Vous êtes sur la page 1sur 93

SKRIPSI

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMPRES HANGAT DAN TEPID WATER SPONGE TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH BALITA YANG MENGALAMI DEMAM

Disusun Oleh:
Lindya Maharani 0711111958

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2011

SKRIPSI

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMPRES HANGAT DAN TEPID WATER SPONGE TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH BALITA YANG MENGALAMI DEMAM

Disusun Oleh:
Lindya Maharani 0711111958

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2011

HALAMAN PENGESAHAN (Hasil Skripsi) Skripsi ini telah diseminarkan dihadapan tim penguji Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau Pekanbaru, 27 Juni 2011

Pembimbing I

Riri Novayelinda, MNg

Pembimbing II

Rismadefi Woferst, M.Biomed

Penguji

Misrawati, M.Kep, Sp. Mat

ii

IDENTITAS PENULIS

Nama NIM Tempat/Tgl Lahir Jenis Kelamin Alamat Riwayat Pendidikan 1. TK Pertiwi Palembang 2. SDN 048 Titian Resak 3. SMP Negeri 1 Seberida
4. SMA Negeri 8 Pekanbaru

: Lindya Maharani : 0711111958 : Pekanbaru/16 Januari 1990 : Perempuan : Graha Kualu Payung Sekaki Blok D12 No. 1 : : Lulus tahun 1995 : Lulus tahun 2001 : Lulus tahun 2004 : Lulus tahun 2007

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya peneliti dapat menyusun skripsi dengan judul perbandingan efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam. Skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau. Dalam proses penyusunan skripsi peneliti banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak baik dalam bentuk bantuan moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada:
1. Bapak Erwin, S. Kp., M. Kep selaku ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Riau atas bimbingan dan tambahan ilmunya kepada peneliti.


2. Ibu Riri Novayelinda, MNg selaku pembimbing I yang telah bersedia meluangkan

waktunya untuk memberikan saran, masukan, dan bimbingannya dengan sepenuh hati serta terus memotivasi dan memberi semangat kepada peneliti.
3. Ibu Rismadefi Woferst, M. Biomed selaku pembimbing II yang telah berkenan

mencurahkan perhatiannya dalam memberikan masukan dan bimbingannya. 4. Ibu Misrawati, M.Kep, Sp. Mat selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik. 5. Ibu Dr. Wahrida Walie selaku kepala Puskesmas Rawat Inap Karya Wanita Rumbai pesisir dan perawat-perawat serta pegawai puskesmas yang telah banyak membantu kelancaran penelitian ini. 6. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau.

7. Orangtua dan adik tercinta yang telah banyak memberikan support serta dukungan.

iv

8. Cecep yang selalu setia menemani dan memberikan dukungan dalam pengerjaan

penelitian ini dan sahabat-sahabat terbaikku ii (Wirdatul Aini), gaga (Ingga Fatra), ndut (Hendra Aulia), dan ndre (Andrea Coudillo) yang juga memberikan dukungan. 9. Teman-teman satu bimbingan Widia, Rona dan Ira yang telah bersama-sama berjuang untuk mendapatkan hasil yang terbaik dan seluruh teman-teman angkatan A07 yang saling memberikan dukungan serta berbagi informasi terhadap penelitian ini. Kritik dan saran yang bersifat membangun peneliti harapkan guna perbaikan di masa mendatang. Mudah-mudahan penelitian ini bermanfaat bagi peningkatan kualitas pelayanan keperawatan. Amin.

Pekanbaru, Juni 2011

Penulis

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU Skripsi, Juni 2011 Lindya Maharani Perbandingan efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam. Penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasy eksperiment dengan rancangan pre test and post test with two comparison treatments. Penelitian dilakukan di Puskesmas Rawat Inap Karya Wanita Rumbai Pesisir. Jumlah sampel sebanyak 30 orang yaitu 15 kelompok kompres hangat dan 15 kelompok tepid water sponge yang diambil menggunakan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Alat ukur yang digunakan pada kedua kelompok adalah termometer. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat dengan uji dependent sample t test dan independent sample t test. Hasil uji statistik dengan dependent t test pada kelompok kompres hangat dan tepid water sponge didapat nilai p = 0,000 pada alfa 5%, berarti kedua tindakan tersebut dapat menurunkan suhu tubuh balita yang mengalami demam. Hasil uji statistik dengan independent t test didapat nilai p = 0,121 pada alfa 5%, maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian kompres hangat dan tepid water sponge dapat dijadikan alternatif teknik non farmakologis dalam menurunkan suhu tubuh balita yang mengalami demam. Kata kunci:kompres hangat, tepid water sponge, demam Daftar pustaka: 39 (1996-2010)

vi

PROGRAMME STUDY OF NURSING UNIVERSITY OF RIAU Research Report, June of 2011 Lindya Maharani Comparison efectivity between warm moist therapy and tepid water sponge to degradation of body temperature for children age below five who got fever

Abstract This study aims to compare the efectivity between warm moist therapy and tepid water sponge to degradation of body temperature for children age below five who got fever. The research used quasy experimental method with pre test and post test with two comparison treatment design. The research was conducted at Puskesmas Rawat Inap Karya Wanita Rumbai Pesisir. The samples were 30 people which are evenly assigned into 15 warm moist therapy group and 15 tepid water sponge group with using purposive sampling technique. The instrument was used to measure body temperature is thermometer. Data analysis applied were univariate and bivariate by using dependent sample t test and independent sample t test to show the result. The result with dependent t test on a warm moist therapy and tepid water sponge groups obtained p value = 0,000 at alpha 5%, means that both these actions can lower body temperature for children age below five who got fever. The result with using independent t test obtained p value = 0,121 at alpha 5%, it can be concluded there was no significant difference the efectivity between warm moist therapy and tepid water sponge to degradation of body temperature for children age below five who got fever. Based on the results of this study of warm moist therapy and tepid water sponge can be used as an alternative non pharmacological techniques to degradation of body temperature for children age below five who got fever.

Key words: warm moist therapy, tepid water sponge, fever Reference: 39 (1996-2010)

vii

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................... ii IDENTITAS PENULIS ............................................................................................... iii KATA PENGANTAR .................................................................................................. iv ABSTRAK .................................................................................................................... vi DAFTAR ISI ................................................................................................................. viii DAFTAR TABEL......................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR..................................................................................................... xi DAFTAR SKEMA........................................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................. xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang................................................................................................. B. Rumusan Masalah........................................................................................... C. Tujuan Penelitian............................................................................................. D. Manfaat Penelitian........................................................................................... 1 5 5 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar................................................................................................... 8 B. Kerangka Konsep............................................................................................ 32 C. Hipotesa........................................................................................................... 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian............................................................................................. B. Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................................... C. Populasi dan Sampel........................................................................................ D. Etika Penelitian................................................................................................ E. Alat Pengumpulan Data................................................................................... F. Prosedur Pengumpulan Data........................................................................... G. Definisi Operasional........................................................................................ H. Pengolahan dan Analisa Data.......................................................................... 35 35 36 37 38 38 40 40

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Analisa Univariat............................................................................................. 45 B. Analisa Biavariat ............................................................................................ 46

viii

BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Hasil Penelitian........................................................................... 49 B. Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 53 BAB VI PENUTUPAN A. Kesimpulan ..................................................................................................... 54 B. Saran ............................................................................................................... 54 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

ix

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tempat pengukuran suhu tubuh .............................................................. Suhu tubuh normal pada anak ................................................................. Daftar obat analgesik-antipiretik serta dosis ........................................... Tabel kegiatan dan waktu penelitian ....................................................... Definisi operasional ................................................................................ Frekuensi dan persentase karakteristik responden kelompok A dan kelompok B ............................................................................................. Tabel 7 Distribusi suhu tubuh sebelum diberi perlakuan pada kelompok A dan B ....................................................................................................... Tabel 8 Distribusi suhu tubuh setelah diberi perlakuan pada kelompok A dan B ....................................................................................................... Tabel 9 Perbandingan suhu tubuh pada kelompok A sebelum dan setelah diberi perlakuan ...................................................................................... Tabel 10 Perbandingan suhu tubuh pada kelompok B sebelum dan setelah diberi perlakuan ...................................................................................... Tabel 11 Perbandingan suhu tubuh pada kelompok A dan kelompok B .............. 13 13 24 36 40 45 45 46 46 47 47

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Hipotalamus pada manusia............................................................................ Gambar 2 Termometer raksa ......................................................................................... Gambar 3 Termometer digital......................................................................................... Gambar 4 Dispossible thermometer ............................................................................... Gambar 5 Termometer aksila ......................................................................................... Gambar 6 Termometer oral ............................................................................................ Gambar 7 Rectal thermometer ....................................................................................... Gambar 8 Termometer membran timpani ...................................................................... 8 14 14 15 16 16 17 17

xi

DAFTAR SKEMA Halaman Skema 1 Regulasi suhu tubuh ........................................................................................ Skema 2 Mekanisme kompres hangat dalam menurunkan suhu tubuh ......................... Skema 3 Mekanisme tepid water sponge dalam menurunkan suhu tubuh .................... Skema 4 Kerangka konsep penelitian ............................................................................ 12 26 28 33

xii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 : : : : Lembar Permohonan menjadi Responden Lembar Persetujuan Responden Lembar Observasi Skema Intervensi Kelompok Kompres Hangat dan Kelompok tepid water sponge : Prosedur Pemberian Kompres Hangat : Prosedur tepid water sponge : Hasil Output Pengolahan Data : Lembar Konsultasi

xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Anak memiliki nilai yang sangat berharga baik bagi keluarga maupun bangsa. Setiap orangtua menginginkan anaknya sehat sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal dan dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan tangguh (Widyastuti & Widyani, 2008, dalam Daniati, 2010). Salah satu hal atau peristiwa yang akan membuat orangtua cemas dengan pertumbuhan ataupun perkembangan anaknya adalah ketika anaknya sakit. Hal ini dikarenakan pada saat anak sakit biasanya diikuti dengan perubahan sifat atau sikap misalnya anak akan lebih rewel, mudah marah, sering menangis dan gelisah (Widjaja, 2001). Saat anak sakit, seringkali orangtua tidak mengerti dan bingung apa yang seharusnya dilakukan terhadap anaknya (Primisasiki, 2007). Masalah kesehatan yang sering membuat orangtua menjadi cemas yaitu ketika badan anak menjadi panas atau biasanya disebut dengan demam. Demam sebenarnya dapat terjadi pada siapa saja dari bayi hingga orang berusia lanjut. Kondisi ini sering terjadi pada balita yang memiliki sistem kekebalan tubuh belum sempurna (Widjaja, 2001). Demam merupakan alasan terbanyak orangtua membawa anak mereka ke dokter (Budi, 2006). Demam merupakan istilah umum apabila suhu tubuh sangat tinggi, ada beberapa beberapa istilah lain yang sering digunakan adalah pireksia atau febris (Nursingmedia, 2009). Demam merupakan suatu kondisi fisiologis yang berfungsi untuk membantu tubuh dalam memerangi infeksi dan demam berfungsi sebagai alarm untuk memberitahukan bahwa terjadi sesuatu di dalam tubuh (Pujiarto, 2007). Menurut Wong, dkk. (2008),

2 demam dikatakan dengan peningkatan set point sehingga pengaturan suhu tubuh lebih tinggi atau diatas ambang normal yaitu diatas 38C (100F). Penyakit yang biasa terjadi pada balita disertai dengan gejala awal berupa demam, adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut), batuk disertai sesak nafas, step, eksema akibat elergi, dan diare (Thompson, 2003, dalam Budi, 2006). Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2009) didapatkan prevalensi beberapa penyakit yang secara umum memiliki gejala awal dengan demam pada usia 1-4 tahun yang tersebar dibeberapa wilayah kerja puskesmas RI (Rawat Inap). Puskesmas RI Tenayan Raya dengan data penyakit, yaitu: ISPA (44,79 %), Influensa (15,56 %), dan Demam yang tidak diketahui penyebabnya (7,24 %). Puskesmas RI Muara Fajar dengan data penyakit, yaitu: ISPA (25,63 %), Influensa (24,28 %), dan Demam yang tidak diketahui penyebabnya (12,30 %). Puskesmas RI Sidomulyo dengan data penyakit, yaitu: ISPA (26,47 %), Influensa (1,8 %), dan Demam yang tidak diketahui penyebabnya (6,13 %). Puskesmas RI Karya Wanita dengan data penyakit, yaitu: ISPA (41,60 %), Influensa (6,53 %), dan Demam yang tidak diketahui penyebabnya (14,44 %). Dalam mengatasi demam pada balita dibutuhkan perlakuan dan penanganan tersendiri yang berbeda bila dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini dikarenakan, apabila tindakan dalam mengatasi demam tidak tepat dan lambat maka akan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan balita terganggu. Demam dapat membahayakan keselamatan balita jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat yang akan menimbulkan komplikasi lain seperti, hipertermi, kejang dan penurunan kesadaran (Budi, 2006). Orangtua sebaiknya memiliki pengetahuan tentang penanganan yang berkaitan dengan demam karena penanganan yang cepat dan tepat akan meminimalisir keadaan yang membuat suhu tubuh anak semakin tinggi atau keadaan lainnya yang dapat membahayakan anak (Widjaja, 2001).

3 Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis yaitu memberikan obat antipiretik seperti ibuprofen, parasetamol dengan dosis sesuai dengan usia anak. Demam juga dapat diatasi dengan tindakan non farmakologis yang dilakukan sebagai tindakan tambahan dalam menurunkan panas setelah pemberian obat antipiretik. Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas seperti memberikan baju hangat pada anak, menyuruh anak untuk banyak minum air putih, istirahat, kompres hangat serta tepid water sponge (Budi, 2006). Kompres hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain atau handuk yang telah dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh (Nursingmedia, 2009). Pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal ke hipotalamus anterior yang berfungsi mengontrol pengeluaran panas dalam tubuh. Ketika saraf motorik mulai dirangsang maka sistem effektor akan mengeluarkan sinyal untuk memulai pengeluaran panas yaitu dengan cara berkeringat dan vasodilatasi. Hal ini diharapkan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai keadaan dengan suhu tubuh normal (Nursingmedia, 2009). Tindakan lain yang digunakan untuk menurunkan panas adalah Tepid water sponge. Tepid water sponge dapat dilakukan dengan meletakkan anak pada bak mandi yang berisi air hangat atau dengan mengusap dan melap seluruh bagian tubuh anak dengan air hangat (Sharber, 1997). Tepid water sponge bertujuan untuk mendorong darah ke permukaan tubuh sehingga darah dapat mengalir dengan lancar. Tindakan tepid water sponge juga akan memberikan sinyal ke hipotalamus anterior yang nanti akan merangsang sistem effektor sehingga diharapkan terjadi penurunan suhu tubuh pada anak (Filipinomedia, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Sharber (1997) pada anak menunjukkan bahwa tepid water sponge ditambah acetominophen dapat menurunkan suhu tubuh anak lebih cepat

4 dibandingkan dengan acetominophen itu sendiri. Penelitian lain tentang tepid sponge juga dilakukan oleh Setiawati (2009), dimana penelitian ini melihat pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan kenyamanan pada anak usia prasekolah dan sekolah. Studi literatur tentang pemberian antipiretik disertai tepid sponge menunjukkan bahwa tindakan ini efektif menurunkan demam dibandingkan jika pemberian antipiretik saja. Penelitian lain yang dilakukan oleh Damayati (2008) di RSUD Moewarti Surakarta tentang tingkat pengetahuan ibu tentang demam dengan perilaku kompres menunjukkan bahwa banyak ibu yang sudah memberikan tindakan kompres dengan baik, terutama kompres hangat terhadap anaknya. Berdasarkan hasil wawancara peneliti pada tanggal 25 November 2010 dengan 5 ibu yang memiliki balita, banyak dari mereka menggunakan kompres hangat yang diletakkan pada beberapa bagian tubuh anak seperti aksila dan dahi. Sedangkan, dengan menggunakan tepid water sponge masih banyak masyarakat yang masih belum mengetahui. Berdasarkan hasil wawancara oleh peneliti pada tanggal 4 Desember 2010 pada perawat yang bekerja di Puskesmas Rawat Inap Karya Wanita Rumbai Pesisir didapatkan bahwa banyak balita yang mengalami demam telah diberikan penanganan di rumah oleh orangtua seperti kompres hangat dan obat antipiretik. Namun, dikarenakan hal tersebut tidak efektif akhirnya mereka membawa anaknya ke puskesmas. Banyak orang tua yang memang tidak mengerti dengan penggunaan kompres hangat dan mereka masih menggunakan kompres dingin sebagai penanganan terhadap penurunan suhu tubuh balita yang demam. Tindakan tepid water sponge sendiri masih sangat jarang dilakukan dan belum diketahui keefektifitasannya. Berdasarkan penjelasan, peneliti tertarik untuk meneliti perbandingan efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam.

5 B. Rumusan Masalah Demam merupakan suatu kondisi fisiologis yang merupakan respon tubuh yang menunjukkan terjadi sesuatu dalam tubuh dan suhu tubuh diukur dengan termometer. Peningkatan suhu tubuh ini menyebabkan keluarga ataupun orangtua anak merasa cemas, karena dapat menimbulkan efek atau komplikasi lain seperti, hipertermi, kejang dan penurunan kesadaran. Penanganan untuk mengatasi demam biasanya berupa tindakan farmakologis dan non farmakologis. Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti menemukan bahwa metode pemberian kompres hangat adalah metode yang umum digunakan di masyarakat untuk menurunkan suhu tubuh balita. Sedangkan, tindakan tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita masih belum diterapkan. Beberapa penelitian menunjukkan kedua metode non farmakologis tersebut sama-sama dilakukan untuk dapat menurunkan suhu tubuh pada balita yang mengalami demam. Namun, dari kedua tindakan ini belum diketahui mana yang lebih efektif. Selain itu, belum ada penelitian yang membandingkan kedua tindakan non farmakologis ini terhadap penurunan suhu tubuh pada balita. Berdasarkan penjelasan, maka rumusan masalah penelitian adalah bagaimana perbandingan efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam? C. Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum Untuk membandingkan efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui suhu tubuh balita sebelum dilakukan pemberian kompres hangat.

6
b. Untuk mengetahui suhu tubuh balita sesudah dilakukan pemberian kompres

hangat.
c. Untuk mengetahui suhu tubuh balita sebelum dilakukan tepid water sponge. d. Untuk mengetahui suhu tubuh balita sesudah dilakukan tepid water sponge. e. Untuk mengidentifikasi perbandingan pemberian kompres hangat dan tepid water

sponge terhadap penurunan suhu tubuh pada balita yang mengalami demam. D. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilaksanankan diharapkan mampu memberikan manfaat pada: 1. Bagi puskesmas atau instansi kesehatan Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi puskesmas untuk menyusun suatu kebijakan penatalaksanaan terhadap penurunan suhu tubuh dengan menggunakan tindakan tambahan seperti tindakan non farmakologis selain menggunakan tindakan farmakologis dalam menurunkan suhu tubuh pada balita dengan demam. 2. Bagi perawat Diharapkan dari hasil penelitian ini perawat dapat menerapkan terapi non farmakologis yang efektif dalam menurunkan suhu tubuh pada balita yang mengalami demam. 3. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan memberikan pengalaman pada peneliti dalam melakukan tindakan non farmakologis terhadap penurunan suhu tubuh pada balita yang mengalami demam.

7 4. Bagi penelitian selanjutnya Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan pemikiran kritis lainnya terhadap penelitian selanjutnya tentang tindakan non farmakologis pada balita yang mengalami demam.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dasar 1. Suhu a. Pengertian Suhu yang dimaksud adalah panas atau dingin suatu substansi. Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar (Perry & Potter, 2005). b. Pengatur suhu tubuh Tingkah laku adalah fungsi seluruh sistem saraf, bukan bagian tertentu apapun. Fungsi sistem saraf ini terutama dilakukan oleh struktur subkortikal yang terletak di daerah basal otak. Seluruh kelompok struktur ini disebut sistem limbik (Guyton, 1996). Bagian-bagian sistem limbik, terutama hipotalamus dan struktur-strukturnya yang saling berhubungan. Bagian-bagian tersebut mengatur banyak fungsi internal tubuh yaitu salah satunya adalah pengatur suhu tubuh (Guyton, 1996). Gambar 1. Hipotalamus pada manusia

Sumber: www.googleimages.co.id

49

9 Limbik mengatur banyak fungsi utama tubuh terutama fungsi vegetatif, yang merupakan fungsi involunter yang penting bagi kehidupan. Beberapa fungsi ini meliputi (1) regulasi kecepatan denyut jantung dan tekanan arteri, (2) regulasi suhu tubuh, (3) regulasi osmolaritas cairan tubuh, (4) regulasi masukan makanan, (5) regulasi sekresi hormon pituitaria (Guyton, 1996). Hipotalamus yang terletak antara hemisfer serebral, mengontrol suhu tubuh sebagaimana kerja termostat dalam rumah. Suhu yang nyaman adalah pada set point dimana sistem panas beroperasi. Hipotalamus merasakan perubahan ringan pada suhu tubuh. Hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran panas, dan hipotalamus posterior mengontrol produksi panas (Potter & Perry, 2005). Bila sel saraf di hipotalamus anterior menjadi panas melebihi set point, impuls dikirim untuk menurunkan suhu tubuh. Mekanisme pengeluaran panas termasuk berkeringat, vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah, dan hambatan produksi panas. Darah di distribusi kembali ke pembuluh darah permukaan untuk meningkatkan pengeluaran panas. Jika hipotalamus posterior merasakan suhu tubuh lebih rendah dari set point, mekanisme konversi panas bekerja. Vasokonstriksi pembuluh darah mengurangi aliran darah ke kulit dan ekstremitas (Potter & Perry, 2005). Kompensasi produksi panas distimulasi melalui kontraksi otot volunter dan getaran (menggigil) pada otot. Bila vasokonstriksi tidak efektif dalam pencegahan tambahan pengeluran panas, tubuh mulai menggigil (Potter & Perry, 2005). Panas di produksi di dalam tubuh melalui metabolisme yang merupakan reaksi kimia pada semua sel tubuh. Termoregulasi membutuhkan fungsi normal dari proses produksi panas. Produksi panas terjadi selama masa istirahat,

10 gerakan otot polos, getaran otot dan termogenesis tanpa menggigil. Proses produksi panas dalam tubuh adalah sebagai berikut:
1) Metabolisme basal menghasilkan panas yang diproduksi tubuh saat istirahat.

Jumlah rata-rata laju metabolik basal (BMR) bergantung pada luas permukaan tubuh. 2) Gerakan volunter seperti aktivitas otot selama latihan, membutuhkan tambahan energi. Laju metabolik dapat meningkat di atas 2000 kali normal. Produksi panas dapat meningkat 50 kali normal. 3) Menggigil merupakan respon tubuh involunter terhadap suhu yang berbeda dalam tubuh. Gerakan otot skelet selama menggigil membutuhkan energi yang signifikan. Menggigil dapat meningkatkan produksi panas 4-5 kali lebih besar dari normal. Panas diproduksi untuk mempertahankan suhu tubuh. Pengeluaran dan produksi panas terjadi secara simultan. Struktur kulit dan paparan terhadap lingkungan secara konstan, pengeluaran panas secara normal melalui radiasi, konduksi, konveksi, evaporasi dan diaforesis. Pengeluaran panas adalah sebagai berikut: 1) Radiasi adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke permukaan objek lain tanpa keduanya bersentuhan (Thibodeau & Patton, 1993 dalam Potter & Perry, 2005). Aliran darah dari organ internal inti membawa panas ke kulit dan ke pembuluh darah permukaan. Jumlah panas yang dibawa ke permukaan tergantung dari tingkat vasodilatasi dan vasokonstriksi yang diatur oleh hipotalamus. Panas menyebar dari kulit setiap objek yang lebih dingin sekelilingnya.

11 2) Konduksi adalah perpindahan panas dari satu objek ke objek lain dengan kontak langsung. Ketika kulit hangat menyentuh objek yang lebih dingin, panas hilang. Ketika suhu dua objek sama, kehilangan panas konduktif terhenti. Konduksi normalnya menyebabkan sedikit kehilangan panas. 3) Konveksi adalah perpindahan panas karena gerakan udara. Arus udara membawa udara hangat. Pada saat kecepatan arus udara meningkat, kehilangan panas konvektif meningkat. Kipas angin listrik meningkatkan kehilangan panas melalui konveksi.
4) Evaporasi adalah perpindahan energi panas ketika cairan berubah menjadi

gas. Selama evaporasi, kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk setiap gram air yang menguap (Guyton, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Tubuh secara kontinu kehilangan panas secara evaporasi. Dengan mengatur prespirasi atau berkeringat, tubuh meningkatkan kehilangan panas evaporatif tambahan. Ketika suhu tubuh meningkat, hipotalamus anterior memberi sinyal kelenjar keringat untuk melepaskan keringat. Evaporasi berlebihan dapat

menyebabkan kulit gatal dan bersisik, serta hidung dan faring kering. 5) Diaforesis adalah prespirasi visual dahi dan toraks atas. Kelenjar keringat berada di bawah dermis kulit. Bila suhu tubuh meningkat, kelenjar keringat mengeluarkan keringat, yang menguap dari kulit untuk meningkatkan kehilangan panas. Suhu tubuh rendah menghambat sekresi kelenjar keringat. Diaforesis kurang efisien bila gerakan udara minimal atau bila kelemahan udara tinggi.

12 Skema 1. Regulasi suhu tubuh


Produksi panas: 1. Metabolisme basal 2. Aktivitas otot 3. Menggigil Pengeluaran panas: 1. Radiasi 2. Konduksi 3. Konveksi 4. Evaporasi 5. Diaforesis

Sumber : www.nursingbegin.com

c. Pengukuran suhu tubuh Pengukuran suhu tubuh ditujukan untuk memperoleh suhu inti jaringan tubuh rata-rata yang representatif. Suhu normal rata-rata bervariasi tergantung lokasi pengukuran. Tempat yang menunjukkan suhu inti merupakan indikator suhu tubuh yang lebih dapat diandalkan daripada tempat yang menunjukkan suhu permukaan. Suhu tubuh anak normalnya dapat diperiksa pada beberapa bagian tubuh, antara lain: oral, aksila, rektal, membran timpani dan arteri temporalis. Pengukuran suhu tubuh lewat rektal hanya dilakukan jika suhu definitif anak diperlukan dan yang berusia 1 bulan ke atas. Beberapa tempat pengukuran suhu tubuh berdasarkan usia anak, adalah: usia 0-2 tahun pada aksila dan rektal, usia 2-5 tahun di aksila, timpani, oral, dan rektal, usia di atas 5 tahun pada oral, aksila dan timpani. Suhu aksila lebih rendah 0,5C dari pada suhu rektal atau oral. Suhu rektal diatas 38C dianggap mengalami demam.

13 Tabel 1. Tempat pengukuran suhu tubuh


Tempat pengukuran Suhu inti dan permukaan INTI PERMUKAAN Rektum Kulit Membran timpanik Aksila Esofagus Oral Arteri pulmoner Kandung kemih
Sumber: Potter & Perry (2005)

Tabel 2. Suhu tubuh normal pada anak


Tempat pengukuran Rektal Oral Aksila Timpani
Sumber: www.nursingbegin.com

Suhu 36,8C-37,5C 36,7C-37,2C 36,2C-37,3C 35,8C-38C

d. Alat pengukur suhu tubuh Ada berbagai cara untuk mendeteksi demam yang mungkin terjadi pada anak balita dari menyentuh tubuh hingga mempergunakan alat ukur suhu badan yang disebut termometer (Widjaja, 2007). Menurut Potter dan Perry (2005), ada tiga jenis termometer yang digunakan untuk menentukan suhu tubuh adalah: 1) Termometer Raksa Termometer raksa adalah termometer yang paling dikenal, telah digunakan sejak abad ke-15. Termometer tersebut terbuat dari tabung kaca yang pada salah satu ujungnya ditutup dan ujung lainnya dengan pentolan berisi air raksa. Paparan pentolan (bulb) terhadap panas menyebabkan air raksa memuai dan naik pada tabung yang tertutup. Air raksa tidak akan berfluktuasi atau turun kecuali termometer dihentakkan dengan kuat.

14 Gambar 2. Termometer raksa

Sumber : www. themoderatevoice.com

2) Termometer elektronik atau digital Termometer elektronik terdiri atas unit tampilan tenaga baterai yang diisi ulang. Apabila untuk mengukur suhu maka akan ada tanda bunyi terdengar saat puncak bacaan suhu telah tercapai. Keuntungan dari penggunaan termometer ini adalah dapat digunakan dengan cepat, hasil terlihat dalam beberapa detik dan mudah dibaca serta cocok untuk anak-anak. Gambar 3. Termometer digital

Sumber : www.hisupplier.com

3) Termometer sekali pakai (dispossible thermometer)

Termometer sekali pakai dan penggunaan tunggal ini berbentuk strip kecil yang terbuat dari plastik dengan sensor suhu pada salah satu ujungnya. Digunakan untuk suhu oral dan aksila, terutama pada anak-anak. Bentuk lain dari termometer sekali pakai ini adalah koyo (patch). Digunakan pada dahi atau abdomen, koyo akan berubah warna pada suhu yang berbeda. Waktu yang dibutuhkan untuk menunjukkan suhu hanya 60 detik (Erickson et al,

15 1996, dalam Potter & Perry, 2005). Termometer diambil dan dibaca setelah sekitar 10 detik supaya stabil. Gambar 4. Dispossible thermometer

Sumber : www.mountainside-medical.com

Secara umum prosedur vital pada pengukuran suhu tubuh anak balita dengan menggunakan termometer adalah menentukan di bagian tubuh manakah tempat yang cocok untuk meletakkan termometer. Widjaja (2007), mengklasifikasikan tempat pengukuran menjadi tiga, yaitu: 1) Aksila thermometer Prosedur pengukuran suhu badan dengan cara meletakkan termometer di aksila balita adalah sebagai berikut: a) Bukalah pakaian atas anak, lalu pangku dalam posisi searah dengan posisi orang yang memangkunya. b) Angkat salah satu lengannya, dan kempitkan termometer pada aksila balita. c) Rapatkan lengan balita agar termometer dapat terkempit erat selama kurang lebih 3 menit. d) Setelah 3 menit (untuk termometer digital akan berbunyi apabila selesai) lihat angka pengukuran suhu tubuh.

16 e) Balita mengalami demam apabila termometer menunjukkan angka 38C atau lebih. Gambar 5. Termometer Aksila

Sumber : 0.tqn.com.

2) Oral thermometer Salah satu hal yang penting dan harus diperhatikan adalah menjaga agar balita tetap tenang. Pengukuran suhu badan dengan menggunakan termometer oral adalah meletakkan termometer di bawah lidah dalam mulut balita. Gambar 6. Termometer Oral

Sumber : www.bayibalita.com

3) Rectal thermometer Prosedur pengukuran dengan menggunakan rectal thermometer adalah sebagai berikut: a) Berikan lubrikasi terlebuh dahulu disekitar leher termometer agar temometer menjadi licin dan mudah masuk ke dalam dubur balita tanpa rasa sakit.

17 b) Miringkan tubuh balita, dan tekuk lututnya sedikit agar anak tidak tegang dan merasa lebih rileks. c) Biarkan termometer di dalam dubur selama 3 menit (sampai termometer berbunyi) dan cabut kembali. d) Lihat angka yang di tunjuk oleh termometer. Jika lebih dari 37C, artinya balita mengalami demam. Gambar 7. Rectal thermometer

Sumber : www.googleimages.co.id

4) Termometer membran timpani (Potter & Perry, 2005) Prosedur yang dilakukan untuk mengukur suhu tubuh anak dengan meletakkan termometer pada membran timpani adalah sebagai berikut: a) Tarik ujung atas telinga ke bawah dan ke belakang b) Masukkan ujung termometer ke dalam kanal auditorius. c) Dalam 2 sampai 5 detik dari mulai dimasukkan, hasilnya terlihat pada layar. Gambar 8. Termometer membran timpani

Sumber : www.googleimages.co.id

18 Angka yang di tunjuk oleh termometer pada pengukuran dengan cara memasukkan termometer ke dalam dubur akan lebih tinggi 1C dibandingkan dengan cara meletakkan termometer di ketiak, dan lebih tinggi 0,5C dibandingkan dengan cara meletakkan termometer di bawah lidah dalam mulut. Jadi, bila dengan cara meletakkan termometer di ketiak pengukuran sebesar 38C, berturut-turut pengukuran dengan cara meletakkan termometer di bawah lidah dan memasukkan termometer ke dalam dubur, maka suhu pengukurannya adalah 38,5C dan 39C. e. Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh Potter dan Perry (2005), menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi suhu tubuh. Perubahan pada suhu tubuh dalam rentang normal terjadi ketika hubungan antara produksi panas dan kehilangan panas diganggu oleh variabel fisiologis dan perilaku. Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh adalah: 1) Usia Pada saat lahir, bayi meninggalkan lingkungan yang hangat, yang relatif konstan, masuk dalam lingkungan yang suhunya berfluktuasi dengan cepat. Mekanisme kontrol suhu masih imatur. Suhu tubuh bayi dapat berespon secara drastis terhadap perubahan suhu lingkungan. Regulasi suhu tidak stabil sampai anak-anak mencapai pubertas. Rentang suhu normal turun secara berangsur sampai seseorang mendekati masa lansia. Lansia mempunyai rentang suhu tubuh yang lebih sempit daripada dewasa awal.

19 2) Olahraga Aktivitas otot memerlukan peningkatan suplai darah dan pemecahan karbohidrat dan lemak. Hal ini menyebabkan peningkatan metabolisme dan produksi panas. Segala jenis olahraga dapat meningkatkan produksi panas akibatnya akan meningkatkan suhu tubuh. 3) Kadar Hormon Secara umum, wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar dibandingkan pria. Variasi hormonal selama siklus menstruasi menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Kadar progesteron meningkat dan menurun secara bertahap selama siklus menstruasi. Bila kadar progesteron rendah, suhu tubuh beberapa derajat di bawah kadar batas. Suhu tubuh rendah berlangsung sampai terjadi ovulasi. Perubahan suhu juga terjadi pada wanita selama menopause. Wanita yang menopause dapat mengalami periode panas tubuh dan berkeringat banyak. Hal tersebut karena kontrol vasomotor yang tidak stabil dalam melakukan vasodilatasi dan vasokonstriksi (Bobak, 1993, dalam Potter & Perry, 2005). 4) Irama sirkadian Suhu tubuh berubah secara normal 0,5C sampai 1C selama periode 24 jam. Bagaimanpun, suhu merupakan irama paling stabil pada manusia. 5) Stres Stres fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormonal dan persarafan. Perubahan fisiologi tersebut meningkatkan panas.

20 6) Lingkungan Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Bayi dan lansia paling sering dipengaruhi oleh suhu lingkungan karena mekanisme suhu mereka kurang efisien. 2. Demam a. Pengertian Menurut Datta (2009), demam atau pireksia adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal ( >37C atau 98,4F). Pireksia diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Low pyrexia 37C 38,4C (99F - 101F) 2) Moderate pyrexia 38,4C 39,5C (101F 103F) 3) High pyrexia 39,5C 40,6C (103F 105F) 4) Hyper pyrexia > 40,6 C

Wong, dkk. (2008), mengatakan bahwa ada beberapa istilah lain yang perlu dipahami tentang demam, yaitu: 1) Set point Perkiraan suhu tubuh yang diatur oleh mekanisme seperti termostat di hipotalamus. 2) Demam Peningkatan set point sehingga pengaturan suhu tubuh lebih tinggi, dapat didefinisikan secara mutlak sebagai suhu di atas 38C (100F). 3) Hipertermia Situasi ketika suhu tubuh melebihi set point, yang biasanya terjadi akibat kondisi tubuh atau kondisi eksternal yang menciptakan lebih banyak panas dari yang dapat dihilangkan tubuh.

21 Demam yang berarti suhu tubuh diatas normal biasa dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak, atau dehidrasi (Guyton, 1996). Demam adalah suhu rektal yang lebih dari 38C (100,4F) (Schwartz, 2004). b. Klasifikasi demam Kozier, Berman dan Snyder (2004), menyebutkan bahwa ada empat tipe umum demam. 1) Intermittent fever Suhu tubuh bergantian berubah secara berkala antara periode demam dan normal. 2) Remittent fever Terjadi fluktuasi suhu tubuh selama 24 jam yang lebih di atas normal. 3) Relapsing fever Demam yang terjadi singkat hanya beberapa hari yang biasanya diselingi 1 atau 2 hari dengan suhu yang normal. 4) Constant fever Suhu tubuh selalu tetap di atas normal. Widjaja (2007), mengatakan bahwa secara garis besar ada dua klasifikasi demam yang sering kali diderita oleh anak balita (dan manusia pada umumnya), yaitu demam non infeksi dan demam infeksi.
1) Demam non infeksi

Demam non infeksi adalah demam yang bukan disebabkan oleh masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh. Demam non infeksi jarang terjadi dan diderita oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Demam ini timbul karena adanya

22 kelainan pada tubuh yang dibawa sejak lahir, dan tidak ditangani dengan baik. Contoh demam non infeksi antara lain demam yang disebabkan oleh adanya kelainan degeneratif atau kelainan bawaan pada jantung, demam karena stres, atau demam yang disebabkan oleh adanya penyakit-penyakit berat, misalnya leukimia atau kanker darah. 2) Demam infeksi Demam infeksi adalah demam yang disebabkan oleh masuknya patogen, misalnya kuman, bakteri, virus, atau binatang kecil lainnya ke dalam tubuh. Demam infeksi paling sering terjadi dan diderita oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Bakteri, kuman, atau virus dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara, misalnya melalui makanan, udara, atau persentuhan tubuh. Imunisasi juga termasuk pada kategori ini sebab imunisasi adalah tindakan yang secara sengaja memasukkan kuman, bakteri, atau virus yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh balita dengan tujuan membuat anak balita menjadi kebal terhadap penyakit tertentu. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan infeksi dan akhirnya mengakibatkan demam pada anak balita antara lain adalah, tetanus, mumps atau parotitis epidemik, morbili atau measles atau rubella, demam berdarah, TBC dan batuk rejan. c. Penatalaksanaan demam 1) Tindakan farmakologis Tindakan menurunkan suhu mencakup intervensi farmakologik. Intervensi paling efektif adalah penggunaan antipiretik untuk menurunkan set point (Wong, dkk, 2009).

23 Obat yang umum digunakan untuk menurunkan demam dengan berbagai penyebab (infeksi, inflamasi dan neoplasama) adalah obat antipiretik. Antipiretik ini bekerja dengan mempengaruhi termoregulator pada sistem saraf pusat (SSP) dan dengan menghambat kerja prostaglandin secara perifer (Deglin & Vallerand, 2004). Obat antipiretik antara lain asetaminofen, aspirin, kolin dan magnesium salisilat, kolin salisilat, ibuprofen, salsalat dan obat-obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Asetaminofen merupakan obat pilihan, aspirin dan salisilat lain tidak boleh diberikan pada anak-anak dan remaja. Ibuprofen,

penggunaannya disetujui untuk menurunkan demam pada anak-anak yang berusia minimal 6 bulan. Hindari pemakaian aspirin atau ibuprofen pada pasienpasien dengan gangguan perdarahan (Deglin & Vallerand, 2004). Beberapa ibuprofen yang tidak disetujui penggunaannya untuk anak-anak adalah nuprin, motrin IB, medipren. Penggunaannya dapat dilakukan bila didiskusikan terlbih dahulu dengan pemberi layanan utama (Katzung, 2002). Pemberian antipiretik yang berlebihan perlu diperhatikan, karena dapat menyebabkan keracunan (Totapally, 2005, dalam Setiawati, 2009).

24 Tabel 3. Daftar obat analgetik-antipiretik serta dosis


Nama obat Acetamihophen (Paracetamol) Acetosal Ascal (obat cair) Metampiron Dosis Anak 10 mg/kg/x 65 mg/kg/hari 12,5 mg/kg/x atau mg/kg/hari (mg/hr) 3 bln-1 thn (150-200) 1-6 thn (150-400) 6-12 thn (600-1200) 4-5 mg/kg/hari 50-75 mg/kg/hari 5 mg/kg (<39,1C) 10 mg/kg (>39,1C) 75

Piromidon Aspirin Ibuprofen


Sumber : www.scribd.com

2) Tindakan non farmakologis

Tindakan non farmakologis adalah tindakan tambahan yang diberikan setelah pemberian antipiretik terhadap penurunan panas. Tindakan non farmakologis tersebut seperti menyuruh anak untuk banyak minum air putih, istirahat, kompres hangat serta tepid water sponge (Budi, 2006). Kania (2007) mengatakan bahwa penatalaksanaan lainnya anak dengan demam adalah dengan menempatkan anak dalam ruangan bersuhu normal dan mengusahakan agar pakaian anak tidak tebal. 3. Kompres hangat Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian yang memerlukan (Asmadi, 2008, dalam Putra, 2010). Kompres hangat merupakan salah satu bentuk termoterapi yang mudah dan tidak mahal. Kompres hangat juga memiliki efek lokal dan sistemik pada tubuh. Penggunaan kompres hangat dapat dilakukan dengan menggunakan handuk, kantung, botol atau aquatermia pad. Suhu air yang biasa

25 digunakan dalam penggunaan kompres hangat berkisar 37C-40C (Kozier, Berman & Snyder, 2002). Penelitian yang berhubungan dengan kompres hangat adalah penelitian yang dilakukan oleh Damayati (2008) tentang Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang demam dengan perilaku kompres di ruang rawat inap RSUD Dr, Moewardi Surakarta menilai karakteristik ibu dalam menentukan benar atau salah tindakan yang dilakukan terhadap anak yang demam. Pengetahuan ibu tentang demam akan mendorong ibu untuk memberikan kompres hangat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang demam dengan perilaku kompres ibu. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif korelatif yang menggunakan pendekatan survei yang bermaksud memberikan gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan mengambil sampel sebanyak 34 orang ibu yang anaknya mengalami demam. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan aksidental sampling. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Analisa data menggunakan Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Tingkat pengetahuan ibu tentang demam di RSUD Dr. Moewardi Surakarta sebagian besar dalam kategori sedang. (2) Perilaku kompres ibu di RSUD Dr. Moewardi Surakarta sebagian besar dalam kategori baik. (3) Berdasarkan hasil uji hipotesis, maka ditarik kesimpulan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang demam dengan perilaku kompres di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Kompres hangat adalah suatu prosedur menggunakan kain atau handuk yang telah di celupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu.

26 Tujuan pemberian kompres hangat ini adalah meningkatkan kenyamanan dan dapat menurunkan suhu tubuh (Johnson, Temple & Carr, 2005). Pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas di hipotalamus dirangsang, sistem effektor mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan/kehilangan energi/panas melalui kulit (berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai keadaan normal kembali. Skema 2. Mekanisme kompres hangat dalam menurunkan suhu tubuh
Anak Demam Kompres hangat Hipotalamus

Sistem efektor

Sinyal menurunkan set point

Vasodilatasi, berkeringat

Penurunan suhu tubuh pada anak


Sumber: www.nursingbegin.com

Prosedur kompres hangat (Nursingmedia, 2009) adalah sebagai berikut:

27
1) Alat-alat

a) Larutan kompres berupa air hangat 37C-40C dalam wadahnya (dalam kom)
b) Handuk/kain/wash lap untuk kompres c) Handuk kering

d) Termometer 2) Cara pemberian kompres hangat a) Beri tahu klien, dan siapkan alat.
b) Cuci tangan c) Ukur suhu tubuh klien dan catat antipiretik yang telah diberikan d) Basahi kain/wash lap/handuk kecil pengompres dengan air, peras kain

sehingga tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering.


e) Letakkan kain pada daerah yang akan dikompres (dahi, aksila, perut)

f) Apabila kain kering, maka kompres kembali dengan air hangat dan ulangi terus tindakan ini selama 15 menit.
g) Evaluasi hasil dengan mengukur suhu tubuh klien setelah 15 menit

Setelah selesai, keringkan daerah kompres atau bagian tubuh yang basah dengan menggunakan handuk kering dan rapikan alat.
h) Cuci tangan

4. Tepid Water sponge Tepid water sponge sering direkomendasikan untuk mempercepat penurunan suhu tubuh (Corrad, 2002; Carton, et al., 2001, dalam Setiawati, 2009). Tujuan dari penggunaan tepid water sponge ini untuk menurunkan suhu tubuh secara terkontrol (Johnson, Temple, & Carr, 2005). Prosedur ini tidak boleh dilakukan pada bayi di

28 bawah usia 1 tahun dan tanpa pengawasan medis karena tindakan ini dapat menyebabkan anak menjadi syok (Hastings, 2005). Pemberian tepid water sponge pada daerah tubuh akan mengakibatkan anak berkeringat. Tepid water sponge bertujuan untuk mendorong darah ke permukaan tubuh sehingga darah dapat mengalir dengan lancar. Ketika suhu tubuh meningkat dan dilakukan tepid water sponge, hipotalamus anterior memberi sinyal pada kelenjar keringat untuk melepaskan keringat. Tindakan ini diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai keadaan normal kembali (Filipinomedia, 2010). Skema 3. Mekanisme tepid water sponge dalam menurunkan suhu tubuh
Anak Demam Tepid water sponge Hipotalamus anterior

Sinyal menurunkan set point

Vasodilatasi, berkeringat

Penurunan suhu tubuh pada anak


Sumber: potter dan perry (2005)

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan tepid water sponge adalah penelitian lain dilakukan oleh Setiawati (2009) tentang Pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan kenyamanan pada anak usia prasekolah dan sekolah yang mengalami demam di ruang perawatan anak Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

29 pengaruh pemberian antipiretik disertai tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan kenyamanan anak di ruang perawatan anak RS Muhammadiyah Bandung. Desain yang digunakan adalah quasi experimental pre-post test non equivalen control group dengan jumlah sampel yaitu 50 responden. Pengukuran dilakukan dengan melihat penurunan suhu tubuh dan tingkat kenyamanan sebelum intervensi dan 60 menit setelah intervensi. Kesimpulan didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna dalam penurunan suhu tubuh antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol (p = 0,21); serta tidak ada perbedaan yang bermakna dalam tingkat rasa nyaman antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol (p = 0,21) setelah 60 menit intervensi. Akan tetapi, ada kecenderungan bahwa pemberian antipiretik yang disertai tepid sponge mengalami penurunan suhu yang lebih besar dan peningkatan rasa nyaman yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemberian antipiretik saja. Implikasi keperawatan yang dapat direkomendasikan adalah pemberian antipiretik disertai tepid sponge dapat dijadikan intervensi untuk menurunkan demam dan meningkatkan rasa nyaman pada anak terutama pada anak usia sekolah. Penelitian terkait lainnya yang dilakukan oleh oleh Sharber (1997) The efficacy of tepid sponge bathing to reduce fever in young children. Penelitian ini membandingkan penurunan suhu badan pada saat demam yaitu dengan acetaminophen sendiri dan asetaminophen ditambah tepid sponge bathing selama 15 menit. Dua puluh anak-anak, usia 5-68 bulan yang mengalami demam >38,9C secara acak diberikan acetaminophen saja atau asetaminophen ditambah tepid sponge bathing selama 15 menit. Semua subyek menerima dosis 15-mg/kg asetaminophen. suhu timpani dimonitor setiap 30 menit selama 2 jam. Subjek dipantau untuk tanda-tanda ketidaknyamanan (menangis, menggigil, merinding).

30 Responden dengan tindakan tepid sponge bathing lebih cepat merasa kedinginan selama 1 jam pertama, tetapi tidak ada perbedaan temperatur yang signifikan antara 2 kelompok tersebut selama 2 jam (p = 0,871). Responden dalam kelompok tepid sponge bathing ketidaknyamanannya lebih tinggi (p = 0,009). Penelitian terkait lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Thomas, Vijaykumar, Naik, Moses, dan Antonisamy (2009) Comparative effectiveness of tepid sponging and antipyretic drug versus only antipyretic drug in the management of fever among children: a randomized controlled trial. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan efektivitas spon hangat dan obat antipiretik (paracetamol) dengan obat antipiretik terhadap penurunan suhu tubuh anak-anak yang demam. Desain penelitian yang digunakan adalah randomized controlled trial dengan responden 150 anak-anak usia 6 bulan sampai 12 tahun, dengan suhu demam di aksila 38.3C. Anak-anak secara acak diberikan nomor untuk menerima tindakan tepid sponging dan obat antipiretik atau hanya dengan obat antipiretik. Kelompok yang pertama diberikan sirup/tablet parasetamol dengan dosis 10 mg/kg dan tepid sponging selama 15 menit. Prosedur Tepid sponging adalah sebagai berikut: 5 handuk atau wash lap, baskom, 2 handuk mandi, termometer, termometer mandi dan air keran (kamar temperatur -0,5C). Setelah mencuci tangan dan memeriksa suhu anak, letakkan handuk panjang di tubuh anak. Usapkan wash lap atau spons ke seluruh tubuh anak. Kemudian temperatur diperiksa pada 30, 45, 60, 90 dan 120 menit. Anak-anak yang hanya menerima obat antipiretik yaitu parasetamol (10 mg / kg) diukur suhunya. Tingkat ketidaknyamanan anak-anak juga dinilai pada titik waktu yang sama dalam hal kriteria 3 kegelisahan, menangis, dan mudah tersinggung. Penurunan suhu tubuh antara kelompok perlakuan dianalisis dengan menggunakan analisis metode kovarians disesuaikan dengan suhu awal. Tingkat

31 ketidaknyamanan juga dikenakan uji statistik signifikansi. Perangkat lunak STATA digunakan untuk analisis statistik data. Hasil penelitian ini adalah penurunan suhu tubuh pada kelompok tepid sponging dan obat antipiretik secara signifikan lebih cepat daripada hanya kelompok obat antipiretik, namun pada 2 jam terakhir kedua kelompok telah mencapai tingkat suhu yang sama. Anak-anak yang diberikan tepid sponging dan obat antipiretik memiliki tingkat ketidaknyamanan secara signifikan lebih tinggi daripada hanya kelompok antipiretik, tapi ketidaknyamanan itu sebagian besar ringan. Tahap-tahap pelaksanaan tepid water sponge (Rosdahl & Kowalski, 2008, dalam Setiawati, 2009): a. Tahap persiapan
1) Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga cara tepid water

sponge.
2) Persiapan alat meliputi ember atau baskom untuk tempat air hangat (37C-

40C), lap mandi/wash lap, handuk mandi, selimut mandi, perlak, termometer digital. b. Pelaksanaan
1) Beri kesempatan klien untuk buang air sebelum dilakukan tepid water sponge.

2) Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat jenis dan waktu pemberian antipiretik pada klien. 3) Buka seluruh pakaian klien dan alas klien dengan perlak.
4) Tutup tubuh klien dengan handuk mandi. Kemudian basahkan wash lap atau

lap mandi, usapkan mulai dari kepala, dan dengan tekanan lembut yang lama, lap seluruh tubuh, lakukan sampai ke arah ekstremitas bawah secara bertahap. Lap tubuh klien selama 15 menit. Pertahankan suhu air (37C-40C).

32
5) Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali dengan air hangat

lalu ulangi tindakan seperti diatas. 6) Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau segera setelah suhu tubuh klien mendekati normal. Selimuti klien dengan selimut mandi dan keringkan. Pakaikan klien baju yang tipis dan mudah menyerap keringat. 7) Catat suhu tubuh klien sebelum dan sesudah tindakan. B. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2005). Berikut ini adalah kerangka konsep yang dilakukan:

Skema 4. Kerangka konsep penelitian


Input Proses Output

Kelompok kompres hangat

33

Suhu tubuh sebelum dilakukan tindakan

Pemberian kompres hangat dalam 15 menit Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh: - Olahraga - Kadar hormon - Irama sirkadian - Stres - Lingkungan

Suhu tubuh setelah dilakukan tindakan

Kelompok tepid water sponge


Suhu tubuh sebelum dilakukan tindakan Pemberian tepid water sponge dalam 15 menit Suhu tubuh setelah dilakukan tindakan

: Diteliti

: Tidak diteliti

C. Hipotesis

Hipotesis adalah sebuah pernyataan tentang hubungan yang diharapkan antara dua variabel atau lebih yang dapat diuji secara empiris. Hipotesis adalah suatu kesimpulan sementara atau jawaban sementara dari suatu penelitian. Biasanya hipotesis terdiri dari pernyataan terhadap ada atau tidaknya hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable) (Notoatmodjo, 2005). Hipotesa dari penelitain ini adalah:

1. Hipotesa Nol (Ho) Tidak ada perbedaan efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam.

34 2. Hipotesa Alternatif (Ha) Ada perbedaan efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam melakukan prosedur penelitian (Hidayat, 2003). Jenis penelitian ini quasy eksperiment dengan rancangan penelitian pre test and post test designs with two comparison treatments. Rancangan ini bertujuan untuk membandingkan hasil yang di dapat sebelum dan setelah diberi perlakuan baik perlakuan kompres hangat pada kelompok kompres hangat dan perlakuan tepid water sponge pada kelompok tepid water sponge. Pada rancangan ini, kedua kelompok diberikan perlakuan berbeda (Burns & Grove, 2001). Pada kedua kelompok diawali dengan pengukuran sebelum pemberian perlakuan (pre test), dan setelah pemberian perlakuan diadakan pengukuran kembali (post test) (Nursalam, 2003). B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Rawat Inap Karya Wanita Rumbai Pesisir. Alasan peneliti ingin meneliti di Puskesmas Rawat Inap Karya Wanita Rumbai Pesisir yaitu dengan pertimbangan: a. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru di wilayah kerja Puskesmas RI Karya Wanita Rumbai Pesisir merupakan daerah yang memiliki rata-rata penyakit dengan gejala awal demam yang memiliki persentase 62,57 %.
b. Tingginya balita yang berobat di puskesmas tersebut, selain itu dari wawancara

peneliti dengan perawat disana mengemukakan bahwa banyak ibu yang memiliki

49

36 balita tidak paham dengan keefektifitasan kompres dengan air hangat maupun dengan cara tepid water sponge.
c. Rata-rata balita yang berobat ke puskemas tersebut memiliki lokasi rumah di

sekitar puskesmas yaitu rumbai pesisir sehingga memudahkan peneliti untuk mengunjungi responden ke rumahnya yang dapat menghemat waktu, tenaga dan dana. 2. Waktu Penelitian Kegiatan penelitian akan dimulai dari persiapan riset hingga akhir seminar dimulai dari bulan dimulai Oktober 2010 sampai bulan Juni 2011. Tabel 4. Tabel kegiatan dan waktu penelitian Kegiatan Okt Pembuatan judul Penyusunan proposal Seminar proposal Pelaksanaan penelitian Pengolahan data hasil penelitian Seminar hasil C. Populasi dan sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang menyangkut masalah yang diteliti (Nursalam, 2001). Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2003). Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh balita yang demam di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Karya Wanita Rumbai Pesisir pada bulan Maret-Mei 2011. Nov Des Jan Waktu pelaksanaan Feb Mar Apr Mei Jun

37

2. Sampel Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2003). Pengambilan sampel pada penelitian ini dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dari populasi yang sesuai dengan kehendak peneliti berdasarkan tujuan ataupun masalah penelitian serta karakteristik subjek yang diinginkan (Nursalam, 2003). Pengambilan sampel dilakukan mulai bulan Maret sampai bulan Mei 2010. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 30 orang (Burn & Grove, 2005). Dengan rincian 15 orang sebagai kelompok kompres hangat dan 15 orang sebagai kelompok tepid water sponge. Kedua kelompok tersebut sesuai dengan kriteria inklusi yang diinginkan oleh peneliti. Kriteria inklusi dalam penelian ini adalah :
a. Balita yang datang ke puskesmas dengan suhu aksila > 37,5C b. Balita yang berusia 1-5 tahun. c. Balita yang demam telah diberikan antipiretik secara oral 1 jam atau lebih

sebelumnya.
d. Belum diberikan tindakan non farmakologis sebelumnya. e. Orangtua balita bersedia menjadi responden.

D. Etika penelitian Masalah etika dalam penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian mengingat penelitian keperawatan akan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan (Hidayat, 2003). Masalah etika yang meliputi adalah: 1. Informed concent

38 Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian. Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang telah memenuhi kriteria. Tujuannya yaitu responden mengetahui maksud dan tujuan dari penelitian serta manfaat dari penelitian ini.
2. Anonimity (tanpa nama)

Merupakan masalah etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak memberikan nama responden pada lembar alat ukur hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data
3. Confidentially (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian. E. Alat pengumpulan data Alat untuk melakukan pengumpulan data tentang suhu tubuh pada penelitian ini dengan secara langsung yaitu dengan mengukur suhu tubuh dengan termometer digital pada bagian aksila sebelum dan setelah diberi perlakuan. Hasil ukuran akan dituliskan pada lembar observasi yang telah berisikan biodata responden. Alat yang digunakan untuk melakukan tindakan kompres hangat dan tepid water sponge adalah wash lap atau handuk kecil yang sudah dibasahi dengan air hangat. Termometer juga digunakan untuk mengetahui suhu air, dan jam tangan untuk menghitung lamanya tindakan. F. Prosedur pengumpulan data Prosedur pengumpulan data yang peneliti lakukan pada saat penelitian adalah terlebih dahulu proposal penelitian mendapatkan persetujuan dari pembimbing, kemudian peneliti mengurus surat permohonan izin penelitian ke PSIK UR, Dinas Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Pekanbaru, Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, dan terkahir Puskesmas Rawat Inap Karya Wanita Rumbai Pesisir.

39 Setelah surat izin penelitian dikeluarkan, peneliti mulai melakukan pengecekan kriteria inklusi terhadap balita yang demam dan berobat di puskesmas tersebut untuk melihat orang tua dan balita yang akan dijadikan responden. Pada orangtua dan balita yang menjadi responden peneliti berkenalan dengan calon responden serta menjelaskan tujuan, prosedur, dan manfaat penelitian serta menjamin terhadap hak-hak responden. Setelah responden bersedia, maka dipersilahkan untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent) sebagai responden dan menanyakan kemauan responden untuk diberi tindakan apakah di puskesmas atau rumah responden. Responden dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kompres hangat dan kelompok tepid water sponge. Dalam menempatkan responden kedalam dua kelompok tersebut yang sesuai dengan kriteria inklusi yaitu dengan cara 15 orang pertama menjadi kelompok kompres hangat dan 15 orang selanjutnya menjadi kelompok tepid water sponge. Pada kedua kelompok terlebih dahulu diukur suhu tubuhnya dengan menggunakan termometer digital dengan merk harmed yang diukur pada bagian aksila. Pada kelompok tindakan kompres hangat akan dilakukan hal-hal sebagai berikut: Melakukan kompres hangat dengan menggunakan wash lap yang diberikan pada bagian dahi dan aksila. Sediakan air hangat dengan suhu awal 38C untuk melakukan kompres. Tindakan ini dilakukan dalam 15 menit dengan beberapa kali pergantian wash lap (hal ini dilakukan apabila wash lap sudah tidak hangat lagi). Setelah tindakan selesai, suhu tubuh balita dapat diukur kembali. Kelompok tepid water sponge akan melakukan hal sebagai berikut: Basahkan wash lap dengan air hangat yang suhu awalnya juga 38C, kemudian lap dan usapkan diseluruh tubuh balita. Tindakan dilakukan selama 15 menit dengan beberapa kali pergantian wash lap (hal ini dilakukan apabila wash lap sudah tidak hangat lagi), kemudian setelah tindakan selesai dilakukan maka ukur kembali suhu tubuh balita.

40 Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi langsung kepada responden baik kelompok yang diberikan kompres hangat maupun kelompok yang diberikan tepid water sponge. Setelah pengumpulan data selesai, maka dapat dianalisa dengan menggunakan metode statistik. G. Definisi Operasional Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diteliti, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian, sedangkan cara pengukuran merupakan cara dimana variabel dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya (Hidayat, 2007). Tabel 5. Definisi Operasional
No. Variabel 1. Suhu tubuh Balita Definisi Operasional Nilai produksi dan pengeluaran panas tubuh balita yang berusia 15 tahun yang di ukur dengan menggunakan termometer digital pada bagian aksila anak pada waktu sebelum intervensi dan 15 menit setelah intervensi pada kedua kelompok tindakan. Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Termometer Score/nilai Interval digital pengukuran harmed suhu tubuh balita pada bagian aksila yaitu sebelum dan sesudah yang dinyatakan dalam C

H. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan setelah data terkumpul, dianalisis, kemudian data diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut:

41

a. Editing (Pemeriksaan)

Peneliti mengecek kembali lembar observasi apakah lembar tersebut diisi sesuai dengan hal yang diobservasi seperti suhu tubuh sebelum dan setelah diberi perlakuan serta kelengkapan data karakteristik responden.
b. Coding (Penandaan)

Proses pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Koding diberikan untuk karakteristik responden lakilaki = 0, perempuan = 1. Peneliti memberikan koding pada kelompok adalah pada kelompok kompres hangat = 0 dan untuk kelompok tepid water sponge = 1.
c. Entry Data (Memasukkan Data)

Peneliti memasukkan data yang telah didapat seperti data responden (jenis kelamin) dan hasil pengukuran suhu tubuh sebelum dan setelah diberi perlakuan ke dalam program komputer.
d. Cleaning Data (Merapikan)

Mengecek kembali apakah ada kesalahan data, sehingga data siap untuk dianalisa. e. Processing Mengelompokkan data ke dalam variabel yang sesuai, dimana dalam penelitian ini data tersebut akan dikelompokkan ke dalam kelompok kompres hangat dan kelompok tepid water sponge. Selain itu, dikelompokkan menjadi suhu tubuh sebelum dan sesudah diberikan kompres hangat serta suhu tubuh sebelum dan sesudah diberikan tepid water sponge.
f. Analyzing (Penilaian)

42 Meliputi analisa univariat yang digunakan untuk mendapatkan gambaran karakteristik responden yang terdiri dari umur dan jenis kelamin anak. Sedangkan analisa bivariat melihat perbedaan antara kelompok kompres hangat dan tepid water sponge. 2. Analisa Data a. Analisa Univariat Analisa ini digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang karakteristik responden, yaitu jenis kelamin anak serta distribusi suhu tubuh sebelum dilakukan tindakan kompres hangat, distribusi suhu tubuh setelah dilakukan tindakan kompres hangat, distribusi suhu tubuh sebelum dilakukan tindakan tepid water sponge, dan distribusi suhu tubuh setelah dilakukan tindakan tepid water sponge. b. Analisa Bivariat Pada analisa ini digunakan dua uji hipotesa yaitu Dependent T test dan Independent T test dikarenakan bahwa data berdistribusi normal. Data

berdistribusi normal apabila hasil uji normalitas yang dilihat dari uji ShapiroWilk memiliki nilai > 0,05. Nilai distribusi normal untuk suhu tubuh sebelum dan setelah tindakan kompres hangat secara berturut-turut adalah 0,053 dan 0,058. Nilai distribusi normal untuk suhu tubuh sebelum dan setelah tindakan tepid water sponge secara berturut-turut adalah 0,683 dan 0,194. Dependent T test digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata pengukuran suhu tubuh sebelum dan setelah diberi perlakuan pada kelompok kompres hangat dan apakah ada perbedaan rata-rata pengukuran suhu tubuh sebelum dan setelah diberi perlakuan pada kelompok tepid water sponge. Independent T test digunakan untuk melihat perbandingan rata-rata suhu tubuh antara kelompok kompres hangat dengan tepid water sponge. Derajat kemaknaan () yang

43 digunakan pada uji ini adalah 0,05. Apabila dari uji statistik didapatkan p value < , maka dapat dikatakan ada perbedaan efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam. Apabila dari uji statistik didapatkan p value , maka dapat dikatakan tidak ada perbedaan efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Bab ini memperlihatkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan judul penelitian Perbandingan efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam yang melibatkan 30 responden penelitian yang di ambil dari wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Karya Wanita Rumbai Pesisir. Responden penelitian ini dibagi kedalam dua kelompok yaitu 15 responden

penelitian pada kelompok kompres hangat (kelompok A) dan 15 responden penelitian pada kelompok tepid water sponge (kelompok B). Hasil penelitian memaparkan beberapa poin sebagai berikut: 1. Karakteristik responden yaitu jenis kelamin balita
2. Distribusi suhu tubuh pada kelompok A sebelum dan setelah diberi perlakuan kompres

hangat.
3. Distribusi suhu tubuh pada kelompok B sebelum dan setelah diberi perlakuan tepid

water sponge.
4. Perbandingan rerata suhu tubuh pada kelompok A sebelum dan setelah diberi

perlakuan kompres hangat.


5. Perbandingan rerata suhu tubuh pada kelompok B sebelum dan setelah diberi perlakuan

tepid water sponge.


6. Perbandingan penurunan suhu tubuh pada kelompok A dan kelompok B.

49

45 A. Analisa Univariat 1. Karakteristik responden Tabel 6. Frekuensi dan persentase karakteristik responden kelompok A dan kelompok B
Karakteristik Kelompok A (n = 15) N % 9 6 15 60 40 100 Kelompok B (n = 15) N % 11 4 15 73,3 26,7 100 Total ( N = 30) N 20 10 30

% 66,7 33,3 100

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total

Pada tabel 6 di atas terlihat karakteristik responden yaitu jenis kelamin. Jenis kelamin yang terbanyak adalah laki-laki dengan jumlah 20 orang (66,7%); kelompok A dengan jumlah 9 orang (60%) dan kelompok B dengan 11 orang (73,3%).
2. Distribusi suhu tubuh

Tabel 7. Distribusi suhu tubuh sebelum diberi perlakuan pada kelompok A dan B
Variabel Rata-rata suhu tubuh sebelum diberi perlakuan Kelompok A Kelompok B Mean Std. deviation Min Max

(C)
38,600 38,547 0,6719 0,5592

(C)
37,7 37,7

(C)
39,5 39,5

46

Berdasarkan tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa rata-rata (mean) suhu tubuh pada kelompok A sebelum diberi perlakuan adalah 38,600C; dengan standar deviasi 0,6719 dan nilai minimum serta maksimumnya adalah 37,7C dan 39,5C. Sedangkan rata-rata (mean) suhu tubuh sebelum diberi perlakuan pada kelompok B adalah 38,547C dengan standar deviasi 0,5592 dan nilai minimum serta maksimum adalah 37,7C dan 39,5C.

Tabel 8. Distribusi suhu tubuh setelah diberi perlakuan pada kelompok A dan B
Variabel Rata-rata suhu tubuh diberi perlakuan Kelompok A Kelompok B setelah 38,160 37,833 0,5767 0,5407 37,5 37,1 39,2 38,8 Mean Std. Deviation Min Max

(C)

(C)

(C)

Berdasarkan tabel 8 diatas dapat dilihat bahwa rata-rata (mean) suhu tubuh pada kelompok A setelah diberi perlakuan adalah 38,160C dengan standar deviasi 0,5767 dan nilai minimum serta maksimumnya adalah 37,5C dan 39,2C. Sedangkan ratarata (mean) suhu tubuh setelah diberi perlakuan pada kelompok B adalah 37,833C dengan standar deviasi 0,5407 dan nilai minimum serta maksimum adalah 37,1C dan 38,8C. B. Analisa Bivariat
1. Uji Dependent T Test

Tabel 9. Perbandingan suhu tubuh pada kelompok A sebelum dan setelah diberi perlakuan

Variabel

Mean

SD

(C)

Mean difference

SD difference

(C)

47
Rata-rata suhu tubuh kelompok A 38,600 Sebelum perlakuan 38,160 Setelah perlakuan

0,6719 0,440 0,5767 0,2640 0,000 15

Berdasarkan tabel 9 di atas dari hasil uji statistik didapatkan rata-rata (mean) suhu tubuh sebelum diberi perlakuan adalah 38,600C dengan standar deviasi 0,6719. Setelah diberi perlakuan didapat rata-rata (mean) suhu tubuh adalah 38,160C dengan standar deviasi 0,5767. Terlihat penurunan nilai mean suhu tubuh antara sebelum dan setelah perlakuan adalah 0,440C dengan standar deviasi 0,2640. Selain itu juga didapatkan nilai p = 0,000 pada alfa 5% maka dapat disimpulkan ada perbedaan rerata (mean) suhu tubuh sebelum dan setelah dilakukan pemberian kompres hangat pada kelompok A. Tabel 10. Perbandingan suhu tubuh pada kelompok B sebelum dan setelah diberi perlakuan

Variabel

Mean

SD

Mean difference

SD difference

(C)
Rata-rata suhu tubuh kelompok B 38,547 Sebelum perlakuan 37,833 Setelah perlakuan

(C)

0,5592 0,5407

0,713

0,1457

0,000

15

Berdasarkan tabel 10 di atas dari hasil uji statistik didapatkan rata-rata (mean) suhu tubuh sebelum diberi perlakuan adalah 38,547C dengan standar deviasi 0,5592. Setelah diberi perlakuan didapat rata-rata (mean) suhu tubuh adalah 37,833C dengan standar deviasi 0,5407. Terlihat nilai mean suhu tubuh antara sebelum dan setelah perlakuan adalah 0,713C dengan standar deviasi 0,1457. Selain itu juga didapatkan nilai p = 0,000 pada alfa 5% maka dapat disimpulkan ada perbedaan rerata (mean)

48 suhu tubuh sebelum dan setelah dilakukan tepid water sponge dalam pada kelompok B.
2. Uji Independent T Test

Tabel 11. Perbandingan suhu tubuh pada kelompok A dan kelompok B


Variabel Rata-rata suhu tubuh Kelompok A Kelompok B 38,160 37,833 0,5767 0,5407 0,1489 0,1396 0,121 15 15 Mean SD SE P n

(C)

Berdasarkan tabel 11 di atas hasil uji statistik didapatkan rata-rata (mean) suhu tubuh pada kelompok A yang diberi tindakan kompres hangat adalah 38,160C dengan standar deviasi 0,5767. Pada kelompok B yang diberi tindakan tepid water sponge rata-rata (mean) suhu tubuh adalah 37,833C dengan standar deviasi 0,5407. Nilai p = 0,121 pada alfa 5 % maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok kompres hangat dengan kelompok tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam.

49

BAB V PEMBAHASAN

A. Pembahasan Hasil Penelitian Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka pada bab ini akan membahas tentang Perbandingan efektifitas kompres hangat dan tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam. Pada penelitian ini, peneliti mengelompokkan responden atau subjek penelitian dalam 2 kelompok yaitu kelompok kompres hangat dan kelompok tepid water sponge. Pada kelompok kompres hangat diberi perlakuan pemberian kompres dengan menggunakan wash lap yang sudah dibasahi dengan air hangat, tindakan ini dilakukan selama 15 menit. Pada kelompok tepid water sponge diberikan tindakan dengan mengusap tubuh balita dengan menggunakan wash lap yang sudah dibasahi dengan air hangat, tindakan ini dilakukan selama 15 menit Dibawah ini akan dibahas hasil penelitian yang telah didapat. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, responden yang berjenis kelamin laki-laki merupakan responden terbanyak yang memiliki jumlah 20 orang pada kelompok kompres hangat 9 orang dan pada kelompok tepid water sponge 11 orang. Secara umum, wanita lebih sering terjadi mengalami perubahan suhu tubuh hal ini dikarenakan variasi hormonal selama siklus menstruasi menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Selain itu, perubahan suhu tubuh juga terjadi pada wanita yang mengalami menopause hal ini dikarenakan kontrol vasomotor yang tidak stabil dalam melakukan vasodilatasi dan vasokonstriksi (Bobak, 1993, dalam Potter & Perry, 2005). Pada saat melakukan penelitian jenis kelamin laki-laki merupakan jenis kelamin terbanyak, hal ini dikarenakan pada usia 1-5 tahun hormon progesteron pada wanita belum bekerja secara aktif, dimana bsiklus menstruasi biasa terjadi pada wanita usia 9-16 tahun dan menopause terjadi pada usia 45-60 tahun (Potter & Perry, 2005). Selain itu, dari 49

50 observasi peneliti saat melakukan penelitian dari bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2011 terlihat lebih banyak balita yang berjenis kelamin laki-laki datang ke puskesmas untuk berobat. 1. Suhu Tubuh Dari hasil penelitian yang dilakukan pada pasien balita di Puskesmas Rawat Inap Karya Wanita Rumbai Pesisir didapatkan rata-rata suhu tubuh sebelum diberi perlakuan pada balita yang demam pada kelompok kompres hangat adalah 38,600 C dan rata-rata suhu tubuh balita sebelum diberi perlakuan pada kelompok tepid water sponge adalah 38,547 C. Menurut Widjaja (2007) suhu tubuh diatas 38C atau lebih yang diukur dengan menggunakan termometer aksila merupakan kondisi yang sudah mengalami demam. Umumnya, orangtua dengan balita yang mengalami demam datang ke Puskesmas Rawat Inap Karya Wanita Rumbai Pesisir untuk berobat dikarenakan penanganan yang dilakukan orangtua di rumah tidak dapat menurunkan suhu tubuh balita. Penanganan atau penatalaksanaan yang diberikan oleh orangtua adalah memberikan obat antipiretik. Sesuai dengan hasil wawancara peneliti terhadap perawat yang bekerja di puskesmas tersebut, yang mengatakan bahwa orangtua membawa anak ke puskesmas dikarenakan penatalaksaan di rumah tidak dapat menurunkan suhu tubuh balita. Hal inilah yang menyebabkan saat peneliti melakukan penelitian mendapatkan rata-rata suhu tubuh sebelum diberi perlakuan >38,5C.
2.

Perbandingan Efektifitas Kompres Hangat dan Tepid Water Sponge

terhadap penurunan Suhu Tubuh Balita yang mengalami demam Uji statistik untuk mengetahui perbandingan perbandingan efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam dengan menggunakan uji Dependent T Test dan Independent T Test. Hasil dependent t test baik pada kelompok kompres

51 hangat dan tepid water sponge didapatkan nilai p = 0,000 dengan alfa 5%, maka dapat disimpulkan ada perbedaan rerata sebelum dan setelah diberikan kompres hangat dan ada perbedaan rerata sebelum dan setelah diberikan tepid water sponge. Hal ini dapat membuktikan dan mendukung bahwa tindakan non farmakologis seperti kompres hangat dan tepid water sponge dapat menurunkan suhu tubuh balita yang mengalami demam (Budi, 2006). Hasil dari independent t test didapatkan nilai p = 0,121 dengan alfa 5%, maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara efektifitas pemberian kompres hangat dengan tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam. Penurunan rata-rata suhu tubuh pada pemberian kompres hangat adalah 0,440C sedangkan pada tindakan tepid water sponge adalah 0,713C. Dilihat dari penurunan rata-rata suhu tubuh tersebut dapat dikatakan bahwa rata-rata penurunan suhu tubuh pada kelompok tepid water sponge lebih besar dibandingkan dengan kelompok kompres hangat. Pemberian kompres hangat memberikan reaksi fisiologis berupa vasodilatasi dari pembuluh darah besar. Efek dari vasodilatasi ini meningkatkan aliran darah dan oksigen ke jaringan sehingga akan menstimulasi hipotalamus yang

merupakan pusat regulasi suhu tubuh sehingga akan terjadi penurunan suhu tubuh (Nursingmedia, 2009). Kompres hangat pada beberapa bagian tubuh tertentu menyebabkan prespirasi visual dahi dan toraks atas. Kelenjar keringat berada di bawah dermis kulit. Kelenjar keringat akan menyekresi keringat yang menguap dari kulit untuk meningkatkan kehilangan panas sehingga diharapkan dapat terjadi penurunan suhu tubuh (Potter & Perry, 2005) Pemberian tepid water sponge pada daerah tubuh akan mengakibatkan anak berkeringat. Tepid water sponge bertujuan untuk mendorong darah ke

52 permukaan tubuh sehingga darah dapat mengalir dengan lancar. Pada tubuh manusia, organ internal menghasilkan panas. Aliran darah dari organ internal yang membawa panas ke permukaan tubuh. Kulit juga disuplai oleh pembuluh darah. Pada area tubuh paling terpajan, darah dapat mengalir secara langsung dari arteri ke vena. Aliran darah melalui area kulit yang lebih banyak pembuluh darah dapat bervariasi dari aliran minimal sampai sebanyak-banyaknya 30% darah yang diejeksikan dari jantung (Guyton, 1991, dalam Potter & Perry, 2005). Ketika suhu tubuh meningkat dan dilakukan tepid water sponge, hipotalamus anterior memberi sinyal pada kelenjar keringat. Hal ini akan meningkatkan kehilangan panas evaporatif tambahan. Berjuta-juta kelenjar keringat yang terletak dalam dermis kulit menyekresi keringat dari duktus kecil pada permukaan tubuh. Tindakan ini diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai keadaan normal kembali (Filipinomedia, 2010). Pada kelompok kompres hangat responden diberikan tindakan selama 15 menit, sebagian besar responden mengalami penurunan suhu tubuh, sebagian responden merasa nyaman hingga tertidur saat dilakukan tindakan. Johnson, Temple dan Carr (2005) mengatakan bahwa pemberian kompres hangat dapat meningkatkan kenyamanan dan menurunkan suhu tubuh. Pada kelompok tepid water sponge, hal yang terlihat yaitu tingkat ketidaknyamanan balita secara subjektif oleh peneliti, bahwa rata-rata responden tidak nyaman pada tindakan ini dibanding tindakan kompres hangat. Ketidaknyamanan ini dapat dilihat dari kegelisahan anak, menangis dan mudah tersinggung. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Thomas, Vijaykumar, Naik, Moses, dan Antonisamy (2009) dan penelitian lainnya yang dilakukan oleh oleh Sharber (1997) yang mengatakan tindakan tepid water sponge memiliki tingkat ketidaknyamanan yang lebih tinggi. Ketidaknyamanan

53 dapat terjadi karena penularan dari orangtua terhadap anaknya. Bentuk penularan ketidaknyamanan tersebut berupa rasa cemas sebagai respon melihat anak mengalami demam (Clinch & Dale, 2007, dalam Setiawati, 2009). Hal lain yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada anak adalah penatalaksanaannya, dimana anak yang mengalami demam diberi tindakan dengan melap seluruh bagian tubuh sehingga anak akan merasa gelisah (Setiawati, 2009). Jadi, dapat disimpulkan bahwa tindakan kompres hangat dan tepid water sponge tidak memiliki perbedaan yang signifikan terhadap penurunan suhu tubuh yang balita mengalami demam. Rata-rata penurunan suhu tubuh pada kelompok tepid water sponge lebih besar dibanding dengan kelompok kompres hangat hal ini dikarenakan adanya perbedaan mekanisme pengeluaran panas dari kedua tindakan. Selain itu didapat bahwa pada kelompok tepid water sponge tingkat ketidaknyamanannya lebih tinggi dibanding dengan tindakan kompres hangat. B. Keterbatasan Penelitian Peneliti menyadari terdapat kekurangan dalam proses pelaksanaan penelitian. Hal ini disebabkan oleh:
1. Banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi suhu tubuh seseorang yang mana

faktor tersebut tidak dikontrol oleh peneliti seperti suhu ruangan dan kondisi emosional seseorang.
2. Terbatasnya alat yang digunakan untuk melakukan tindakan kompres hangat dan

tepid water sponge seperti kekurangan jumlah wash lap yang digunakan dan ketersediaan air hangat sehingga dalam satu hari air hangat tidak cukup untuk menangani banyaknya responden.
3. Hasil penelitian belum bersifat menyeluruh, hal ini dikarenakan penelitian hanya

dilakukan pada 30 responden di satu puskesmas.

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan Kesimpulan penelitian tentang Perbandingan efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam, adalah jenis kelamin laki-laki merupakan jumlah responden terbanyak. Kedua tindakan baik kompres hangat maupun tepid water sponge dapat mempengaruhi suhu tubuh. Hasil uji Dependent Sample T Test antara sebelum dan setelah pada kedua kelompok yaitu kelompok kompres hangat dan tepid water sponge, menunjukkan bahwa kedua kelompok tersebut dapat menurunkan suhu tubuh balita yang mengalami demam. Rata-rata penurunan suhu tubuh pada kelompok tepid water sponge lebih besar dibandingkan dengan kelompok kompres hangat. Hasil uji Independent Sample T Test antara kelompok kompres hangat dan kelompok tepid water sponge didapat kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok kompres hangat dan tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam. B. Saran
1. Bagi Puskesmas

Bagi puskesmas, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk standar operasional prosedur (SOP) dalam menurunkan suhu tubuh balita yang mengalami demam secara non farmakologis. 2. Bagi Perawat Diharapkan hasil penelitian ini perawat mengajarkan penggunaan kompres hangat dan tepid water sponge yang benar pada pasien.

54

55

3. Bagi peneliti selanjutnya Diharapkan peneliti selanjutnya dapat menemukan dan melakukan tindakan non farmakologis lainnya yang lebih efisien dan praktis dalam pengobatan demam khususnya pada balita. Selain itu, peneliti selanjutnya dapat mencari alat yang lebih mudah dan efisien untuk tindakan kompres hangat seperti buli-buli. Saran untuk penelitian bagi peneliti selanjutnya adalah seperti mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tindakan kompres hangat atau tepid water sponge pada anak yang mengalami demam. Selain itu, melihat apakah ada hubungan antara jenis penyakit dengan tindakan non farmakologis pada anak yang mengalami demam.

DAFTAR PUSTAKA Abidin, M. A. C. M. N. (1999). Mengatasi sakit & cedera pada bayi & anak Jakarta: Trubus Agriwidya. Anonim. (2009). Kompres hangat. Diperoleh tanggal 23 Oktober 2010, dari http://nursingbegin.com/kompres-hangat. Anonim. (2009). Gangguan pengaturan suhu tubuh. Diperoleh tanggal 09 Desember 2010, dari http://nursingbegin.com/gangguan-pengaturan-suhu-tubuh. Anonim. (2009). Regulasi suhu tubuh. Diperoleh tanggal 17 http://nursingbegin.com/Regulasi-suhu-tubuh. Desmber 2010, dari

Budi, T. P. (2006). Mengasuh dan perkembangan balita. Yogyakarta: Oryza. Burns, N., & Grove, S. K. (2005). The practice of nursing research conduct, critique and utilization. (5thed.). Missouri : Elsevier Saunders. Dahlan, M. S. (2008). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan (3thed.). Jakarta: Salemba Medika. Damayati, T. T. (2008). Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang demam dengan perilaku kompres di ruang rawat inap RSUD Dr. moewardi surakarta. UMS Fakultas Ilmu Kesehatan. Diperoleh tanggal 20 Desember 2010, dari http://etd.eprints.ums.ac.id. Daniati, M. (2010). Pengaruh pijat bayi terhadap peningkatan berat badan neonatus. Pekanbaru. (Naskah asli tidak dipublikasikan). Datta, P. (2009). Pediatric nursing (2 thed.). New Delhi: Jaypee Brother Medical Deglin, J. H., & Vallerand, A.H. (2004). Pedoman obat untuk perawat (4 thed.). Jakarta: EGC. Dinas kesehatan. (2009). Laporan bulanan data tentang kesakitan. Pekanbaru: Dinas kesehatan kota pekanbaru. Dinas kesehatan. (2009). Struktur penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin kota pekanbaru. Pekanbaru: Dinas kesehatan kota pekanbaru. Guyton, A. C. (1996). Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit (P. andrianto, Trans. 3thed.). Jakarta: EGC. Hastings, D. (2005). Pedoman keperawatan di rumah. Jakarta: EGC. Hidayat, A. A. A. (2003). Riset keperawatan & teknik penulisan ilmiah. Surabaya: Salemba Medika.

Hinchliff, S. (Ed.) (1999) Kamus keperawatan (17 th ed.). Jakarta: EGC. Indriani, N. A., & Budi, T. P. (2008). Menjaga kesehatan balita. Yogyakarta: TUGU. Isselbacher, K. J., Braunwald, E., Wilson, J. D., Martin, J. B., Fauci, A. S., & Kasper, D. L. (Ed).(1999). Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam (13 ed. Vol. 1). Jakarta : EGC. . Johnson, J. Y., Temple, J. S., & Carr, P. (2005). Prosedur perawatan di rumah: pedoman untuk perawat. Jakarta: EGC. Katzung, B. G. (2002). Farmakologi dasar dan klinik (8 thed). Jakarta: Salemba Medika. Koplewich, H.S. (2005). Penyakit anak: diagnosa & penanganannya. Jakarta: prestasi Pustaka Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. (2002). Techniques in clinical nursing: Basic to intermediate skills. (5th ed. Vol. 1). New jersey: Pearson Education. Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. (2004). Fundamentals of nursing: Concepts, process, and practice. (7th ed. Vol. 2). New jersey: Pearson Education. Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam, & Pariani, S. (2001). Pendekatan praktis metodologi riset keperawatan. Jakarta Sagung Seto. Nursalam. (2003). Konsep & penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan: Pedoman skripsi, tesis dan istrumen penelitian keperawatan. (1 thed). Jakarta: Salemba Medika. Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan : konsep, proses, dan praktik (4 thed. Vol. 1). Jakarta: EGC. Primisasiki, R. J. (2007). Mengenal penyakit-penyakit balita dan anak. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka. Pujiarto, P. S. (2007). Demam pada anak: Fever is functional diperoleh tanggal 21 Oktober 2010, dari sehatgroup.web.id. Putra, J. (2010). Perbandingan efektifitas kompres hangat dan teknik relaksasi nafas dalam terhadap perubahan skala nyeri pada pasien baru saluran kemih. Pekanbaru. (Naskah asli tidak dipublikasikan). Sastroasmoro, S. (2007). Membina tumbuh kembang bayi dan balita. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2008). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis (3thed.). Jakarta: Sagung Seto. Schwartz, M. W. (Ed.). (2004). Pedoman Klinis pediatri. Jakarta: EGC.

Setiawati, T. (2009). Pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan kenyamanan pada anak usia pra sekolah dan sekolah yang mengalai demam di ruang perawatan anak Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Keperawatan. Diperoleh tanggal 20 Desember 2010, dari http://www.digilib.ui.ac.id. Sharber, J (1997). The efficacy of tepid sponge bathing to reduce fever in young children. American journal of emergency medicion, 15(2):188-92. Diperoleh tanggal 20 Desember 2010, dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov Thomas, S., Vijaykumar, C., Naik, R., Mose P. D., & Antonisamy, B. (2009). Comparative effectiveness of tepid sponging and antipyretic drug versus only antipyretic drug in the management of fever among children: a randomized controlled trial. Indian Pediatrics, 46(2): 133-136. dari http://www.indianpediatrics.net/feb2009/133.pdf Widjaja, M. C. (2001). Mencegah dan mengatasi demam pada balita (1thed.). Jakarta: Kawan Pustaka. Wong, D. L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkelstein, M. L., & Schwartz, P. (2008). Buku ajar keperawatan pediatrik (S. K. Andri Hartono, Setiawan, Trans. 6thed. Vol. 2). Jakarta: EGC.

Lampiran 1 LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Pekanbaru,....,...............2011 Kepada Yth: Calon responden penelitian di Puskesmas Rawat Inap Karya Wanita Rumbai Peisir Pekanbaru Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau (PSIK-UR): Nama Nim Alamat : Lindya Maharani : 0711111958 : Jl. Kubang Raya Graha Kualu Payung Sekaki Blok D12 No.1

Akan mengadakan penelitian dengan judul Perbandingan efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam. Penelitian ini tidak menimbulkan akibat kerugian bagi Saudara sebagai responden. Kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika Saudara tidak bersedia menjadi responden, maka diperbolehkan mengundurkan diri untuk tidak berpartisipasi dalam penelitian ini. Apabila Saudara menyetujui, maka dengan ini saya memohon kesediaannya untuk menandatangani lembar persetujuan dan dapat bekerja sama dalam proses penelitian ini. Atas perhatian dan kesediaan Saudara sebagai responden saya ucapkan terima kasih. Peneliti

Lindya Maharani

Lampiran 2 LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Setelah mendengar penjelasan yang diberikan oleh peneliti, saya bersedia ikut berpartisipasi sebagai responden penelitian dengan judul Perbandingan efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam dan berjanji untuk memberikan informasi dengan sebenarnya serta mau bekerja sama dalam proses penelitian tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Saya mengerti bahwa penelitian ini tidak akan berakibat buruk terhadap saya dan keluarga. Saya tahu penelitian ini akan bermanfaat bagi kita sehingga informasi yang saya berikan adalah yang sebenarnya. Saya telah diberi kesempatan untuk bertanya dan setiap pertanyaan saya ajukan berkaitan dengan penelitian ini mendapat jawaban yang memuaskan. Dengan ini menyatakan sukarela berperan serta dalam penelitian ini.

Pekanbaru,......,................ 2011

Responden

Lampiran 3

LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN PERBANDINGAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMPRES HANGAT DAN TEPID WATER SPONGE TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH BALITA YANG MENGALAMI DEMAM

No. Responden :

A. Data Umum

1. Inisial nama orang tua

: - Ayah : - Ibu :

2. Pekerjaan orang tua

: - Ayah : - Ibu :

3. Inisial nama balita

4. Umur balita

5. Jenis kelamin balita

6. Alamat

7. Jenis penyakit

8. Nama obat

Lampiran 3 B. Kelompok Kompres hangat

No. Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Suhu tubuh Sebelum Tindakan (C) 39,4 37,7 39,4 37,8 39,1 38,9 39,5 38,6 38,1 39,2 37,8 38,3 39,2 37,9 38,1

Suhu tubuh Setelah Tindakan (C) 38,6 37,5 39,2 37,6 38,5 37,8 38,8 38,3 37,7 38,7 37,5 37,8 38,9 37,7 37,8

C. Kelompok Tepid Water Sponge

No. Responden 1 2

Suhu tubuh Sebelum Tindakan (C) 38,7 38,2

Suhu tubuh Setelah Tindakan (C) 37,8 37,6

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

37,9 39,3 38,6 39,5 38,5 37,7 38,4 37,9 38,1 38,9 39,2 38,2 39,1

37,2 38,7 37,9 38,8 37,7 37,1 37,8 37,3 37,5 37,8 38,6 37,4 38,3

Lampiran 4 SKEMA INTERVENSI

Balita yang mengalami demam

Kelompok kompres hangat

Kelompok tepid water sponge

Pre test: Ukur suhu tubuh balita dengan menggunakan termometer digital

Pre test: Ukur suhu tubuh balita dengan menggunakan termometer digital

Melakukan tindakan kompres hangat selama 15 menit (prosedur tindakan pada lampiran 5)

Melakukan tepid water sponge selama 15 menit (prosedur tindakan pada lampiran 6)

Post test: Ukur suhu tubuh balita dengan menggunakan termometer digital

Post test: Ukur suhu tubuh balita dengan menggunakan termometer digital

Lampiran 5 PROSEDUR PEMBERIAN KOMPRES HANGAT

Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada responden

Tanyakan pada perawat atau orangtua tentang jenis dan waktu antipiretik yang diberikan pada balita

Ukur suhu tubuh balita sebelum dilakukan tindakan

Siapkan alat-alat yang dibutuhkan dalam melakukan tindakan

Siapkan air hangat dengan suhu awal 38C

Pertahankan suhu air dengan selalu melakukan pergantian air

Basahkan wash lap dengan air hangat, kemudian peras dan usahakan wash lap tidak terlalu basah dan terlalu kering

Nyalakan stop watch atau lihat jam tangan untuk menghitung lamanya tindakan

Letakkan wash lap pada bagian aksila dan dahi

Lakukan tindakan selama 15 menit

Setelah 15 menit, ukur kembali suhu balita dan cata di lembar observasi

Keringkan anak dengan handuk dan pakaikan baju yang tipis dan nyaman

Lampiran 6 PROSEDUR TEPID WATER SPONGE

Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada responden

Tanyakan pada perawat atau orangtua tentang jenis dan waktu antipiretik yang diberikan pada balita

Ukur suhu tubuh balita sebelum dilakukan tindakan

Alas anak dengan menggunakan perlak dan buka baju anak lalu beri anak selimut mandi

Siapkan air hangat dengan suhu awal 38C

Pertahankan suhu air dengan selalu melakukan pergantian air

Basahkan wash lap dengan air hangat, kemudian peras dan usahakan wash lap tidak terlalu basah dan terlalu kering

Nyalakan stop watch atau lihat jam tangan untuk menghitung lamanya tindakan

Usapkan wash lap ke seluruh tubuh mulai dari bagian muka hingga bagian ekstremitas bawah

Lakukan tindakan selama 15 menit

Setelah 15 menit, ukur kembali suhu balita dan cata di lembar observasi

Keringkan anak dengan handuk dan pakaikan baju yang tipis dan nyaman

Lampiran 7

HASIL OUTPUT PENGOLAHAN DATA HASIL UJI NORMALITAS Hasil uji normalitas sebelum tindakan kompres hangat
Descriptives Statistic suhu tubuh sebelum tindakan Mean 95% Confidence Interval for Lower Bound Mean 5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis Upper Bound 38.600 38.228 38.972 38.600 38.600 .451 .6719 37.7 39.5 1.8 1.3 -.010 -1.799 .580 1.121 Std. Error .1735

Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic suhu tubuh sebelum tindakan a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. .172 df 15 Sig. .200* Statistic .883 Shapiro-Wilk df 15 Sig. .053

Lampiran 7

Hasil uji normalitas setelah tindakan kompres hangat


Descriptives Statistic suhu tubuh setelah tindakan Mean 95% Confidence Interval for Lower Bound Mean 5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis Upper Bound 38.160 37.841 38.479 38.139 37.800 .333 .5767 37.5 39.2 1.7 1.0 .426 -1.393 .580 1.121 Std. Error .1489

Lampiran 7

Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic suhu tubuh setelah tindakan a. Lilliefors Significance Correction .267 df 15 Sig. .005 Statistic .886 Shapiro-Wilk df 15 Sig. .058

Hasil uji normalitas sebelum tindakan tepid water sponge

Lampiran 7

Descriptives Statistic suhu tubuh sebelum Mean 38.547 38.237 38.856 38.541 38.500 .313 .5592 37.7 39.5 1.8 1.0 .220 -1.102 .580 1.121 Std. Error .1444

tindakan tepid water sponge 95% Confidence Interval for Lower Bound Mean 5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis Upper Bound

Lampiran 7

Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic suhu tubuh sebelum tindakan tepid water sponge a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. .132 df 15 Sig. .200* Statistic .959 Shapiro-Wilk df 15 Sig. .683

Hasil uji normalitas setelah tindakan tepid water sponge

Lampiran 7

Descriptives Statistic suhu tubuh setelah tindakan Mean tepid water sponge 95% Confidence Interval for Lower Bound Mean 5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis Upper Bound 37.833 37.534 38.133 37.820 37.800 .292 .5407 37.1 38.8 1.7 .9 .612 -.668 .580 1.121 Std. Error .1396

Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic suhu tubuh setelah tindakan tepid water sponge a. Lilliefors Significance Correction .191 df 15 Sig. .145 Statistic .920 Shapiro-Wilk df 15 Sig. .194

Lampiran 7 HASIL FREKUENSI DAN PERSENTASI KARAKTERISTIK RESPONDEN Distribusi jenis kelamin kelompok kompres hangat
jenis kelamin responden kelompok A Cumulative Frequency Valid laki-laki Perempuan Total 9 6 15 Percent 60.0 40.0 100.0 Valid Percent 60.0 40.0 100.0 Percent 60.0 100.0

Distribusi jenis kelamin kelompok tepid water sponge

jenis kelamin responden kelompok B Cumulative Frequency Valid laki-laki Perempuan Total 11 4 15 Percent 73.3 26.7 100.0 Valid Percent 73.3 26.7 100.0 Percent 73.3 100.0

HASIL DISTRIBUSI SUHU TUBUH Distribusi suhu tubuh pada kelompok kompres hangat

Lampiran 7

Descriptive Statistics N suhu tubuh sebelum tindakan kompres hangat suhu tubuh setelah tindakan kompres hangat Valid N (listwise) 15 Range 1.8 Minimum 37.7 Maximum 39.5 Mean 38.600 Std. Deviation .6719 Variance .451

15 15

1.7

37.5

39.2

38.160

.5767

.333

Distribusi suhu tubuh pada kelompok tepid water sponge


Descriptive Statistics N suhu tubuh sebelum tindakan tepid water sponge suhu tubuh setelah tindakan tepid water sponge Valid N (listwise) 15 Range 1.8 Minimum 37.7 Maximum 39.5 Mean 38.547 Std. Deviation .5592 Variance .313

15 15

1.7

37.1

38.8

37.833

.5407

.292

HASIL UJI T Hasil uji t dependen sebelum dan setelah pada kelompok kompres hangat

Paired Samples Statistics Mean Pair 1 suhu tubuh sebelum tindakan suhu tubuh setelah tindakan 38.600 38.160 N 15 15 Std. Deviation .6719 .5767 Std. Error Mean .1735 .1489

Lampiran 7

Paired Samples test


Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Lower .2938 Upper .5862 6.45 4 14 .000

Mean Pair 1 tubuh m Tindaka nsuhu Tubuh setelah tindaka n Suhu Sebelu .4400

Std. deviation

Std. Error Mean .0682

df

Sig. (2tailed)

.2640

Hasil uji t dependen sebelum dan setelah pada kelompok tepid water sponge

Paired Samples Statistics Mean Pair 1 suhu tubuh sebelum tindakan tepid water sponge suhu tubuh setelah tindakan tepid water sponge 38.547 N 15 Std. Deviation .5592 Std. Error Mean .1444

37.833

15

.5407

.1396

Lampiran 7

Paired Samples test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Lowe r Pair 1 suhu tubuh sebelum tindakan suhu tubuh setelah tindakan .7133 .1457 .0376 .6326 Upp er . 7940 18.9 57 14

Mean

Std. deviati on

Std. Error Mean

df

Sig. (2tailed )

.000

Hasil uji t independen pada kelompok kompres hangat dan kelompok tepid water sponge

Group Statistics kelompok tindakan suhu tubuh setelah tindakan kompres hangat tepid water sponge N 15 15 Mean 38.160 37.833 Std. Deviation .5767 .5407 Std. Error Mean .1489 .1396

Independent samples Test

Lampiran 7

Levenes Test for Equality of Variance s F Sig . Suhu tubuh Variances setelah assumed tindakan Equal variances aasumed Equal . 98 3 . 33 0

t-test Equality of Means

df

Sig. (2tailed) .121 .121

Mean Differen ce .3267 .3267

Std. Error Difference .2041 .2041

1.600 1.600

28 27.88 5

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -.091 .7448 4 .7449 -.091 4

not

Lampiran 8

LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa NIM Nama Pembimbing

: : : 1. 2.

No

Tanggal

Topik

Masukan Pembimbing

Tanda tangan Prmbimbing

Vous aimerez peut-être aussi