atas : Rencana Pengembangan Kota Geoteknik Pembiayaan Kependudukan Institusi/kelembagaan Sosial ekonomi Peran serta masyarakat Keadaan kesehatan lingkungan permukiman

Masalah dalam Sistem Drainase Terjadi Endapan Terdapat timbunan Sampah

Tumbuhnya tanaman liar Penyumbatan, kerusakan, penyalah-gunaan saluran dan bangunan Peningkatan debit akibat perubahan tata guna lahan

2.

DESAIN HIDROLOGI

Untuk menyelesaikan persoalan drainase sangat berhubungan dengan aspek hidrologi khususnya masalah hujan sebagai sumber at yang akan dialirkan pada sistem drainase dan limpasan sebagai akaibat tidak mampunya sistem drainase mengalirkan ketempat pembuangan akhir. Desain hidrologi diperlukan untuk mengetahui debit pengaliran. 2.1 Hujan dan Limpasan Hujan dan limpasan merupakan dua fenomena yang tidak dapat terpisahkan yang saling terkait satu sama lainnya. Fenomena hujan merupakan fenomena alam yang tidak dapat diketahui secara pasti namun dapat dilakukan perkiraan berdasarkan data-data hujan terdahulu. Semakin banyak data hujan semakin mendekati akurasi perkiraan-perkiraan yang dilakukan. Rumusan-rumusan yang digunakan untuk memperkirakan hujan yang tidak ada yang pasti, rata-rata ahli hidrologi yang melakukan penelitian hujan membuat persamaanpersamaan yang sifatnya empiris namun persamaan-persamaan ini dapat membentu dalam perencanaan bangunan-bangunan air. Berdasarkan penerlitian yang dilakukan oleh pata ahli mengenai hujan menunjukan bahwa hujan-hujan yang besarnya tertentu mempunyai masa ulang rata-rata tertentu dalam jangka waktu yang cukup panjang. 2.1.1 Hujan Pengelompokan hujan setiap hari (24 jam) yang besarnya tertentu selama bertahun-tahun memperlihatkan bahwa hujan-hujankeceil terjadi lebih sering dari pada hujan-hujan besar. Peninjauan lebih lanjut mengenai hujan-hujan itu menunjukan bahwa hujan-hujan yang besarnya tertentu mempunyai masa ulang rata-rata tertentu pada jangka waktu yang cukup panjang. Pada hujan harian yang besarnya 40 mm terjadi rata-rata 10 tahun sekali, artinya dalam 50 tahun terjadi 5 kali atau dalam 100 tahun terjadi 1 0 kali dan selanjutnya hujan yang besarnya 40 mm sehari itu mempunyai masa ulang rata-rata 10 tahun.

Jumlah air yang dihasilkan akibat hujan tergantung dari intensitas hujan dan lama waktu hujan. Intensitas hujan yang besar dalam waktu yang singkat akan menghasilkan jumlah air yang berbeda dengan intensitas hujan yang kecil tapi dalam waktu yang lama. Keadaan yang paling ekstrim adalah intensitas hujan yang besar dengan waktu yang lama. Hal ini dapat mengakibatkan banjir. Banjir terjadi akibat adanya limpasan permukaan yang sangat besar yang disebabkan oleh hujan dan tidak dapat di-tampung lagi oleh sungai atau saluran drainase disamping itu limpasan permukaan yang berlebihan disebabkan tanah sudah jenuh air. 2.1.2 Limpasan Limpasan permukaan adalah air yang mencapai sungai tanpa mencapai permukaan air tanah yakni curah hujan yang dikurangai sebagian dari infiltrasi, besarnya air yang tetahan dan besatnya genangan. Limpasan permukaan merupakan bagian yang penting dari puncak banjit. Bagian dari curah hujan yang berlebihan dan mengalir selama periode hujan dan sebagian lagi sesudahperiode hujan. Limpasan dapat dibagi dalam 2 sumber yaitu : Air yang mengalir diatas permukaan tanah Air yang mengalir dibawah permukaan (subsurface) yaitu sebagian air yang mengalir kesungai dari proses infiltrasi dibawah permukaan tanah.

2.2 Daerah Pengaliran Jika diasumsikan besarnya curah hujan dan intensitas hujan selalu tetap maka limpasan yang dinyatakan dengan dalamnya air rata-rata akan selalu sama. Berdasarkan asumsi tersebut mengingat aliran per satuan luas tetap maka hidro-graf sungai akan sebanding dengan luas daerah pengaliran tersebut. Akan tetapi hal yang sebenarnya makin besar daerah pengaliran maka makin lama limpasan mencapai titik pengukuran, jadi panjang dasar hidrograf debit banjir men-jadi lebih besar dan debit puncaknya berkurang. Salah satu sebab pengurangan debit puncak ialah hubungan antara intensitas curah hujan maksimum yang berbanding terbalik dengan luas daerah hujan tersebut, berdasarkan asumsi

tersebut curah hujan dianggap merata, akan tetapi mengingat intensitas curah hujan maksimum yang kejadiannya diperkirakan dalam frekwensi yang tetap menjadi lebih kecil dibanding dengan daerah pengaliran yang lebih besar, maka perkiraan puncak banjir akan menjadi lebih kecil. 2.2.1 Kondisi topografi dalam daerah pengaliran Kondisi topografi seperti corak, elevasi, gradient, arah pengaliran dan lain-lain dari daerah pengaliran mempunyai pengaruh terhadap sungai dan hidrologi daerah pengaliran tersebut. Corak daerah pengaliran adalah faktor bentuk yak-ni perbandingan panjang sungai utama terhadap lebar rata-rata daerah pengaliran. Jika faktor bentuk menjadi lebih kecil dengan kondisi skala daerah pengaliran yang sama maka hujan lebat yang merata akan berkurang dengan perband-ingan yang sama sehingga kemungkinan terjadi banjir akan kecil. Elevasi daerah pengaliran dan elevasi rata-rata mem-punyai hubungan yang sangat penting terhadap suhu dan curah hujan. Demikian pula gradiennya mempunyai hubungan dengan infiltrasi, limpasan permukaan, kelembaban dan pengisian air tanah. Gradien daerah pengaliran adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi waktu men-galirnya aliran permukaan, waktu konsentrasi dan mempunyai hubungan langsung terhadap debit banjir. Arah daerah pengaliran mempunyai pengaruh terhadap kehilangan eva-porasi dan transpirasi karena mempengaruhi kapasitas pa-nasyang diterima dari matahari.

2.2.2 Jenis tanah Bentuk butir-butir tanah, coraknya dan cara men-gendapnya menentukan terhadap kapasitas infiltrasi, maka karakterisitik limpasan sangat dipengaruhi oleh jenis tanah daerah pengaliran. 2.2.3 Faktor-faktor lain Faktor-faktor lain yang mempengaruhi limpasan adalah karakteristik sungai, adanya daerah pengaliran yang tidak langsung, drainase buatan dan lain-lain. Untuk mem-pelajari puncak banjir, debit air rendah, debit rata-rata dan lain-lain diperlukan penyelidikan yang cukup dan perkiraan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2.3

Intensitas Hujan

Intensitas hujan dalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda, tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas air hujan diperoleh dengan cara melakukan analisis data hujan baik secara statistik maupun secara empiris. Biasanya intensitas hujan dihubungkan dengan dursi hujan jangka pendek misalnya 5 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman. Data curah hujan jangka pendek ini hanya dapat diperoleh dengan menggunakan alat pencatat hujan otomatis. Di Indonesia alat ini sangat sedikit dan jarang, yang banyak digunakan adalah alat pencatat hujan biasa yang mengukur hujan 24 jam atai disebut hujan harian. Apabila yang tersedia hanya data hujan garian ini makan intensitas hujan dapat diestimasi dengan menggunakan rumus Mononobe seperti berikut :

Dimana : I R24 t = Intensitas curah hujan (mm/jam) = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) = Durasi (lamanya) curah hujan (menit) atau (jam)

karena intensitas hujan tidak dapat kita tentukan atau kita atur karena hujan terjadi secara alamiah namun kita dapat melakukan perkiraan berdasarkan pencatatan data-data hujan sebelumny maka dalam mendesain bangunan-bangunan air kita dapat memperkirakan hujan rencana berdasarkan periode ulangnya. Dari gambar 2.1 (a), memperlihatkan hidrograf rasional untuk durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi. Debit maksimum terjadi saat waktu konsentrasi yaitu setelah aliran dari tempat yang paling jauh dengan aliran dari bagian lain-nya bersama-sama sampai ke tempat pengukuran dan aliran langsung kembali mengecil setelah hujan berhenti. Apabila lama hujan

lebih besar dari waktu konsentrasi, maka debit akan konstan sebesar debit maksimum sampai hujan berhenti dan kemudian aliran mengecil kembali, seperti diper-lihatkan pada Gambar 2.1 (b).

Gambar 2.1

(a) hidrograf rasional durasi hujan (T) sama dengan waktu konsentrasi (Tc), dan Gambar 2.1 (b) durasi hujan (T) lebih besar dari pada waktu konstrasi (Tc).

2.4 Hujan Rencana Hujan rencana yang dimaksud adalah hujan harian maksimum yang akan digunakan untuk menghitung intensi-tas hujan, kemudian intensitas ini digunakan untuk menges-timasi debit rencana. Hujan rencana dapat dihitung secara statistik berdasarkan data curah hujan terdahulu dengan menggunakan rumus sebagai berikut: di mana: = Hujan rencana periode ulang T tahun (mm) = Hujan harian tahunan maksimum rata-rata (mm) K = Faktorfrekwensi untuk periode ulangTtahun sesuai dengan tipe sebaran data hujan = Standardeviasi = Hujan harian maksimum tahun ke i N = Jumlah data atau tahun

2.5 RUMUS RASIONAL Ada banyak rumus rasional yang dibuat secara empiris yang dapat menjelaskan hubungan antara hujan dengar, limpasannya diantaranya adalah:

Q = 0,278 x C x Cs x I x A di mana: Q C Cs I A = Debit (m3/det) = Koefisien aliran = Koefisien tampungan = Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam) = Luas daerah aliran (km2)

Di wilayah perkotaan, luas daerah pengeringan pada umumnya terdiri dari beberapa daerah yang mempunyai karakteristik permukaan tanah yang berbeda (subarea) sehingga koefisien pengaliran untuk masing-masing subarea lainya berbeda dan untuk menentukan koefisien pengaliran pada wilayah tersebut dilakukan penggabungan dari masing - masing subarea. Variabel luas subarea dinyatakan dengan A dan koefisien pengaliran dari tiap subarea dinyatakan dengan C maka untuk menentukan debit digunakan rumus sebagai berikut :

Q=I

. (2.6)

dimana: Q I = = = = Debit (m3/det) Koefisien aliran subarea Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam) Luas daerah subarea (km2)

Rumus rasional lainnya yang menggambarkan hubungan antara hujan dan limpasannya yang dipengaruhi oleh penyebaran hujannya sebagai berikut :

Q = C..I.A .....................

(2.7)

di mana: Q C = = Debit (m3/det) Koefisien aliran

I A

= = =

Koefisien penyebaran hujan Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam) Luas daerah aliran (km2)

Koefisien penyebaran hujan () merupakan nilai yang digunakan untuk mengoreksi pengaruh penyebaran hujan yang tidak merata pada suatu daerah pengaliran. Nilai besaran ini tergantung dari kondisi dan luas daerah pengaliran. Untuk daerah pengaliran yang relatif kecil biasanya kejadian hujan diasumsikan merata sehingga nilai koefisien penyebaran hujan = 1. Koefisien penyebaran hujan ( ) diperlihatkanTabel 2.1 berikut ini: N Tabel 2.1 Koefisien Penyebaran Hujan () Luas Daerah Pengatiran (km2) a. 0-4 b. 5 c. 10 d. 15 e. 20 f. 25 g. 30 h. 50 Koefisien Penyebaran Hujan 1 0,995 0,980 0,955 0,920 0,875 0,820 0,500

Dari rumus rasional di atas dapat kita ketahui bahwa besarnya debit sangat dipengaruhi oleh Intensitas hujan dan luas daerah hujan. Karena luas daerah hujan adalah tetap (merupakan variabel bebas) dan intensitas hujan dapat berubah-ubah (Variabel terikat) maka dapat dikatakan bahwa besarnya debit berbanding lurus dengan intensitas hujan. Debit air sangat tergantung dari besarnya intensitas hujan maka dapat dikatakan bahwa semakin besar intensitas hujan maka akan semakin besar pula debit air yang dihasilkan

2.6 KOEFISIEN PENGALIRAN Koefisien pengaliran (runoff coefficient) adalah perbandingan antara jumlah air hujan yang mengalir atau melimpas di atas permukaan tanah (surface runoff) dengan jumlah air hujan yang jatuh dari atmosfir. Nilai koefisien pengaliran berkisar antara 0 sampai dengan 1 dan bergantung dari jenis tanah, jenis vegetasi, karakteristik tataguna lahan dan konstruksi yang ada

dipermukaan tanah seperti jalan as-pal, atap bangunan dan lain-lain yang menyebabkan air hujan tidak dapat sampai secara langsung ke permukaan tanah sehingga tidak dapat berinfiltrasi maka akan menghasilkan limpasan permukaan hampir 100%. Rumus untuk menentukan koefisien pengaliran sebagai berikut: ..................... (2.8) Keterangan: C = Koefisien pengaliran Q =Jumlah Limpasan R = Jumlah Curah hujan Dr. Kawakami mengemukakan bahwa koefisien pengaliran dapat ditentukan berdasarkan curah hujan. Rumus koefisien pengaliran yang digunakan untuk rata-rata sungai di Jepang seperti diperlihatkan pada Tabel 2.2 berikut ini: Tabel 2.2 Rumus Koefisien Pengaliran Sungai-sungai di Jepang No Daerah 1 2 3 4 5 Bagian Hulu Bagian Tengah Sungai biasa Bagian Tengah Sungai di Zone Lava Bagian Tengah Bagian Hilir R, < 200mm R, > 200mm Kondisi Sungai Curah Hujan Koefisien Pengaliran

Besarnya nilai koefisien pengaiiran (C ) untuk daerah perumahan berdasarkan penelitian para ahli diperlihatkan Tabel 2.3 berikut ini: Tabel 2.3 Koefisien Pengaliran (Q Daerah a. Perumahan tidak begitu rapat (20 rumah/Ha) b. Perumahan kerapatan sedang (20-60 rumah/Ha) c. Perumahan rapat d. Taman dan daerah rekreasi e. Daerah industri f. Daerah perniagaan

Koefisien Aliran 0,25 - 0,40 0,40-0,70 0,70 - 0,80 0,20 - 0,30 0,80 - 0,90 0,90-0,95

Koefisien pengaliran merupakan nilai banding antara bagian hujan yang membentuk limpasan langsung dengan hujan total yang terjadi. Besaran ini dipengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan lahan, jenis dan kondisi tanah. Pe-milihan koefisien pengaliran harus memperhitungkan ke-mungkinan adanya perubahan tata guna lahan dikemudian hari. Koefisien pengaliran secara umum diperlihatkan tabel 2.4 berikut ini:

Tabel 2.4 Koefisien Aliran (C) secara umum

Tipe Daerah Aliran Rerumputan

Kondisi Tanah pasir. datar, 2 % Tanah pasir, rata-rata, 2-7% Tanati pasir, Curam. 7 % Tanah gemuk, datar, 2 % Tanah gemuk, rata-rata, 2-7 % Tanah gemuk, Curam, 7 % Daerah kola lama Daerah pinggiran Daerah " Single family " ' Multi units " terpisah-pisah ' Multi units " tertutup " Suburban " Daerah rumah apartemen Daerah ringan Daerah berat

Koefisien Aliran C 0,05-0,10 0,10-0,15 0,15-0,20 0,13-0,17 0,18-0,22 0,25-0,35 0,75 - 0,95 0.50 - 0.70 0,30-0,50 0,40-0,60 0,60 - 0,75 0,25 - 0,40 0,50-0,70 0,50 - 0,80 0,60 - 0,90 0.10-0,25 0.20-0,35 0,20-0,40 0,10-0,30 0,70 - 0,95 0,80 - 0,95 0.70-0,85 0,70-0,85 0,70 - 0,95

Business Perumahan

Industri Pertamanan, kuburan Tempat bermain Halaman kereta api Daerah yang tidak Jalan

Beraspal Beton Batu

Untuk berjalan dan naik Atap

2.7 KOEFISIEN TAMPUNGAN Daerah yang memiliki cekungan untuk menampung air hujan relatif mengalirkan lebih sedikit air hujan dibnnd-ingkan dengan daerah yang tidak memiliki cekungan sama sekali. Efek tampungan oleh cekungan ini terhadap debit rencana diperkirakan dengan koefisien tampungan yang diperoleh dengan rumus berikut ini. ..................... (2.9) Dimana: Cs = koefisien tampungan; Tc = waktu konsentrasi (jam); Td - waktu aliran air mengalir di

dalam saluran dari hulu hingga ketempat pengukuran (jam).

2.8 KARAKTERISTIK HUJAN Karakteristik hujan dapat diketahui berdasarkan durasi hujan, intensitas hujan dan waktu konsentrasinya. 2.8.1 Durasi hujan Durasi hujan adalah lama kejadian hujan (menitan, jam-jaman, harian) diperoleh terutama dari hasil pencatatan alat pengukur hujan otomatis. Dalam perencanaan drainase durasi hujan ini sering dikaitkan dengan waktu konsentrasi, khususnya pada drainase perkotaan diperlukan durasi yang relatif pendek, mengingat akan toleransi terhadap lamanya genangan. 2.8.2 Lengkung intensitas hujan Lengkung intensitas hujan adalah grafik yang me-nyatakan hubungan antara intensitas hujan dengan durasi hujan, hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk leng-kung intensitas hujan dengan Periode Ulang hujan tertentu. Pada gambar 2.2. merupakan salah satu conloh lengkung intensitas hujan untuk beberapa macarn Periode Ulang hujan menurut Haspers.

INTENSITAS HUJAN MENURUT HASPERS

Gambar 2.2 Kurva Intensitas Hujan 2.8.3 Waktu konsentrasi (Tc) Waktu konsentrasi adaiah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir suatu saluran. Debit limpasan dari sebuah daerah aliran akan maksi-mum apabila seluruh aliran dari tempat terjauh dengan aliran dari tempat-tempat dihilirnya tiba di tempat pengukuran secara bersamasama. Hal ini memberi pemahaman bahwa debit maksimum tersebut akan terjadi apabila durasi hujan harus sama atau lebih besar dari waktu konsentrasi. Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi: a) inlet time (to), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas permukaan

tanah menuju salurandrainase. b) Conduit time ( td ), yaitu waktu yang diperlukan oieh air untuk mengalir di sepanjang saiuran sampai titik kontrol yang ditentukan dibagian hilir. Waktu konsentrasi untuk drainase perkotaan terdiri dari waktu yang diperlukan air untuk mengalir melalui permukaan tanah dari tempat terjauh ke saiuran terdekat (inlet time} ditambah waktu untuk mengalir di dalam saiuran ke tempat pengukuran (conduit time). Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus berikut:

tc =to + td (2.10)

Di mana: tc To = waktu konsentrasi (jam); = inlet time, waktu yang diperlukan air hujan mengalir dipermukaan tanah dari titik terjauh ke saiuran terdekat (jam); Td = conduit time, waktu yang diperlukan air hujan untuk mengalir di dalam saiuran sampai ke tempat pengukuran (jam).

Gambar 2.3 Lintasan aliran waktu inlet time (To) dan conduit time (Td) Waktu konsentrasi besarnya sangat bervariasi dan di-pengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini: a) Luas daerah pengaliran b) Panjang saluran drainase c) Kemirinaan dasar saluran d) Debit dan kecepatan aliran Harga To dan Td dan Tc dapat diperoleh dari rumus-rumus emperis, salah satunya adalah Rumus Kirpich, seperti berikut ini,

..... (2.11)

atau dengan rumus berikut ini : ( Dimana: To = inlet time ke saluran terdekat (menit); Lo = jarak aliran terjauh di atas tanah hingga saluran terdekat (m) So = kemiringan permukaan tanah yang dilalui aliran di atasnya. n = koefisien kekasaran, untuk aspal dan beton adalah 0,013; untuk tanah bervegetasi adalah 0,020 dan tanah perkerasan adalah 0.1 00. Harga Td ditentukan oleh panjang saluran yang dilalui aliran dan kecepatan aliran di dalam saluran, seperti ditunjukkan oleh rumus berikut ini. )

............(2.12)

Dimana: Td L1 V = conduit time sampai ketempat pengukuran (jam); = jarak yang ditempuh aliran di dalam saluran ke tempat pengukuran (m); = kecepatan aliran di dalam saluran (m/det).

Lama waktu mengalir di dalam saluran (t d) ditentukan dengan rumus sesuai dengan kondisi salurannya, untuk saluran alami, sifat-sifat hidroliknya sukar ditentukan, rnaka t d dapat ditentukan dengan menggunakan perkiraan kecepatan air seperti pada tabel 2.4. Pada saluran buatan nilai kecepatan aliran dapat dimodifikasi berdasarkan nilai kekasaran dinding saluran menurut Manning, Chezy atau yang lainnya.

Harga Tc ditentukan oleh panjang saluran yang dilalu: aliran dan kemiringan saluran. seperti ditunjukkan oleh rumus berikut ini.

Keterangan: Tc L = Waktu konsentrasi (jam) = Panjang iarak dan tempat terjauh didaerah aliran sampai tempat pengamatan banjir, diukur menurut jalannya sungai (km) S = Perbandingan dari selisih tinggi antara tempat terjauh dan tempat pengamatan, diperkirakan sama dengan kemiringan rata-rata dari daerah aliran

2.2 DATA HUJAN Hujan merupakan komponen yang amat penting dalam analisis hidrologi pada perancangan debit untuk menentukan dimensi saluran drainase. Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam, dengan cara ini berarti hujan yang diketahui adalah hujan total yang terjadi selama satu hari. Untuk berbagai kepentingan perancangan drainase tertentu data hujan yang diperlukan tidak hanya data hujan harian, akan tetapu juga distribusi jam-jaman atau menitan. Dalam pemilihan data dianjurkan untuk menggunakan data hujan hasil pengukutan dengan alat ukur otomatis. Dalam praktek pengukuran hujan dikenal dua jenis alat pengukur hukan yang umum digunakan, yaitu : a. Alat ukur hujan biasa ( manual raingauge)

Data yang diperoleh dari pengukutan dengan menggunkan alat ini, berupa data hasil pencatatan oleh petugas pda setiap periode tertentu. Alat pengukur hujan ini berupa satu corong dan sebuah gelas ukur, yang masing-masing berfungsi untuk menampung julah air hujan dalam satuan hari (hujan harian) b. Alat ukur otomatis (Automatic raingauge) Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan menggunakan alat ini berupa data pemcatata secara terus menerus pada kertas pencatat yang dipasang pada alat ukur. Berdasarkan data ini akan dapat dilakukan analisis untuk memperoleh besaran intensitas hujan. Tipe alat ukur hujan otomatis ada tiga, yaitu : 1. Weighting bucket Raingauge 2. Float Type Raingauge 3. Tapping Bucket Raingauge

2.9.3 Kondisi dan sifat data Data hujan yang baik diperiukan daiam melakukan analisis hidrologi, sedangkan untuk mendapatkan data yang berkualitas biasanya tidak mudah. Data hujan hasil pen-catatan yang tersedia biasanya daiam kondisi tidak menerus dan apabila terputusnya rangkaian data hanya beberapa saat kemungkinan tidak menimbulkan masalah, akan tetapi untuk kurun waktu yang lama tentu akan menimbulkan masalah di dalam melakukan analisis. Menghadapi kondisi data seperti ini Iangkah yang dapat ditempuh adalah dengan melihat akan kepentingan dari sasaran yang dituju, apakah data kosong tersebut perlu diisi kembali. Kualitas data yang tersedia akan ditentukan oleh aiat ukur dan manajemen pengelolaannya.

2.10 PENGOLAHAN DATA 2.10.1 Hujan rerata daerah aliran Hujan rata-rata untuk suatu daerah berdasarkan data hujan dapat dihitung dengan beberapa cara yaitu; a. Rata-rata aljabar

Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan di dalam dan di sekitar daerah yang bersangkutan. ( )

dimana: R = Curah hujan daerah n = Jumlah titik atau pos pengamatan R1,R2,...Rn = Curah hujan di tiap titik pengamatan b. CaraThiessen Jika titik-titik di daerah pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka cara perhitungan curah hujan dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan. dimana: R1, R2,Rn A1, A2,An = curah hujan daerah = curah hujan ditiap titik pengamatan = bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan

Bagian-bagian daerah A1, A2,.......... An ditentukan dengan cara sebagai berikut: Cantumkan titik-titik pengarnatan di dabm dan di-sekitar daerah itu pada peta topografi, kemudian dihubungkan tiap titik yang berdekatan dengan sebuah garis lurus. Dengan demikian akan terlukis jaringan segitiga yang menutupi seluruh daerah. Daerah yang bersangkutan itu dibagi dalam poli-gon-poligon yang didapat dengan menggambar garis bagi tegak lurus pada setiap sisi segitiga terse-gap diwakili o!eh curah

hujan dari titik pengamaton daiam tiap poligon itu. Luas tiap poligon diukur dengan planimeter atau dengan cara lain. CaraThiessen ini memberikan hasil yang lebih teliti daripada cara aijabar. Akan tetapi penentuan titik pengamatar, dan pemiiihan ketinggian akan mempengaruhi ketelitian hasil yang didapat. Kerugian yang lain umpamanya untuk penentuan kembali jaringan segitiga jika terdapat kekurangan pengamatan pada salah satu titik pengamatan.

Gambar Poligon Thiessen c. Cara Isohyet Peta isohyet digambar pada peta topografi dengan perbedaan 10 mm sampai 20 mm berdasarkan data curah hujan pada titik-titik pengamatan di dalam dan sekitar daerah yang dimaksud. Luas bagian daerah antara 2 garis isohyet yang berdekatan diukur dengan planimeter. Demikian pula harga rata-rata dari garis-garis isohyet yang berdekatan yang termasuk bagian-bagian itu dapat dihitung. Curah hujan daerah itu dapat dihitung menurut persamaan sebagai berikut:

di mana :

= curah hujan daerah

R,, R,,....... Rn = curah hujan rata-rata pada bagian A1, A2, ....An A,, A2 .........An = luas bagian-bagian antara garis isohyet

Cara ini adalah cara rasional yang terbaik jika garis-garis isohyet dapat digambar dengan teliti. Akan tetapi jika titik-titik pengamatan itu banyak dan variasi curah hujan di daerah bersangkutan besar, maka pada pembuatan peta isohyet ini akan terdapat kesalahan pribadi si pembuat data.

Gambar Isohyet 2.10.2 Melengkapi data Hasil pengukuran hujan yang diterima oleh pusat Me-teorologi dan Geofisika dari tempattempat pengamatan hujan kadang-kadang ada yang tak lengkap, sehingga di da lam daftar hujan yang disusun ada data hujan yang hilang. Tidak tercatatnya data hujan oleh petugas ditempat pengamatan mungkin karena alat penakarnya rusak atau kelupaan petugas untuk mencatat atau sebab lain. Untuk melengkapi data yang hilang itu kita tidak dapat mengadakan perkiraan. Sebagai dasar untuk perkiraan ini digunakan. data hujan dari tiga tempat

pengamatan yang berdekatan dan mengelilingi tempat pengamatan yang datanya tidak lengkap. Kalau titik-titik itu tadi selisih antara hujan-hujan tahunan normal dari tempat pengamatan yang datanya tak lengkap itu kurang dari 10% maka perkiraan data yang hilang boleh diambil harga rata-rata hitung dari data-data tempat-tempat penga-matan yang mengelilinginya. Kalau selisih itu melebihi 10% diambil cara menurut perbandingan biasa yaitu:

dimana: R = curah hujan rata-rata setahun di tempat pengamatan R datanya harus lengkap rA, rB, rc = curah hujan di tempat pengamatan R A, RB, Rc RA, RB Rc = curah hujan rata-rata setahun di A, B dan C 2.10.3 Periode ulang hujan Suatu data hujan adalah (x) akan mencapai suatu harga tertentu/disamai (x1) atau kurang dari (x,) atau lebih/di-lampaui dari (x1) dan diperkirakan terjadi sekali dalam kurun waktu T tahun, maka T tahun ini dianggap sebagai periode ulang dari (x 1).

Contoh:R2th=115mm

Daiam perencanaan saluran drainase periode ulang /ang dipergunakan tergantung dari fungsi saluran serta daerah tangkap hujan yang akan dikeringkan. Menurut pengalaman, penggunaan periode ulang untuk perencanaan : Saluran kwarter Saluran tersier Saluran sekunder Saluran primer : periode ulang 1 tahun : periode ulang 2 tahun : periode ulang 5 tahun : periode ulang 10 tahun

Penentuan periode ulang juga didasarkan pada pertimbangan ekonomis. Berdasarkan prinsip dalam penyelesaian masalah drainase perkotaan dari aspek hidrologi, sebelum dilakukan

analisis frekwensi untuk mendapatkan besaran hujan dengan Periode Ulang tertentu harus diper-siapkan rangkaian data hujan berdasarkan pada durasi ha-rian, jam-jaman atau menitan. Analisis frekwensi terhadap data hujan yang tersedia dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain Gumbel Type I, Log Normal, Log Person III dan sebagainya. 2.10.4 Debit rencana Debit rencana hendaknya ditetapkan tidak terlalu kecil untuk menjaga agar jangan terlalu sering terjadi ancaman pe-rusakan bangunan atau daerah-daerah sekitarnya oleh banjir besar. Debit rencana juga diupayakan terlalu besar karena bangunan-bangunan yang akan direncanakan menjadi men-jadi tidak ekonomis. Untuk itu debit rencana ditetapkan dengan masa ulang tertentu misalnya 10 tahunan, 25 tahunan, 50 tahunan atau 100 tahunan sesuai dengan umur rencana. Perkiraan besarnya debit rencana periode ulang tertentu dilakukan dengan analisa frekwensi banjir. Analisa ini didasarkan pada data banjir selama beberapa puluh tahun yang lampau. Besarnya banjir rencana disesuaikan dengan umur ekonomis bangunan. Misalnya, suatu gorong-gorong yang diperhitungkan dengan umur 25 tahun tentu tidak akan diperhitungkan dengan banjir 50 tahunan yang mungkin tidak akan pernah terjadi selama umur bangunan tersebut. Debit banjir sungai dapat ditentukan dengan menggunakan data debit aliran maksimum, apabila data debit ini tidak ada maka debit banjir dapat diestimasi dengan menggunakan data hu-jan maksimum. Data debit sungai yang tercatat adalah data sampel dari debit aliran sungai, karena secara faktual tidaklah mungkin pada sebuah sungai memiliki data populasi debit sungai, yang mengandung makna data debit sejak sungai tersebut ada hingga sungai tersebut tiada. Oleh karenanya untuk menggambarkan karakteristik populasi debit banjir digunakan analisis statistik. Debit rencana yang digunakan sebagai nilai rencana pada perencanaan teknik sipil disebut dengan debit rencana. Besar debit rencana ini ditetapkan dengan suatu nilai debit banjir disamai atau dilampaui dalam periode ulang T tahun. Semakin besar periode ulangnya maka semakin besar nilai debit banjirnya. Debit rencana periode ulang 10 tahun lebih besar dari debit rencana periode ulang 5 tahun. Debit rencana periode ulang tahun mengandung makna, misalnya debit rencana 100 tahun, nilai debit banjir ini akan disamai atau dilampaui rata-rata 1

kali dalam 100 tahun atau rata-rata 5 kali dalam 500 tahun atau rata-rata 10 kali dalam 1000 tahun. Untuk menetapkan nilai debit rencana ini dapat digunakan statistik hidrologi Distribusi Gumbel Tipe I atau Distribusi Log Pearson Tipe III.

2.10.5 Distribusi Gumbel Tipe I Rumus-rumus yang dapat digunakan untuk menentukan debit rencana dengan menggunakan analisa Distribusi Gumbel Tipe I adalah sebagaiberikut:

Sebaran data curah hujan harian maksirnum tahunan akan mengikuti sebaran nilai-nilai ekstrim. Dari beberapa tipe sebaran nilai ekstrim yang ada, tipe sebaran Gumbel merupakan tipe sebaran yang sering digunakan di Indonesia untuk menyelesaikan analisis statistik nilai-nilai ekstrim kom-ponen hidrologi. Faktor frekuensi (K) tipe sebaran Gumbel ini untuk periode ulang T tahun dapat diperoleh dengan rumus berikut ini.

( atau:

Keterangan: Qr = debit rencana periode ulang T tahun (m3/det); = debit aliran maksimum tahunan rata-rata (m3/det); K = faktor frekuensi untuk periode ulang T tahun; Sd = standardeviasi (m3/det); = debit aliran maksimum tahunan ke i; n = jumlah data atau tahun; T = periode ulang T tahun Yn = reduced mean Sn = reduced standar deviasi

2.10.6 Uji kecocokan distribusi Untuk menentukan kecocokan (the good nessof fittest) ribusi frekwensi dari sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau parameter. Untuk pengujian parameter dapat dilakukan dengan Uji Chi-kuadrat (Chi-square) atau Uji Smirnov-Kolmogorov. Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering juga disebut uji kecocokan non parametrik (non parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Prosedur untuk Uji Smirnov-Kolmogorov ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: Urutkan data dari besar ke kecil dan tentukan peluang dari masing-masing data tersebut dengan rumus:

Keterangan: P = peluang (%) m = nomor urut data n =jumlah data Tentukan peluang teoritis untuk masing-masing data tersebut berdasarkan persamaan distribusinya dan

Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbe-sar antara peluang pengamatan dengan peluang teoritis: D = maksimum[p(Qmllks )-P' (Qmats )] ... (2.26)

Berdasarkan tabel 2.7, nilai kritis Smirnov-Kolmogorov ditentukan harga Do Apabila D lebih kecil dari Do maka distribusi yang digunakan untuk menentukan debit rencana dapat diterima, sebaliknya jika harga D lebih besar dari Do, maka distribusi yang digunakan untuk menetukan debit rencana tidak diterima. Tabel 2.7 Nilai Kritis Do untuk Uji Smirnov-Kolmogorov N 0,20 0,10 0,05 0,01 5 0,45 0,51 0,56 0,67 10 0,32 0,37 0,41 0,49 15 0,27 0,30 0,34 0,40 20 0,23 0,26 0,29 0,36 25 0,21 0,24 0,27 0,32 30 0,19 0,22 0,24 0,29 35 0,18 0,20 0,23 0,27 40 0,17 0,19 0,21 0,25 45 0,16 0,18 0,20 0,24 50 0,15 0,17 0,19 0,23 0,5 0,5 0,5 n>50 1,07/n 1,22/n 1,36/n 1,63/n0,5

3. DISAIN HIDROLIKA 3.1 UMUM Dalam ilmu hidrolika, sistem pengaliran dapat dibe-dakan dalam 2 jenis yaitu sistem pengaliran melalui saluran tertutup (pipe flow} dan sistem pengaliran melalui saluran terbuka (open channel flow). Pada system pengaliran melalui saluran terbuka (open channel flow) terdapat permukaan air yang bebas (free surface) di mana permukaan bebas ini dipengaruhi oleh tekanan udara luar secara langsung. Pada sistem pengaliran melalui saluran tertutup (pipa flow) seluruh pipa diisi dengan air sehingga tidak terdapat permukaan yang bebas, oleh karena itu permukaan air secara langsung tidak dipengaruhi oleh tekanan udara luar, kecuali hanya oleh tekanan hidraulik yang ada dalam aliran saja. Jika sistem pengaliran melalui pipa (saluran tertutup) yang airnya tidak penuh (masih terdapat muka air bebas) maka dalam meny-elesaian masalahnya masih termasuk pada sistem pengaliran melalui saluran terbuka.

Gambar3.1 Sistem Pengaliran Saluran Tertutup dan Saluran Terbuka

Kedua jenis aliran hampir sama. Penyelesaian masalah aliran dalam saluran terbuka jauh lebih sulit dibandingkan dengan aliran dalam pipa tekan, oleh karena kedudukan permukaan air bebas cenderung berubah sesuai dengan waktu dan ruang, dan juga bahwa kedalaman aliran, debit, kemiringan dasar saluran dan kedudukan permukaan bebas saling bergantung satu sama lain. Aliran dalam suatu saluran tertutup tidak selalu bersi-fat aliran pipa. Apabila terdapat permukaan bebas, harus di-golongkan sebagai aliran saluran terbuka. Sebagai contoh, saluran drainase air hujan (parit) yang merupakan saluran tertutup, biasanya dirancang untuk aliran saluran terbuka sebab aliran saluran drainase diperkirakan hampir setiap saat, memiliki permukaan bebas.

3.2 SISTEM PENGALIRAN PADA SALURAN TERBUKA Aliran pada saluran terbuka terdiri dari saluran alarm dan saluran buatan. Pada saluran alam (sungai), variabel aliran sangat tidak teratur baik terhadap fungsi ruang maupun fungsi waktu sehingga analisis aliran sulit diselesaikan secara analisis dan untuk menyelesaikannya dilakukan secara empiris. Sementara itu pada saluran buatan seperti saluran irigasi atau saluran drainase variabel aliran lebih teratur dan cenderung seragam di sepanjang saluran sehingga analisis aliran lebih mudah dan lebih sederhana.

3.2.1 Klasifikasi Aliran Untuk memudahkan pemahaman tentang aliran pada saluran terbuka dapat dilakukan klasifikasi berdasar-kan perubahan kedalaman aliran sesuai dengan perubahan ruang dan waktu sebagai berikut: 1. Aliran Tetap 2. AliranTidakTetap A. Aliran tetap (Steady flow) Aliran tetap (steady flow) adalah aliran yang mem-punyai kedalaman konstan (tidak berubah) selama jangka waktu tertentu yang bermakna fungsi waktu sebagai tolok ukur (indikator). Aliran tetap (steady flow) dapat dibedakan dalam beberapa golongan yaitu: 1. Aliran Seragam (Uniform flow) Aliran disebut seragam (uniform flow) apabila variabeliran seperti kedalaman, tampang basah, kecepatan dan debit pada setiap tampang disepanjang aliran tetap (konstan) 2. Aliran Berubah (Varied flow) Aliran disebut Berubah (Varied flow) apabila variabel aliran seperti kedalaman, tampang basah, kecepatan dan debit pada setiap tampang disepanjang aliran ti-dak tetap (tidak konstan). Aliran berubah dapat dibe-dakan sebagai berikut: a. Aliran berubah lambat laun (gradually varied)

Aliran saluran terbuka dikatakan berubah lambat laun apabila kedalaman aliran berubah secara lambat laun b. Aliran berubah tiba-tiba (rapidly varied) Aliran saluran terbuka dikatakan berubah tiba-tiba apabila kedalaman aliran berubah tibatiba apabila kedalaman berubah secara tiba-tiba. B. Aliran tidak tetap (Unsteady flow) Aliran tidak tetap (Unsteady flow) adalah aliran yang mempunyai kedalaman berubah-ubah selama jangka waktu tertentu yang bermakna fungsi waktu sebagai tolok ukur (indikator). Banjir merupakan salah satu contoh aliran tidak tetap.tetap (Unsteady flow). Aliran tidak tetap (unsteady flow) dapat dibedakan dalam beberapa golongan yaitu:

1. Aliran seragam tidak tetap (unsteady uniform flow) Aliran saluran terbuka dimanaalirannya mempunyai per-mukaan yang berfluktuasi sepanjang waktu dan tetap dalam praktek. 2. Aliran berubah tidaktetap (unsteady varied flow) Aliran saluran terbuka di mana kedalaman aliran berubah sepanjang waktu dan ruang. Aliran berubah tidak tetap dapat dibedakan menjadi: a. Aliran tidaktetap berubah lambat laun. Aliran saluran terbuka di mana kedalaman aliran berubah sepanjang waktu dan ruang dengan peruba-han kedalaman secara lambat laun. b. Aliran tidak tetap berubah tiba-tiba Aliran saluran terbuka di mana kedalaman aliran berubah sepanjang waktu dan ruang dengan peruba-han kedalaman secara tiba-tiba.

3.2.2 Sifat-sifat aliran Sifat-sifat aliran pada saluran terbuka ditentukan oleh kekentalan dan gravitasi. Tegangan permukaan air dalam keadaan tertentu dapat pula mempengaruhi perilaku aliran, tetapi pengaruh ini tidak terlalu besar. a. Aliran laminar Aliran saluran terbuka dikatakan lamier apabila gaya kekentalan (viscosity) relatif sangat besar dibandingkan dengan gaya inersia sehingga kekentalan berpengaruh besar terhadap perilaku aliran. Butir-butir air bergerak menurut lintasan tertentu yang teratur atau lurus. dan selapis cairan tipis seolah-olah menggelincir diatas lapisan lain.

b. Aliran Turbulensi Aliran saluran terbuka dikatakan turbulen apabila gaya kekentalan relatif lemah dibandingkan dengan gaya in-ersia. Butir-butir air bergerak menurut lintasan yang ti-dak teratur, tidak lancar dan tidak tetap, walaupun butir-butirtersebuttetap bergerak maju didalam aliran secara keseluruhan.

c. Aliran transisi Diantara keadaan laminer dan turbulen terdapat suatu campuran antara aliran laminer dan aliran turbulen yang disebut dengan aliran transisi. Pengaruh kekentalan terhadap kelembaman dapat dinyatakan dengan Angka Reynold yang dirumuskan sebagai berikut:

di mana: Re = Angka Reynold V = Kecepatan Aliran L = Panjang karakteristik v = Kekentalan Kinematik Aliran laminer akan terjadi dalam aliran saluran terbuka untuk harga-harga bilangan Reynold Re lebih kecil dari 500 dan Aliran akan menjadi turbulen apabila Re lebih besardari 1000. Panjang karakteristik yang ada pada angka Reynold adalah jari-jari hidrolis yaitu perbandingan antaraluastampang basah dan keliling basah. Untuk aliran saluran terbuka, Re = 4 R V/v, dimana R adalah jari-jari hidraulik. Selain klasifikasi di atas aliran pada saluran terbuka dapat dibedakan berdasarkan kecepatan dan kedalaman aliran sebagai berikut: a. Aliran Sub Kritis (mengalir) Aliran disebut sub kritis apabila kedalam aliran diberi suatu gangguan seperti melemparkan batu ke dalam aliran dan terjadi penjalaran ke arah hulu seperti diperli-hatkan pada gambar 3.2b. Aliran sub kritis dapat ditentu-kan berdasarkan Angka Fraud (Fr). Kecepatan aliran (V) lebih kecil dari kecepatan rambat gelombang ( b. Aliran Super Kritis (meluncur) Aliran disebut super kritis apabila kecepatan aliran cu-kup besarsehingga aliran yang diberi gangguan seperti melemparkan batu ke dalam aliran menyebabkan penjalaran tidak ke hulu seperti diperlihatkan pada gambar 3.2d. Aliran super kritis dapat ditentukan berdasarkan Angka Froud (Fr). Kecepatan aliran (V) lebih besar dari kecepatan rambat gelombang ( dinyatakan dengan Fr > 1 c. Aliran Kritis ) )dinyatakan dengan Fr < 1

Aliran kritis adalah aliran antara sub kritis dan super kritis di mana kecepatan aliran (V) sama dengan kecepatan rambat gelombang ( ) seperti diperlihatkan pada gambar 3.2c.

Aliran kritis dapat ditentukan berdasarkan Angka Froud (Fr) yaitu Fr = 1Angka Froud (Fr) adalah perbandingan antara kecepatan aliran dengan kecepatan rambat gelombang yang dirumuskan sebagai berikut:

dimana: Fr = Angka Froud V = Kecepatan aliran g = gravitasi y = Kedalaman aliran

Gambar Pola Penjalaran Gelombang

3.2.3 Distribusi kecepatan aliran Dengan adanya suatu permukaan bebas dan ge-sekan di sepanjang dinding saluran, maka kecepatan dalam saluran tidak terbagi merata dalam penampang saluran. Kecepatan maksimum dalam saluran biasa biasanya terjadi di bawah permukaan bebas sedalam 0,05 sampai 0,25 kali kedalaman. Pembagian kecepatan pada penampang saluran juga tergantung pada faktor-faktor lain, seperti bentuk penampang yang tidak lazim, kekasaran saluran dan adanya teku-kan-tekukan. Pada arus yang lebar, deras dan dangkal atau saluran yang sangat licin kecepatan maksimum sering terjadi di permukaan bebas. Pada tikungan, kecepatan menin-gkat pada bagian cembung, menimbulkan gaya sentrifugal pada aliran. Kecepatan minimum terjadi didekat dinding batas (dasar dan tebing saluran) dan bertambah besar dengan jarak menuju permukaaan. Kecepatan maksimum terjadi di sekitar tengah-tengah lebar saluran dan sedikit di bawah permukaan. Pengukuran kecepatan di lapangan dilakukan dengan menggunakan Current Meter (berupa baling-bal-ing yang dihubungkan dengan gauge yang memberikan hubungan antara kecepatan sudut baling-baling dengan kecepatan aliran). Distribusi kecepatan aliran pada saluran terbuka diperlihatkan pada gambar 3.3 berikut:

Gambar 3.3 Distribusi Kecepatan Pada Berbagai Tampang Saluran

3.2.4 Beberapa Rumus Umum A. KECEPATAN ALIRAN: a. Chezy (untuk aliran tetap yang seragam)

di mana: V = Kecepatan rata-rata (m/det) C = Koefisien Chezy R = Jari-jari Hidrolik I = Kemiringan dari permukaan air atau dari gradient energi atau dari dasar saluran, garisgarisnya sejajar untuk aliran mantap yang merata b. Manning

dimana: V = Kecepatan rata-rata (m/det) n = Koefisien Manning R = Jari-jari Hidrolik I = Kemiringan dari permukaan airatau dari gradient energi atau dari dasar saluran, garisgarisnya se-jajar untuk aliran mantap yang merata c. Strickler

di mana: V = Kecepatan rata-rata (m/det) ks = Koefisien strickler d35 = diameter yang berhubungan dengan 35% berat material dengan diameter yang lebih besar R = Jari-jari Hidrolik I = Kemiringan dari permukaan air atau dari gradient energi atau dari dasar saluran, garisgarisnya sejajar untuk aliran mantap yang merata

B. Koefisien C Koefisien C dapat diperoleh dengan menggunakan salah satu dari pernyataan berikut:

Di mana: g = gravitasi f = parameter tergantung R, kekasaran dinding dan Re Beberapa rumus koefisien C yang dapat digunakan untuk penyelesaian masalah kecepatan sebagai berikut:

C. DEBIT (Q) Untuk aliran mantap (tetap) merata, dalam suku-suku rumus Manning adalah:

Kondisi debit pembuangan berfluktuasi sehingga perlu memperhatikan perihal kecepatan aliran (V). Diupay-akan agar pada saat debit pembuangan kecil masih dapat mengangkut sedimen, dan pada keadaan debit besar aman dari bahaya erosi. Syarat-syaratyang berhubungan dengan aliran mantap merata disebut sebagai aliran normal.

D. HEAD LOSS (hL) Head loss atau kehilangan energi dinyatakan dalam rumus Manning adalah: ( )

Untuk aliran tak merata (berubah-ubah), harga rerata dari Vdan R bisa digunakan dengan ketelitian yang masih masuk akal. Untuk saluran yang panjang, dengan pendekatan saluran pendek di mana perubahan-perubahan kedalamannya kira-kira sama besarnya. E. DISTRIBUSI TEGAK DARI KECEPATAN Distribusi tegak dari kecepatan dalam suatu saluran terbuka lebar ke dalam rerata y m distribusi kecepatanya biasa dinyatakan sebagai berikut: ( )

Dan kecepatan rerata V yang diturunkan dari persamaan diatas menjadi:

Untuk aliran turbulen merata dalam saluran terbuka lebar distribusi kecepatannya dinyatakan sebagai berikut:

( )

F.

ENERGI SPESIFIK(E)

Didefinisikan sebagai energi persatuan berat (Nm/N) relatif terhadap dasar saluran yaitu: E = kedalaman + Head kecepatan = y + W2g Sebuah pernyataan yang lebih pasti dari suku energi kinetiknya akan merupakan: a.W2g

dengan a sebagai faktor koreksi energi kinetik dalam suku-suku laju aliran q per satuan lebar b (yaitu q = Q/b)

( atau (

( ))

Untuk aliran rerata. energi spesifiknya selalu tetap dari bagian ke bagian. Untuk aliran tak merata energi spesifiknya sepanjang. Dengan saluran bisa naik bisa turun. G. KEDALAMAN KRITIS Kedalam kritis yc untuk suatu aliran satuan tetap q dalam saluran segiempat terjadi bila energi spesifiknya minimum, Dengan persamaan sebagai berikut: ( )

Jadi bila bilangan tersebut Re = 1, terjadi aliran kritis, jika Re > 1, terjadi aliran super kritis atau aliran deras, dan jika Re < I. terjadi aliran sub kritis atau aliran tenang. H. ALIRAN SATUAN MAKSIMUM Aliran satuan maksimum atau Q maka dalam saluran segiempat untuk setiap energi spesifik E tertentu, adalah: ( ) [ ( ) ]

Untuk aliran kritis di dalam saluran bukan segiempat adalah : atau dimana : b'adalah lebar permukaan airnya atau bisa disusun kembali dengan membagi dengan Ac2 sebagai berikut:

dimana suku ac/b disebut kedalaman rerata Ym I. ALIRAN TAK MERATA

Untuk aliran tak merata, suatu saluran terbuka biasanya dibagi ke dalam panjang-panjang L yang disebut daerah-daerah untuk studi. Untuk menghitung kurva-kurva air yang dibendung, persamaan energinya: ( ) ( )

di mana: So= kemiringan dasar saluran S = kemiringan gradien energi

J.

LOMPATAN HIDROLIK

Lompatan hidrolik terjadi bila suatu aliran super kritis berubah menjadi aliran sub kritis. Dalam hal seperti itu ke-tinggian permukaan air naiksecara tiba-tiba dalam arah alirannya. Untuk suatu aliran tetap sebuah saluran segiempat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

3.3 SISTEM PENGALIRAN PADA SALURAN TERTUTUP Sistem pengaliran pada saluran tertutup tidak ter-dapat permukaan bebas sehingga ketentuan mengenai tahanan aliran pada saluran tertutup yang penuh tidak sama dengan yang berlaku pada saluran terbuka. Persamaan tahanan dapat diturunkan bagi setiap kasus dengan menyamakan gaya geser yang menahan di perbatasan dengan gaya penggerak yang berkerja pada arah normal terhadap saluran.

3.3.1 Jenis aliran Aliran dalam saluran terbuka digerakkan oleh gaya penggerak yang dilakukan oleh jumlah berat aliran yang mengalir menuruni lereng. Dalam saluran tertutup gaya pengerak tersebut dilakukan oleh gradien tekanan. Berbeda dengan aliran air pada saluran terbuka, maka pada saluran tertutup hanya terdapat satu jenis aliran yaitu aliran tetap (steady flow) 3.3.2 Sifat aliran Ada dua jenis sifat aliran pada aliran tetap (steady flow) dalam aliran air saluran tertutup (pipa). Aliran-aliran tersebut dinamakan aliran laminer dan aliran turbulen. a. Bilangan Reynold Aliran dari suatu zat cair dalam pipa adalah laminer atau turbulen dan bisa dibedakan sesuai dengan nilai dari bilangan Reynold. Bilangan Reynold (Re) ini adalah tak berdimensi, dan sama dengan hasil kali kecepatan kara-kteristik dari sistem, dibagi dengan kecepatan kinematik dari cairan, kesemuanya dinyatakan dengan satuan yang konsisten.

di mana : Re = Angka Reynold (tak berdimensi) D = Diameter bagian dalam dari pipa (m) V = Kecepatan aliran (m/dt) u = Kekentalan dari zat alir (m2/dt). u = Kekentalan kinematik (pa dt) b. Aliran Laminer Pada aliran laminer partikel-partikel zat cair bergerak di sepanjang lintasan-lintasan lurus, sejajar dalam lapisan-lapisan. Besarnya kecepatan-kecepatan dari lapisan-lapisan yang berdekatan tidak sama. Aliran Iaminer diatur oleh hukum yang menghubungkan tegangan geser ke laju perubahan bentuk sudut. yaitu hasil kali kekentalan zat cair dan gradien kecepatan atau r = dv/dy. Kekentalan zat cair tersebut dominan dan karenanya mencegah setiap kecenderungan menuju kondisi-kondisi turbulen.

Kecepatan kritis yang punya arti penting bagi praktisi adalah kecepatan di bawah mana semua turbulensi dire-dam oleh kekentalan zat alirnya.Telah ditemukan bahwa batas atas aliran Iaminer yang mempunyai arti penting dinyatakan oleh suatu bilangan Reynolds sebesar 2000 atau Re < 2000 dan aliran zat cair yang bilangan Reynolds-nya berada pada 2000 - 4000 akan berubah dari Iaminer menjadi turbulen. c. Aliran Turbulen Karakteristik aliran turbulen adalah sangat penting mengingat hampir semua aliran dalam drainase berada dalam kategori aliran turbulen. Koefisien yang berlaku untuk kondisi turbulen, bila rumus hidrolika dengan bilangan reynolds akan digunakan, berubah sesuai dengan kekasaran dinding pipa maupun kekenyalan dan kerapatan dari zat alirnya. Aliran turbulen dapat di-klasifikasikan sebagai berikut: 1. Aliran dalam pipa mulus 2. Aliran dalam pipa relatifkasar, pada kecepatan ting-gi dianggap sepenuhnya kasar. 3. Aliran pada daerah diantara kedua kondisi tersebut. Hampir semua masalah hidrolika yang biasa, di-hubungkan dengan aliran dalam katagori yang terakhir ini.

3.3.3 Beberapa Rumus Umum a. Kehilangan Tenaga Aliran Melalui pipa Pada zat cair yang mengalir di dalam bidang batas (pipa, saluran terbuka atau bidang datar) akan terjadi tegan-gan gesert dan gradien kecepatan pada seluruh medan aliran karena adanya kekentalan. Tegangan geser tersebut akan menyebabkan terjadinya kehilangan tenaga selama pengaliran. Rumus yang ditetapkan untuk aliran laminer dari cairan dalam pipa dapat ditentukan secara rasional. Dilain pihak, hukum yang mengendalikan aliran turbulensi harus diperkirakan, karena gejala turbu-lensi itu sendiri belum sepenuhnya dipahami. Chezy menyatakan bahwa kehilangan tekanan dalam aliran di dalam pipa berubah sesuai dengan akardari kecepatan. Hampir satu abad kemudian DARCY - WEISBBACH dan yang lain-lainnya menerima hipotesis Chezy dan men-gusulkan yang sekarang dikenal sebagai rumus Chezy Weisbach:

di mana: hf = Energi yang hilang karena geseran, L = Panjang pipa (m) D = Garis tengah bagian dalam pipa (m) f = Koefisien Darcy-Weisbach, tanpa dimensi (Friction factor), g = Gravitasi pada percepatan terjun bebas (m/de-tik'), 9,8 m/dt2 Faktor geseran f tergantung pada nilai bilangan Reynolds (Re) dari nilai angka tanpa dimensi k/d yang me-wakili kekasaran relatif dinding pipa, dimana k merupakan ekivalensi dari kekasaran dinding (m). Banyak metode un-tuk menghitung faktor geser pipa (f). Secara umum bahwa persamaan Colebrook - White adalah yang terbaik untuk dipakai, karena persamaan tersebut menerangkan faktor geser pipa secara tepat, yang mencakup keseluruhan macam turbulensi, untuk pipa-pipa komersial.

Harus diselesaikan secara iterasi, untuk mendapatkan faktor geser dari kekasaran dinding; ratio tinggi/garis tengah k/d, dan bilangan Reynolds. Selain itu persamaan lain yang diturunkan oleh Barr (1975) dan Swamee dan Jain (1976) yang sebanding dengan persamaan Colebrook-White sampai 1 atau 2 %. b. Kehilangan head pada Pipa ekivalen, bersambung, beruntai dan bercabang Sebuah pipa ekivalen, dengan pipa lainnya atau dengan suatu sistem pipa bila, untuk suatu head turun ter-tentu, dihasilkan aliran yang sama dalam pipa ekivalen itu seperti yang telah dihasilkan dalam sistem tersebut. Seringkali terbukti lebih mudah untuk mengganti suatu sistem yang rumit dengan sebuah pipa ekivalen tunggal. Pipa-pipa bersambung terdiri dari pipapipa dari beberapa ukuran yang berhubungan seri. Pipa-pipa beruntai terdiri dari dua atau lebih pipa yang bercabang dan kembali bertemu di arah hilirnya (sejajar). Pipa-pipa bercabang terdiri dari dua atau lebih pipa yang bercabang dan tidak kembali bertemu dihilirnya. Untuk

menyelesaikan permasalahan ini dapat digunakan Rumus HAZEN-WILLIAMS, rumus pembuangannya adalah:

di mana: Q = D = S = C1 =

Aliran dalam m3/dt Garis tengah pipa bagian dalam (m) Kemiringan Gradien Hidraulik Koefisien kekasaran ralatif Hazen-Williams, (di-dasarkan pada label lampiran )

Untuk mendapatkan head (tinggi tekanan) yang turun dapat diperoleh dengan menggunakan diagram B (pada lampiran). Dalam diagram B, ini aliran Q dinyatakan dalam juta gallon per hari (million gallons per day)= mgd. Faktor konversinya adalah: 1mgd = 1 ,547 cfs = 0.0438 m3/dt Untuk menyelesaikan perhitungan kehilangan head tinggi tekanan yang turun akibat adanya perubahan ben-tuk pipa dapat pula digunakan rumus Bernoulli yaitu: Head turun total :
( )

di mana : h = Head turun total (m) f = Koefisien geser dalam pipa d = Diameter dalam pipa (m) g = Percepatan gravitasi, 9,8 m2/dt k = Koefisien kontraksi (untuk patokan harga K dapat dilihat pada label lampiran) Dalam merancang drainase perkotaan di Indonesia umumnya masih menggunakan pendekatan cara konven sional, yaitu dengan menggunakan saluran terbuka. Apabila digunakan saluran yang ditanam dalam tanah, yang biasanya berbentuk bulat atau persegi, maka diasumsikan agar saluran tersebut penuh secukupnya dalam arti tidak tertekan, sehingga masih dapat dipergunakan persamaan saluran terbuka. Rumus Manning biasanya digunakan untuk memperlihatkan kehilangan tekanan akibat geser dalam saluran tertutup.

Perencanaan sistem drainase air hujan di negara-negara yang sudah maju ada kecenderungan pemakaian pipa, dengan menggunakan prinsip aliran di saluran tertutup. Karena cara ini menggunakan saluran tertutup, sehingga alirannya tertekan, keuntungannya dimensi yang diperlu-kan dapat diturunkan, terutama di daerah terjal. Untuk aliran bertekanan, persamaan Manning hanya diterapkan pada daerah yang betul-betui kasar. Oleh ka/e-na itu rumus tersebut sering tidak bisa diterapkan untuk berbagai kasus aliran bertekanan "dan karenanya jarang dipakai. Persamaan oleh brooke - white yang disarankan. Bila merancang untuk aliran yang bertekanan, maka besar kehilangan energi di sumuran perlu diperkirakan secara te-pat, karena gejala tersebut sangat berarti pada situasi aliran tertekan. Sumber utama dari data untuk kehilangan energi di sumuran adalah Gambar Missouri" dari Sangster, Word, Smerdon dan Bossy (1958). 3.4 GORONG-GORONG Bangunan gorong-gorong ini dimaksudkan untuk meneruskan aliran air buangan yang melintas dibawah jalan raya. Dalam merencanakan gorong-gorong ini perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : harus cukup besar untuk melewatkan debit air mak-simum dari daerah pengaliran secara efisien Kemiringan dasar gorong-gorong dibuat lebih besar dari saluran pembuangannya, dimaksudkan agar dapat menggelontor sedimen. Keadaan aliran pada gorong-gorong.

Dikenal ada 2 keadaan aliran gorong-gorong yakni: kendali inlet kendali outlet

Untuk setiap jenis pengendalian, rumus serta faktor yang berlainan harus digunakan. Adapun rumus-rumusnya sebagai berikut: Rumus untuk gorong-gorong kotak yang pendek yang berpengendalian inlet telah diberikan oleh Henderson FM " Open Chanel Flow" (1 966). yaitu:

a. Bila Hw/D < 1 ,2 kira-kira permukaan air pada bagian masuk tidak akan menyinggung bagian atas dari lubang gorong-gorong oleh karena itu arus menjadi kritis. Oleh karena itu debit maka debitnya adalah:

di mana: B = lebarlubang Cb = koefisien yang menyatakan pengaruh Apabila tepi vertikalnya dibuat bulat dengan radius 0.' B atau lebih, maka tidak akan ada penyempitan samping dan Cb = 1, Bila tepi vertikalnya dibiarkan tetap persegi: Cb = 0,9.

b. Apabila Hw/D > 1,2 kira-kira permukaan air akan me-nyentuh bagian atas lubang gorong-gorong, dan un-tuk nilai atau nilai yang lebih besar dari 4, maka tempat masuk gorong-gorong akan berlalu pintu geser. Hasil eksperimen memperlihatkan bahwa pengaruh kombi-nasi dari penyempitan vertikal maupun horizontal dapat diutarakan sebagai satu koefisien penyempitan, Cb, di bidang tegak, yang untuk dasar langit-langit yang dibulatkan dan tepi vertikal adalah 0,8, sedangkan untuk tepi persegi adalah 0.6. Debit bisa dihitung berdasarkan asumsi tersebut dengan memakai persamaan:

3.5 APLIKASI HIDROLIKA PADA PERENCANAAN DRAINASE Yang perlu diperhatikan dalam perencanaan drainase dilihat dari sisi hidrolika adalah sebagai berikut: a. Kecepatan maksimum aliran agar ditentukan tidak lebih besar dari kecepatan maksimum yang diijinkan sehingga tidakterjadi kerusakan.

b. Kecepatan minimum aliran agar ditentukan tidak lebih kecil dari pada kecepatan minimum yang diijinkan sehingga tidak terjadi pengendapan dan pertumbuhan tana man air. c. Bentuk penampang saluran agar dipilih berupa segi empat, trapesium, lingkaran, bagian dari lingkaran, bulat telor, bagian dari bulat telor, atau kombinasi dari bentuk - bentuk diatas. d. Saluran hendaknya dibuat dalam bentuk majemuk. terdiri dari saluran kecil dan saluran besar, guna mengurangi beban pemeliharaan. e. Kelancaran pengaliran air dari jalan kedalam saluran drainase agar dilewatkan melalui lubang pe-matus yang berdimensi dan berjarak penempatan tertentu. f. Dimensi bangunan pelengkap seperti gorong-gorong, pintu air dan lubang pemeriksaan agar ditentukan berdasarkan kriteria perancangan sesuai dengan macam kota, daerah dan macam saluran.

4. DEBIT RENCANA 4.1 DEBIT PERIODE ULANG Debit rencana adalah debit maksimum yang akan dialirkan oleh saluran drainase untuk mencegah terjadinya genangan. Untuk drainase perkotaan dan jalan raya, sebagai debit rencana ditetapkan debit banjir maksimum periode ulang 5 tahun, yang mempunyai makna kemungkinan banjir maksimum tersebut disamai atau dilampaui 1 kali dalam 5 tahun atau 2 kali dalam 10 tahun atau 20 kali dalam 100 tahun. Penetapan debit banjir maksimum periode ulang 5 tahun ini berdasarkan pertim-bangan: a) Risiko akibat genangan yang ditimbulkan oleh hu-jan relatif kecil dibandingkan dengan banjir yang ditimbulkan meluapnya sebuah sungai b) Luas lahan di perkotaan relatif terbatas apabila ing-in direncanakan saluran yang melayani debit banjir maksimum periode ulang lebih besar dari 5 tahun c) Daerah perkotaan mengalami perubahan dalam periode tertentu sehingga mengkibatkan perubahan pada saluran drainase.

Perencanaan debit rencana untuk drainase perkotaan dan jalan raya dihadapi dengan persoalaan tidak tersedianya data aliran. Umumnya untuk menentukan debit aliran akibat air hujan diperoleh dari hubungan rasional antara air hujan dengan limpasannya. Untuk debit air limbah rumah tangga diestimasikan 25 liter perorang perhari, yang meningkat se-cara linear dengan jumlah penduduk. 4.2 LANGKAH PERHITUNGAN DEBIT RENCANA Untuk dapat memahami penentuan debit rencana berikut ini diberikan contoh dengan angkaangka. Pada per-encanaan sebuah drainase perkotaan dimisalkan suatu dae-rah aliran memiliki luas 0,2 km2 dengan tipe kawasan yang terdapat di dalamnya sebagai berikut: kawasan pemukiman 0,04 km2; dengan nilai koefisien pengaliran 0,60 kawasan perdagangan 0,08 km2; dengan nilai koefisien pengaliran 0,80 kawasan daerah tak terbangun 0,06 km2; dengan nilai koefisien pengaliran 0,20 jalan aspal 0,01 km2; dengan koefisien pengaliran 0,90 dan jalan tanah 0,01 km2. dengan koefisien pengaliran 0,70

Daerah aliran seperti diperlihatkan Gambar 4.1, air hujan yang terjauh dari titik A mengalir ke ujung saluran di titik B, kemudian bersama-sama aliran lainnya mengalir ke dalam saluran B-C menuju titik pengamatan di C. Data lainnya adalah kemiringan tanahsearahA-B 0,0006 danjaraknya 200 m; panjang saluran B-C adalah 600 m dan kecepatan air di dalam saluran 0,5 m/det. direncanakan kemiringan dasar saluran 0,0004. Data curah hujan harian maksimum tahunan selama 10 (1978-1987) seperti diperlihatkan padaTabel 4.1 kolom 3. Tabel4.1 Hujan harian maksimum tahunan 10 tahun (1978-1987) No (1) 1. 2. 3. 4. Tahun (2) 1978 1979 1980 1981 R24 maks (mm) (Ri-Rrerata)2 (3) 115 87 70 55 (4) 237,16 158,76 876,16 1989,16

No (1) 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Tahun (2) 1982 1983 1984 1985 1986 1987 Jumlah

R24 maks (mm) (Ri-Rrerata)2 (3) 57 85 136 53 197 141 996 (4) 1814,76 213,16 1324,96 2171,56 9486,76 1713,96 19986,4

Gambar 4.1 Daerah aliran sebuah drainase perkotaan Langkah pertama adalah menetapkan nilai koefisien aliran pada daerah aliran tersebut sebagai berikut: kawasan pemukiman =0,04/0,2x0,6 =0,12 kawasan perdagangan = 0,08/0,2 x 0,8 = 0,32 kawasan daerah tak terbangun = 0,06/0,2 x (0,2+0,35)/2 = 0,085 jalan aspal = 0,01/0,2x0,9 =0,045 jalan tanah = 0,01/0,2x0,70 =0,035 Nilai koefisien aliran (C) daerah aliran = 0,605 Langkah berikutnya menghitung waktu konsentrasi dan koefisien tampungan pada daerah aliran sebagai berikut: 1) Waktu konsentrasi daerah aliran di titik C: Inlet Time:

Conduit Time:

Waktu Konsentrasi: Tc = To + Td Tc = 0,570 + 0,278 = 0,848 jam

2) Koefisien tampungan daerah aliran:

Berdasarkan data curah hujan pada Tabel 4.1 dapat dilakukan perhitungan hujan rencana sebagai berikut:

Diasumsikan debit banjir periode ulang 5 tahun di-hasilkan oleh hujan rencana periode ulang 5 tahun. 1 ) Hujan rencana periode ulang 5 tahun:

Hujan Rencana :

2) Banjir rencana periode ulang 5 tahun Dari perhitungan diatas diperoleh C=0,605; Cs=0,859; Tc=0,848 jam dan luas daerah A=0,2 km 2, maka : ( ) ( )

Jadi debit rencana periode ulang 5 tahun untuk drainase perkotaan tersebut sebesar 1,495 m3/detik

5. SALURAN DRAINASE Pada saluran drainase perkotaan secara umum dikenal ada duajenis konstruksi saluran, yaitu: 1. Saluran tanah tanpa lapisan dan 2. saluran dengan lapisan, seperti pasangan batu, beton, kayu dan baja. Saluran tanah memiliki kapasitas maksimum yang dibatasi oleh kemampuan jenis tanah setempatterhadap bahaya erosi akibat aliran terlalu cepat. Hal tersebut menjadi salah satu alasan mengapa diperlukannya saluran dengan lapisan, meskipun harga saluran dengan lapisan lebih mahal. Untuk drainase perkotaan dan jalan raya umumnya dipakai saluran dengan lapisan. Selain alasan seperti dikemukan di atas, estetika dan kestabilan terhadap gangguan dari luar seperti lalu lintas merupakan alasan lain yang menuntut saluran drainase perkotaan dan jalan raya dibuat dari saluran dengan lapisan. Saluran ini dapat berupa saluran terbuka atau saluran yang diberi tutup dengan lubang-lubang kontrol di tempat-tempat tertentu. Saluran yang diberi tutup ini bertujuan supaya saluran memberikan pandangan yang lebih baik atau ruang gerak bagi kepentingan lain di atasnya.

5.1 KRITERIA TEKNIS Dalam perencanaan dan pelaksanaan pembuatan saluran drainase, kriteria teknis saluran drainase untuk air hujan dan air limbah perlu diperhatikan agar saluran drainase tersebut dapat bekerja sesuai dengan fungsinya. Kriteria teknis saluran drainase tersebut adalah sebagai berikut: a. Kriteria teknis saluran drainase air hujan: 1. muka air rencana lebih rendah dari muka tanah yang akan dilayani; 2. aliran berlangsung cepat, namun tidak menimbul-kan erosi; 3. kapasitas saluran membesar searah aliran.

b. Kriteria teknis saluran drainase air limbah: 1. muka air rencana lebih rendah dari muka tanah yang akan dilayani; 2. tidak mencemari kualitas air sepanjang lintasannya;

3. tidak mudah dicapai oleh binatang yang dapat me-nyebarkan penyakit; 4. ada proses pengenceran atau penggelontoran sehingga kotoran yang ada dapat terangkut secara cepat sampai ke tempat pembuangan akhir; 5. tidak menyebarkan bau atau mengganggu estetika.

5.2 BENTUK PENAMPANG SALURAN Mengingat bahwa tersedianya lahan merupakan hal yang perlu dipertimbangkan, maka penampang saluran drainase perkotaan dan jalan raya dianjurkan mengikuti Penampang Hidrolis Terbaik, yaitu suatu penampang yang memiliki luas terkecil untuk suatu debit tertentu atau memiliki keliling basah terkecil dengan hantaran maksimum. Unsur-unsur geometris Penampang Hidrolis Terbaik diperlihat-kan padaTabel 5.1 berikut ini: Tabel 5.1 UnsurGeometrik Penampang Hidrolis Terbaik Kelililing Penampang Luas No Basah Melintang (A) (P) 1. Trapesium (setengah segi 33.Y2 6/3.Y enam) 2. Persegi panjang (setengah 2Y2 4Y bujur sangkar) 3. Segitiga (setengah bujur Y2 4/2.Y sangkar) 4. Setengah lingkaran /2.Y2 Y 2 5. Parabola 4/3. 2.Y 8/3. 2.Y 6. Lengkung Hidrolis 1,3959.Y2 2,9836.Y

Jari-jari Hidrolis (R) .Y .Y .2.Y .Y .Y 0,46784.Y

Lebar Puncak (T) 4/3.Y 2Y 2Y 2Y 2. 2.Y 1,917532.Y

Gambar 5.1 Penampang hidrolis terbaik penampang melintang persegipanjang dan penampang melintang trapesium

Untuk mencegah gelombang atau kenaikan muka air yang melimpah ke tepi, maka perlu tinggi jagaan pada saluran, yaitu jarak vertikal dari puncak saluran ke permukaan air pada kondisi debit rencana. Tinggi jagaan ini (F) berkisar 5% sampai 30% kedalaman aliran. Dibandingkan dengan air limbah, air hujan memiliki perbandingan yang besar antara debit puncak dan debit normal. Hal tersebut menyebabkan saluran drainase air hujan mempunyai efektifitas rendah dan hanya berfungsi secara maksimal pada saat musim hujan saja. Oleh karena itu, untuk saluran drainase air hujan dianjurkan penampangnya ber-bentuk saluran tersusun, misalnya seperti gambar di bawah ini. Penampang setengah lingkaran diharapkan berfungsi mengalirkan debit lebih kecil dari debit rencana atau debit akibat hujan harian maksimum rata-rata.

Gambar 5.2 Penampang saluran tersusun

5.3 DIMENSI SALURAN Dimensi saiuran harus mampu mengalirkan debit rencana atau dengan kata lain deDit yang dialirkan oleh saiuran (Qs) sama atau lebih besar dari debit rencana (QT). Hubun-gan ini ditunjukkan sebagai berikut: QsQT Debit suatu penampang saiuran (Qs) dapat diperoleh dengan menggunakan rumus seperti di bawah ini. Qs = As.V di mana: As = luas penampang saiuran tegak lurus arah aliran (m2); V = kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/det);

Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran dapat dihitung dengan menggunakan Rumus Manning sebagai berikut:

di mana: V = kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (mldet); n = koefisiesn kekasaran Manning R = jari-jari hidrolis(m); S1 = kemiringandasar saluran As = luas penampang saluran tegak iurus arah aliran (m2); P = keliling basah saluran (m) Tabel 5.2 Koefisien Kekasaran Manning untuk Gorong-gorong dan Saluran Pasangan Tipe Saluran a. Baja b. Baja permukaan gelombang c. Semen d. Beton e. Pasangan batu f. Kayu g. Bata h. Aspal Koefisien Manning (n) 0,011 -0,014 0,021 -0,030 0,010-0,013 0,011 -0,015 0,017-0,030 0,010-0,014 0,011 -0,015 0,013

Perhitungan dimensi saluran drainase perkotaan dan jalan raya dianjurkan memperhatikan halhal berikut: 1. Karena alasan teknis dan estetika, saluran direncanakan dengan lapisan/pasangan tahan erosi.

2.

Pada saluran dengan pasangan ini kecepatan aliran maksimum yang dapat menyebabkan erosi tidak perlu dipertimbangkan. Demikian juga dengan kecepatan yang dapat mencegah tumbuhnya vegetasi, yaitu Vmin = 0,6 m/det dapat juga diabaikan karena dengan asumsi saluran dipelihara dan dibersihkan.

3.

Hendaknya dipakai saluran Penampang Hidrolis Terbaik, yaitu penampang dengan luas minimum mampu membawa debit maksimum

Perhitungan dimensi saluran drainase perkotaan dilakukan dengan cara coba-coba (trial and error). Hal ini disebabkan karena pada Rumus 5.1, nilai Qs dan QT masing-masing mengandung nilai kecepatan aliran V. Prosedur per-hitungan ini dimulai dengan membuat persamaan numeris Rumus 5.1, sebagai berikut: A. Persamaan Numeris QT 1) Waktu Konsentrasi (Tc): a. Waktu To pada Rumus 2.11 dirubah satuannya dari menit menjadi jam

b. Waktu Td pada Rumus 2.13 satuannya dijadikan dalam jam karena satuan kecepatan aliran adalah m/det. ( ( ) )

c. Substitusi To dan Td tersebut kedalam rumus

2) Koefisien Tampungan (Cs) Subtitusi Tc dan Td diatas kedalam rumus

( ( ( )

) )

3) Intensitas Hujan (I) Subtitusi Tc kedalam rumus ( )( )

)(

4) Debit Rencana (QT) Subtitusi I dan Cs kedalam rumus

( ( ( )

) )

( (

) ) ( )

)(

B. Persamaan Numeris Qs 1. Penampang Hidrolis Terbaik Persegi Panjang a. Kedalaman Aliran Saluran (Y) Menurut tabel 5.1 jari-jari hidrolis (R) : R=0,5Y Subsitusi nilai R tersebut kedalam rumus manning

( (

) )

b. Luas Penampang Aliran Saluran (As)

c. Debit Saluran (Qs) Subtitusi nilai A diatas kedalam rumus

2. Penampang Hidrolis Terbaik Trapesium a. Kedalaman Aliran Saluran (Y) Jari-jari hidrolis R R=0,5Y Subsitusi nilai R kedalam rumus Manning

b. Luas Penampang Aliran Saluran (As)

Subsitusi nilai Y diatas maka

c. Debit Saluran (Qs) Subsitusi nilai A kedalam rumus

3. Penampang Hidrolis Terbaik Segitiga a. Kedalaman Aliran Saluran Jari-jari hidrolis R

Subtitusi niali R tersebut kedalam rumus Manning

b. Luas Penampang Aliran Saluran (As)

Subtitusi nilai diatas maka

c. Debit Saluran (Qs) Subsitusi nilai A kedalam rumus

4. Penampang Hidrolis Terbaik Setengah Lingkaran a. Kedalaman Aliran Saluran Jari-jari hidrolis R

b. Luas Penampang Aliran Saluran (As)

Subtitusi nilai diatas maka

c. Debit Saluran (Qs) Subsitusi nilai A kedalam rumus

Bagan alir perhitungan numeris dimensi penampang saluran yang diperoleh dengan mencobacoba harga V diperlihatkan pada gambar berikut ini

Vous aimerez peut-être aussi