Vous êtes sur la page 1sur 11

Asma 1.

Definisi
Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.

Dari definisi di atas, maka dapat diambil poin penting mengenai asma, yaitu : y y Asma merupakan penyakit gangguan jalan nafas Ditandai dengan hipersensitifitas bronkus dan bronkokostriksi Diakibatkan oleh proses inflamasi kronik Bersifat reversibel

y y

2. Epidemiologi

Prevalensi pada dasarnya dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain : - jenis kelamin - umur pasien - faktor keturunan - faktor lingkungan. Pada anak : prevalensi anak laki-laki : perempuan = 1,5 : 1, tetapi menjelang dewasa, perbandingan tersebut lebih kurang sama, dan pada masa menopouse perempuan lebih banyak dari laki-laki. Angka ini juga berbeda-beda antara satu kota dengan kota lain negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7 %. Berdasarkan hasil penelitian yang diadakan di Indonesia terhadap mahasiswa kedokteran sebanyak 181 orang, ditemukan 5% yang menderita penyakit asma.
3. Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial. 1. Faktor predisposisi Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. 2. Faktor presipitasi a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

y Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang,


serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi)

y Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan) y Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam
dan jam tangan) b. Infeksi Saluran Napas c. Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. d. Stress Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. e. Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. f. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
4. Klasifikasi Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi : 1. Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, misalnya debu. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
2. Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, misalnya akibat udara dingin. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. 3. Asma Gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
5. Patofisiologi 1. Asma Ekstrinsik Fase sensitisasi Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen. Alergen masuk (melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan) ditangkap oleh makrofag bekerja sebagai APC mempresentasikan alergen dan melepaskan IL-1 mengaktifkan Thelper melepasan IL-2 sebagai signal sel B untuk berproliferasi menjadi sel plasma dan membentuk IgE diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. ( belum menunjukkan gejala ) Bila terpapar kedua kali dengan alergen yang sama: alergen masuk tubuh diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel

y pertama kali dikeluarkan adalah : histamin (efeknya cepat ), Eosinophil


Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin hiperaktifitas bronkus (bronkokonstriksi), infiltrasi sel radang (odem) , dan peningkatan permeabilitas (hipersekresi mukus) menimbulkan rasa sesak, wheezing dan batuk yang produktif.

y Yang sekunder : ( mempertahankan efek dari mediator primer )


y y y y

Leukotrien ( LTC4, LTD4, LTE4) PAF ( platelet agregation factor ) Prostaglandin Tromboxan (TXA2)

2. Asma Intrinsik Faktor pencetus ( misal: ISPA gangguan saraf otonom (saraf simpatis) blokade adrenergik beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.

Reseptor adrenergik beta terdapat pada enzim dalam membran sel (adenyl-cyclase) bila dirangsang enzim adenyl-cyclase diaktifkan akan mengkatalisasi ATP menjadi 3 5 cyclic AMP menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronkus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit / basofil dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Bila reseptor adrenergik beta dihambat maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan akibatnya terjadi bronkokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas. 6. Manifestasi Klinik Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. y Stadium pertama : batuk-batuk berkala dan kering. Batuk karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. y Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang +wheezing . Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. y Stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia Klasifikasi berdasarkan gejala asma:

Derajat Intermiten

Gejala Gejala kurang dari 1x/minggu Asimtomatik -Gejala lebih dari 1x/minggu tapi kurang dari 1x/hari -Serangan dapat menganggu Aktivitas dan tidur -Setiap hari, -serangan 2 kali/seminggu, bisa berahari-hari. -menggunakan obat setiap hari -Aktivitas & tidur terganggu - gejala Kontinyu -Aktivitas terbatas -sering serangan

Gejala malam

Faal paru Kurang dari 2 kali APE dalam sebulan 80% Lebih dari 2 kali dalam sebulan APE >80%

>

Mild persistan

Moderate persistan

Lebih 1 kali dalam APE 60seminggu 80%

Severe persistan

Sering

APE <60%

Dampak yang ditimbulkan oleh asma Bronkhiale adalah : y Sistem Pernafasan 1. Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas, perpendekan periode inspirasi, pemanjangan ekspirasi disertai wheezing. 2. Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi sternum, pengangkatan bahu waktu bernafas). a. b. c. d.
y

Pernafasan cuping hidung. Adanya mengi yang terdengar tanpa stetoskop. Batuk keras, kering dan akhirnya batuk produktif. Faal paru terdapat penurunan FEV1.

Sistem Kardiovaskuler 1. Takikardia 2. Tensi meningkat 3. Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah) 10 mmHg pada waktu inspirasi). 4. Sianosis 5. Diaforesis 6. Dehidrasi Psikologis 1. Peningkatan ansietas (kecemasan) : takut mati, takut menderita, panik, gelisah. 2. Ekspresi marah, sedih, tidak percaya dengan orang lain, tidak perhatian. 3. Ekspresi tidak punya harapan, helplessness. Sosial 1. 2. 3. 4.

Ketakutan berinteraksi dengan orang lain. Gangguan berkomunikasi Inappropiate dress Hostility toward others

Hematologi 1. Eosinofil meningkat > 250 / mm3 2. Penurunan limfosit dan komponen sel darah putih yang lain. 3. Penurunan Immunoglobulin A (IgA) 7. Pemeriksaan Fisik 1. KU : sesak, RR : meningkat. 2. Inspeksi : i. dapat ditemukan barrel chest pada dewasa, peagon chest pada an ak2. ii. Kontraksi otot2 pernapasan tambahan. iii. Clubing finger : hipoksemia kronik di jari2 iv. Hour glass nails : kuku konkaf ( akibat hipoksemia kronik juga ) 3. Palpasi :
y

i. Vokal fremitus: melemah 4. Perkusi : i. Hipersonor 5. Auskultasi : i. Wheezing pada saat ekspirasi ii. Rongki basah dapat terdengar bila asma sudah berat. 8. Pemeriksaan penunjang
1. y Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :  Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.  Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.  Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.  Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

Pemeriksaan darah     Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan. (Medicafarma,2008)

2.

Pemeriksaan Radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan pelebaran rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut: Bronkitis: bercak-bercak di hilus akan bertambah. Empisema (COPD: gambaran radiolusen akan semakin bertambah. Gambaran infiltrate pada paru Bisa juga gambaran atelektasis lokal. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium : bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

3.

Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes tempel.

4.

Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu : Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clockwise rotation. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block). Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

5.

Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah:  Melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.  FEV1 < 70% penyakit paru obstruktif.

Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.

9. Diagnosis y Anamnesis :  Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk



y y y y y

berdahak yang tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari. Semua keluhan biasanya bersifat episodik dan reversible. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau penyakit alergi yang lain.

Trias Asma : Bronkokonstriksi , Edema, dan Hipersekresi. Uji provokasi Bronkus, FEV1 <70% Tes lab : peningkatan IgE dan eosinofil, spiral curschmann ( bekuan sputum, seperti cetakkan alveolus) dan Kristal Charcot- Leyden ( produk eosinofil) Foto Torax : Corakkan bronkovaskuler, hiperradiolusent, Diafragma rendah, mungkin ada barrel chest. EKG : takikardia.

10. DD

1. Bronkitis kronis Ditandai dengan batuk kronik menegluarkan sputum 3 bulan dalam setahun paling sedikti terjadi dua tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya terjadi pada penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-lama disertai mengi, menurunya kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pumonal. 2. Emfisema paru Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tidak ada fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti tong, gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara vesikuler sangat lemah. Pada foto dada di dapat adanya hiperinflasi. 3. Gagal jantung kiri Gejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai paroksisimal dispneu. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak berkurang jika penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali dan udem paru. 4. Emboli paru Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan tromboflebitis dengan gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsan. Pada pemeriksaan fisik didapat ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, gallop, sianosis, dan hipertensi.
11. Tatalaksana
1. PENGOBATAN SIMPTOMATIK Tujuan Pengobatan Simpatomimetik adalah : a. b. c. Mengatasi serangan asma dengan segera. Mempertahankan dilatasi bronkus seoptimal mungkin. Mencegah serangan berikutnya.

Obat pilihan untuk pengobatan simpatomimetik adalah : a. Bronkodilator golongan simpatomimetik (beta adrenergik / agonis beta) Adrenalin (Epinefrin) injeksi. Efedrin. Salbutamol. Salbutamol merupakan bronkodilator yang sangat poten bekerja cepat dengan efek samping minimal. b. Bronkodilator c. d. Teofilin. Aminofilin.

Oksigen 2-4 liter. Kortikosteroid. Sebaiknya hanya dipakai dalam pengobatan dengan bronkodilator baik pada asma akut maupun kronis tidak memberikan hasil yang memuaskan dan keadaan asma yang membahayakan jiwa penderita (contoh : status asmatikus). Obat pilihan hidrocortison dan dexamethason.

e.

Ekspektoran. Adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam saluran pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus diencerkan dan dikeluarkan.

f.

Antibiotik Hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi.

Berat ringannya serangan Ringan

Terapi

lokasi

Terbaik : Agonis beta 2 inhalasi diulang Di rumah setia 1 jam Alternatif : agonis beta 2 oral 3 X 2 mg Terbaik : oksigen 2-4 liter/menit dan agonis beta 2 inhalasi

Sedang

- puskesmas

- klinik rawat jalan Alternatif :agonis beta 2 IM/adrenalin subkutan. Aminofilin 5-6mg/kgbb - IGD -praktek dokter umum -rawat inap jika tidak ada respons dalam 4 jam. - IGD Rawat inap apabila

Berat

Terbaik :

-Oksigen 2-4 liter/menit -agonis beta 2 nebulasi diulang s/d 3 kali dalam 1 jam pertama -aminofilin IV dan infuse -steroid IV diulang tiap 8 jam Mengancam Terbaik jiwa -lanjutkan terapi sebelumnya -pertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanik
2. PENGOBATAN PROFILAKSIS

dalam 3 jam belum ada perbaikan -pertimbangkan masuk ICU jika keadaan memburuk progresif.

ICU

Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang paling rasional, karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktor-faktor yang menyebabkan bronkospasme. Pada umumnya pengobatan profilaksis berlangsung dalam jangka panjang, dengan cara kerja obat sebagai berikut : a. b. Menghambat pelepasan mediator. Menekan hiperaktivitas bronkus.

Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah : a. b. c. d. Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik. Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid. Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai. Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekwensi serangan dan meringankan beratnya serangan. Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah : a. b. c. d. Steroid dalam bentuk aerosol. Disodium Cromolyn. Ketotifen. Tranilast.

3. Terapi Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk a. meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma sendiri) b. meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma

sendiri/asma mandiri)

c. membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma 4. Pencegahan a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi b. Menghindari kelelahan c. Menghindari stress psikis d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin e. Olahraga renang, senam asma
12. Komplikasi

1. Pneumotoraks 2. Pneumodiastinum dan emfisema subcutis 3. Atelektasis 4. Gagal nafas


13. Prognosis Ad vitam : bonam Ad fungsional : dubia ad bonam ( tergantung tingkat keparahan asma ) Ad sanasionam : budia ad malam ( tergantung dari terapi pencegahannya )

Vous aimerez peut-être aussi