Vous êtes sur la page 1sur 25

3

BAB II TINJAUAN TEORITIS


A. Definisi Tonsilitis Tonsilitis adalah infeksi akut pada tonsil atau amandel.(Black, 1997). Sedangkan Tonsilitis terbagi menjadi 2 yaitu a). Tonsilitis akut, merupakan infeksi tonsil akut yang menimbulkan demam, lemah, nyeri tenggorokan, nyeri dan gangguan menelan, dengan gejala dan tanda setempat radang akut b) tonsilitis kronis, merupakan tonsilitis yang paling sering ditemukan diantara infeksi daerah faring keluhan dan gejalanya hampir sama dengan tonsilitis akut ini berulang kali. Pada pemeriksaan tonsil didapat membesar dengan banyak kripta disertai tumpukan nanah seperti keju didalam kripta. (Sjamsuhidayat dan De jong, 2005) Tonsilitis adalah peradagang yang terjadi akibat respon berupa rangsangan fisik, kimiawi maupun immunologi. Hal-hal yang dapat memicu peradangan pada tonsil adalah seringnya kuman masuk kedalam mulut bersama makanan atau minuman.(infokesehatan.com, 2011)

Amandel atau tonsilitis merupakan kumpulan jaringan limfoid yang terletak pada kerongkongan di belakang kedua ujung lipatan belakang mulut. Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut, hidung, dan kerongkongan, oleh karena itu tidak jarang tonsil mengalami peradangan.( Adams George, 1999)

Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh bakteri atau kuman streptococcusi beta hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes dapat juga disebabkan oleh virus.

B. Etiologi Etiologi menurut Mansjoer (2001) etiologi tonslitis adalah :

a. Streptokokus Beta Hemolitikus Streptokokus beta hemolitikus adalah bakteri gram positif yang dapat berkembang biak ditenggorokan yang sehat dan bisa menyebabkan infeksi saluran nafas akut.

b. Streptokokus Pyogenesis Streptokokus pyogenesis adalah bakteri gram positif bentuk bundar yang tumbuh dalam rantai panjang dan menyebabkan infeksi streptokokus group A. Streptokokus Pyogenesis adalah penyebab banyak penyakit penting pada manusia berkisar dari infeksi khasnya bermula ditenggorakan dan kulit.

c. Streptokokus Viridans Streptokokus viridans adalah kelompok besar bakteri streptokokus komensal yang baik a-hemolitik, menghasilkan warna hijau pekat agar darah. Viridans memiliki kemampuan yang unik sintesis dekstran dari glukosa yang memungkinkan mereka mematuhi agregat fibrin-platelet dikatup jantung yang rusak.

d. Virus Influenza Virus influenza adalah virus RNA dari famili Orthomyxo viridae (virus influenza). Virus ini ditularkan dengan medium udara melalui bersin pada manusia gejala umum yang terjadi yaitu demam, sakit tenggorokan, sakit kepala, hidung tersumbat. Dalam kasus yang buruk influenza juga dapat menyebabkan terjadinya pneumonia.

C. Klasifikasi Klasifikasi tonsilitis menurut (Megantara, Imam 2006) yaitu :

1. Tonsillitis akut Disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus, streptococcus viridians, dan streptococcus piogynes, dapat juga disebabkan oleh virus.

2.

Tonsilitis falikularis Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat diliputi bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus. Detritus ini terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisa-sisa makanan yang tersangkut.

3. Tonsilitis Lakunaris Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk) permukaan tonsil. 4. Tonsilitis Membranosa (Septis sore Throat) Bila eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak tersebut menyerupai membrane. Membran ini biasanya mudah diangkat atau dibuang dan berwarna putih kekuning-kuningan. 5. Tonsilitis Kronik Tonsillitis yang berluang, faktor predisposisi : rangsangan kronik (rokok, makanan) pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan hygiene mulut yang buruk.

Klasifikasi (Masjoer,2001) terbagi 3 yaitu : 1. Tonsil akut, merupakan peradangan akut pada tonsil. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut Tonsilitis Folikularis. Bila bercak bercak detritus ini menjadi satu membentuk alur alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris. 2. Tonsilitis membrosa, penyakit yang termasuk kedalam tonsilitis ini adalah Tonsilitis Difteri, Tonsilitis septik (septik sore throat), stomatis ulsero membran (Angina Plaut Vicent), penyakit kelainan darah seperti Leukimia akut, Anemia Pernisiosa, Neutropenia Maligna, serta Infeksi Mononukleosis, proses spesifik leus dan tuberkulosis, infeksi jamur moniliasis, aktinomikosis dan blastomikosis, infeksi virus morbili, pertusis dan skarlatina.

3. Tonsilitis kronis, faktor predisposisinya adalah ransangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat.

D. Patofisiologi Menurut (Mansjoer, 2001) patofisiologi pada tonsil akut kuman menginfiltrasi lapisan epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear, sedangkan pada tonsil kronis karena proses radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid di ganti dengan jaringan parut, jaringan ini akan mengerut sehingga ruang antar kelompok melebar (kriptus) yang akan di isi oleh detritus, proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris.

Skema proses terjadinya Tonsilitis Akut

kuman meninfiltrasi lapisan epitel

epitel terkikis

jaringan limfoid superfisial beraksi

pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear

Skema proses terjadinya Tonsilitis Kronis

Proses radang berulang

Epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis

Proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut

Jaringan mengerut, ruang antar kelompok melebar (kriptus) yang akan di isi oleh detritus

Proses ini meluas menembus kapsul

Timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris

E. Manifestasi klinis Gejala umum tonsilitis meliputi:


merah dan / atau bengkak amandel putih atau kuning patch pada amandel tender, kaku, dan / atau leher bengkak sakit tenggorokan sulit menelan makanan batuk sakit kepala sakit mata tubuh sakit otalgia demam panas dingin hidung mampet

Tonsilitis akut disebabkan oleh bakteri dan virus dan akan disertai dengan gejala sakit telinga saat menelan, bau mulut, dan air liur bersama dengan radang tenggorokan dan demam. Dalam hal ini, permukaan tonsil mungkin merah cerah atau memiliki lapisan putih keabu-abuan, sedangkan kelenjar getah bening di leher akan membengkak.(wikipedia.org, 2011)

Menurut Mansjoer (2000: 118) tanda dan gejala pada tonsilitis akut adalah: a). Suhu tubuh naik sampai 40C. b). Rasa gatal atau kering ditenggorokan.

c). Lesu. d). Nyeri sendi. e). Odinofagia (sakit pada waktu menelan makanan). f). Anoreksia. g). Otalgia(nyeri pada telinga). h). Bila laring terkena, suara akan menjadi serak. i). Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis. j). Tonsil membengkak dan hiperemis. k). Terdapat detritus atau tonsilitis folikularis, kadang detritus berdekatan menjadi satu atau tonsillitis lakunaris atau berupa membrane semu. l). Kelenjar submandibula dan nyeri tekan terutama pada anak-anak.

Menurut Mansjoer (2000: 120) tanda dan gejala pada Tonsilitis Kronis adalah : a). Klien mengeluh ada penghalang ditenggorokan. b). Tenggorokan terasa kering. c). Pernafasan bau. d). Pada pemeriksaan, tonsil membesar dengan permukaan tidak rata. e). Kriptus membesar dan terisi detritus.

Menurut Smeltzer (2001) tanda dan gejala pada Tonsilitis, adalah :

a. Sistem Gastointestinal

1) Nyeri pada tenggorokan, adanya virus dan bakteri 2) Nyeri saat menelan, adanya pembengkakan pada tonsil 3) Anoreksia : mual dan muntah 4) Mulut berbau 5) Bibir kering 6) Nafsu makan berkurang

b. Sistem Pernafasan

1) Sesak nafas karena adanya pembesaran pada tonsil 2) Faring hiperimisis : terdapat detritus 3) Pernafasn bising. 4) Edema faring 5) Batuk

c. Sistem Imun

1) Pembengkakan kelenjar limpah leher 2) Pembesaran tonsil 3) Tonsil Hiperemia 4) Demam atau peningkatan seluruh tubuh

d. Sistem Muskuloskeletal

1) Kelemahan pada otot 2) Letargi 3) Nyeri pada otot 4) Malaise

F. Komplikasi Komplikasi pada tonsilitis yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan adalah :

a. Abses Peritonsilar (quinsy) : Biasanya timbul pada pasien dengan tonsilitis berulang atau kronis yang tidak mendapat terapi yang adekuat.

b. Abses Parafaringeal : Timbul jika infeksi atau pus (cairan abses) mengalir dari tonsil atau abses peritonsilar melalui otot konstriktor superior, sehingga formasi abses terbentuk di antara otot ini dan fascia servikalis profunda. Komplikasi ini berbahaya karena terdapat pada area di mana pembuluh darah besar berada dan menimbulkan komplikasi serius.

c. Abses Retrofaringeal : Keadaan ini biasanya disertai sesak nafas (dyspnea),

10

ganggaun menelan, dan benjolan pada dinding posterior tenggorok, dan bisa menjadi sangat berbahaya bila abses menyebar ke bawah ke arah mediastinum dan paru-paru.

d. Tonsilolith : Tonsilolith adalah kalkulus di tonsil akibat deposisi kalsium, magnesium karbonat, fosfat, dan debris pada kripta tonsil membentuk benjolan keras. Biasanya menyebabkan ketidaknyamanan, bau mulut, dan ulserasi (ulkus bernanah).

e. Kista Tonsil : Umumnya muncul sebagai pembengkakan pada tonsil berwarna putih atau kekuningan sebagai akibat terperangkapnya debris pada kripta tonsil oleh jaringan fibrosa.

f. Komplikasi Sistemik : Kebanyakan komplikasi sistemik terjadi akibat infeksi Streptokokus beta hemolitikus grup A. Di antaranya: radang ginjal akut (acute glomerulonephritis), demam rematik, dan bakterial endokarditis yang dapat menimbulkan lesi pada katup jantung. (Mansjoerm Arief,2001)

G. Pemeriksaan penunjang 1. Tes Laboratorium Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh pasien merupkan akteri gru A, karena grup ini disertai dengan demam renmatik, glomerulnefritis, dan demam jengkering.

2. Pemeriksaan penunjang Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.

3. Terapi Dengan menggunakan antibiotic spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan. (Firman S, 2006)

11

H. Penatalaksanaan Pada penderita tonsillitis, terlebih dahulu harus diperhatikan pernafasan dan status nutrisinya. Jika perbesaran tonsil menutupi jalan nafas, maka perlu dilakukan tonsilektomi, demikian juga jika pembesaran tonsil menyebabkan kesulitan menelan dan nyeri saat menelan, menyebabkan penurunan nafsu makan / anoreksia. Pada penderita tonsillitis yang tidak memerlukan tindakan operatif (tonsilektomi), perlu dilakukan oral hygiene untuk menghindari perluasan infeksi, sedangkan untuk mengubahnya dapat diberikan antibiotic, obat kumur dan vitamin C dan B. Pemantauan pada penderita pasca tonsilektomi secara kontinu diperlukan karena resiko komplikasi hemorraghi. Posisi yang paling memberikan kenyamanan adalah kepala dipalingkan kesamping untuk memungkinkan drainage dari mulut dan faring untuk mencegah aspirasi. Jalan nafas oral tidak dilepaskan sampai pasien menunjukkan reflek menelanya telah pulih. Jika pasien memuntahkan banyak darah dengan warna yang berubah atau berwarna merah terang pada interval yang sering, atau bila frekuensi nadi dan pernafasan meningkat dan pasien gelisah, segera beritahu dokter bedah. Perawat harus mempunyai alat yang disiapkan untuk memeriksa temapt operasi terhadap perdarahan, sumber cahaya, cermin, kasa, nemostat lengkung dan basin pembuang. Jika perlu dilakukan tugas, maka pasien dibawa ke ruang operasi, dilakukan anastesi umur untukmenjahit pembuluh yang berdarah. Jika tidak terjadi perdarahan berlanjut beri pasien air dan sesapan es. Pasien diinstruksikan untuk menghindari banyak bicara dan bentuk karena hal ini akan menyebabkan nyeri tengkorak. Setelah dilakukan tonsilektomi, membilas mulut dengan alkalin dan larutan normal salin hangat sangat berguna dalam mengatasi lender yang kental yang mungkin ada. Diet cairan atau semi cair diberikan selama beberapa hari serbet dan gelatin adalah makanan yang dapat diberikan. Makanan pedas, panas, dingin, asam atau mentah harus dihindari. Susu dan produk lunak (es krim) mungkin dibatasi karena makanan ini cenderung meningkatkan jumlah mucus yang terbentuk.

12

a. Penatalaksanaan tonsilitis akut 1. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klindomisin. 2. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik. 3. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif. 4. Pemberian antipiretik.

b. Penatalaksanaan tonsilitis kronik 1. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap. 2. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil. (Mansjoer, A 2001)

I. Asuhan keperawatan pada pasien Tonsilitis A. Pengkajian Fokus pengkajian menurut Firman S (2006) yaitu : 1. Wawancara a. Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis) b. Apakah pengobatan adekuat c. Kapan gejala itu muncul d. Apakah mempunyai kebiasaan merokok e. Bagaimana pola makannya f. Apakah rutin / rajin membersihkan mulut

2. Pemeriksaan fisik Data dasar pengkajian (Doengoes, 1999) 1. Intergritas Ego Gejala : Perasaan takut Khawatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan keluarga, kemampuan kerja, dan keuangan. Tanda : ansietas, depresi, menolak. 2. Makanan / Cairan

13

Gejala : Kesulitan menelan Tanda : Kesulitan menelan, mudah terdesak, inflamasi, kebersihan gigi buruk. 3. Hygiene Tanda : Kesulitan menelan 4. Nyeri / Keamanan Tanda : gelisah, perilaku berhati-bati Gejala : sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke telinga 5. Pernapasan Gejala : riwayat merokok / mengunyah tembakau, bekerja dengan serbuk kayu, debu. Hasil pemeriksaan fisik secara umum di dapat : a) Pembesaran tonsil dan hiperemis b) Letargi c) Kesulitan menelan d) Demam e) Nyeri tenggorokan f) Kebersihan mulut buruk

3. Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan usap tenggorok Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sebelum memberikan pengobatan, terutama bila keadaan memungkinkan. Dengan melakukan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui kuman penyebab dan obat yang masih sensitif terhadapnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.

B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul : Pre Operasi 1. Kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi. 2. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil. 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan 4. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit 5. Cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman Post Operasi 1. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan. 2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif. 3. Kurang pengetahuan tentang diet berhubungan dengan kurang informasi.

14

C. Intervensi Pre Operasi 1. Kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi. Tujuan : Setelah dlakukan tindakan keperawatan terapi menelan selama 3x24 jam diharapkan tidak ada masalah dalam makan sehingga kerusakan menelan dapat diatasi Kriteria hasil : a. Reflek makan normal b. Tidak tersedak saat makan c. Tidak batuk saat menelan d. Usaha menelan secara normal e. Menelan dengan nyaman Intervensi : a. Pantau gerakan lidah klien saat menelan b. Hindari penggunaan sedotan minuman c. Bantu pasien untuk memposisikan kepala fleksi ke depan untuk menyiapkan menelan. d. Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan dan penenangan pasien selama makan / minum obat.

2. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nyeri selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada masalah dalam nyeri dengan skala 4 sehingga nyeri dapat berkurang Kriteria hasil : 1. Wajah pasien tidak meringis 2. Skala nyeri 4-5 Intervensi : 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi. 2. Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan nafas dalam. 3. Observasi reaksi non verbal dari ketidanyamanan. 4. Anjurkan pasien untuk istirahat

15

5. Kolaborasi dengan dokter pemberikan analgesik yang sesuai.

3.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nutrisi selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada masalah nutrisi dengan skala 4 sehingga ketidak seimbangan nutrisi dapat teratasi Kriteria hasil : a. Adanya peningkatan BB b. BB ideal sesuai tinggi badan c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi. e. Konjungtiva tidak anemis f. Wajah tidak pucat Intervensi a. Berikan makanan yang bergisi b. Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan c. Berikan makanan sedikit tapi sering d. Berikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk menarik.

4. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan fever treatment selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada masalah dalam suhu tubuh dengan skala 4 sehingga suhu tubuh kembali normal atau turun. Kriteria hasil : a. Suhu tubuh dalam rentang normal b. Suhu kulit dalam batas normal c. Nadi dan pernafasan dalam batas normal.

Post operasi 5. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nyeri selama 3 x 24 jam

16

diharapkan tidak ada masalah tentang nyeri dengan skala 4 sehingga nyeri dapat hilang atau berkurang Kriteria hasil : a. Melaporkan nyeri b. Frekuensi nyeri. c. Lamanya nyeri d. Ekspresi wajah terhadap nyeri

Intervensi : 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi. 2. Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan nafas dalam. 3. Berikan analgesik yang sesuai. 4. Observasi reaksi non verbal dari ketidanyamanan. 5. Tingkatkan istirahat pasien.

6. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan kontrol infeksi selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada infeksi dengan skala 4 sehingga resiko infeksi tidak terjadi Kriteria hasil: a. Dapat memonitor faktor resiko b. Dapat memonitor perilaku individu yang menjadi faktor resiko c. Mengembangkan keefektifan strategi untuk mengendalikan infeksi. d. Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko.

Intervensi : a. Ajarkan teknik mencuci tangan dengan benar. b. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan. c. Lakukan perawatan aseptik pada semua jalur IV. d. Lakukan teknik perawatan luka yang tepat .

17

BAB III GAMBARAN KASUS

Seorang laki-laki dengan inisial Tn. RA (9 tahun) suku Jawa masuk ke unit gawat darurat pada tanggal 29 Mei 2011. Tn. RA merasakan amandel kanan dan kirinya membesar sejak 6 bulan yang lalu. Tn. SN sering merasakan amandelnya terasa sakit pada saat menelan, sering mengalami batuk pilek, serta demam. Pada saat pasien datang ke Poli THT pasien sedang tidak merasakan amandelnya sakit, nyeri telan (+), demam (+), maupun batuk pilek (+). Pasien juga merasa nafasnya berbau. Ketika tidur pasien sering mendengkur, Tekanan Darah : 100/60 mmHg, Nadi : 84 x/menit, Pernapasan : 22 x/menit, suhu : 36,4C. dan akan dilakukan operasi pada tonsilnya.

Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Informasi umum Nama Umur Jenis kelamin Alamat Status perkawinan Agama Suku Pendidikan terakhir Pekerjaan Diagnose medis Tanggal ,masuk RS Nomor RM Unit : An. RA : 9 tahun : Perempuan : Marpoyan damai : Belum menikah : Islam : Jawa/ Indonesia : SD : Pelajar : Tonsillitis kronis : 29 Mei 2011 : 090909 : Edelweis

18

b. Keluhan utama : Klien mengatakan nyeri saat menelan. Klien mengatakan nyerinya hilang timbul. Nyeri yang dirasakan klien hanya di daerah tenggorokan.

c. Riwayat kesehatan sekarang Klien mengatakan nyeri saat menelan. Skala nyeri 5 ( rentang 1-10). Saat menelan klien terlihat meringis menahan nyeri . Klien mengatakan takut menjalani operasi. Klien mengatakan baru pertama kali menjalani operasi. Klien terlihat tegang dan gelisah. Kontak mata klien dengan perawat kurang. Akral teraba dingin. Tekanan Darah : 100/60 mmHg, Nadi : 84 x/menit, Pernapasan : 22 x/menit, suhu : 36,4C. Klien akan dilakukan tonsilektomi. d. Riwayat kesehatan keluarga (genogram)

Keterangan : : Perempuan meninggal : Laki-laki : Perempuan : Pasien

19

e. Pemeriksaan fisik TD : 100/60 mmHg, Nadi : 84 x/menit, Pernapasan : 22 x/menit, suhu : 36,4C Tinggi badan : 130 cm, BB : 34kg IMT : f. Kepala Rambut : Warna rambut pasien hitam dan pendek, distribusi normal, tekstur bersih, rambut tidak rontok, tidak gatal-gatal dan lesi. Mata : Konjungtiva pasien terlihat anemis, sklera tidak ikterik, tidak

midriasis, tidak memakai kaca mata dan contac lens, tidak ada gangguan penglihatan, tidak strabismus, katarak dan glukoma. Hidung : Hidung pasien tidak simetris, ada perdarahan, tidak sinusitis dan gangguan penciuman, ada malformasi, tidak terpasang NGT dan tidak ada sekret. Mulut Gigi : Mulut pasien berbau, : Pasien tidak memakai gigi palsu, gigi tidak kotor, tidak

memakai kawat gigi dan tidak ada karies.

g. Leher

: Pasien tidak ada pembesaran KGB dan kaku kuduk, tidak

terpasang trakeostomi dan neckolar, JVP normal.

h. Tangan : Tangan pasien utuh, tidak ada luka, tidak sianosis, tidak clubbing finger, teraba dingin, tidak fraktur, tidak edema, CRT tidak normal, turgor kulit baik, dan tidak ada infeksi.

2. Dada Inspeksi : Warna dada pasien sawo matang, bentuk dada adult chest, simetris,

kedalaman dan pola pernafasan normal, tidak menggunakan otot bantu pernafasan dan iktus kordis teraba.

20

Palpasi

: Dada pasien hangat, tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, taktile

fremitus lebih kuat terdengar disebelah kanan dan pengembangan dada normal. Pekusi : : Sonor : Sonor : Redup : ICS 2-4

Dinding dada anterior Dinding dada posterior Dinding dada lateral Batas jantung

Auskultasi -

: : Vesikuler : S1=lup, S2=dup

Bunyi nafas Suara jantung

i. Abdomen Inspeksi : Warna abdomen pasien sawo matang, simetris, kontur normal, keadaan kulit baik, letak umbilikus normal, tidak ada stoma dan asites. Palpasi Pekusi : Abdomen pasien hangat, tidak ada nyeri tekan dan massa. : Keempat kuadaran

Hepar (batas, konsistensi, permukaan dan ukuran) Limpa (batas, konsistensi, permukaan dan ukuran) Ginjal (ukuran dan sensasi)/nyeri Auskultasi :

Bising usus : 15 x/menit

21

j. Kaki

: Kaki pasien tidak fraktur, tidak edema, tidak malformsi, tidak

luka, tidak infeksi, tidak sianosis, dingin, tidak foot drop, tidak varises, pulsasi arteri teraba dan tidak atrofi.

k. Punggung : Punggung pasien tidak ada kelainan, tidak ada luka dekubitus dan infeksi.

l. Neurosensori Status Mental Tingkat kesadaran GCS Kekuatan Otot Fungsi Motorik Pemeriksaan Refleks No 1 2 3 4 5 6 Refleks Biseps Triseps Brakhioradialis Patella Achiles Babinski Temuan Normal, fleksi Normal, ekstensi Normal, fleksi Normal, ekstensi Normal, fleksi Normal, fleksi : Normal : Compos mentis : E=4, M=6, V=5 :5 : Baik

m. Aktifitas dan Istirahat 1. Aktifitas : Parsial Care

22

2. Istirahat n. Psikologi

: Tidak ada kelainan

Pasien mengatakan cemas dengan penyakit yang di deritanya, dan takut menghadapi operasi o. Nutrisi Pasien di puasakan sejak pukul 24.00 Wib p. Out put BAB : Lancar : Tidak ada : Lunak : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada

Pola BAB Penggunaan Laksatif Konsistensi Feses Riwayat pendarahan Hemoroid Konstipasi Diare

BAK : Lancar : 5 x/hari 500cc/hari

Pola BAK Frekuensi/Volume Warna Retensi Inkontinensia Karakter Urine

: Kekuning-kuningan ::: Keruh : Tidak ada : Tidak ada

Riwayat Penyakit Ginjal/Kandung Kemih Penggunaan Diuretik

23

q. Persiapan operasi a. Pasien diterima di ruang penerimaan pasien b. Memastikan bahwa pasien tidak memakai kaca mata, perhiasan, atau alat-alat yang lain c. Pasien ditempatkan di atas brankart d. Rambut pasien ditutup dengan nurse cap e. Dipasang infuse RL 20 tpm di tangan kiri f. Membawa pasien ke dalam ruang persiapan operasi g. Di ruang operasi, pasien diterima oleh dokter dan perawat anestesi untuk persiapan prosedur anestesi. Keluhan yang dirasakan klien selama periode pre operasi : Klien mengatakan meskipun sudah mantap untuk menjalani operasi namun klien masih merasa takut dan cemas akan dilakukannya tindakan operasi.

24

ANALISA DATA PRE OPERASI DATA DS : Klien takut operasi. Klien baru mengatakan pertama kali mengatakan menjalani MASALAH Ansietas PENYEBAB Krisis situasional : tindakan operasi

menjalani operasi. Klien tidak semalam mengatakan bisa tidur

DO : Klien terlihat tegang dan gelisah. Kontak dengan kurang Akral teraba dingin. Tekanan Darah : mata klien

perawat

100/60 mmHg Nadi : 84 x/menit Pernapasan : 22 x/menit Suhu : 36,4C. Klien akan dilakukan tonsilektomi.

DS: Klien mengatakan

Nyeri (akut)

Agen cidera biologi

nyeri saat menelan.

25

Klien nyerinya timbul.

mengatakan hilang

Nyeri yang dirasakan klien hanya di daerah tenggorokan

DO: Saat menelan klien terlihat meringis

menahan nyeri . Skala nyeri 5 (rentang 1-10).

DIAGNOSA KEPERAWATAN : 1. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional : tindakan operasi ditandai dengan : DS : Klien mengatakan takut menjalani operasi. Klien mengatakan baru pertama kali menjalani operasi. Klien mengatakan tidak bisa tidur semalam DO : Klien terlihat tegang dan gelisah. Kontak mata klien dengan perawat kurang Akral teraba dingin. Tekanan Darah : 100/60 mmHg Nadi : 84 x/menit Pernapasan : 22 x/menit Suhu : 36,4C. Klien akan dilakukan tonsilektomi. 2. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen cedera biologi ditandai dengan : DS:

26

Klien mengatakan nyeri saat menelan. Klien mengatakan nyerinya hilang timbul. Nyeri yang dirasakan klien hanya di daerah tenggorokan DO:

Saat menelan klien terlihat meringis menahan nyeri . Skala nyeri 5 (rentang 1-10).

27

BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN

Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh bakteri atau kuman streptococcusi beta hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes dapat juga disebabkan oleh virus. Tonsilitis Kronis merupakan keradangan kronik pada tonsil yang biasanya merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil. Kelainan ini merupakan kelainan tersering pada anak di bidang THT. Untuk seluruh kasus, prevalensinya tertinggi setelah nasofaring akut, yaitu 3,8% dengan insidensi sekitar 6,75% dari jumlah seluruh kunjungan. Pada tonsilitis kronis, ukuran tonsil dapat membesar sedemikian sehingga disebut tonsilitis kronis hipertrofi.

B. SARAN Dengan adanya makalah ini penulis berharap pembaca lebih memahami tentang konsep keperawatan pada penyakit Tonsilitis dan memahami asuhan keperawatan yang harus diberikan pada pasien dengan Tonsilitis saat praktek di lapangan nantinya.

Vous aimerez peut-être aussi