Vous êtes sur la page 1sur 24

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah sarana yang paling vital bagi setiap manusia untuk mengerti dirinya sendiri, mengerti orang lain, dan memahami lingkungannya. Mengetahui tempat dan cara kehadirannya di masyarakat serta hubungan dengan sesama disekitarnya. Semua itu dipahami dengan adanya jalur komunikasi yang terjalin baik. Untuk menghubungkan diri dengan manusia lain, perlu adanya jalinan komunikasi. Agar manusia saling mengerti, saling melengkapi, hingga saling menolong. Dalam studi komunikasi massa dikenal keberadaan media komunikasi. Sarana dan kebutuhan komunikasi semakin meningkat, sehingga manusia harus mampu mengatur perkembangan media komunikasi itu sendiri. Dewasa ini media komunikasi massa berkembang pesat. Salah satu media yang kini semakin marak di masyarakat adalah film. Film telah jadi nafas budaya abad ke-20 dan 21, sehingga menjadi sebuah media komunikasi yang cukup menarik dan banyak penggemarnya. Perkembangan dunia penyiaran dan informasi memudahkan masyarakat untuk memperoleh hiburan, khususnya film. Saat ini film sangat mudah untuk dijumpai, mulai pemutaran dibioskop, siaran televisi, hingga pertokoan yang menjual dan menyewakan film. Namun satu hal yang masih menjadi perhatian,

yaitu dominasi film-film impor. Di bioskop dan televisi swasta film-film box office, seperti produksi Hollywood, hampir setiap hari ada ditayangan televisi nasional. Dunia perfilman Indonesia yang mengalami kelesuan seiring dengan krisis di era tahun 90-an juga menjadi alasan masyarakat untuk memilih film produksi luar negeri untuk menjadi alternatif tontonan. Pada era ini, masyarakat tidak lagi merasakan kemeriahan film Naga Bonar atau Cut Nyak Dien yang telah menjadi kebanggaan masyarakat pada tahun 80-an. Memasuki tahun 2000, film Indonesia mulai kembali diproduksi. Film Ada Apa dengan Cinta, Biola tak Berdawai, Berbagi Suami adalah beberapa contoh film nasional yang merangsang kembali minat masyarakat Indonesia untuk menikmati film produksi dalam negeri. Masalah dunia perfilman Indonesia semakin membaik dengan indikasi produktivitas film yang meningkat dan sutradara-sutradara baru yang bermunculan. Dalam era informasi yang ditandai dengan bermunculannya media penyiaran dan internet maka dunia film juga mendapatkan angin segar untuk berkembang. Film-film jenis sinetron, film televisi, film box office maupun penyebaran film melalui jaringan internet, seperti durian pada musimnya. Jumlahnya terus berkembang dan ide ceritanya semakin beragam. Pembuatan film pun semakin dipermudah dengan masuknya teknologi digital. Jika di era tahun 80an, produser film harus menghabiskan dana yang tidak

murah, berbeda dengan fenomena yang terjadi sekarang ini. Seseorang dapat membuat film dengan hanya bermodal cerita dan media rekam seadanya, seperti handycam. Budaya populer pembuatan film telah menjadi hobi bagi masyarakat. Sebagian dari mereka tidak hanya lagi sebagai penonton ( audience ). Namun pada saat ini banyak sekali individu yang menjadi pembuat ( creator ) film. Hal inilah yang memunculkan fenomena indie ditengah masyarakat. Film-film mereka pun sering disebut dengan film indie. Aktivitas dalam dunia film, baik produksi maupun konsumsi film, memang berkembang pesat saat ini. Hal inilah yang harus menjadi perhatian bagi masyarakat untuk dapat menyeleksi film-film yang beredar dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat yang sering memandang film menjadi media hiburan harus mempunyai selektivitas dan kemampuan untuk mengapresiasi sebuah film. Yaitu kemampuan masyarakat untuk menikmati, memahami, menghayati dan

mengimplementasikan pesan positif didalam sebuah film. Kegiatan apresiasi secara kelompok terhadap karya film mulai bermunculan dalam lingkungan akademis dan masyarakat umum. Dengan adanya kenyataan bahwa film telah menjadi hobi bagi masyarakat, baik sebagai penonton (audience) maupun pembuat (creator), hal ini berkesinambungan dengan banyak munculnya kelompok-kelompok pecinta film (cineas). Kelompok-kelompok ini sering disebut juga komunitas pecinta film.

Kegiatan apresiasi dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Oleh kelompok maupun tiap individu secara sendiri. Dalam berapresiasi seseorang harus mempunyai ketelitian karena setiap gambar dan narasi dalam film mempunyai makna. Dalam penelitian ini akan dikaji bagaimana apresiasi yang diadakan kelompok, dan efektivitas kegiatan kelompok dalam berapresiasi dan membandingkannya dengan apresiasi yang dilakukan seseorang tanpa kelompok atau secara sendiri.

B. Rumusan Masalah Untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang dikaji, serta mempermudah pembahasan masalah agar lebih terarah dan mendalam sesuai dengan sasaran yang tepat di mana terdapat pembatasan objek kajian yang akan diteliti, maka perlu adanya perumusan masalah yang tersusun secara sistematik dan baik. Oleh karena itu penulis merasa perlu untuk mengungkapkan beberapa permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimana apresiasi film indie di kalangan komunitas Mata Kaca dijabarkan dalam tahapan-tahapan apresiasi ? 2. Bagaimana perbandingan antara apresiasi yang dilaksanakan secara kelompok dengan apresiasi yang dilakukan secara individu? 3. Bagaimana kendala apresiasi film indie di kalangan komunitas Mata Kaca?

C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui kegiatan apresiasi film indie di kalangan komunitas pecinta film. 2. Untuk mengetahui perbandingan antara kegiatan yang dilaksanakan secara kelompok dengan secara individu dalam mengapresiasikan film indie. 3. Untuk mengetahui harapan dan kendala dalam kegiatan apresiasi film indie di kalangan komunitas pecinta film.

D. Manfaat Penelitian 1. Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang perkembangan dunia apresiasi film indie di kalangan Komunitas yang berada di Surakarta melalui penelitian yang dilakukan di Komunitas mata kaca. 2. Menambah bahan referensi serta bahan masukan bagi penelitian sejenis di masa yang akan datang.

E. Tinjauan Pustaka 1. Kerangka Teori Hiruk pikuk masyarakat sepanjang hari dipengaruhi oleh kegiatan komunikasinya. Jika sesuatu tidak dalam aktivitas komunikasi maka sesuatu tersebut dikatakan diam. Namun dalam kajian komunikasi, diam pun dapat

diartikan mengkomunikasikan sesuatu. Diam dapat dianggap, benda tersebut kehabisan tenaga, tidak bersemangat atau mati. Pengertian komunikasi massa, pada satu sisi adalah proses di mana organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas. Dan pada sisi lain diartikan sebagai bentuk komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak maupun elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Pengertian proses komunikasi massa pada hakikatnya merupakan proses pengoperan lambanglambang yang berarti, yang dilakukan melalui saluran (channel), biasanya dikenal dengan media. Yang dimaksud dengan media disini adalah alat yang digunakan untuk mencapai massa (sejumlah orang yang tidak terbatas). Seorang ahli politik di Amerika Serikat mengemukakan suatu ungkapan yang sangat terkenal dalam teori dan penelitian komunikasi massa. Ungkapan tersebut merupakan suatu formula dalam menentukan scientific study dari suatu proses komunikasi massa dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: who (siapa), says what (berkata apa), in which channel (melalui saluran apa), to whom (kepada siapa) dan with what effect (dengan efek apa). (Harold D Lasswell : 1999).

Penyampaian ide dalam film indie merupakan proses komunikasi massa antara komunikator (penyampai pesan) dengan komunikan (khalayak) dengan menggunakan suatu sarana media.

a. Tinjauan tentang Apresiasi Apresiasi berasal dari kata appreciation dalam bentuk kata kerja to appreciate yang berarti to judge the value of understanding or enjoy fully in the right way maka secara umum berarti bahwa mengerti serta menyadari sepenuhnya sehingga mampu menilai sebagaimana mestinya ( P. Mulyadi, 1985 : 5 ) Sedangkan menurut pendapat Benjamin S. Bloom sebagaimana yang dikutip oleh Herman J. Waluyo, appretiation like interest refers to such as simple behavior as a persons being aware of phenomenon and being able to verbalize. It many require only that the individual experience as pleasant feeling when the perceives the phenomenon ( Herman J. Waluyo, 1986 : 11 ). Dari pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa apresiasi adalah minat yang dapat ditunjukkan melalui tingkah laku sederhana, ketika seseorang sadar dan merasakan suatu fenomena yang terjadi dan kemudian mampu

mengungkapkannya dengan kata-kata atau pendapat dan mengalami perasaan suka ketika individu merasakan fenomena tersebut. Apresiasi terhadap karya seni dalam hal ini adalah film indie dilakukan

dalam beberapa tahap yaitu : 1) Tahap penikmatan Pada tahap ini penikmat melakukan tindakan, membaca, melihat, menonton atau mendengarkan suatu karya seni.

2) Tahap pemahaman Disini penikmat melakukan tindakan melihat kebaikan, manfaat atau nilai dari suatu karya seni. Mungkin sekali penikmat merasakan adanya manfaat, apakah itu menyenangkan , memberi hiburan, memberi kepuasan ataupun memperluas pandangan dan wawasan hidupnya. 3) Tahap penghargaan Disini penikmat melakukan tindakan meneliti, menganalisis unsur intrinsik dan ekstrensiknya serta berusaha menyimpulkan. Disini berarti penikmat tidak lagi sekedar pasif untuk menikmati suatu karya seni akan tetapi ia melakukan pengkajian pada tiap komponen yang membentuk suatu karya tersebut. Akhirnya ia akan sampai pada suatu kesimpulan apakah karya seni tersebut baik atau tidak, sekedar sebagai hiburan atau lebih dan lainlain. 4) Tahap penghayatan Pada tahap ini penikmat akan mengaanalisa lebih lanjut karya seni tersebut, mencari hakekat atau makna suatu karya beserta argumentasinya, membuat

penafsiran dan menyusun argumen berdasarkan analisis yang telah dibuatnya. Alasan-alasan yang dikemukakan disetai dengan bukti agar argumen tersebut dapat diterima secara akal.

5) Tahap implikasi Setelah menikmati suatu karya seni sangat mungkin timbul ide baru pada penikmat dan dari kesadarannya kemudian melaksanakan ide tersebut demi kepentingan sosial, ekonomi, politik dan budaya. ( Suroto, 1989:75 ). Marseli Sumarno memberikan pendapat yang sedikit berbeda dimana apresiasi dapat dilakukan dalam tiga tahap yaitu : tahap pemahaman, penikmatan dan penghargaan ( 1996:100 ). Tahap pemahaman merupakan tahap pertama yang berkaitan dengan keterlibatan emosional dan pemikiran. Dalam hal ini masyarakat memahami masalah yang diungkapkan dalam film indie serta merasakan perasaan-perasaan dan membayangkan dunia rekaan (imajinasi). Tahap selanjutnya adalah penikmatan dimana masyarakat memahami dan menghargai penguasaan film indie, cara-cara penyajian pengalaman hingga tingkat penghayatan. Masyarakat tertarik untuk

mengetahui pokok bahasan dalam film indie. Selanjutnya tahap terakhir adalah tahap penghargaan dimana pada tahap ini masyarakat memasalahkan dan menemukan hubungan pengalaman yang ia dapat dari sebuah karya film indie dengan pengalaman kehidupan nyata yang dihadapi.

Selanjutnya ada beberapa unsur penting dalam apresiasi sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Armand J. Gerson yaitu enjoyment (suatu tanggapan emosional) dan a degree of comprehensive (suatu tanggapan intelektual) ( Suyitno, 1985 : 22 ). b. Tinjauan tentang film indie Film atau gambar bergerak merupakan bentuk dominan dari komunikasi massa yang ditampilkan secara visual. Gambar bergerak ini ditemukan dari hasil pengembangan prinsip-prinsip fotografi dan proyektor. Sepeti halnya televisi siaran, tujuan masyarakat menonton film terutama adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Hal ini sejalan dengan misi perfilman nasional sejak tahun 1979, bahwa selain sebagai media hiburan, film nasional dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building. ( Effendy, 1981: 212 ) Film pada perkembangannya telah menjadi konsumsi masyarakat luas. Tingginya konsumsi terhadap film mempengaruhi orientasi pembuatan film itu sendiri. Dan disadari bahwa melalui budaya yang dibawakan dalam film diyakini mampu mempengaruhi orang banyak. Sehingga seringkali suatu produk tertentu masuk untuk kepentingan promosi. Kesempatankesempatan inilah yang mendukung keberadaan film menjadi sebuah indusri. Film adalah

karya seni yang diproduksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orangorang yang bertujuan memperoleh estetika (keindahan) yang sempurna. Meskipun pada kenyataanya adalah karya seni, industri film adalah bisnis yang memberikan keuntungan, kadang - kadang menjadi mesin uang yang seringkali, demi uang, keluar dari kaidah artistik ( Dominick. 2000: 306 ) Namun ada sebagian kalangan yang masih melihat film merupakan karya seni dan tidak mengorientasikan karyanya pada pasar ( non comerciil ). Mereka melihat penciptaan karya adalah perwujudan idealisme. Kalangan inilah yang sering disebut juga dengan indie. Hal senada dikutip dari artikel salah satu penggiat film di Yogya, yaitu Just Kidding Video Explore ( JKVE ) menyatakan indie dapat diartikan semacam semangat yang tidak terikat, oleh karena audio visual merupakan salah satu media ekspresi, maka pembuatnya bebas mengekspresikan ide-ide mereka tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Kata Indie sendiri diambil dari kata bahasa Inggris independent, yang berarti merdeka, bebas, sendiri, yang berdiri sendiri ( John M. Echols dan Hasan Sadily ). Jadi kata indie bisa disama artikan dengan kata sendiri atau berdiri sendiri. Arti kata tersebut sama dengan keberadaan film indie saat ini, yaitu sebagai film yang bebas dari campur tangan dunia industri perfilman. Fim independen adalah salah satu hasil kreasi insan perfilman ( sineas ), film itu sendiri

dengan menjunjung tinggi nilai apresiasi seni tanpa harus terjebak kedalam suatu paradigma sinema formal.

Undang undang perfilman mendukung kebebasan berkarya yang bertanggung jawab atas pembuatan film. Kebebasan berkarya dapat diartikan sebagai kebebasan untuk menghasilkan karya berdasarkan kemampuan imajinasi, daya cipta, rasa, ataupun karsa, baik dalam bentuk, makna, ataupun caranya. Dengan kebebasan berkarya ini diharapkan mampu mengembangkan kreatifitas perfilman dalam rangka pengembangan budaya bangsa. Undang undang perfilman memberikan definisi perfilman sebagai seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan, jasa, teknik, pengeksporan, pengimporan, pengedaran, pertunjukan, dan atau penyangan film. Namun demikian, sejauh ini peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak mengenal istilah film independen ( indie ). Pasal 23 sampai 29 PP No. 6 tahun 1994 tentang penyelenggaraan Usaha Perfilman hanya menyebutkan tiga kategori film, antara lain film-film komersiil, film diplomatik, dan film khusus. Jika ditinjau dari penyelenggaraan sebuah festival film, seperti Jiffest, maka film yang diputar dalam event tersebut dapat dikategorikan dalam film khusus. Penjelasan ayat 23 ayat (2) Undang-undang No. 8 Tahun 1992 tentang Perfilman, (selanjutnya disebut UU Perfilman) menjelaskan film khusus, yaitu

film yang dimasukkan ke Indonesia untuk tujuan khusus, seperti film pendidikan, film instruksi, film untuk keperluan seminar atau festival yang tidak bersifat komersial.

Karya sinematografi merupakan salah satu obyek yang mendapat perlindungan hak cipta. Pada penjelasan pasal 12 huruf (k) ditentukan, bahwa karya sinematografi merupakan media komunikasi gambar gerak (moving images), antara lain meliputi film dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optik dan atau media lain yang memungkinkan untuk dipertunjukkandi bioskop, di layar lebar atau ditayangkan di televisi atau media lainnya. Karya serupa itu dibuat oleh perusahaan pembuat film, stasiun telvisi atau perorangan. Pada penjelasan pasal tersebut tercakup berbagai hal menyangkut karya sinematografi yang dilindungi hak cipta, seperti macam-macam karya sinematografi, media yang digunakan pada suatu karya sinematografi, serta pihak pembuat karya sinematografi tersebut. c. Tinjauan tentang komunitas Individu sebagai makhluk hidup, mempunyai kebutuhan, yang menurut A. Maslow dapat dikenal adanya : 1) Kebutuhan fisik

2) Kebutuhan rasa aman 3) Kebutuhan kasih sayang 4) Kebutuhan prestasi dan prestise 5) Kebutuhan untuk melaksanakan sendiri Di lain pihak individu itu mampu melakukan potensi untuk memenuhi kebutuhan tersebut diatas, namun potensi yang ada pada individu yang bersangkutan terbatas sehingga individu harus meminta bantuan kepada individu lain yang sama-sama hidup satu kelompok. Dalam keadaan seperti itu individu berusaha mengatasi kesulitan yang ada pada dirinyamelalui prinsip escapism artinya salah satu bentuk pelarian diri dengan mengorbankan pribadinya dan mempercayakan kepada orang lain yang menurut pendapatnya memilih ini mengakibatkan perasaan akan perlunya kemesraan di dalam kehidupan bersama. Artinya individu tidak dapat hidup tanpa kerjasama dengan individu lain. Bentuk kelompok seperti keluarga, regu kerja, regu belajar merupakan contoh-contoh yang konkrit dan kelompok-kelompok tersebut dimungkinkan mendapat tempat kehidupan yang baik di dalam masyarakat yang semakin kompleks. Sudah barang tentu kehidupan kelompok tersebut tidak berada dalam keadaan statis, tetapi berada dalam keadaan dinamis. Artinya kehidupan kelompok itu berkembang dengan baik.

Dengan adanya keadaan seperti tersebut diatas, beberapa ahli mencoba memberi pengetian apa yang disebut kelompok. 1) W.Y.H. Sprott memberikan pengertian kelompok sebagai beberapa orang yang bergaul satu dengan yang lain. 2) H. Smith menguraikan, Kelompok adalah satu unit yang terdapat beberapa individu, yang mempunyai kemampuan untuk berbuat dengan kesatuannya dengan cara dan atas dasar kesatuan persepsi. Dalam hubungan dengan kelompok ini akan diuraikan, beberapa macam kelompok berdasarkan situasi yang dihadapi individu, yaitu: 1) Situasi kebersamaan Artinya: suatu situasi dimana terkumpul sekumpulan individu secara bersama-sama. Situasi kebersamaan ini menimbulkan kelompok

kebersamaan yakni, suatu kelompok individu yang terkumpul pada suatu ruang dan waktu yang sama tumbuh dan mengarahkan tingkah laku secara spontan. Kelompok ini disebut juga dengan massa atau crowd Menurut Kinch, ciri-ciri massa adalah : a) bertanggung jawab dalam waktu yang relatif pendek b) para pesertanya berhubungan secara fisik (misal: berdesak-desakan) c) kurang adanya aturan yang terorganisir. d) Interaksinya bersifat spontan. 2) Situasi kelompok sosial

Artinya: sesuatu situasi dimana terdapat dua individu atau lebih yang telah mengadakan interaksi sosial yang mendalam satu sama lain. Situasi kelompok sosial tersebut menyebabkan terbentuknya kelompok sosial artinya suatu kesatuan sosial yang terdiri dari dua individu atau lebih yang telah mengadakan interkasi sosial yang cukup intensif dan teratur sehingga diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, strukur dan norma-norma tertentu. Secara umum kelompok sosial tersebut diikat oleh beberapa faktor, seperti: a) Bagi anggota kelompok, suatu tujuan yang realistis, sederhana dan memiliki nilai keuntungan bagi pribadi. b) Masalah kepemimpinan dalam kelompok cukup berperan dalam menentukan kekuatan ikatan anta anggota. c) Interaksi dalam kelompok secara seimbang merupakan alat pereka yang baik dalam membina kesatuan dan persatuan anggotanya. Berdasarkan uraian diatas, setiap individu dalam komunitas pecinta film termasuk dalam situasi kelompok sosial. Karena Komunitas film indie terbentuk dengan adanya beberapa individu yang intensif mempunyai ketertarikan terhadap suatu bentuk film tersebut dan perkembangannya, serta dilihat dari adanya struktur, tujuan yang terorganisir, dan kekuatan antar anggota dalam komunitas itu sendiri.

2. Kerangka pemikiran
Industri Film Independent (Karya Film Indie) Komunitas pecinta film indie

Apresiasi

Tahap Penikmatan

Tahap Pemahaman

Tahap Penghargaan

Tahap Penghayatan

Tahap Penerapan

Gambar 1
Bagan Model Analisis Interaktif

Penjelasan Gambar 1 : Dua klasifikasi film menurut distribusinya adalah film industri, dan film indie. Film industri merupakan film yang mempunyai tujuan lebih kepada distribusi komersiil. Media penyiaran dari film ini tidak sulit dijumpai, karena film jenis ini secara perizinan terdaftar di Lembaga Penyiaran dan mempunyai Hak Cipta dari Departemen Perdagangan. Sehinnga memungkinkan film ini mempunyai kekuatan hukum untuk dipublikasikan secara luas. Media publikasi dari film industri ini, antara lain: stasiun televisi, bioskop, penjualan VCD, dan

penjualan DVD. Sedangkan untuk jenis film indie, penyebarannya tidak berorientasi pada pasar komersiil. Saat ini bioskop dan televisi didominasi oleh film-film industri box office, sinetron, dan lain - lain. Namun bukan berarti film indie tidak mendapat tempat. Hal ini dibuktikan dengan selalu bertambahnya individuindividu pembuat, pemerhati dan penonton film indie. Para pecinta film indie melakukan kegiatan komunikasi massa dalam rangka apresiasi film indie. Apresiasi yang dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu : tahap penikmatan, tahap pemahaman, tahap penghargaan, tahap penghayatan, tahap implikasi / penerapan.

F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran sejelas mungkin mengenai masalah yang diteliti. Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Penelitian deskriptif pada umumnya bertujuan untuk mendiskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu mengenai sifat-sifat, karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor tertentu ( Bambang Sunggono, 2003:36 ). Dalam penelitian ini yang dideskripsikan adalah apresiasi film indie di kalangan pecinta film yang berada di Kotamadya

Surakarta.

2. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata ( Soerjono Soekanto, 1986:32 ). Dalam penelitian ini data bersifat kualitatif yaitu berupa hasil wawancara dan catatan-catatan yang mendukung data. 3. Lokasi Penelitian Dalam penulisan ini, penulis mengambil lokasi penelitian pada Komunitas Mata Kaca yang beralamat di Jalan Kahuripan Timur, Gg V nomor 3, kelurahan Sumber, kecamatan Banjarsari, Kotamadya Surakarta, Kode Pos : 57138. 4. Jenis Data Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung di lapangan, antara lain berasal dari Pengurus dan/atau anggota komunitas pecinta film di Kotamadya Surakarta. Dalam penelitian ini data primernya berupa hasil

wawancara dengan: 1) Joko Narimo sebagai ketua komunitas Matakaca, 2) Ricas C.W.U sebagai HUMAS komunitas Mata Kaca, 3) Dian Paramita Sari ( NoLimit Creative Communication ) sebagai seseorang yang pernah mengikuti kegiatan pemutaran yang pernah diselenggarakan komunitas Mata Kaca, 4) Agustian Tri Yuanto sebagai seseorang yang pernah mengikuti kegiatan pemutaran yang pernah diselenggarakan komunitas Mata Kaca, 5) Setyawan ( Staff pengajar di Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebalas Maret Surakarta ), sebagai seseorang yang pernah mengikuti kegiatan pemutaran yang pernah diselenggarakan komunitas Mata Kaca. b. Data Sekunder Data ini antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan seterusnya. 5. Sumber Data Berdasarkan jenis-jenis data dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi dua sumber data, yaitu : a. Sumber Data Primer Sumber data primer adalah ketua dan anggota komunitas pecinta film indie yang berada di Kotamadya Surakarta. b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah catatan-catatan kegiatan komunitas pecinta film yang berada di Kotamadya Surakarta.

6. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan melalui 2 cara yaitu : a. Wawancara ( Interview ) Wawancara merupakan teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab secara langsung untuk memperoleh informasi yang diperlukan. Dalam hal ini wawancara dilakukan kepada ketua komunitas Mata Kaca dan komunitas pecinta film indie lain yang berada di Kotamadya Surakarta, dan pihak yang berkaitan dengan judul tersebut diatas. b. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan merupakan suatu alat pengumpul data yang dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, dan menganalisis isi dokumen.

7. Analisis Data Analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif dilakukan dengan mengumpulkan data, mengkualifikasikannya kemudian menghubungkannya dengan teori yang berhubungan dengan masalahnya dan akhirnya menarik kesimpulan untuk

menentukan hasil akhir penelitian. Model analisis kualitatif yang digunakan adalah model analisis interaktif Interactive Model Of Analysis adalah model analisis yang memerlukan tiga komponen pokok yaitu reduksi data, sajian data serta penarikan kesimpulan verifikasi. Selain itu dilakukan pula suatu proses antara tahap-tahap tersebut sehingga yang terkumpul berhubungan satu sama lain secara otomatis (H.B. Sutopo, 2002:94-96).

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Sajian data Data

Penarikan Simpulan/ Verifikasi

Gambar 2 Bagan Model Analisis Interaktif

Penjelasan Gambar 2 : a. Reduksi Data Merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan

abstraksi data yang ada dalam fieldnote. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan riset, yang dimulai bahkan sebelum pengumpulan data dilakukan. Reduksi dimulai sejak peneliti mengambil keputusan tentang kerangka kerja konseptual, pemilihan kasus, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan tentangcara pengumpulan data yang dipakai. Pada saat pengumpulan data berlangsung, reduksi data berupa membuat singkatan, coding, memusatkan tema, membuat batas permasalahan dan menulis memo. Proses reduksi ini berlangsung selama penelitian berlangsung. b. Penyajian data Merupakan rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Dengan melihat suatu penyajian data, peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan untuk melakukan sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan penelitian tersebut. c. Penarikan kesimpulan Pada awal pengumpulan data, peneliti harus sudah mengerti apa saja yang ia temui dalam melakukan pencatatan peraturan, pokok pernyataan, konfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat dan proposisi-proposisi.

G. Sistematika Penulisan Untuk mendapat gambaran yang jelas tentang apa yang dibahas, adapun

sistematika penulisan hukum adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab ini penulis menguraikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran dan teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II

Deskripsi Obyek Penelitian Dalam bab ini penulis mendeskripsikan obyek dimana penelitian dilakukan.

Bab III

Hasil Penelitian Dan Pembahasan Dalam bab ini penulis menguraikan kegiatan apresiasi yang dilaksanakan di komunitas Mata Kaca. Dan selanjutnya peneliti menganalisa hasil penelitian dengan panduan teori yang berhubungan.

Bab IV

Penutup Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan dan saran.

Daftar Pustaka Lampiran

Vous aimerez peut-être aussi