Vous êtes sur la page 1sur 29

AB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan. 1.400 perempuan meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan persalinan. Di Indonesia, 2 orang ibu meninggal setiap jam karena kehamilan, persalinan dan nifas. Begitu juga dengan kematian anak, di Indonesia setiap 20 menit anak usia di bawah 5 tahun meninggal. Dengan kata lain 30.000 anak balita meninggal setiap hari dan 10,6 juta anak balita meninggal setiap tahun. Sekitar 99 % dari kematian ibu dan balita terjadi di negara miskin, terutama di Afrika dan Asia Selatan. Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan. Dengan kata lain, 1.400 perempuan meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan persalinan. Sebagai perbandingan, angka kematian bayi di negara maju seperti di Inggris saat ini sekitar 5 per 1.000 kelahiran hidup . Sebagian besar kematian perempuan disebabkan komplikasi karena kehamilan dan persalinan, termasuk perdarahan, infeksi, aborsi tidak aman, tekanan darah tinggi dan persalinan lama (Anonim, 2005). Preeklampsia-eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang masih merupakan penyebab utama kematian ibu dan penyebab kematian perinatal tertinggi di Indonesia. Sehingga diagnosis dini preeklampsia yang merupakan pendahuluan eklampsia serta penatalaksanaannya harus diperhatikan dengan seksama. Disamping itu, pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin untuk mencari tanda preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria sangat penting dalam usaha pencegahan, disamping pengendalian faktor-faktor predisposisi lain (Sudinaya, 2003). Insiden preeklampsia sangat dipengaruhi oleh paritas, berkaitan dengan ras dan etnis. Disamping itu juga dipengaruhi oleh predisposisi genetik dan juga faktor lingkungan. Sebagai contoh, dilaporkan bahwa tempat yang tinggi di Colorado meningkatkan insiden preeklampsia. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita dengan sosio ekonominya lebih maju jarang terkena preeklampsia. Preeklampsia lebih sering terjadi pada primigravida dibandingkan multigravida. Faktor risiko lain yang menjadi predisposisi terjadinya preeklampsia meliputi hipertensi kronik, kelainan faktor pembekuan, diabetes, penyakit ginjal, penyakit autoimun seperti Lupus, usia ibu yang terlalu muda atau yang terlalu tua dan riwayat preeklampsia dalam keluarga (Cunningham, 2003). Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat berperan sebagai pendidik, konselor dan bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya. Oleh karena itu pentingnya peran ibu untuk mengurangi / mencegah resiko terjadinya pre eklampsia menjadi eklampsia. B. Tujuan 1. Tujuan umum Tujuan dari pembuatan makalah asuhan keperawatan dengan preeklampsia berat adalah supaya perawat dan mahasisiwa mampu memberikan asuhan keperawatan dengan pasien preeklampsia berat. 2. Tujuan khusus a. Mahasiswa memahami apa itu preeklampsia. b. Mahasiswa mengetahui tanda dan gejala preeklampsia. c. Mahasiswa mampu memberikan pencegahan dan penatalaksanaan preeklampsia. d. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan kepada pasien preeklampsia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat kelainan neurologi (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3). Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ). Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan (Ilmu Kebidanan : 2005). Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau disertai udema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Asuhan Patologi Kebidanan : 2009). Preeklampsia dibagi dalam 2 golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila satu atau lebih tanda gejala dibawah ini : 1. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih. 2. Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 + pada pemeriksaan kualitatif; 3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam 4. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium 5. Edema paru dan sianosis. (Ilmu Kebidanan : 2005) B. Etiologi Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut penyakit teori namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan. Tetapi terdapat suatu kelainan yang menyertai penyakit ini yaitu : - Spasmus arteriola - Retensi Na dan air - Koagulasi intravaskuler Walaupun vasospasme mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan tetapi vasospasme ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai eklampsia (Obstetri Patologi : 1984) Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia ialah iskemia plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar ditemukan mana yang sebab mana yang akibat (Ilmu Kebidanan : 2005). C. Patofisiologi Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.

Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199). Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia (Cunniangham,2003). Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan perdarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit syaraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomelurus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskuler, meningkatnya kardiakoutput dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trobositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim (Michael,2005). Perubahan pada organ : 1. Perubahan kardiovaskuler Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklamsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik / kristaloid intravena, dan aktifasi endotel disertai ekstravasasi kedalam ekstravaskuler terutama paru (Cunningham,2003). 2. Metablisme air dan elektrolit Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui penyebabnya . jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklamsia dan eklampsia dari pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklamsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak mununjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal (Trijatmo,2005). 3. Mata Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukkan pada preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adaanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina (Rustam,1998). 4. Otak Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Trijatmo,2005). 5. Uterus Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjad partus prematur.

6. Paru2 Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena aspirasi pnemonia atau abses paru (Rustam, 1998). D. Manifestasi Klinis Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dari tiga gejala, yaitu : - Edema - Hipertensi - Proteinuria Berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Tekanan darah 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg atau tekanan diastolik > 15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat preeklamsia. Proteiuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau 2; atau kadar protein 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Disebut preeklamsia berat bila ditemukan gejala : - Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau diastolik 110 mmHg. - Proteinuria + 5 g/24 jam atau 3 pada tes celup. - Oliguria (<400 ml dalam 24 jam). - Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan. - Nyeri epigastrum dan ikterus. - Trombositopenia. - Pertumbuhan janin terhambat. - Mual muntah Nyeri epigastrium - Pusing - Penurunan visus (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3) E. Pencegahan Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini preeklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlu lebih waspada akan timbulnya preeklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisi seperti yang telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya preeklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasannya yang baik pada wanita hamil. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. Mengenal secara dini preeklampsia dan segera merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan obat antihipertensif, memang merupakan kemajuan yang penting dari pemeriksaan antenatal yang baik. F. Penatalaksanaan Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi : a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medisinal. 1. Perawatan aktif Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assesment (NST dan USG). Indikasi : a. Ibu Usia kehamilan 37 minggu atau lebih

Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan) b. Janin Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG) Adanya tanda IUGR (janin terhambat) c. Laboratorium Adanya HELLP Syndrome (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia) 2. Pengobatan mediastinal Pengobatan mediastinal pasien preeklampsia berat adalah : a. Segera masuk rumah sakit. b. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap jam. c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500 cc. d. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam. e. Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4). 1. Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4) IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di pantat kiri dan 4 gr di pantat kanan (40% dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM. 2. Dosis ulang : diberikan 4 gr IM 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu dosis ulang diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari. 3. Syarat-syarat pemberian MgSO4 Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) diberikan IV dalam 3 menit. Refleks patella positif kuat. Frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit. Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam) 4. MgSO4 dihentikan bila : Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 47 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan dan > 15 mEq/liter terjadi kematian jantung. Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4 : - Hentikan pemberian MgSO4 - Berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit - Berikan oksigen - Lakukan pernapasan buatan MgSO4 dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sedah terjadi perbaikan (normotensi). f. Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg IM. g. Anti hipertensi diberikan bila : 1. Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolik <105 mmHg (bukan < 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta. 2. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.

3. Bila diperlukan penurunan tekanan darah secepatnya dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang dapat dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah. 4. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral (syakib bakri,1997) b. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medisinal. 1. Indikasi : bila kehamilan paterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik. 2. Pengobatan medisinal : sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan IV, cukup intramuskular saja dimana gram pada pantat kiri dan 4 gram pada pantat kanan. 3. Pengobatan obstetri : a. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi. b. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda preeklampsia ringan, selambatlambatnya dalam 24 jam. c. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal dan harus diterminasi. d. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dulu MgSO4 20% 2 gr IV. 4. Penderita dipulangkan bila : a. Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda preeklampsia ringan dan telah dirawat selama 3 hari. b. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklamsia ringan : penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu). G. Komplikasi 1. Stroke 2. Hipoxia janin 3. Gagal ginjal 4. Kebutaan 5. Gagal jangtung 6. Kejang 7. Hipertensi permanen 8. Distress fetal 9. Infark plasenta 10. Abruptio plasenta 11. Kematian janin H. Pemeriksaan Penunjang Preeklampsia 1. Pemeriksaan spesimen urine mid-stream untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi urin. 2. Pemeriksaan darah, khususnya untuk mengetahui kadar ureum darah (untuk menilai kerusakan pada ginjal) dan kadar hemoglobin. 3. Pemeriksaan retina, untuk mendeteksi perubahan pada pembuluh darah retina. 4. Pemeriksaan kadar human laktogen plasenta (HPL) dan esteriol di dalam plasma serta urin untuk menilai faal unit fetoplasenta (Helen Farier : 1999)

5. Elektrokardiogram dan foto dada menunjukkan pembesaran ventrikel dan kardiomegali. I. Pathways Terlampir

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PREEKLAMPSIA BERAT Kasus Ny. A 19 tahun datang kerumah sakit bersama suaminya Tn. B 21 tahun pada tanggal 7 Januari 2011 dengan keadaan hamil, usia kehamilannya 20 minggu. Ny. A mengatakan sesak nafas dan suaminya Tn. B mengatakan bahwa istrinya lemas, pusing, matanya berkunangkunang, nyeri punggung, berat badan bertambah dengan cepat, dan kakinya membesar. Setelah dilakukan pemeriksaan tanda vital didapatkan TD : 160 / 110 mmHg, nadi : 120 x/menit, RR : 34 x/menit, suhu : 360 C. Dari pemeriksaan Urin didapatkan kadar protein urin 5 gr. Hari / tanggal masuk : 7 Januari 2011 Jam : No. CM : Ruang : Diagnosa medis : A. Pengkajian Pengkajian dilakukan : perawat H. Hari / tanggal : 7 Januari 2011 Jam : 1. Biodata a. Klien Nama : Ny. A Umur : 19 Tahun Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Pekerjaan : Pendidikan : Status perkawinan : Sudah menikah Agama : Islam b. Penanggung jawab Nama : Tn. B Umur : 21 Tahun Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Pekerjaan : Pendidikan : Status perkawinan : Sudah menikah Agama : Islam

Hubungan dengan klien : Suami klien B. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama Klien merasa sesak nafas. b. Riwayat kesehatan sekarang Ny. A 19 tahun datang kerumah sakit bersama suaminya Tn. B 21 tahun pada tanggal 7 Januari 2011 dengan keadaan hamil, usia kehamilannya 20 minggu. Ny. A mengatakan sesak nafas dan suaminya Tn. B mengatakan bahwa istrinya lemas, pusing, matanya berkunangkunang, nyeri punggung, berat badan bertambah dengan cepat, dan kakinya membesar. Setelah dilakukan pemeriksaan tanda vital didapatkan TD : 160 / 110 mmHg, nadi : 120 x/menit, RR : 34 x/menit, suhu : 360 C. Dari pemeriksaan Urin didapatkan kadar protein urin 5 gr. c. Riwayat kesehatan terdahulu Ny. A tidak mempunyai penyakit hipertensi sebelumnya. d. Riwayat kesehatan keluarga Keluarga tidak mempunyai penyakit hipertensi. e. Riwayat persalinan Ny. A belum pernah melakukan persalinan. f. Riwayat perkawinan Menikah 1 kali dan telah berangsung 1 tahun g. Riwayat kontrasepsi Pasien dan suaminya belum pernah memakai kontrasepsi C. Pengkajian Primer a. Airway Tidak ada sumbatan jalan nafas b. Breathing Pola nafas dalam dengan RR : 34 x/menit c. Circulation Nadi : 120 x/menit, kulit pucat, ekstremitas dingin D. Pengkajian Sekunder 1. Keadaan umum : lemah 2. Kesadaran : apatis 3. Tanda-tanda vital : TD : 160 / 110 mmHg RR : 34 x/ menit Nadi : 120 x/menit Suhu : 360 C 4. Kepala : simetris 5. Mata : anemis, diplopia, ikterik 6. Telinga : terdapat serumen 7. Hidung : simetris 8. Dada : Paru-paru I : asimetris cembung, edema Pa : fremitus meningkat Pe : pekak Au : sesak nafas

Jantung I : asimetris Pa : denyut melemah Pe : pekak Au : lemah 9. Abdomen I : membesar sesuai status obstetri Au : bising usus normal Pa : nyeri tekan pada kuadran 1 Pe : 10. Ekstremitas : edema 11. Genetalia : normal E. Pola Kehidupan Sehari-hari 1. Pernafasan RR : 34 x/menit, takiepnea 2. Sirkulasi TD : 160 / 110 mmHg, Nadi : 120 x/menit, Suhu : 360 C 3. Nutrisi Anoreksia, mual muntah 4. Eliminasi BAB 1 x sehari, proteinuria 5. Mobilitas dan kenyamanan Klien lemah, pusing, nyeri 6. Tidur dan istirahat Klien sukar tidur 7. Kebersihan diri Klien mandi 2 x sehari. 8. Komunikasi Komunikasi klien terbatas karena kelemahan. 9. Ibadah Pasien masih bisa melaksanakan ibadah sesuai kemampuan. 10. Sosial ekonomi Kebutuhan sosial ekonomi klien terganggu dan ekonominya. F. Analisa Data Tgl / jam Data fokus Etiologi Problem DS : klien mengatakan sesak nafas. DO : TD : 160 / 110 mmHg RR : 34 x/ menit Nadi : 120 x/menit Suhu : 360 C Peningkatan kebutuhan O2 Pola nafas inefektif. DS : sesak nafas DO : TD : 160 / 110 mmHg RR : 34 x/ menit Nadi : 120 x/menit COP menurun Gangguan perfusi jaringan DS : sesak nafas, lemah DO : - Kelemahan fisik, ketidakseimbangan suplai O2 Intoleransi aktifitas

DS : pusing, nyeri punggung DO : - Peningkatan tekanan vaskuler otak Gangguan rasa nyaman nyeri DS : Berat badan bertambah cepat, kakinya membesar. DS : udema Peningkatan reabsorbsi Na Kelebihan volume cairan DS : mata berkunang-kunang DO : - Peningkatan tekanan vaskuler retina Resiko injuri G. Diagnosa Keperawatan 1. Pola nafas inefektif b.d peningkatan kebutuhan O2 2. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan COP 3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai O2, kelemahan fisik 4. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan vaskuler otak 5. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan reabsorpsi Na 6. Resiko injuri b.d peningkatan tekanan vaskuler retina H. Rencana Tindakan Keperawatan 1. Pola nafas inefektif b.d peningkatan kebutuhan O2 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit pola nafas kembali normal Kriteria hasil : bebas dari sianosis, pala nafas normal RR : 24 x/mnt Intervensi : a. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman Rasional : untuk mengetahui pola nafas pasien b. Auskultasi bunyi nafas Rasional : mengetahui ada tidaknya nafas tambahan c. Atur posisi pasien semi fowler Rasional : merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru d. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi Rasional : meningkatkan pengiriman oksigen ke paru 2. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan COP Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit diharapkan kebutuhan O2 terpenuhi. Kriteria hasil : CRT < 2 detik, tidak terjadi sianosis Interensi : a. Catat frekuensi dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot bantu. Rasional : untuk mengetahui kelemahan otot pernapasan. b. Awasi tanda-tanda vital Rasional : untuk mengetahui tingkat kegawatan klien. c. Pantau BGA Rasional : asidosis yang terjadi dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel. d. Kolaborasi pemberian IV larutan elektrolit Rasional : meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler. 3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai O2, kelemahan fisik Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam aktivitas pasien dapat terpenuhi Kriteria hasil : Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / di perlukan Intervensi : a. Periksa TTV sebelum dan sesudah aktivitas Rasional : mengetahui tingkat kelemahan

b. Instruksikan pasien tentang tekhnik penghematan energi Rasional : membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2. c. Berikan bantuan sesuai kebutuhan Rasional : Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas. 4. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan vaskuler otak Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam nyeri berkurang /menghilang Kriteria hasil : wajah tidak menyeringai, tidak pusing Intervensi : a. Kaji skala nyeri Rasional : mengetahui intensitas nyeri b. Pertahankan tirah baring Rasional : meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi c. Minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya, mengejan, batuk panjang Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menambah beratkan penyakit d. Ajarkan taknik relaksasi dan distraksi Rasional : membantu menghilangkan rasa nyeri e. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi misalnya lorazepam, diazepam Rasional : menurunkan nyeri dan menurunkan rengsang system saraf simpatis. 5. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan reabsorpsi Na Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam BB stabil Kriteria hasil : - Tidak ada destensi vena perifer dan edema - Paru bersih dan BB stabil Intervensi : a. Obervasi input dan output Rasional : Mengetahui pengeluaran dan pemasukan cairan b. Jelaskan tujuan pembatasan cairan / Na pada pasien Rasional : Na dapat mengikat air sehingga meningkatkan volume cairan bertambah c. Kolaborasi pemberian deuretik , contoh : furosemid (lazix),asam etakrinik (edecrin) sesuai dengan indikasi. Rasional : Menghambat reabsorpsi natrium dan menurunkan kelebihan cairan d. Kolaborasi dengan ahli gizi Rasional : diet pembatasan Na sesuai indikasi 6. Resiko injuri b.d peningkatan tekanan vaskuler retina Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien tidak mengalami trauma Kriteria hasil : Pasien tidak mengalami cidera Intervensi : a. Hindarkan pasien dari benda-benda yang berbahaya bagi pasien Rasional : Mencegah terjadinya injuri b. Pertahankan tirah baring Rasional : Meminimalkan pergerakan pasien c. Pertahankan BEL di samping tempat tidur dan pagar tempat tidur tinggi Rasional : Mencegah terjadinya injuri d. Batasi aktivitas pasien Rasional : Meminimalkan aktivitas yang dapat menimbulkan trauma pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA Mansjoer, Arif dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta Doengoes, Marilynn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran. EGC : Jakarta. Sujiyatini dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Nuha Medika : Jogjakarta Wiknjosastro, Hanifa.2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta Pusat Obstetri Patologi. 1984. Elstar Offset : Bandung.

Preeklamsi Pengertian Pre eklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema. Etiologi Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut penyakit teori namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan. Insiden Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi pre eklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Patofisiologi Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199). Manifestasi klinik Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dalam urutan : pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala gejala subyektif. Pada pre eklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah prontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah. Gejala gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tes Diagnostik Tes diagnostik dasar Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urin, pemeriksaan edema, pengukuran tinggi fundus uteri, pemeriksaan funduskopik. Tes laboratorium dasar Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan apus darah tepi). Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat aminotransferase, dan sebagainya). Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin). Uji untuk meramalkan hipertensi Roll Over test Pemberian infus angiotensin II.

Penanganan medik Pencegahan Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti mengenai tanda tanda sedini mungkin (pre eklampsia ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklampsia. Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan. Penanganan Tujuan utama penanganan adalah : Untuk mencegah terjadinya pre eklampsi dan eklampsi. Hendaknya janin lahir hidup. Trauma pada janin seminimal mungkin. Seksio sesarea Pengertian Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Ilmu Kebidanan, edisi ketiga, Halaman 863). Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau seksio sesarea adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Sinopsis Obstetri Jilid 2, Halaman 133). Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Hal 133). Etiologi Penyebab dilakukannya seksio sesarea adalah : Plasenta previa Gawat janin Disproporsi sefalo-pelvik (ketidakseimbangan kepala dan panggul). Pernah seksio sesarea. Kelainan letak. Pre eklampsia dan hipertensi Incoordination uteri action (tidak ada kerjasama yang teratur antara fungsi alat kandungan). Insiden Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang oleh karena kemajuan yang pesat dalam tehnik operasi, anastesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi dan antibiotika, angka ini sangat menurun. Angka kematian ibu pada rumah rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000. nasib janin yang ditolong secara seksio sesarea sangat tergantung dari keadaan janin sebelum dilakukan operasi. Menurut data dari negara negara dengan pengawasan antenatal yang baik dan fasilitas neonatal yang sempurna, angka kematian perinatal sekitar 4 7 %. Jenis jenis seksio sesarea Seksio sesarea klasik (korporal) Dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira kira sepanjang 10 cm.

Seksio sesarea ismika (profunda) Dengan sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10 cm. Komplikasi seksio sesarea Infeksi puerperal Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dsb. Perdarahan Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru-paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio sesarea klasik. Anatomi fisiologi sistem reproduksi Genitalia eksterna Mons veneris/pubis Bagian yang menonjol diatas simfisis dan terdiri dari jaringan lemak. Labia mayora Berbentuk lonjong dan menonjol, terdiri dari jaringan lemak. Kebawah dan kebelakang kedua labia mayora bertemu membentuk kommisura posterior. Labia minora Lipatan tipis dari kulit sebelah dalam labia mayora. Kedepan kedua labia minora membentuk preputium klitoris. Kebelakang membentuk fossa navikulare. Klitoris Tertutup oleh preputium klitoris, sebesar kacang ijo terdiri dari serabut saraf dan pembuluh darah, analog dengan penis laki laki. Vulva Bentuk lonjong dibatasi di depan oleh klitoris, kanan kiri oleh labia minora, di belakang oleh perineum. Terdapat orificium urethra eksterna. Ostia kelenjar skene yang analog dengan kelenjar prostat pada laki laki, dan kelenjar vestibularis bartolini yang mengeluarkan getah lendir pada waktu coitus. 2.6.1.1.Hymen Berupa lapisan tipis dan menutupi sebagian besar introitus vagina. Bentuknya berbeda-beda dari bulan sabit sampai berlubang lubang. Genitalia interna Vagina Suatu saluran muskulo membranosa yang menghubung-kan uterus dan vulva terletak antara kandung kencing dan rektum. Dindingnya berlipat-lipat disebut rugae, tidak terdapat kelenjar. Uterus Berbentuk seperti buah advokat, sebesar telur ayam. Terdiri dari fundus uteri, korpus uteri dan serviks uteri. Korpus uteri merupakan bagian uterus terbesar dan sebagai tempat janin berkembang. Isthmus adalah bagian uterus antara serviks dan korpus, yang menjadi segmen bawah rahim pada kehamilan. Tuba fallopi Berjalan ke arah lateral, mulai dari kornu uteri kanan dan kiri. Terdiri dari 4 bagian : 1) pars interstitialis, bagian dalam dinding uterus, 2) pars ismika, bagian tengah tuba yang sempit, 3)

pars ampularis, bagian yang terlebar dan sebagai tempat konsepsi terjadi, 4) infundibulum, bagian ujung tuba dan mempunyai fimbria. Tuba fallopi berfungsi membawa ovum ke kavum uteri. Ovarium Ada 2, kiri dan kanan. Terdiri dari bagian luar (korteks) yang mengandung folikel-folikel dan bagian dalam (medulla) yang berisi pembuluh darah, serabut saraf, dan pembuluh limfe, ovarium berhubungan dengan uterus dengan ligamentum ovari propium. Pembuluh darah ke ovarium (arteri ovarika) melalui ligamentum suspensorium ovarii (ligamentum infundibulopelvikum). Fungsi ovarium adalah untuk produksi hormon dan ovulasi. Patofisiologi Suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dalam keadaan utuh mengingat bahwa terjadinya ruptur uteri sesudah seksio sesarea dilakukan segmen bawah uterus tidak begitu besar, disini diambil sikap untuk membolehkan wanita hamil untuk bersalin pervagina, kecuali jika sebab seksio sesarea tetap ada misalnya kesempitan pada pinggul, mengenai kontraindikasi perlu diingat bahwa seksio sesarea tidak dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa, misalnya janin sudah meninggal dalam uterus atau janin terlalu kecil untuk hidup diluar kandungan (Menurut Prawirohardjo S, 1999). Perawatan post operasi seksio sesarea. Analgesia Untuk wanita dengan ukuran tubuh rata rata dapat disuntikkan intramuskuler yaitu mepedivin setiap 3 jam sekali bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikkan dengan cara serupa 10 mg morphin. Jika ibu berukuran kecil dosis mepedivin yang diberikan adalah 50 mg dan jika berukuran besar dosis yang paling tepat adalah 100 mg mepedivine. Tanda vital Pasien dievaluasi sekurang-kurangnya setiap jam sekali paling sedikit 4 jam dan tekanan darah, nadi, jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan fundus uteri serta pengukuran suhu badan harus diperiksa pada saat dini. Terapi cairan dan diet Karena selama 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi maka pemberian cairan infus harus cukup banyak dan mengandung elektrolit yang diperlukan agar tidak terjadi hipertermia dan dehidrasi. Mobilisasi Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan. Penderita miring ke kiri dan ke kanan sudah dapat dimulai sejak 6 10 jam setelah penderita sadar. Latihan pernafasan dilakukan penderita sambil tidur terlentang, sedini mungkin setelah sadar. Perawatan luka Luka insisi diinspeksi setiap hari untuk mengetahui penyembuhan luka. Secara normal jahitan kulit diangkat pada hari ke empat post partum. Pasien sudah dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi. Nifas Pengertian Nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 8 minggu (Sinopsis Obstetri

Fisiologi Jilid I, Halaman 115). Nifas adalah massa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu (Perawatan Kebidanan Yang Berorientasi Pada Keluarga, Jilid II, Halaman 68). Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. (Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Halaman 291). Nifas adalah dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal). Periode nifas Periode nifas dibagi 3 (Menurut Depkes RI, 1990) antara lain : Immediate puerperium adalah keadaan yang terjadi segera setelah persalinan sampai 24 jam sesudah persalinan (0 24 jam sesudah melahirkan). Early puerperium adalah keadaan yang terjadi pada permulaan puerperium. Waktu 1 hari sesudah melahirkan sampai 7 hari (1 minggu pertama). Later puerperium adalah waktu 1 minggu sesudah melahirkan sampai 6 minggu. Etiologi Diduga persalinan mulai apabila uterus telah teregang sampai derajat tertentu. Tekanan bagian terendah janin pada cervix dan segmen bawah rahim, demikian pula pada plexus nervosus di sekitar cervix dan vagina, merangsang permulaan persalinan. Siklus menstruasi berulang setiap 4 minggu dan persalinan biasanya mulai pada akhir minggu ke-40 atau 10 siklus menstruasi. Begitu kehamilan mencapai cukup bulan, setiap faktor emosional dan fisik dapat memulai persalinan. Beberapa orang percaya bahwa ada hormon khusus yang dihasilkan oleh plasenta apabila kehamilan sudah cukup bulan yang bertanggung jawab atas mulainya persalinan. Bertambah tuanya plasenta yang mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan progesteron dalam darah diduga menyebabkan dimulainya persalinan (Harry Oxorn, 1990, Patologi dan Fisiologi Persalinan; Halaman 103). Insiden Hampir 96 % janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada 58 % ubun ubun kecil terletak di presentasi kepala ini ditemukan 8 % 11 % di kanan belakang, dan 23 % di kanan depan, kiri depan, di kiri belakang. Keadaan ini disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid dan rectum. Sehingga tampak presentase yang tinggi berada dalam uterus dibanding presentase kepala. Keadaan ini mungkin disebabkan pula karena kepala relatif lebih besar dan lebih berat. Mungkin pula bentuk uterus sedemikian rupa, sehingga volume bokong dan ekstremitas yang lebih besar berada di atas, di ruangan yang lebih luas, sedangkan kepala berada dibawah, di ruangan yang lebih sempit, ini dikenal sebagai teori akomodasi. Ada 3 faktor yang memegang peranan pada persalinan ialah : Kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan mengedan. Keadaan jalan lahir. Janinnya sendiri Dan data yang didapatkan di RSU Labuang Baji terdapat 79,6% ibu nifas yang melahirkan normal dari 3034 ibu nifas dalam tiga tahun terakhir ini (Medical Record RSU Labuang Baji Makassar, 2003).

Anatomi / Fisiologi Dalam masa nifas, alat alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genital secara keseluruhannya disebut involusio. Genetalia interna dan eksterna (Sketsa gambar terlampir). Setelah janin dilahirkan, fundus uteri setinggi pusat, segera setelah plasenta lahir maka tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat. Pada hari ke-5 pasca persalinan uterus kurang lebih tinggi 7 cm atas symfisis atau setengah symfisis pusat, sesudah 12 hari uterus tidak dapat diraba lagi diatas symfisis. Bagian bekas implantasi plasenta merupakan luka kasar dan menonjol kedalam kavum uteri yang berdiameter 7,5 cm dan sering disangka sebagai bagian plasenta yang tertinggal. Berat uterus gravidus aterm kira kira 1.000 gr. Satu minggu pasca persalinan, menjadi kira kira 500 gr, 2 minggu pasca persalinan 300 gr dan setelah 6 minggu pasca persalinan 40 60 gr. Serviks agak terbuka seperti corong pada pasca persalinan dan konsistensinya lunak. Endometrium mengalami perubahan yaitu timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus berangsur angsur kembali seperti semula. Luka jalan lahir seperti bekas episiotomi yang telah dijahit, luka pada vagina dan serviks yang tidak luas akan sembuh primer. Laktasi Kelenjar mamma telah dipersiapkan semenjak kehamilan umumnya produksi ASI baru terjadi hari kedua atau ketiga pasca persalinan, dimana masing-masing buah dada terdiri 14 24 lobus yang terletak terpisah satu sama lain oleh jaringan lemak. Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran air susu ibu adalah faktor anatomis, faktor biologis, makanan yang dimakan ibu, faktor istirahat dan faktor isapan anak. Lochia Lochia adalah sekret dari cavum uteri dn vagina dalam masa nifas. Hari 1 2 lochia rubra berwarna merah berisi lapisan decidu, selaput ketuban, dan mekoneum. Hari 3 7 sanguilenta berwarna cokelat, sedikit darah, banyak serum selaput lencir leucocye. Hari 7 10 lochia serosa warna agak kuning cair. Hari setelah 2 minggu lochia alba berwarna kekuningan berisi selaput lendir leucocye dan kuman yang telah mati. Manifestasi klinik Manifestasi klinik pada ibu menyusui dimasa nifas menurut Persis Mary Hammilton yaitu : Kontraksi pada interval Interval antar kontraksi secara bertahap memendek. Durasi dan intensitas kontraksi meningkat Rasa tidak nyaman mulai di belakang dan menjalar ke abdomen. Berjalan biasanya menyebabkan meningkatnya intensitas kontraksi. Dilatasi dan pendataran serviks mengalami kemajuan. Test Diagnostik Test diagnostik yang biasanya diberikan pada ibu nifas yaitu : test laboratorium terutama

terhadap hematokrit untuk melihat konsentrasi darah dalam tubuh setelah 3 hari post partum. Normal hematokrit pada saat tersebut adalah 42 %. Penanganan Medik Penanganan medik yang dilakukan pad ibu nifas adalah : Perawatan perineum Perawatan episiotomi Perawatan hemoroid : hemoroid biasanya menyertai persalinan. Perawatannya dengan memberikan kompres dingin untuk menurunkan atau mengurangi bengkak pada hemoroid. Perawatan payudara Perubahan psikologi pada ibu nifas Menurut Reva Rubin (1960) proses adaptasi psikologis pada ibu nifas melalui 3 fase yaitu : Fase taking in (fase mengambil). Terjadinya pada hari 1 3 post partum Dalam memenuhi kebutuhan sangat tergantung pada orang lain. Sulit mengambil keputusan. Fase taking hold Terjadinya pda hari 4 10 post partum Sikap aktif dan positif serta lebih mandiri namun masih memerlukan bantuan orang lain. Masih ada kurang percaya diri tetapi fokus perhatian mulai meluas. Tenaga ibu mulai sehat dan meningkat serta merasa lebih nyaman. Fase letting go Terjadi setelah 10 hari post partum. Mulai menjalankan peranannya dan sudah punya konsep. Mampu merawat bayinya, dirinya sendiri dan mulai sibuk dengan tanggung jawab sebagai ibu. Proses Keperawatan Pengkajian dasar data klien Tinjau ulang catatan prenatal dan intra operatif dan adanya indikasi untuk kelahiran sesarea. Sirkulasi Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600 800 ml. Integritas ego Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan sampai ketakutan, marah atau menarik diri. Klien/pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima peran dalam pengalaman kelahiran. mungkin mengekspresikan ketidaknyamanan untuk menghadapi situasi baru. Eliminasi : Kateter urinarius mungkin terpasang, urine jernih pucat, bising usus tidak ada, samar atau jelas. Makanan / cairan : abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal Neurosensori Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi spiral epidural. Nyeri / ketidaknyaman Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber, misalnya trauma bedah / insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih / abdomen, efek-efek anastesia, mulut mungkin kering. Pernafasan : bunyi paru jelas dan vesikuler Keamanan

Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh. Jalur parenteral bila digunakan paten, dan sisi bebas eritema, bengkak dan nyeri tekan. Seksualitas Fundus kontraksi dan terletak di umbilikus. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan berlebihan / banyak. Diagnosa Keperawatan Perubahan ikatan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi Kemungkinan dibuktikan oleh keragu-raguan untuk menggendong/ berinteraksi dengan bayi, mengungkapkan masalah/kesulitan koping terhadap situasi, tidak menghadapi pengalaman traumatik secara konstruktif. Hasil yang diharapkan klien akan : Menggendong bayi, bila kondisi ibu dan neonatus memungkinkan, mendemostrasikan perilaku kedekatan dan ikatan yang tepat, mulai secara aktif mengikuti tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat. Rencana tindakan Intervensi Rasional Mandiri 1.Anjurkan klien untuk meng-gendong, menyentuh dan me-meriksa bayi, tergantung pada kondisi klien dan bayi baru lahir, bantu sesuai kebutuhan. 2.Berikan kesempatan untuk ayah/pasangan untuk menyen-tuh dan menggendong bayi dan bantu dalam perawatan bayi se-suai kemungkinan situasi. 3.Observasi dan catat interaksi keluarga-bayi, perhatikan peri-laku yang dianggap menandakan ikatan dan kedekadan dalam budaya tertentu. 4.Diskusikan kebutuhan kemaju-an dan sifat interaksi yang lazim dari ikatan. Perhatikan kenor-malan dari variasi respon dari satu waktu ke waktu lainnya dan diantara anak yang berbeda. 5.Perhatikan pengungkapan/pri-laku yang menunjukkan keke-cewaan atau kurang minat/kede-katan. 6.Berikan kesempatan kepada orang tua untuk mengungkap-kan perasaan-perasaan yang negatif tentang diri mereka dan bayi. 7.Perhatikan lingkungan sekitar kelahiran sesaria, kebanggaan diri orang tua dan persepsi tentang pengalaman kelahiran, reaksi awal mereka terhadap bayi, dan partisipasi mereka pada pengalaman kelahiran. 8.Anjurkan dan bantu dalam me-nyusui pada pilihan klien dan keyakinan/praktis budaya. 9.Sambut keluarga untuk kunju-ngan singkat segera bila ibu/bayi baru lahir memungkin-kan. 10.Berikan informasi sesuai kebu-tuhan tentang keamanan dan kondisi bayi. Dukung pasangan sesuai kebutuhan. 11.Jawab pertanyaan klien menge-nai protokol perawatan selama periode pasca kelahiran awal. Kolaborasi :

12.Beritahu anggota tim perawatan kesehatan yang tepat (mis : staf ruang perawatan atau perawat pasca partum) tentang observasi sesuai indikasi. 13.Siapkan untuk dukungan/eva-luasi terus-menerus setelah pu-lang, mis : pelayanan perawat berkunjung, agensi komunitas dan kelompok dukungan orang tua. 1.Jam pertama setelah kelahiran memberikan kesempatan unik untuk ikatan keluarga untuk terjadi karena ibu dan bayi secara emosional menerima isyarat satu sama lain, yang memulai kedekatan dan proses pengenalan. Bantuan pada interaksi pertama atau sampai jalur intravena dilepas mencegah klien dari merasa kecewa atau tidak adekuat (Catatan : Meskipun klien telah memilih untuk mele-paskan anaknya, berinteraksi dengan bayi baru lahir dapat memfasilitasi proses berduka). 2.Memudahkan ikatan/kedekatan dian-tara ayah dan bayi. Memberikan ke-sempatan untuk ibu, memvalidasi rea-litas situasi dan bayi baru lahir pada waktu dimana prosedur dan kebutuh-an fisiknya mungkin membatasi kemampuan interaksinya. 3.Kontak mata dengan mata, pengguna-an posisi wajah, berbicara pada suara nada tinggi, dan menggendong bayi dengan kedekatan pada budaya Ame-rika. Pada kontak pertama dengan bayi, ibu menunjukkan pola progresif dari perilaku dengan cara mengguna-kan ujung jari pada awalnya untuk menggali ekstremitas bayi dan berlan-jut pada penggunaan telapak tangan sebelum mendekap bayi dengan seluruh tangan dan lengan. 4.Membantu klien/pasangan memahami makna dan pentingnya proses dan memberikan keyakinan bahwa perbe-daan diperkirakan. 5.Kedatangan anggota keluarga baru, bahkan bila diinginkan dan diantisipa-si, menciptakan periode sementara, memerlukan penyatuan anak baru ke dalam keluarga yang ada. 6.Konflik tidak teratasi selama proses pengenalan awal orang tua bayi dapat mempunyai efek-efek negatif jangka panjang pada masa depan hubungan orang tua-anak. 7.Orang tua perlu bekerja melalui hal-hal bermakna pada kejadian penuh stress seputar kelahiran anakn dan orientasikan mereka sendiri terhadap realita sebelum mereka dapat memfo-kuskan pada bayi efek-efek anastesia, ansietas dan nyeri dapat mengubah persepsi klien selama dan setelah ope-rasi. 8.Kontak awal mempunyai efek positif pada durasi menyusui ; kontak kulit dengan kulit dan mulainya tugas-tugas ibu meningkatkan ikata. 9.Meningkatkan kesatuan keluarga dan membantu memulai proses adaptasi positif terhadap peran baru dan memasukkan anggota baru ke dalam struktur keluarga. 10.Membantu pasangan untuk mem-proses dan mengevaluasi informasi yang diperlukan khususnya bila periode pengenalan awal telah lambat. 11.Informasi menghilangkan ansie-tas dapat mengganggu ikatan atau me-ngakibatkan absorbsi diri daripada perhatian terhadap bayi baru lahir. 12.Ketidakadekuatan prilaku ikatan atau interaksi buruk antara klien/pasa-ngan dengan bayi memerlukan duku-ngan dan evaluasi lanjut. 13.Banyak pasangan mempunyai konflik tidak teratasi mengenai proses pengenalan awal orang tua-bayi yang memerlukan pemecahan setelah pulang. Nyeri berhubungan dengan pembedahan Kemungkinan dibuktikan oleh : Melaporkan nyeri, kram (nyeri penyerta), sakit kepala, abdomen kembung, nyeri tekan payudara ; prilaku melindungi/distraks, wajah menahan nyeri. Hasil yang diharapkan :

Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi nyeri/ketidaknyamanan dengan tepat. Mengungkapkan berkurangnyer nyeri, tampak rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat. Rencana tindakan : Intervensi Rasional Mandiri 1.Tentukan karakteristik dan loka-si ketidaknyamanan. Perhatikan isyarat verbal dan non verbal serta meringis, kaku dan gera-kan melindungi atau terbatas. 2.Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab, ketidaknyamanan dan intervensi yang tepat. 3.Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi, perhatikan perubahan prilaku. 4.Lakukan latihan nafas dalam dan batuk dengan menggunakan prosedur-prosedur pembebatan dengan tepat, 30 menit setelah pemberian analgesik. 5.Ubah posisi klien, kurangi rang-sangan yang berbahaya dan berikan gosokan punggung. An-jurkan penggunaan teknik per-nafasan dan relaksasi dan distraksi. 6.Pemberian analgetik sesuai indi-kasi. 1.Klien mungkin tidak secara verbal melaporkan nyeri dan ketidaknyama-nan secara langsung, membedakan karakteristik khusus dari nyeri mem-bantu membeda-an nyeri pasca operasi dari terjadinya komplikasi. 2.Meningkatkan pemecahan masalah, membantu mengurangi nyeri berkena-an dengan ansietas dan ketakutan ka-rena ketidaktahuan dan memberikan rasa kontrol 3.Pada banyak klien, nyeri dapat me-nyebabkan gelisah serta TD dan nadi meningkat. Analgetik dapat menurun-kan TD. 4.Nafas dalam meningkatkan upaya per-nafasan. Pembebatan menurunkan re-gangan dan ketegangan area insisi dan mengurangi nyeri dan ketidaknyama-nan berkenaan dengan gerakan otot abdomen. Batuk diindikasikan bila sekresi atau ronkhi terganggu. 5.Relaksasi otot, dan mengalihkan per-hatian dari sensasi nyeri. Meningkat-kan kenyamanan, dan menurunkan distraksi tidak menyenangkan, me-ningkatkan rasa sejahtera. 6.Meningkatkan kenyamanan, yang memperbaiki status psikologis dan meningkatkan mobilitas. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi. Kemungkinan dibuktikan oleh ketegangan, keprihatinan, perasaan yang tidak adekuat, stimulasi simpatik, tidak dapat tidur. Hasil yang diharapkan : Mengungkapkan kesadaran akan perasaan ansietas, mengidentifikasi cara untuk menurunkan atau menghilangkan ansietas, melaporkan bahwa ansietas sudah menurun pada tingkat yangdapat diatasi, kelihatan rileks dan dapat tidur/istirahat. Rencana tindakan : Intervensi Rasional Mandiri 1.Dorong keberadaan/partisipasi dari pasangan.

2.Tentukan tingkat ansietas klien dan sumber dari masalah. Men-dorong klien untuk mengung-kapkan kebutuhan dan harapan yang tidak terpenuhi. Memberi-kan informasi sehubungan de-ngan normalnya perasaan terse-but. 3.Bantu klien/pasangan dalam mengidentifikasi mekanisme koping yang lazim dan perkembangan strategi koping baru jika dibutuhkan. 4.Berikan informasi yang akurat tentang keadaan klien/bayi. 5.Mulai kontak antara klien/pasa-ngan dengan bayi sesegera mungkin. Jika bayi dibawa ke neonatal intensive care unit (NICU). 1.Memberikan dukungan emosional, dapat mendorong pengungkapan ma-salah. 2.Kelahiran sesaria mungkin dipandang sebagai kegagalan dalam hidup oleh klien/pasangan dan hal tersebut dapat memiliki dampak negatif dalam proses ikatan/menjadi orang tua. 3.Membantu memfasilitasi adaptasi yang positif terhadap peranan baru; mengurangi perasaan ansietas. 4.Khayalan yang disebabkan oleh kurangnya informasi atau kesalahpa-haman dapat meningkatkan tingkat ansietas. 5.Mengurangi ansietas yang mungkin berhubungan dengan penanganan bayi, takut terhadap sesuatu yang tidak diketahui, dan/atau menganggap hal yang buruk berkenaan dengan keadaan bayi. Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan. Kemungkinan dibuktikan oleh mengungkapkan perasaan negatif diri dalam situasi (misalnya tidak berdaya, malu/bersalah). Hasil yang diharapkan : Mendiskusikan masalah sehubungan dengan peran dan persepsi terhadap pengalaman kelahiran dari klien/pasangan. Mengungkapkan pemahaman mengenai faktor individu yang dapat mencetuskan situasi saat ini. Mengekspresikan harapan diri yang positif Rencana tindakan : Intervensi Rasional 1.Tentukan respon emosional klien/pasangan terhadap kelahi-ran sesaria 2.Tinjau ulang partisipasi klien/ pasangan dan peran dalam me-ngalami kelahiran. identifikasi perilaku positif selama proses pranatal dan antenatal. 3.Tekankan kemiripan antara ke-lahiran sesaria dan vagina. Sam-paikan sikap positif terhadap kelahiran sesaria dan atur pera-watan pasca partum sedekat mungkin pada perawatan yang diberikan pada klien setelah ke-lahiran vagina. Kolaborasi : 4.Rujuk klien/pasangan untuk konseling profesional bila reaksi maladaptif. 1.Kedua anggota pasanga mungkin me-ngalami reaksi emosi negatif terhadap kelahiran sesaria. Kelahiran sesaria yang tidak direncanakan dapat berefek negatif terhadap harga diri klien, mem buat klien merasa tidak adekuat dan telah gagal sebagai wanita. Ayah atau pasangan, khususnya bila tidak dapat hadir pada kelahiran sesaria, dapat merasa bahwa ia

menolak pasangan-nya dan tidak memenuhi peran yang diantisipasinya sebagai pendukung emosional selama proses kelahiran. 2.Respon berduka dapat berkurang apa-bila ibu dan ayah mampu saling ber-bagi akan pengalaman kelahiran. memfokuskan kembali perhatian klien atau pasangan untuk membantu mere-ka memandang kehamilan dalam tota-litasnya dan melihat bahwa tindakan mereka sudah bermakna terhadap ha-sil yang optimal. Dapat membantu menghindari rasa bersalah/mempersa-lahkan. 3.Klien dapat mengubah persepsinya tentang pengalaman kelahiran sesarea sebagaimana persepsinya tentang ke-sehatan atau penyakitnya berdasarkan pada sikap persepsinya tentang ke-sehatan atau penyakitnya berdasarkan pada sikap profesional. Perawatan se-rupa adalah pilihan yang dapat diterima disamping kelahiran vagina. 4.Klien yang tidak mampu mengatasi rasa berduka atau perasaan negatif memerlukan bantuan profesional lebih lanjut. Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi biokimia atau regulasi (misalnya hipotensi ortostatik, adanya HKK atau eklampsia) Kemungkinan dibuktikan oleh adanya tanda/gejala untuk menegakkan diagnosa aktual. Hasil yang diharapkan : Mendomostrasikan perilaku untuk menurunkan faktor-faktor risiko dan/atau perlindungan diri. Bebas dari komplikasi Rencana tindakan : Intervensi Rasional Mandiri 1.Tinjau ulang catatan pranatal dan intranatal terhadap faktor yang mempredisposisi klien pada komplikasi. Catat kadar Hb dan kehilangan darah ope-ratif. 2.Pantau TD, nadi dan suhu. Catat kulit dingin, basah, nadi lemah. Perubahan prilaku, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis. 3.Inspeksi balutan terhadap per-darahan berlebihan. 4.Bantu klien pada ambulasi awal. beri supervisi yang ade-kuat dalam hal mandi dan rendam duduk. 5.Anjurkan latihan kaki/pergela-ngan kaki dan ambulasi dini. Kolaborasi 6.Berikan MgSO4 sesuai indikasi 7.Berikan kaus kaki penyokong atau balutan elastis untuk kaki bila risiko atau gejala plebitis ada. 1.Adanya faktor-faktor resiko seperti kelelahan miometrial, distensi uterus berlebihan, stimulasi oksitosin lama, tromboflebitis pranatal memungkin-kan klien lebih rentan terhadap kom-plikasi pasca operasi. 2.Tekanan darah yang tinggi dapat me-nandakan terjadinya atau berlanjut-nya hipertensi, memerlukan magne-sium sulfat (MgSO4) atau pengobat-an antihipertensif lain. Hipotensi dan takikardia dapat menunjukkan dehid-rasi dan hipovolemia tetapi mungkin tidak terjadi sampai volume darah sirkulasi telah menurun 35-50%, dimana tanda vasokonstriksi mung-

kin terlihat. 3.Luka bedah dengan drain dapat membasahi balutan; namun rembesan biasanya tidak terlihat dan dapat me-nunjukkan terjadinya komplikasi. 4.Hipotensi ortostatik dapat terjadi pada perubahan dari posisi terlentang ke berdiri, atau mungkin sebagai aki-bat dari vasodilatasi, karena panas dari rendam duduk tersebut. 5.Meningkatkan aliran balik vena, mencegah statis/penumpukan pada ekstremitas bawah, menurunkan resiko plebitis. 6.MEmbantu menurunkan kepekaan serebral pada adanya HKK atau ek-lapmsia. 7.Menurunkan statis vena, meningkat-kan risiko terhadap pembentukan trombus. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif dan atau peningkatan pemajanan lingkungan. Tanda dan gejala tidak dapat diterapkan; adanya tanda dan/gejala untuk menegakkan diagnosa aktual. Hasil yang diharapkan : Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan risiko-risiko dan/atau meningkatkan penyembuhan. Menunjukkan luka bebas dari drainase purulen dengan tanda awal penyembuhan (misalnya penyatuan tepi-tepi luka), uterus lunak/tidak nyeri tekan, dengan aliran dan karakter lokhia normal. Bebas dari infeksi, tidak demam, tidak ada bunyi nafas adventisius, dan urine jernih kuning pucat. Rencana tindakan : Intervensi Rasional 1.Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan cermat dan pembuangan pengalas ko-toran, pembalut perineal. 2.Bersihkan luka dan ganti balut-an bila basah. 3.Inspeksi insisi terhadap proses penyembuhan, perhatikan ke-merahan, edema, nyeri, eksudat atau gangguan penyatuan. 4.Kaji suhu, nadi dan jumlah sel darah putih. Kolaborasi : 5.Berikan antibiotik khusus untuk proses infeksi yang ter-identifikasi. 1.Membantu mencegah atau membata-si penyebaran infeksi. 2.Lingkungan lembab merupakan me-dia paling baik untuk pertumbuhan bakteri. Bakteri dapat berpindah me-lalui aliran kapiler melalui balutan basah ke luka. 3.Tanda-tanda ini menandakan infeksi luka, biasanya disebabkan oleh strep-tokokus, stapilokokus atau spesies pseudomonas. 4.Demam setelah pasca operasi hari ketiga, leukositosis dan takikardia menunjukkan infeksi. Peningkatan suhu sampai 38,30 C dalam 24 jam pertama sangat mengindikasikan infeksi, peningkatan sampai 380 C pada hari kedua dalam 10 hari pertama pascapartum. 5.Perlu untuk mematikan mikroorga-nisme. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (diastasis rekti, kelebihan analgetik, atau anastesi). Kemungkinan dibuktikan oleh laporan rasa penuh abdomen/rektal atau tekanan, mual,

defekasi kurang dari biasanya, mengejan saat defekasi, penurunan bising usus. Hasil yang diharapkan klien akan : Mendemostrasikan kembalinya motilitas usus dibuktikan oleh bising usus aktif dan keluarnya flatus. Mendapatkan kembali pola eliminasi biasanya/optimal dalam 4 hari pasca partum. Rencana tindakan Intervensi Rasional Mandiri 1.Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan. 2.Anjurkan cairan oral yang ade-kuat (misalnya 6 8 gelas/hari) bila masukan oral sudah mulai kembali. 3.Anjurkan latihan kaki dan pe-ngencangan abdominal, ting-katkan ambulasi dini. 4.Berikan analgesik 30 menit sebelum ambulasi. 5.Berikan pelunak faeces. 1.Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau kemungkinan ileus paralitik. 2.Makanan kasar (misalnya buah dan sayuran, khususnya dengan kulit dan bijinya) dan meningkatkan cairan yang merangsang eliminasi dan mencegah konstipasi defekasi. 3.Latihan kaki mengencangkan otot-otot abdomen dan memperbaiki mo-tilitas abdomen. Ambulasi progresif setelah 24 jam meningkatkan pristal-tik dan pengeluaran gas, dan menghilangkan atau mencegah nyeri kare-na gas. 4.Memudahkan kemampuan untuk ambulasi, dapat menurunkan aktivi-tas usus. 5.Melunakkan faeces, merangsang pe-ristaltik dan membantu mengembali-kan fungsi usus. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kesalahan interpretasi. Kemungkinan dibuktikan oleh mengungkapkan masalah/kesalahan konsep, keragu-raguan dalam atau ketidakadekuatan melakukan aktivitas-aktivitas, ketidaktepatan perilaku (misalnya; apatis). Hasil yang diharapkan Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis, kebutuhan-kebutuhan individu, hasil yang diharapkan. Melakukan aktivitas-aktivitas/prosedur yang perlu dengan benar dan penjelasan alasan untuk tindakan. Rencana tindakan Intervensi Rasional 1.Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar. Bantu klien atau pasangan dalam mengidentifikasi kebutuhan-kebutuh-an. 2.Perhatikan status psikologis dan respons terhadap kelahiran sesaria serta peran menjadi ibu. 3.Berikan informasi yang berhubungan dengan perubah-an fisiologis dan psikologis yang normal berkenaan dengan kelahiran sesaria dan kebutuh-an-kebutuhan berkenaan de-ngan post partum. 4.Diskusikan program latihan yang tepat sesuai ketentuan. 1.Periode pascapartum dapat menjadi pengalaman positif bila kesempatan penyuluhan

diberikan untuk mem-bantu mengembangkan pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetensi. Namun, klien membutuhkan waktu untuk bergerak dari fase mengam-bil sampai fase menahan yang penerimaan dan kesiapannya diting-katkan dan ia secara emosi dan fisik siap untuk mempelajari informasi baru untuk memudahkan penguasaan peran barunya. 2.Ansietas yang berhubungan dengan kemampuan untuk merawat diri sen-diri dan anaknya, kekecewaan pada pengalaman kelahiran atau masalah-masalah berkenaan dengan perpisahannya dari anak dapat mempunyai dampak negatif pada kemampuan belajar dan kesiapan klien. 3.Membantu klien mengenali perubah-an normal dari respons-respons abnormal yang memerlukan tindakan status emosional klien mungkin ka-dang-kadang labil pada waktu ini sering dipengaruhi oleh kesejahtera-an fisik. Antisipasi perubahan ini dapat menurunkan stress berkenaan dengan transisi periode ini yang me-merlukan pembelajaran peran baru dan pelaksanaan tanggung jawab baru. 4.Program latihan progresif biasanya dapat dimulai bila ketidaknyamanan abdomen telah berkurang (kira-kira 3-4 minggu pasca partum). Memban-tu tonus-tonus otot, meningkatkan sirkulasi, menghasilkan gambaran keseimbangan tubuh dan meningkat-kan perasaan kesejahteraan umum. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma/diversi mekanis Kemungkinan dibuktikan oleh peningkatan pengisian/distensi kandung kemih, perubahan dalam jumlah/frekuensi berkemih. Hasil yang diharapkan : Mendapatkan pola berkemih yang biasa/optimal setelah pengangkatan kateter. Mengosongkan kandung kemih pada setiap berkemih. Rencana tindakan Intervensi Rasional 1.Perhatikan dan catat jumlah, warna dan konsentrasi drainase urin. 2.Berikan cairan per-oral. Misal-nya 6 8 gelas perhati, bila te-pat. 3.Perhatikan tanda dan gejala infeksi saluran kemih (ISK) misal warna keruh, bau busuk) setelah pengangkatan kateter. 4.Pertahankan infus intravena selama 24 jam setelah pembe-dahan, sesuai indikasi. Tingkatkan jumlah cairan infus bila haluaran 30 ml/jam atau kurang. 1.Oliguria (keluaran kurang dari 30 ml/jam) mungkin disebabkan kele-bihan cairan, atau efek-efek antidiu-retik dan infus oksitosin. 2.Cairan meningkatkan hidrasi dan fungsi ginjal,dan membantu mence-gah spasis kandung kemih. 3.Adanya kateter mempredisposisikan klien pada masuknya bakteri dan ISK 4.Biasanya 3 liter cairan, meliputi larutan RL, adekuat untuk menggan-tikan kehilangan dan mempertahan-kan aliran ginjal/haluaran urine. Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan dan ketahanan Kemungkinan dibuktikan oleh pengungkapan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam tingkat yang diinginkan. Hasil yang diharapkan : Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan perawatan diri. Mengidentifikasi/menggunakan sumber-sumber yang tersedia. Rencana tindakan

Intervensi Rasional 1.Pastikan berat/durasi ketidak-nyamanan. Perhatikan adanya sakit kepala pasca spinal. 2.Kaji status psikologis klien 3.Ubah posisi klien setiap 1-2 jam, bantu dalam latihan paru, ambulasi dan latihan kaki. 4.Kolaborasi dalam pemberian analgesik setiap 3 4 jam sesuai kebutuhan. 1.Nyeri berat mempengaruhi respon emosi dan perilaku, sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada aktivitas perawatan diri sampai kebu-tuhan fisiknya terhadap kenyamanan terpenuhi. Sakit kepala berat dihu-bungkan dengan posisi tegak memer-lukan modifikasi aktivitas-aktivitas dan bantuan tambahan untuk meme-nuhi kebutuhan-kebutuhan individu. 2.Pengalaman nyeri fisik mungkin di-sertai dengan nyeri mental yang mempengaruhi keinginan klien dan motivasi untuk mendapatkan otonomi. 3.Membantu mencegah komplikasi bedah seperti plebitis atau pneumo-nia yang dapat terjadi bila tingkat ketidaknyamanan mempengaruhi pengubahan/aktivitas normal klien. 4.Menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri. SUMBER: Depkes, RI, Perawatan Kebidanan Yang Berorientasi Pada Keluarga, (Perawatan III), Jilid 1, Edisi 3, Jakarta, 1990. Doenges, ME dan Moorhouse, MF, Rencana Perawatan Maternal/Bayi, Edisi 2, Jakarta, EGC, 2001. Hamilton, MP, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, Jakarta, EGC, 1995. Mansjor A, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aeusculapius, 1999. Mochtar Rusta, Sinopsis Obstetri, Jilid 1 dan Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998. Prawirohardjo S, Ilmu Kebidanan dan Ilmu Bedah Kebidanan, Edisi 3, Yayasan Bina Pustaka, 1999. Prawirohardjo S, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, 2000. Sulaiman S, Obstetri Fisiologi, Bagian Obstetri Gynekology Fakultas Kedokteran UNPAD, Bandung, 1989.

Vous aimerez peut-être aussi