Vous êtes sur la page 1sur 27

DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI DAFTAR ISI Kata Pengantari Daftar Isi.

ii Bab I BAN II Hukum Perdata Secar Umum Hukum Benda. A. Pengertian B. Dasar Hukum . C. Macam Macam Benda . D. Hak Kebendaan BAB III Hak Kebendaan Yang Memberi Kenikmatan A. Bezit ... B. Eigendoms .. BAB IV Hak Kebendaan yang Bersifat Memberi Jaminan . A. Pengertian B. Gadai . DAFTAR PUSTAKA.

BAB I HUKUM PERDATA SECARA UMUM

Hukum antara perorangan, hukum yang mengatur hak dan kewajiban dari perseorangan yang satu terhadap yang lainnya didalam pergaulan masyarakat dan didalam hubungan keluarga (Scholten). Sejarah hukum perdata : 1. Hukum Perdata Eropa (Ps 131 (2b) Indische Staatregeling) berlaku untuk golongan : 1) Eropa tanpa kecuali 2) Golongan Timur Asing Cina dengan beberapa pengecualian berdasarkan S 1917 129 3) Golongan Timur Asing bukan Cina dengan beberapa pengecualian berdasarkan S 1924 556. Berlakunya Hukum Perdata dan Hukum Dagang Eropa untuk orang dari golongan Eropa berdasarkan asas Konkordansi (Ps 131 (2a) Indische Staatregeling Asas Konkordansi berarti asas mengikuti, yaitu bahwa orang dari golongan Eropa mengikuti hukum yang sama dengan hukum yang termasuk dalam undang-undang yang berlaku bagi mereka di Belanda. 2. Hukum diluar KUHS 1) UU Octrooi, yaitu UU yang melindungi hak cipta dalam bidang industri dan perdagangan. 2) UU Auteur, yaitu UU yang melindungi hak cipta dalam bidang kesenian dan kesusastraan.

Hukum tertulis dapat memberikan kemudahan dalam pekerjaan hakim dan penegak hukum lainnya, juga dapat memberikan rasa aman kepaa para pemegang hak kebendaan. Hak kebendaan disebut hak mutlak atau hak absolut. Hak kebendaan adalah hak untuk menguasai secara langsung suatu kebendaan dan kekuasaan tersebut dapat dipertahankan terhadap setiap orang yang berarti bahwa setiap orang harus mengakui dan mengindahkan hak orang lain tersebut. Kepastian Hukum mempunyai 2 arti : 1. Orang dapat mengetahui peraturan hukum yang mengatur suatu peristiwa hukum tertentu, sehingga orang dapat mengetahui kedudukannya dalam hukum. 2. Para pihak yang bersengketa dapat mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajibannya, jadi untuk keamanan hukum dan mencegah timbulnya tindakan sewenang-wenang dari pihak manapun. Sistematika hukum perdata eropa menurut ilmu pengetahuan: Bagian I Hukum Perorangan Berisikan peraturan yang mengatur kedudukan orang dalam hukum, hak dan kewajiban serta akibat hukumnya. Bagian II Hukum Keluarga Berisikan peraturan yang mengatur hubungan antara orang tua dengan anaknya, hubungan suami istri serta hak dan kewajiban masing-masing.

Bagian III

Hukum Harta Kekayaan Berisikan peraturan yang mengatur kedudukan benda dalam hukum, yaitu pelbagai hak-hak kebendaan.

Bagian IV

Hukum Waris Berisikan peraturan yang mengatur benda-benda yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia

Sistematika hukum perdata eropa dalam KUHS: Buku I Tentang Orang Berisikan hukum perorangan dan hukum keluarga Buku II Tentang Benda Berisikan hukum harta kekayaan dan hukum waris Buku III Tentang Perikatan Berisikan hukum perikatan yang lahir dari UU dan dari persetujuan dan perjanjian Buku IV Tentang Pembuktian dan Daluwarsa Berisikan peraturan tentang alat bukti dan kedudukan benda akibat lampau waktu.

Tentang Orang Hukum Perdata Materiil, adalah keseluruhan kaidah hukum yang mengatur hubungan dan hak perdata. (Hukum Perdata Adat dan Hukum Perdata Eropa) Hukum Perdata Formil, adalah keseluruhan kaidah hukum yang menentukan bagaimana cara mempertahankan dan melaksanakan hukum perdata materiil. (Hukum Acara Perdata) Asas Hukum Perdata Eropa Tentang Orang 1. Asas yang melindungi hak asasi manusia, jangan sampai terjadi pembatasan atau pengurangan hak asasi manusia karena UU atau keputusan hakim. (Ps 1+3 KUHS) 2. Asas setiap orang harus mempunyai nama dan tempat kediaman hukum (domisili), tiap orang yang mempunyai hak dan kewajiban mempunyai identitas yang sedapat mungkin berlainan satu dengan lainnya (Ps 5a dan Bagian 3 Bab 2 Buku I KUHS) Pentingnya Domisili : a. Dimana orang harus menikah b. Dimana orang harus dipanggil oleh pengadilan c. Pengadilan mana yang berwenang terhadap seseorang, dsb 3. Asas Perlindungan kepada Orang yang tak lengkap, orang yang dinyatakan oleh hukum tidak mampu melakukan perbuatan hukum mendapat perlindungan bila ingin melakukan perbuatan hukum (Ps 1330 KUHS), contoh : a. Orang yang belum dewasa diwakili oleh walinya baik itu orang tua kandung atau wali yang ditnjuk oleh hakim atau surat wasiat.

b. Mereka yang diletakkan dibawah pengampuan, bila mereka hendak melakukan perbuatan hukum diwakili oleh seorang pengampu (Curator) c. Wanita yang bersuami bila hendak melakukan perbuatan hukum harus didampingi suaminya. 4. Asas monogami dalam hukum perkawinan barat, bagi laki-laki hanya boleh mengambil seorang wanita sebagai istri dan wanita hanya boleh mengambil seorang laki-laki sebagai suaminya(Ps 27 KUHS) Dalam UU no 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Ps 3 ayat 2 pengadilan diperbolehkan memberi ijin seorang suami untuk beristri lebih dari satu bila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. 5. Asas bahwa suami dinyatakan sebagai kepala keluarga, ia betugas memimpin dan mengurusi kekayaan keluarga (Ps105 KUHS)

Tentang Benda Hukum Benda adalah keseluruhan kaidah hukum yang mengatur apa yang diartikan dengan benda dan mengatur hak atas benda. Asasnya adalah asas yang membagi benda atau barang ke dalam benda bergerak dan benda tetap. Asas Hukum Tentang Benda 1. Asas yang membagi hak manusia kedalam hak kebendaan dan hak perorangan. Hak Kebendaan, adalah hak untuk menguasai secara langsung suatu kebendaan dan kekuasaan tersebut dan dapat dipertahankan terhadap setiap orang (hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan)

Hak Perorangan, adalah hak seseorang untuk menuntut suatu tagihan kepada seseorang tertentu. Dalam hal ini hanya orang ini saja yang harus mengakui hak orang tersebut 2. Asas hak milik itu adalah suatu fungsi sosial. Asas ini mempunyai arti bahwa orang tidak dibenarkan untuk membiarkan atau menggunakan hak miliknya secara merugikan orang atau masyarakat. Jika merugikan akan dituntut berdasarkan Ps 1365 KUHS Hukum Benda yang mengatur tentang tanah telah dicabut dan diatur dalam UU Pokok Agraria tahun 1960 No 5. Namun aturan tentang Hipotik masih diatur dalam Hukum Benda. Hukum Benda ini sifatnya tertutup, jadi tidak ada peraturan lain yang berkaitan dengan benda selain yang diatur oleh UU. Tentang Perikatan Dalam Ps 1233 KUHS ditetapkan bahwa Perikatan dilahirkan baik karena UU dan karena Persetujuan. Perikatan yang timbul karena UU : 1. Perikatan yang lahir dari UU saja Alimentasi (Ps 231 KUHS), yaitu kewajiban setiap anak untuk memberikan nafkah hidup kepada orang tuanya dan para keluarga sedarah dalam garis keatas apabila mereka dalam keadaan miskin. 2. Perikatan yang lahir dari UU karebna perbuatan orang yang diperbolehkan maupun karena perbuatan orang yang melanggar hukum. Zaakwaarneming (Ps 1354 KUHS) perbuatan orang yang dilakukan dengan sukarela tanpa diminta tanpa disuruh, memelihara kepentingan atau barang orang lain. Maka timbul hubungan hukum antara pemilik barang dengan pemelihara barang.

Perikatan yang timbul karena Persetujuaan atau Perjanjian : 1. Perikatan alamiah, perikatan yang harus dilaksanakan tetapi tidak disertai dengan sanksi gugatan, kalau debitur tidak memenuhi kewajibannya. 2. Perikatan karena perbuatan yang melanggar hukum, seperti yang dimaksud dengan Ps 1365 KUHS dan Drukkearrest HR tanggal 31 Januari 1919, yang terdiri dari : a. Perbuatan yang melanggar hak orang lain. b. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari orang yang bersangkutan. c. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan atau asas-asas pergaulan kemasyarakatan mengenai nama baik atau barang orang lain.

Bagi orang yang melanggar akan dikenakan kewajiban untuk memberi ganti rugi kepada pihak yang merasa dirugikan. Ada beberapa macam ganti rugi : a. Kosten, yaitu segala biaya dan ongkos yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan oleh korban. b. Schade, yaitu kerugian yang diderita oleh si korban sebagai akibat langsung dari perbuatan yang melanggar hukum itu. c. Interessen, yaitu bunga uang dari keuntungan yang tidak jadi diterima sebagai akibat langsung dari perbuatan yang melanggar hukum itu. Syarat yang harus dipenuhi untuk menuntut ganti rugi :

a. Perbuatan atau sikap diam harus melanggar hukum, ada peraturan hukum yang dilanggar oleh perbuatan atau sikap diam dari orang yang bersangkutan.

b. Harus ada kerugian (Schade) antara perbuatan dan kerugian harus ada hubungan sebab akibat, penggantia kerugian hanya dapat diminta oleh orang yang menderita kerugian dan harus dapat membuktikannya. c. Harus ada kesalahan orang atau si pelaku haris dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya dan kesalahan yang dilakukan itu bukanlah keadaan terpaksa, keadaan darurat, kesalahan itu karena kesengajaan dan kelalaian. 3. Asas Hukum Perikatan a. UU bagi mereka yang membuatnya b. Asas kebebasan dalam membuat perjanjian atau persetujuan c. Asas bahwa persetujuan harus dilaksanakan dengan itikat baik d. Asas bahwa semua harta kekayaan seseorang menjadi jaminan atau tanggungan semua hutang-hutangnya. e. Asas Actio Pauliana yaitu aksi yang dilakukan oleh seorang kreditur untuk membatalkan semua perjanjian yang dibuat oleh debiturnya dengan itikat buruk dengan pihak ketiga, dengan pengetahuan bahwa ia merugikan krediturnya. Pembatalan perjanjian harus dilakukan oleh hakim atas permohonan kreditur (Ps 1341 KUHS) Asas ini memberi peringatan kepada seorang debitur bahwa ia akan dikenakan sanksi penuntutan, bila ia mengurangi harta kekayaan miliknya, dengan tujuan untuk menghindari penyitaan dari pengadilan.

Pembagian Perjanjian yang berlaku di Indonesia : 1. Perjanjian Jual Beli ditetapkan dakan KUH Perdata 2. Perjanjian Asuransi (Pertanggungan) yang penting bagi soal-soal perdata ditetapkan dalam KUH Dagang 3. Perjanjian Persrikatan (Ps. 1618 KUH Perdata)

PERKAWINAN UU No. 1 Tahun 1974 Menganut asas Monogami. Poligami dilihat sebagai Perkecualian. Dalam hal perkawinan pengadilan agama ditempatkan dibawah pengawasan pengadilan negeri. UU tahun 1974 mengharuskan setiap keputusan pengadilan agama dalam soal perkawinan dikukuhkan oleh pengadilan negeri. ADOPSI Adopsi tidak dikenal dalam Hukum Privat Eropa, hanya terdapat dalam Hukum Adat Orang Indonesia Asli maupun Hukum Adat Orang Timur Asing. a. Lembaga hukum adopsi untuk golongan Cina berhubungan dengan lembaga sosial penghormatan nenek moyang yang wajib melakukan adalah putera (berdsarkan sistem Clan yang patrilineal) b. Adopsi hanya dapat dilangsungkan oleh seorang laki-laki baik yang beristeri maupun pernah beristri, yang tidak mempunyai anak atau belum mempunyai anak adoptif. c. Yang dapat diangkat anak adoptif adalah orang lelaki saja. d. Bila yang mengadopsi beristri, pengangkatan anak harus dijalankan bersama-sama. e. Janda yang belum bersuami lagi dapat mengangkat anak lelaki, asal tidak dilarang dalam testamen suaminya yang telah meninggal dunia.

f. Yang diadopsi tidak boleh beristri, tidak boleh mempunyai anak, tidak boleh telah diadopsi oleh orang lain pada saat adpsi. g. Perbedaan umur yang mengadopsi sedikitnya 18 tahun (bila yang mengadopsi orang laki) atau 15 tahun bila yang mengadopsi janda. h. Anak yang diadoptif dianggap anak yang lahir dari perkawinan dari suami istri yang mengadopsinya, atau dianggap anak dari janda dan suami yang telah meninggal dunia. i. Hubungan hukum privat semual antara yang diadopsi dengan orang tua sendiri dan keluarga lain diputuskan sama sekali, terkecuali dalam beberapa hal tertentu. j. Adopsi harus dijalankan dengan suatu akta notaris.

Hukum Perorangan Orang adalah pembawa Hak yaitu segala sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban yang disebut subyek hukum terdiri : a. Manusia b. Badan Hukum Hukum Perdata mengatur seluruh segi kehidupan manusia sejak belum lahir dan masih dalam kandungan ibunya sampai meninggal dunia. Badan hukum atau perkumpulan berarti orang yang diciptakan oleh hukum. Suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara : a. Didirikan dengan akta notaris b. Didaftarkan dikantor Panitera Pengadilan Negeri Setempat c. Dimintakan pengesahan anggaran dasarnya kepada Menteri Kehakiman. d. Diumumkan di berita negara.

Hukum Keluarga Yang termasuk dalam hukum keluarga : a. Kekuasaan Orang Tua Setiap anak wajib hormat dan patuh pada orang tuanya. Kekuasaan orang tua berhenti jika : 1. Anak tersebut telah dewasa (Usia 21 tahun) 2. Perkawinan oran tua putus 3. Kekuasaan oran tua dipecat oleh hakim 4. Pembebasan dari kekuasaan orang tua b. Perwalian 1. Anak yatim piatu atau anak yang belum cukup umur dan tidak dalam kekuasaan orang tua. 2. Wali ditetapkan oleh hakim atau karena wasiat. Sedapat mungkin wali diangkat dari orang yang mempunyai pertalian darah terdekat dengan anak. 3. Perwalian dapat terjadi karena : Perkawinan orang tua putus Kekuasaan orang tua dipecat/ dibebaskan. Hakim mengangkat seorang wali disertai wali pengawas yang harus mengawasi pekerjaan wali tersebut. Pekerjaan wali pengawas di Indonesia dijalankan oleh Pejabat Balai Harta Peninggalan c. Pengampuan Orang dewasa akan tetapi : 1. Sakit ingatan 2. Pemboros

3. Lemah daya 4. Tidak sanggup mengurus kepentingan sendiri dengan semestinya, disebabkan kelakuan buruk diluar batas atau mengganggu keamanan, memerlukan pengampuan. Diperlukan pengampu (Curator). Biasanya suami menjadi pengampu atas istrinya atau sebaliknya, tetapi mungkin juga hakim mengangkat orang lain atau perkumpulan lain. Sedangkan sebagai pengampu pengawas adalah Pejabat Balai Harta Peninggalan

Persamaan antara Wali Pengawas dan Pengampu Pengawas adalah : Kesemuanya mengawasi dan menyelenggarakan hubungan hukum orang-orang yang dinyatakan tidak cakap bertindak.

Perbedaannya : a. Kekuasaan orang tua adalah kekuasaan asli yang dilaksanakan oleh orang tuanya sendiri. Kekuasaan asli dilaksanakan oleh orang tuanya sendiri yang masih dalam ikatan perkawinan terhadap anak-anaknya yang belum dewasa. b. Perwalian, pemeliharaan dan bimbingan dilaksanakan oleh wali, dapat salah satu ibu atau bapaknya yang tidak dalam keadaan ikatan perkawinan lagi atau orang lain terhadap anak yang belum dewasa. c. Pengampuan, bimbingan dilaksanakan oleh Curator (yaitu keluarga sedarah atau orang yang ditunjuk) terhadap orang dewasa yang karena sesuatu sebab dinyatakan tidak cakap bertindak dalam lalu lintas hukum.

BAB II Hukum Benda A. Pengertian Yang dimaksud dengan Benda dalam konteks hukum perdata adalah segala sesuatu yang dapat diberikan / diletakkan suatu Hak diatasnya, utamanya yang berupa hak milik. Dengan demikian, yang dapat memiliki sesuatu hak tersebut adalah Subyek Hukum, sedangkan sesuatu yang dibebani hak itu adalah Obyek Hukum. Benda yang dalam hukum perdata diatur dalam Buku II BWI, tidak sama dengan bidang disiplin ilmu fisika, di mana dikatakan bahwa bulan itu adalah benda (angkasa), sedangkan dalam pengertian hukum perdata bulan itu bukan (belum) dapat dikatakan sebagai benda, karena tidak / belum ada yang (dapat) memilikinya . Pengaturan tentang hukum benda dalam Buku II BWI ini mempergunakan system tertutup, artinya orang tidak diperbolehkan mengadakan hak hak kebendaan selain dari yang telah diatur dalam undang undang ini. Selain itu, hukum benda bersifat memaksa (dwingend recht), artinya harus dipatuhi, tidak boleh disimpangi, termasuk membuat peraturan baru yang menyimpang dari yang telah ditetapkan . Lebih lanjut dalam hukum perdata, yang namanya benda itu bukanlah segala sesuatu yang berwujud atau dapat diraba oleh pancaindera saja, melainkan termasuk juga pengertian benda yang tidak berwujud, seperti misalnya kekayaan seseorang. Istilah benda yang dipakai untuk pengertian kekayaan, termasuk didalamnya tagihan / piutang, atau hak hak lainnya, misalnya bunga atas deposito. Meskipun pengertian zaak dalam BWI tidak hanya meliputi benda

berwujud saja, namun sebagian besar dari materi Buku II tentang Benda mengatur tentang benda yang berwujud. Pengertian benda sebagai yang tak berwujud itu tidak dikenal dalam Hukum Adat kita, karena cara berfikir orang Indonesia cenderung pada kenyataan belaka, berbeda dengan cara berfikir orang Barat yang cenderung mengkedepankan apa yang ada di alam pikirannya. Selain itu, istilah zaak didalam BWI tidak selalu berarti benda, tetapi bisa berarti yang lain, seperti : perbuatan hukum (Ps.1792 BW), atau kepentingan (Ps.1354 BW), dan juga berarti kenyataan hukum (Ps.1263 BW). B. Dasar Hukum Pada masa kini, selain diatur di Buku II BWI, hukum benda juga diatur dalam: 1. Undang Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, dimana diatur hak hak kebendaan yang berkaitan dengan bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya. 2. Undang Undang Merek No.21 Tahun 1961, yang mengatur tentang hak atas penggunaan merek perusahaan dan merek perniagaan . 3. Undang Undang Hak Cipta No.6 Tahun 1982, yang mengatur tentang hak cipta sebagai benda tak berwujud, yang dapat dijadikan obyek hak milik . 4. Undang Undang tentang Hak Tanggungan tahun 1996, yang mengatur tentang hak atas tanah dan bangunan diatasnya sebagai pengganti hipotik dan crediet verband . C. Macam macam Benda Doktrin membedakan berbagai macam benda menjadi : 1. Benda berwujud dan benda tidak berwujud arti penting pembedaan ini adalah pada saat pemindah tanganan benda dimaksud, yaitu :

Kalau benda berwujud itu benda bergerak, pemindah tanganannya harus secara nyata dari tangan ke tangan.

Kalau benda berwujud itu benda tidak bergerak, pemindah tanganannya harus dilakukan dengan balik nama. Contohnya, jual beli rokok dan jual beli rumah .

Penyerahan benda tidak berwujud dalam bentuk berbagai piutang dilakukan dengan : Piutang atas nama (op naam) dengan cara Cessie Piutang atas tunjuk (an toonder) dengan cara penyerahan surat dokumen yang bersangkutan dari tangan ke tangan Piutang atas pengganti (aan order) dengan cara endosemen serta penyerahan dokumen yang bersangkutan dari tangan ke tangan ( Ps. 163 BWI). 2. Benda Bergerak dan Benda Tidak Bergerak Benda bergerak adalah benda yang menurut sifatnya dapat dipindahkan (Ps.509 BWI). Benda bergerak karena ketentuan undang undang adalah hak hak yang melekat pada benda bergerak (Ps.511 BWI), misalnya hak memungut hasil atas benda bergerak, hak memakai atas benda bergerak, saham saham perusahaan. Benda tidak bergerak adalah benda yang menurut sifatnya tidak dapat

dipindahpindahkan, seperti tanah dan segala bangunan yang berdiri melekat diatasnya. Benda tidak bergerak karena tujuannya adalah benda yang dilekatkan pada benda tidak bergerak sebagai benda pokoknya, untuk tujuan tertentu, seperti mesin mesin yang dipasang pada pabrik.Tujuannya adalah untuk dipakai secara tetap dan tidak untuk dipindah-pindah (Ps.507 BWI). Benda tidak bergerak karena undang undang adalah hak hak yang melekat pada benda tidak bergerak tersebut, seperti hipotik, crediet verband,

hak pakai atas benda tidak bergaerak, hak memungut hasil atas benda tidak bergerak (Ps.508 BWI). 3. Benda dipakai habis dan benda tidak dipakai habis Pembedaan ini penting artinya dalam hal pembatalan perjanjian. Pada perjanjian yang obyeknya adalah benda yang dipakai habis, pembatalannya sulit untuk mengembalikan seperti keadaan benda itu semula, oleh karena itu harus diganti dengan benda lain yang sama / sejenis serta senilai, misalnya beras, kayu bakar, minyak tanah dlsb. Pada perjanjian yang obyeknya adalah benda yang tidak dipakai habis tidaklah terlalu sulit bila perjanjian dibatalkan, karena bendanya masih tetap ada,dan dapat diserahkan kembali, seperti pembatalan jual beli televisi, kendaraan bermotor, perhiasan dlsb . 4. Benda sudah ada dan benda akan ada Arti penting pembedaan ini terletak pada pembebanan sebagai jaminan hutang, atau pada pelaksanaan perjanjian. Benda sudah ada dapat dijadikan jaminan hutang dan pelaksanaan perjanjiannya dengan cara menyerahkan benda tersebut. Benda akan ada tidak dapat dijadikan jaminan hutang, bahkan perjanjian yang obyeknya benda akan ada bisa terancam batal bila pemenuhannya itu tidak mungkin dapat dilaksanakan (Ps.1320 btr 3 BWI) . 5. Benda dalam perdagangan dan benda luar perdagangan Arti penting dari pembedaan ini terletak pada pemindah tanganan benda tersebut karena jual beli atau karena warisan. Benda dalam perdagangan dapat diperjual belikan dengan bebas, atau diwariskan kepada ahli waris,sedangkan benda luar perdagangan tidak dapat diperjual belikan atau diwariskan, umpamanya tanah wakaf, narkotika, benda benda yang melanggar ketertiban dan kesusilaan .

6. Benda dapat dibagi dan benda tidak dapat dibagi Letak pembedaannya menjadi penting dalam hal pemenuhan prestasi suatu perjanjian, di mana terhadap benda yang dapat dibagi, prestasi pemenuhan perjanjian dapat dilakukan tidak sekaligus, dapat bertahap, misalnya perjanjian memberikan satu ton gandum dapat dilakukan dalambeberapa kali pengiriman, yang penting jumlah keseluruhannya harus satu ton. Lain halnya dengan benda yang tidak dapat dibagi, maka pemenuhan prestasi tidak dapat dilakukan sebagian demi sebagian, melainkan harus secara seutuhnya, misalnya perjanjian sewa menyewa mobil, tidak bisa sekarang diserahkan rodanya, besok baru joknya dlsb. 7. Benda terdaftar dan benda tidak terdaftar Arti penting pembeaannya terletak pada pembuktian kepemilikannya. Benda terdaftar dibuktikan dengan bukti pendaftarannya, umumnya berupa sertifikat/dokumen atas nama si pemilik, seperti tanah, kendaraan bermotor, perusahaan, hak cipta, telpon, televisi dlsb. Pemerintah lebih mudah melakukan kontrol atas benda terdaftar, baik dari segi tertib administrasi kepemilikan maupun dari pembayaran pajaknya. Benda tidak terdaftar sulit untuk mengetahui dengan pasti siapa pemilik yang sah atas benda itu, karena berlaku azas siapa yang menguasai benda itu dianggap sebagai pemiliknya. Contohnya, perhiasan, alat alat rumah tangga, hewan piaraan, pakaian dlsb. D. Hak Kebendaan Perbedaan antara hak kebendaan yang diatur dalam Buku II BWI dengan hak perorangan yang diatur dalam Buku III BWI adalah sebagai berikut :

1. Hak kebendaan bersifat mutlak (absolut), karena berlaku terhadap siapa saja, dan orang lain harus menghormati hak tersebut, sedangkan hak perorangan berlaku secara nisbi (relatief), karena hanya melibatkan orang / pihak tertentu saja, yakni yang ada dalam suatu perjanjian saja. 2. Hak kebendaan berlangsung lama, bisa jadi selama seseorang masih hidup, atau bahkan bisa berlanjut setelah diwariskan kepada ahli warisnya, sedangkan hukum perorangan berlangsung relatif lebih singkat, yakni sebatas pelaksanaan perjanjian telah selesai dilakukan. 3. Hak kebendaan terbatas pada apa yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku, tidak boleh mengarang / menciptakan sendiri hak yang llainnya, sedangkan dalam hak perorangan, lingkungannya amat luas, apa saja dapat dijadikan obyek perjanjian, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Oleh karena itu sering dikatakan hukum kebendaan itu bersifat tertutup, sedangkan hukum perorangan bersifat terbuka. Hak atas Kebendaan dibagi dalam 2 (dua) macam, yaitu : 1. Hak Kebendaaan yang memberi kenikmatan . 2. Hak Kebendaan Yang bersifat Memberi Jaminan

BAB III Hak Kebendaan Yang Memberi Kenikmatan

A. Bezit (Ps. 529 s/d 568 BWI) Secara harfiah berarti Penguasaan. Maksudnya adalah barang siapa menguasai suatu barang, maka dia dianggap sebagai pemiliknya . Menurut Ps. 529 BWI, bezit adalah keadaan seseorang yang menguasai suatu benda, baik dengan diri sendiri maupun melalui perantaraan orang lain, dan yang mempertahankan atau menikmatinya selaku orang yang memiliki benda itu. Menurut Prof.Subekti lebih dijelaskan maknanya sebagai berikut : Bezit adalah suatu keadaan lahir (=fakta), dimana seseorang menguasai sautu benda seolah olah kepunyaannya sendiri, dengan tiidak mempersoalkan siapa pemilik benda itu sebenarnya. Lebih lanjut dalam Ps. 530 BWI disebutkan bahwa ada dua macam bezit, yaitu yang beriktikad baik ( te goede trouw) dan yang beriktikad tidak baik.(te kwader trouw). Unsur bezit ada dua, yaitu : 1. unsur keadaan dimana seseorang menguasai suatu benda (corpus) ; 2. unsur kemauan orang tersebut untuk memilikinya (animus). Karena pada umumnya orang yang tidak waras tidak mempunyai unsur animus, maka bezitter (orang yang mempunyai bezit) biasanya bukan orang gila / orang yang tidak waras . Yang dapat mempunyai hak bezit adalah orang yang dewasa, sehat pikiran, berkehendak bebas / tidak dibawah paksaan, Pengertian bezit yang dengan iktikad baik adalah penguasaan karena penguasaan atas benda tersebut terjadi tanpa diiketahui cacat cela dalam benda tersebut

(Ps.531 BWI). Contohnya, seseorang yang menerima warisan dianggap sebagai pemilik barang tersebut, demikian pula seseorang yang menang pada suatu lelang barang. Jadi terdapat alas hak yang sah. Sebaliknya, pencuri juga dapat menguasai dan mau memiliki benda yang dicuri, tetapi keadaan ini tergolong dalam bezit yang te kwader trouw. Dalam hal tersebut diatas, maka apakah perlindungan oleh undang undang hanya diberikan kepada yang te goede trouw (yang jujur), berlaku ungkapan bahwa kejujuran itu dianggap ada pada setiap orang, sedangkan ketidak jujuran harus dibuktikan. (Ps.533 BWI). Bezit harus dibedakan dengan detentie, yakni keadaan dimana seseorang menguasai suatu benda berdasarkan suatu hubungan hukum tertentu dengan pemilik yang sah dari benda tersebut, misalnya hubungan sewa menyewa, tidak harus menimbulkan kemauan bagi si penyewa untuk memiliki. Pada diri seorang detentor tersebut, dianggap bahwa kemauan untuk memiliki benda yang dikuasai itu tidak ada. Menurut ketentuan Ps 538 BWI, Penguasaan atas suatu benda diperoleh dengan cara menempatkan benda itu dalam kekuasaan dengan maksud mempertahankannya untuk diri sendiri.

B. Hak Milik (Hak Eigendom) Pengertian hak milik disebutkan dalam Ps. 570 BWI yang menyatakan bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati sepenuhnya kegunaan suatu benda dan untuk berbuat sebebasbebasnya terhadap benda itu asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh sesuatu kekuasaan yang berwenang yang menetapkannya dan tidak menimbulkan gangguan terhadap hak-hak orang lain, dengan tidak mengurangi kemungkinan

pencabutan hak itu demi kepeningan umum berdasarkan ketentuan perundangan dengan pembayaran ganti rugi. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa eigendom adalah hak yang paling sempurna atas suatu benda. Memang dahulu hak eigendom dipandang benar-benar mutlak, dalam arti tidak terbatas, namun pada masa akhir-akhir ini mincul pengertian tentang asas kemasyarakatan (sociale functie ) dari hak tersebut. Hal tersebut tercermin dalam UUPA kita yang menonjolkan asas kemasyarakatan tesebut dengan menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Hal ini berarti bahwa kita sudah tidak dapat berbuat sewenangwenang atau sebebas-bebasnya dengan hak milik kita sendiri. Bahkan pada masa kini suatu perbuatan yang pada hakekatnya berupa suatu pelaksanaan hak milik dapat dipandang sebagai bertentangan dengan hukum, jika perbuatan itu dilakukan dengan tidak menyangkut kepentingan yang patut, atau dengan maksud semata-mata untuk mengganggu kepentingan orang lain (misbruikvanrecht). Contoh yang terkenal adalah putusan mahkamah agung di Perancis (Tahun 1855) di mana telah dikalahkan perkaranya seseorang yang membuat suatu pipa asap di atas atap rumahnya yang ternyata tidak ada gunanya dan hanya dimaksudkan untuk mengganggu tetangganya sehingga kehilangan suatu pemandangan yang indah. Hakim mahkamah agung tersebut menyatakan pembuatan pipa tersebut sbagai suatu misbruik van recht dan memerintahkan untuk menyingkirkan pipa asap yang bersangkutan. Putusan pengadilan tinggi Belanda yang membenarkan tindakan berdasarkan gangguan atas hak milik (30 Januari 1914) yang terkenal dengan nama Krul Arrest. Dalam perkara ini seorang pengusaha roti bernama Krul digugat oleh Joosten karena pabrik rotinya menimbulkan suara yang keras dan getaran-getaran yang kuat yang menimbulkan gangguan bagi Joosten.

Gugatan Joosten dikabulkan oleh pengadilan tinggi Belanda karana suara yang keras dan getaran yang kuat dari pabrik roti Krull itu, dianggap merupakan gangguan terhadap penggunaan hak milik Joosten.

BAB IV Hak Kebendaan Yang Bersifat Memberi Jaminan A. Pengertian Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan selalu bertumpu atas benda orang lain, baik benda bergerak maupun benda tak bergerak. Jika benda yang menjadi obyek jaminan adalah benda bergerak maka disebut hak gadai (pandrecht), sedangkan benda yang menjadi obyek jaminan adalah benda tidak bergerak maka hak kebendaannya adalah hipotik. Kreditur yang mempunyai hak gadai dan atau hipotik mempunyai kedudukan preferens yaitu hak untuk didahulukan dalam pemenuhan hutangnya dari kreditur-kreditur yang lainnya (Ps. 1133 BWI).

B. GADAI (Pandrecht) Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu benda bergerak yang diberikan debitur kepadanya sebagai jaminan pelunasan pembayaran dan memberikan hak kepada kreditur untuk mendapat pembayaran lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya atas hasil penjualan benda tersebut (Ps. 1150 BWI). Pengertian gadai di atas membuktikan bahwa hak gadai adalah tambahan atau buntut dari suatu perjanjian pokok, yaitu perjanjian pinjam meminjam uang, dengan tujuan agar kreditur jangan sampai dirugikan apabila debitur lalai membayar kembali uang pinjaman berikut bunganya. Jadi tidak mungkin timbul adanya hak gadai tanpa ada perjanjian pokok berupa perjanjian

hutang piutang. Dalam hukum Romawi terdapat semacam hak gadai yang dinamakan fidutia, yaitu suatu pemindahan hak milik dengan perjanjian bahwa benda akan dikembalikan apabila si berhutang sudah membayar lunas hutang dan bunganya. Selama hutang belum dibayar kreditur menjadi pemilik benda yang dijaminkan itu. Sebagai pemilik, ia berhak menyuruh memakai atau menyewakan benda itu kepada debitur sehingga orang yang berhutang ini tetap menguasai bendanya. Hak gadai senantiasa melekat meskipun hak milik atas benda itu jatuh ke tangan orang lain seperti ahli warisnya. Pemegang hak gadai yang kehilangan benda gadai itu, berhak meminta kembali benda itu dari tangan siapapun benda tersebut berada selama 3 (tiga) tahun (Ps. 1152 ayat (3) jo Ps. 1977 ayat (2) BWI) Hak untuk meminta kembali ini berdasarkan Ps. 1977 ayat (2) BWI diberikan kepada pemilik benda bergerak, sehingga Ps. 1152 ayat (3) BWI dapat diartikan bahwa hak gadai dipersamakan dengan hak milik. Unsur terpentiing dari hak gadai adalah benda yang dijaminkan harus berada dalam kekuasaan pemegang gadai. Namun penguasaan tersebut bukan untuk menikmati, memakai dan memungut hasil, melainkan hanya untuk menjadi jaminan pembayaran hutang si debitur (pemberi gadai). Obyek hak gadai berupa benda bergerak, baik benda bergerak yang berwujud (lichamelijke zaken) maupun benda bergerak yang tidak berwujud (onlichamelijke zaken) berupa hak untuk mendapatkan pembayaran uang dalam bentuk surat-surat berharga. Subyek hak gadai adalah pemberi dan penerima hak gadai, hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang pada umumnya cakap dan mampu melakukan perbuatan hukum mengasingkan (menjual, menukar, dll) benda itu. Ps. 1152 ayat (4) BWI menentukan bahwa kalau ternyata debitur tidak berhak untuk mengasingkan (menjual, menukar, menghibahkan dlsb) benda itu,

gadai tidak dapat dibatalkan sepanjang penerima gadai (kreditur) betul-betul beranggapan bahwa pemberi gadai berhak untuk membebankan benda yang bersangkutan dengan hak gadai. Kalau penerima gadai mengetahui atau seharusnya dapat menyangka bahwa pemberi gadai tidak berhak mengasingkan obyek gadai, maka penerima gadai tidak mendapat perlindungan hukum dan hak gadai harus dibatalkan. Timbulnya hak gadai didasarkan atas perjanjian mengadakan gadai, baik yang dibuat secara tertulis (otentik atau di bawah tangan) atau dibuat secara lisan. Akan tetapi dengan perjanjian gadai saja, tidak berarti hak gadai telah terbentuk dengan sendirinya, melainkan masih harus disertai dengan penyerahan benda yang digadaikan. Jika barang-barang yang akan digadaikan merupakan barang-barang yang sehari-hari dipergunakan untuk berusaha maka akan timbul kesulitan apabila benda itu diserahkan sebagai benda gadai karena ia tidak akan memperoleh penghasilan untuk melunasi hutanghutangnya itu. Jalan keluar yang ditempuh untuk mengatasi kesulitan terbut di atas adalah dengan mempergunakan suatu lembaga jaminan yang dinamakan fiduciare eigendoms overdracht (fidutia) yang disingkat menjadi FEO.

DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006 Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung: Alumni, 1977 Chidir Ali, Badan Hukum, Bandung: Alumni, 1976 Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung : Alumni, 2004

Vous aimerez peut-être aussi