Vous êtes sur la page 1sur 15

BABI PENDAHULUAN

Allah memerintahkan agar berdoa dengan nama-nama Allah dalam Asmaul Husna. Setiap suatu kepentingan dianjurkannya dengan menyebutkan nama Tuhan yang ada hubungannya dengan kepentingan itu. Berdoa dan berharap adalah salah satu upaya manusia untuk mencapai sukses terhadap cita- cita atau kehendak dan sekaligus adalah hak manusia yang diberikan oleh Allah Swt. Betapa beruntungnya umat islam yang telah mendapatkan ajaran tentang berdoa, cara dan tertib doa., sikap kejiwaan dalam berdoa, dan lain- lain. Bagi seorang Mukmin/ Muslim, berhasil doanya atau tidak, adalah tetap bernilai ibadah yang pasti mendapatkan pahala dari sisi Allah Swt. Jadi jelasnya bahwa berdoa dengan nama Tuhan yang ada pada Asmaul Husna adalah salah satu kunci keberhasilan dari doa yang di sampaikan kepada Allah swt. Selain dari Asmaul Husna, ada pula yang dinamaka ISMUL AZHOM (Nama Allah yang teragung), yang oleh Rasulullah dijelaskan, siapa saja yang berdoa dengan itu, doanya diperkenankan oleh Allah swt. Ada beberapa pendapat Ulama tentang Ismul Azhom dimaksud: a. Ismaul Azhom adalah suatu nama yang diberikan Allah kepada seseorang diantaranya kepada orang lain. Hal itu adalah suatu rahasia yang tersembunyi antara lain. Hal itu adalah suatu rahasia yang tersembunyi antara seorang hamba dengan Allah swt. b. Ismul Azhom itu bukan hanya satu, tetapi untuk setiap orang yang telah diberikannyaNya adalah berbeda-beda, dan untuk setiap orang yang mendapat itu adalah dengan pribadinya sendiri. c. Ismul Azhom tidak berupa suatu nama yang bisa diucapkan dengan lisan atau tulisan, tetapi adalah hakikat dari suatu nama Allah, yang ada pada hamba tanpa disadarinya. (misalnya seseorang yang memiliki sifat/watak KASIH/SAYANG dan berwujud dalam sikap dan tingkah lakunya sehari-hari, lalu pada suatu saat dia memohon kepada Allah dengan menyebutkan Ya Allah/Ya Rahman/Ya Rahim kemudian doanya pun diperkenankan oleh Allah swt.

BAB II PEMBAHASAN

Artinya: Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang Telah mereka kerjakan. (QS. Al-Araf: 180) Ayat ini masih berhubungan dengan ayat yang lalu, hanya saja terdapat sekian pendapat menyangkut hubungan itu. Thahir Ibnu Asyur menyatakan ayat ini ditujukan pada kaum muslimin disela-sela kecaman kepada kaum musryikin karena kedurhakaan yang paling besar adalah syirik, yakni mempersekutukan Allah. Dosa ini adalah pembatalan terhadap sifat yang paling khusus bagi Allah, yakni sifat keesaan-Nya. Karena itu lanjut Ibnu Asyur setelah ayat-ayat yang lalu menjelaskan kesesatan mereka, kaum muslimin diingatkan agar tampil menuju Allah swt. Dan hendaklah selalu memanggil-Nya dengan nama-nama-Nya yang menunjuk kepada keagungan sifat-sifat ketuhanan, sambil berpaling dari kesesatan kaum musyrikin perbantahan mereka menyangkut nama-nama Allah swt. ThabathabaI berpendapat lain, menurutnya ayat ini merupakan upaya memperbaharui penjelasan setelah selesainya pembicaraan ayat-ayat yang lalu. Ini karena keterangan tentang petunjuk-mengitari seruan kepada Allah swt. Dengan nama-nama indah itu. Manusia lanjut ThabathabaI ada yang menamai-Nya dengan nama yang tidak mengadung kecuali apa yang sesuai dengan keagungan-Nya, seperti halnya kelompok yang menisbahkan (menyandangkan) penciptaan, kehidupan, rezeki dan lainlain kepada materi, alam atau peredaran masa, atau kelompok penyembah berhala yang menisbahkan kebaikan dan keburukan kepada sesembahan mereka; dan ada lagi yang mempercayai-Nya, sebagai Yang Maha Esa tetapi menisbahkan kepada-Nya hal-hal yang tidak wajar, seperti bahwa Dia memiliki jasmani, tempat, dan bahwa ilmu-Nya serupa dengan ilmu makhluk dan lain-lain. Tiga macam sikap manusia itu dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu pertama, yang menyeru-Nya dengan nama-nama indah. mereka itulah yang mendapat petunjuk dan kedua, yang menyimpang dari namanama indah itu, dan inilah yang sesat dan diciptakan oleh Allah untuk neraka, masingmasing sesuai dengan kesesatan mereka. Dengan demikian ayat ini menunjuk kepada kesimpulan yang diuraikan oleh ayat yang lalu yang menekankan bahwa hidayat Allah swt, dianugerahkan untuk yang bertekad memperolehnya dan kesesatan diberikan kepada mereka yang memilihnya sebagai jalan hidup. Demikian lebih kurang Thabathabai. Sayyid Quthub menguraikan bahwa kandungan ayat-ayat yang lalu adalah kesaksian manusia dan pengakuannya tentang keesaan Allah (ayat 172-174) bahkan kesaksian seluruh wujud jagad raya tentang keesaan Allah, karena manusia adalah bagian dari seluruh wujud dan tidak dapat memisahkan diri dari hukum-hukumnya. Lebih jauh beliau menjelaskan bahwa setelah ayat yang lalu menampilkan contoh tentang siapa yang menyimpang dari pengakuan akan keesaan itu (ayat 175-179) maka di sini (ayat 180)

Allah swt. Mengingatkan kaum muslimin agar mengabaikan mereka yang menyimpang. Yakni kaum musyrikin yang menghadapi ajakan dakwah Islam dengan mempersekutukan Allah swt. Mereka itulah yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) namanama-Nya. Al-Biqai secara sangat singkat menyatakan bahwa kalau yang dibicarakan ayat yang lalu menyandang sifat-sifat buruk, dan yang mereka sembah lebih buruk lagi, maka ayat ini melanjutkan penjelasannya dengan menekankan sifat-sifat indah yang disandang Allah, sehingga tidak timbul dugaan bahwa siapa yang disesatkan dan akhirnya masuk ke neraka disebabkan oleh sesuatu yang tidak wajar dari Allah swt. Ini untuk menggaris bawahi bahwa terjerumusnya seseorang ke neraka tidak lain kecuali karena kelalaian mengingat Allah dan keengganan menyeru-Nya dengan sifat-sifat-Nya yang indah. karena itu disini dinyatakan bahwa Hanya milik Allah asma al-husna maka bermohonlah kepada-Nya dengannya, yakni dengan menyebut salah satu dari asma al-husna itu, serta namai dan gelarilah Allah dengan nama-nama indah itu agar kamu mendpat petunjukNya serta meraih kebahagian yang kamu harapkan dan tinggalkanlah, yakni abaikan didorong penilaian buruk orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam menyebut nama-nama-Nya, atau menyamakan sesuatu yang tidak layak bagi Zat Allah Yang Maha Agung. Nanti di dunia atau di akhirat mereka akan dibalas menyangkut apa yang telah mereka kerjakan serta sesuai dengan kadar kedurhakaan mereka. Kata ( )al-asma adalah bentuk jamak dari kata ( )al-ism yang biasa diterjemahkan dengan nama. Ia berakar dari kata ( )as-sumuw yang berarti ketinggian, atau ( )as-simah yang berarti tanda. Memang nama merupakan tanda bagi sesuatu, sekaligus harus dijunjung tinggi. Apakah nama sama dengan yang dinamai atau tidak, di sini diuraikan perbedaan pendapat ulama yang berkepanjangan, melelahkan dan menyita energy itu. Namun yang jelas bahwa Allah memiliki apa yang dinamai-Nya sendiri dengan al-asma dan bahwa alasma itu bersifat husna. Kata ( )al-husna adalah bentuk muannast/feminim dari kata ( )ahsan yang berarti terbaik. Penyifatan nama-nama Allah dengan kata yang berbentuk superlative ini, menunjukkan bahwa nama-nama Allah dengan kata yang berbentuk superlative ini, menunjukkan bahwa nama-nama tersebut bukan saja, tetapi juga yang terbaik dibandingkan dengan yang lainnya, yang dapat disandang-Nya atau baik hanya untuk selain-Nya saja, tapi tidak baik untuk-Nya. Sifat Pengasih misalnya adalah baik. Ia dapat disandang oleh makhluk/manusia, tetapi karena asma al-husna (nama-nama yang terbaik) hanya milik Allah, maka pastilah sifat kasih-Nya melebihi sifat kasih makhluk, baik dalam kapasitas kasih maupun substansinya. Di sisi lain sifat pemberani, merupakan sifat yang baik disandang oleh manusia, namun sifat ini tidak wajar disandang Allah, karena keberanian mengandung kaitan dalam substansinya dengan jasmani dan mental, sehingga tidak mungkin disandangkan kepada-Nya. Ini berbda dengan sifat kasih,

pemurah, adil dan sebagainya. Contoh lain adalah anak cucu. Kesempurnaan manusia adalah jika ia memiliki keturunan, tetapi sifat kesempurnaan manusia ini, tidak mungkin pula disandang-Nya karena ini mengakibatkan adanya unsur kesamaan Tuhan dengan yang lain, di samping menunnjukkan kebutuhan, sedang hal tersebut mustahil bagi-Nya. Nah, demikianlah kata ( )al-husna menunjukkan bahwa nama-nama-Nya adalah nama-nama yang amat sempurna, tidak sedikit pun tercemar oleh kekurangan. Didahulukannya kata ( )lillah pada firman-Nya ( ) wa lillah alasma al-husna menunjukkan bahwa nama-nama indah itu hanya milik Allah semata. Kalau Anda berkata Allah Rahim, maka rahmat-Nya pasti berbeda dengan rahmat si A yang juga boleh jadi Anda sedangkan padanya. Memang nama/sifat-sifat yang disandang-Nya itu, terambil dari bahasa manusia. Namun, kata yang digunakan saat disandang manusia, pasti selalu mengandung makna kebutuhan serta kekurangan, walaupun ada di antaranya yang tidak dapat dipisahkan dari kekurangan, walaupun ada di antaranya yang tidak dapat dipisahkan dari kekurangan tersebut dan ada pula yang dapat. Keberadaan pada satu tempat, atau arah, atau kepemilikan arah (dimensi waktu dan tempat) tidak mungkin dapat dipisahkan dari manusia. Ini merupakan keniscayaan sekaligus kebutuhan manusia, dan dengan demikian ia tidak disandangkan kepada Allah swt, karena kemustahilan pemisahannya itu. Berbeda dengan kata kuat buat manusia. Kekuatan diperoleh melalui sesuatu yang besifat materi, yakni adanya otot-otot yang berfungsi baik, dalam arti kita membutuhkan otot-otot yang kuat, untuk memiliki kekuatan fisik. Kebutuhan tersebut tentunya tidak sesuai dengan kebesaran Allah swt, sehingga sifat kuat buat Tuhan hanya dapat dipahami dengan menafikan hal-hal yang mengandung makna kekurangan dan atau kebutuhan itu. Dua dari empat yang berbicara tentang al-asma al-husna pada intinya mengaitkannya dengan doa/ibadah, yaitu ayat surah al-Araf ini dan firman-Nya. Serulah Allah atau serulah ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Diam mempunyai al asma al-husna (QS. Al-Isra [17]: 110). Ayat-ayat di atas mengajak manusia berdoa/menyeru-Nya dengan sifat-namanama yang terbaik itu. Salah satu makna perintah ini adalah ajakan untuk menyesuikan kandungan permohonan dengan sifat yang disandang Allah. Sehingga, jika seseorang memohon rezeki, ia menyeri Allah dengan sifat ar-Razzaq (Maha Pemberi rezeki) misalnya dengan berkata: Wahai Allah Yang Maha Pemberi rezeki anugerahilah kami rezeki, jika ampunan yang dimohonkan, maka sifat Ghafir (pengampunan) yang ditonjolkan,Wahai Allah Yang Maha Pengampun, ampunilah dosa-dosa sayademikian seterusnya. Menyebut sifat-sifat yang sesuai, bukan saja dapat mengundang pengabulan doa, etapi juga akan melahirkan ketenangan dan optimism dalam jiwa si pemohon, kaerna

permohonan itu larih dari keyakinan bahwa ia bermohon kepada Tuhan yang memiliki apa yang dimohonkannya itu. Di dalam berdoa dengan nama-nama tersebaut seseorang hendaknya menyadari dua hal pokok, pertama kebesaran dan keagungan Allah dan kedua kelemahan diri dan kebutuhan kepada-Nya. Disinilah letak keberhasilan doa. Sangat popular berbagai riwayat yang menyatakan bahwa jumlah al-asma alhusna isebanyak Sembilan puluh Sembilan. Salah satu riwayat tersebut berbunyi: Sesungguhnya Allah memiliki Sembilan puluh Sembilan nama seratus kurang satu siapa yang ahshaba (mengetahui/menghitung.memeliharanya) maka dia masuk ke surga. Allah ganjil (esa) senang pada yang ganjil (HR. Bukhari, Muslim, At-Tirmdizi, Ibnu Majah, Ahmad dan lain-lain). Bermacam-macam penafsiran ulama tentang kata ( )ahshaba, antara lain memahami maknanya, dan mempercayainya, atau mampu melaksanakan kandunganNya, ada juga yang mempercayai kandungan makna-maknanya, ada lagi yang menghafal, memahami maknanya dan mengamalkannya kandungannya. Itu semua dapat dikandung oleh kata tersebut, dan mereka semua insya Allah dapat memperoleh curahan rahmat Ilahi sesuai niat dan usahanya. Kembali kepada bilangan asma al-husna. Ibnu Katsir dalam tasfirnya setlah mengutip hadis di atas dari berbagai sumber berkata bahwa: At-Tirmidzi dalam Sunan-nya setelah kalimat: Allah ganjil (Esa) senang pada yang ganjil. Jumlah as-maul husna yang terbaca melebihi semblian puluh Sembilan nama, tetapi ada ulama yang menjadikan jumlah asma al-husna hanya Sembilan puluh Sembilan sesuai dengan bilangan popular itu dengan tidak meneybut bebarapa nama yang tercantum di atas, seperti Allah dengan alasan bahwa lafadz mulia itu bukan bagian dari asma al-Husna, tetapi asma al-husna adalah nama bagi Allah. At-Tirmidzi kemudian berkata: Hadist ini (dengan tambahan nama-nama itu adalah hadis ( )gharib, yakni hanya diriwayatkan oleh seorang perawi dan diriwayatkan dari berbagai sumber malului Abu Hurairah. Kami tidak tahu tulis Ibnu Katsir selanjutnya dalam banyak riwayat yang lain ada disebutkan nama-nama itu, bahkan ada riwayat lain yang juga berakhir pada Abu Hurairah yang menguraikan namanama tersebut dengan penambahan atau pengurangan. Yang dikukuhkan oleh sekian banyak pakar adalah bahwa penyebutan nama-nama tersebut dalam hadis di atas adalah sisipan dan bahwa itu dilakukan oleh sementara ulama setelah menghimpunnya dari alQuran. Karena itu tulis Ibnu Katsir lebih lanjut: Ketahuilah bahwa asma al-Husna tidak terbatas pada Sembilan puluh Sembilan nama.

Memang para ulama yang merujuk kepada al-Quran mempunyai hitungan yang berbeda-beda tentang bilangan al-asma al-husna Thabathabai misalnya menyatakan sebanyak seratus dua puluh tujuh, ini tulisannya belum lagi bila dilengkapi dengan hadis-hadis yang juga menguraikan nama-nama tersebut Ibnu Barjam al-Andalusi (wafat 536 H) dalam karyanya Syarh al-Asma al-Husna menghimpun 132 nama popular yang menurutnya termasuk dalam asma al-Husna, nama-nama Tuhan yang disepakati dan yang diperselisihkan dan yang bersumber dari para ulama sebelumnya, keseluruhannya melebihi 200 nama. Bahkan Abubakar Ibnul Araby salah seorang ulama bermadzhab Maliki seperti dikutip oleh Ibnu Katsir menyebutkan bahwa sebagian ulama telah menghimpun nama-nama Tuhan dari al-Quran dan Sunnah sebanyak seribu nama. Seprti Mutimmu nurihi, Khairul Waritsin, Khairul Makirin dan lain-lain. Memang, jika merujuk kepada al-Quran dan Sunnah ditemukan sekian banyak kata/nama yang dapat dinilai sebagai asma al-husna, wlau tidak disebut dalam riwayat hadis di atas, misalnya: ( )al-Mauwla, ( )an-Nashr, ( )al-Ghalib, ( )arRab, ( )an-Nashr, ( ) Syadidul Iqab, ( ) Qabilut taub, () Gafirudz dzanb, ( ) Muliju al-laili fi an-nahar wa muliju annahara fi al-lail, ( ) Mukhriju al-Hayya min alMayyiti wa mukhriju al-mayyita min al-hayy, dan sebagainya. Dari hadis ditemukanjuga nama-nama antara lain: ( )As-Sayyid, ( )AdDayyan, ( )Al-Hannan, ( )Al-Mannan, dan masih banyak yang lain. Jika demikian, jelaskan bahwa nama-nama Allah yang indah itu tidak hanya Sembilan puluh Sembilan nama. Di sisi lain perlu juga ditambahkan bahwa Fakhruddin ar-Razi dalam tafsirnya mengklasifikasikan nam-nama Allah dalam beberapa kategori, antara lain: Pertama: 1. Nama yang boleh juga disandang oleh makhluk (tetapi tentunya dengan kapasitas dan substansi yang berbeda) seperti ( ) Karim, Rahim, Aziz, Lathif, Kabir, Khaliq. 2. Nama yang tidak boleh disandang oleh makhluk, yakni Allah dan Ar-Rahman. Bagian pertamapun bila disertai dengan b entuk superlative, atau kalimat tertentu, maka ia tidak boleh disandang kecual oleh Allah, seperti ( ) Arhamr Rahimin (Yang Maha Pengasih di antara para pengasih), ( ) Khaliqus samawati wal ardh (penicpta langit dan bumi). Kedua:

1. Nama-nama yang boleh disebut secara berdiri sendiri seperti Allah, ar-Rahman, arRahim, Karim dan sebagainya. 2. Nama-nama yang tidak boleh disebut kecuali berangaki. Tidak boleh menyebut () Mumit (yang mematikan) atau ( )Dhar (yang menimpakan mudharat) secara berdiri sendiri, tetapi hars berangaki dengan ( )Muhyi, sehinga diucapkan ( )Muhui wa Mumit (yang menghidupkan dan yang mematikan) dan () Ya Dhar Ya Nafi (Wahai yang menimpakan mudharat dan menganugrahkan manfaat). Kembali ke penafsiran ayat di atas Kata ( )yulhidun/menyimpang terambil dari kata ( )lahada yang mengadung makan menyimpang dari arah tengah ke samping. Kuburan dinamai lianh lahad kaerna tanah setelah di gali ke bawah, digali lagi kesamping dan jenazah diletakkan di bagian samping itu. Penguburan di liang lahad bukan seperti penguburan jenazah dibanyak wilayah Asia Tenggara, yang sekedar menggali lubang beberapa meter ke bawah lalu meletakkan jenazah di bagina terakhir tanah yang telah digali ke bawah tanpa ke samping itu. Makna asal kata tersebut berkembang sehingga berarti batil, atau menyimpang dari kebenaran. Ini karena sesuatu yang ditengah biasanya memberi kesan benar, haq dan baik, maka yang menyimpang dari arah tengah dinilai buruk dan batil. Darisini kata () ilhad diartikan keburukan dan kekufuran. Melakukan penyimpangan dalam nama-nama-Nya berarti memanggil atau menamai-Nya dengan nama yang tidak wajar, atau menolak nama-nama-Nya yang indah seperti menolak nama ar-Rahman (baca QS. Al-Furqan [25]: 60) atau menyebut namaNya dalam konteks kekufuran dan kedurhakaan.

BAB III PENUTUP Kesimpulan 1. Menghafal kata-kata Asmaul Husna amat besar faedahnya bagi Umat Islam dan berpahala membacanya bila dilandasi keyakinan dan membenarkan isinya. Lebih dari itu, memahami dan makrifat terhadap makna hakiki yang terkandung di dalamnya akan membawa kea rah pengalaman dan penghayatan, atau dengan kata lain mendarah daging dalam kehidupan. Maka dijamin akan mendapatkan surga keindahan dan kenyamanan yang tiada tara.

2. Izmul Azhom (nama yang agung) tidak semua orang bisa mengetahuinya, dan sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw, yang agaknya tersembunyi dalam suatu kalimat yang cukup panjang. Dengan makrifat yang benar kepada Allah swt, makrifat terhadap Asma-Nya, muncullah rasa cinta kasih (mahabbah) yang dalam terhadap Pemilik Nama yakni Allah swt. Dan terpadu cinta kasih itu dalam suatu perpaduan yang indah dan mengasyikkan, yang terlihat, terpandang dan terasa hanya DIA TERASA LEBUR DAN SIRNA DIRI INI DALAM LAUTAN BERCINTA KASIH maka berbahagialah dengan isyarat Allah yang menegaskan: ` Artinya: Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua syurga.
Dalam agama Islam, Asmaa'ul husna adalah nama-nama Allah ta'ala yang indah dan baik. Asma berarti nama dan husna berati yang baik atau yang indah jadi Asma'ul Husna adalah nama nama milik Allah ta'ala yang baik lagi indah. Sejak dulu para ulama telah banyak membahas dan menafsirkan nama-nama ini, karena namanama Allah adalah alamat kepada Dzat yang mesti kita ibadahi dengan sebenarnya. Meskipun timbul perbedaan pendapat tentang arti, makna, dan penafsirannya akan tetapi yang jelas adalah kita tidak boleh musyrik dalam mempergunakan atau menyebut nama-nama Allah ta'ala. Selain perbedaaan dalam mengartikan dan menafsirkan suatu nama terdapat pula perbedaan jumlah nama, ada yang menyebut 99, 100, 200, bahkan 1.000 bahkan 4.000 nama, namun menurut mereka, yang terpenting adalah hakikat Dzat Allah SWT yang harus dipahami dan dimengerti oleh orang-orang yang beriman seperti Nabi Muhammad SAW. Asmaaulhusna secara harfiah ialah nama-nama, sebutan, gelar Allah yang baik dan agung sesuai dengan sifat-sifat-Nya. Nama-nama Allah yang agung dan mulia itu merupakan suatu kesatuan yang menyatu dalam kebesaran dan kehebatan milik Allah. Para ulama berpendapat bahwa kebenaran adalah konsistensi dengan kebenaran yang lain. Dengan cara ini, umat Muslim tidak akan mudah menulis "Allah adalah ...", karena tidak ada satu hal pun yang dapat disetarakan dengan Allah, akan tetapi harus dapat mengerti dengan hati dan keteranga Al-Qur'an tentang Allah ta'ala. Pembahasan berikut hanyalah pendekatan yang disesuaikan dengan konsep akal kita yang sangat terbatas ini. Semua kata yang ditujukan pada Allah harus dipahami keberbedaannya dengan penggunaan wajar kata-kata itu. Allah itu tidak dapat dimisalkan atau dimiripkan dengan segala sesuatu, seperti tercantum dalam surat AlIkhlas. "Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia". (QS. Al-Ikhlas : 1-4)

Para ulama menekankan bahwa Allah adalah sebuah nama kepada Dzat yang pasti ada namanya. Semua nilai kebenaran mutlak hanya ada (dan bergantung) pada-Nya. Dengan demikian, Allah Yang Memiliki Maha Tinggi. Tapi juga Allah Yang Memiliki Maha Dekat. Allah Memiliki Maha Kuasa dan juga Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Sifat-sifat Allah dijelaskan dengan istilah Asmaaul Husna, yaitu nama-nama, sebutan atau gelar yang baik.

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Dalil 2 Asmaaulhusna 3 Referensi 4 Pranala luar

[sunting] Dalil
Berikut adalah beberapa terjemahan dalil yang terkandung di dalam Al-Qur'an dan Hadits tentang asmaa'ul husna:

"Dialah Allah, tidak ada Tuhan/Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Dia mempunyai asmaa'ul husna (nama-nama yang baik)." - (Q.S. Thaa-Haa : 8)[1] Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaa'ul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu" - (Q.S Al-Israa': 110)[1] "Allah memiliki Asmaa' ulHusna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama yang baik itu..." - (QS. Al-A'raaf : 180)[1]

[sunting] Asmaaulhusna
No. Nama Arab Indonesia

Allah 1 Ar Rahman 2 Ar Rahiim

Allah Yang Memiliki Mutlak sifat Pemurah Yang Memiliki Mutlak sifat Penyayang

Allah The All Beneficent The Most Merciful

3 Al Malik 4 Al Quddus 5 As Salaam 6 Al Mu`min 7 Al Muhaimin 8 Al `Aziiz 9 Al Jabbar Al Mutakabbir

Yang Memiliki Mutlak sifat Merajai/Memerintah Yang Memiliki Mutlak sifat Suci Yang Memiliki Mutlak sifat Memberi Kesejahteraan Yang Memiliki Mutlak sifat Memberi Keamanan Yang Memiliki Mutlak sifat Pemelihara Yang Memiliki Mutlak Kegagahan Yang Memiliki Mutlak sifat Perkasa
Yang Memiliki Mutlak sifat Megah, Yang Memiliki Kebesaran

The King, The Sovereign The Most Holy Peace and Blessing The Guarantor The Guardian, the Preserver The Almighty, the Self Sufficient The Powerful, the Irresistible The Tremendous

10

11 Al Khaliq

Yang Memiliki Mutlak sifat Pencipta


Yang Memiliki Mutlak sifat Yang Melepaskan (Membuat, Membentuk, Menyeimbangkan) Yang Memiliki Mutlak sifat Yang Membentuk Rupa (makhluknya)

The Creator

12 Al Baari`

The Maker

13

Al Mushawwir

The Fashioner of Forms

14 Al Ghaffaar 15 Al Qahhaar 16 Al Wahhaab 17 Ar Razzaaq 18 Al Fattaah 19 Al `Aliim

Yang Memiliki Mutlak sifat Pengampun Yang Memiliki Mutlak sifat Memaksa Yang Memiliki Mutlak sifat Pemberi Karunia Yang Memiliki Mutlak sifat Pemberi Rejeki Yang Memiliki Mutlak sifat Pembuka Rahmat sifat Yang Memiliki MutlakIlmu) Mengetahui (Memiliki

The Ever Forgiving The All Compelling Subduer The Bestower The Ever Providing The Opener, the Victory Giver The All Knowing, the Omniscient

20 Al Qaabidh

Yang Memiliki Mutlak sifat Yang Menyempitkan (makhluknya) Yang Memiliki Mutlak sifat Yang Melapangkan (makhluknya) Yang Memiliki Mutlak sifat Yang Merendahkan (makhluknya) Yang Memiliki Mutlak sifat Yang Meninggikan (makhluknya) Yang Memiliki Mutlak sifat Yang Memuliakan (makhluknya) Yang Memiliki Mutlak sifat Yang Menghinakan (makhluknya)

The Restrainer, the Straightener The Expander, the Munificent

21 Al Baasith

22 Al Khaafidh

The Abaser

23 Ar Raafi`

The Exalter

24 Al Mu`izz

The Giver of Honor

25 Al Mudzil

The Giver of Dishonor

26 Al Samii` 27 Al Bashiir 28 Al Hakam 29 Al `Adl 30 Al Lathiif 31 Al Khabiir 32 Al Haliim 33 Al `Azhiim 34 Al Ghafuur

Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mendengar Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Melihat Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Menetapkan Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Adil Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Lembut Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mengetahui Rahasia Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Penyantun Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Agung Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Pengampun
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Pembalas Budi (Menghargai)

The All Hearing The All Seeing The Judge, the Arbitrator The Utterly Just The Subtly Kind The All Aware The Forbearing, the Indulgent The Magnificent, the Infinite The All Forgiving

35 As Syakuur

The Grateful

36 Al `Aliy 37 Al Kabiir 38 Al Hafizh 39 Al Muqiit 40 Al Hasiib 41 Al Jaliil 42 Al Kariim 43 Ar Raqiib 44 Al Mujiib 45 Al Waasi` 46 Al Hakiim 47 Al Waduud 48 Al Majiid 49 Al Baa`its 50 As Syahiid 51 Al Haqq 52 Al Wakiil 53 Al Qawiyyu 54 Al Matiin

Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Tinggi Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Besar Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Menjaga Mutlak sifat Yang MemilikiKecukupan Maha Pemberi Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Membuat Perhitungan Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mulia Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Pemurah Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mengawasi Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mengabulkan Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Luas Yang Memiliki Mutlak sifat Maka Bijaksana Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Pencinta Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mulia Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Membangkitkan Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Menyaksikan Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Benar Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Memelihara Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Kuat Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Kokoh

The Sublimely Exalted The Great The Preserver The Nourisher The Reckoner The Majestic The Bountiful, the Generous The Watchful The Responsive, the Answerer The Vast, the All Encompassing The Wise The Loving, the Kind One The All Glorious The Raiser of the Dead The Witness The Truth, the Real The Trustee, the Dependable The Strong The Firm, the Steadfast

55 Al Waliyy 56 Al Hamiid 57 Al Mushii 58 Al Mubdi`

Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Melindungi Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Terpuji Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mengkalkulasi Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Memulai
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mengembalikan Kehidupan

The Protecting Friend, Patron, and Helper The All Praiseworthy The Accounter, the Numberer of All The Producer, Originator, and Initiator of all The Reinstater Who Brings Back All The Giver of Life The Bringer of Death, the Destroyer The Ever Living The Self Subsisting Sustainer of All The Perceiver, the Finder, the Unfailing The Illustrious, the Magnificent The One, The Unique, Manifestation of Unity The One Only The Self Sufficient, the Impregnable, the Eternally Besought of All, the Everlasting The All Able The All Determiner, the Dominant The Expediter, He who brings forward

59 Al Mu`iid

60 Al Muhyii 61 Al Mumiitu 62 Al Hayyu 63 Al Qayyuum 64 Al Waajid 65 Al Maajid 66 Al Wahiid 67 Al Ahad

Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Menghidupkan Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mematikan Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Hidup Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mandiri Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Penemu Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mulia Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Tunggal Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Esa
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan

68 As Shamad

69 Al Qaadir

70 Al Muqtadir 71 Al Muqaddim

Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Berkuasa Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mendahulukan

72 Al Mu`akkhir 73 Al Awwal 74 Al Aakhir 75 Az Zhaahir 76 Al Baathin 77 Al Waali 78 Al Muta`aalii 79 Al Barri 80 At Tawwaab 81 Al Muntaqim 82 Al Afuww 83 Ar Ra`uuf 84 Malikul Mulk Dzul Jalaali Wal Ikraam

85

86 Al Muqsith 87 Al Jamii` 88 Al Ghaniyy 89 Al Mughnii

Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mengakhirkan Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Awal Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Akhir Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Nyata Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Ghaib Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Memerintah Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Tinggi Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Penderma Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Penerima Tobat Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Penyiksa Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Pemaaf Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Pengasih Yang Memiliki Mutlak sifat Penguasa Kerajaan (Semesta) Yang Memiliki Mutlak sifat Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Adil Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mengumpulkan Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Berkecukupan Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Memberi Kekayaan

The Delayer, He who puts far away The First The Last The Manifest; the All Victorious The Hidden; the All Encompassing The Patron The Self Exalted The Most Kind and Righteous The Ever Returning, Ever Relenting The Avenger The Pardoner, the Effacer of Sins The Compassionate, the All Pitying The Owner of All Sovereignty The Lord of Majesty and Generosity The Equitable, the Requiter The Gatherer, the Unifier The All Rich, the Independent

90 Al Maani

Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mencegah

91 Ad Dhaar 92 An Nafii`

Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Memberi Derita Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Memberi Manfaat
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya)

93 An Nuur

94 Al Haadii

Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Pemberi Petunjuk

95 Al Baadii

Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Pencipta

96 Al Baaqii

Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Kekal

97 Al Waarits 98 Ar Rasyiid 99 As Shabuur

Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Pewaris Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Pandai Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Sabar

Vous aimerez peut-être aussi