Vous êtes sur la page 1sur 9

ORIGINAL ARTICLE

Rahmawati. Relationship Between Rhinitis Severity

RELATIONSHIP BETWEEN RHINITIS SEVERITY, SKIN PRICK TEST REACTIVITY AND MITE-SPECIFIC IMMUNOGLOBULIN E IN ALLERGIC RHINITIS PATIENTS IN MAKASSAR
Rahmawati, Abdul Qadar Punagi, Eka Savitri
Ear Nose Throat Departement, Medical Faculty, Hasanuddin University, Dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital Background: The association between rhinitis severity, skin reactivity and mite-IgE levels is well reported in the litereature from developed countries. Objective: To investigate the relationship between rhinitis severity, skin prick test and IgE specific to house dust mites in rhinitis patients in Makassar. Methods: 40 allergic rhinitis patients attending the Ear Nose & Throat (ENT) department in Wahidin Sudirohusodo hospital Makassar from October 2007 through January 2008 were involved in the study. Rhinitis severity was determined by ARIA-WHO (2001) classifications. Patients were tested for skin reactivity to twelve allergens. Patients were determined as skin prick test positive if the wheal diameter was >= 3mm. Patients who had a wheal >=3 mm were then grouped in to +3 and +4 patients. IgE specific to mites were measured in patients who had skin reactivity to mites. Results: The common inhalant allergens were dust mites, house dust and fungi (90%, 40% and 35%, respectively). According to the degree of allergic rhinitis, 24 patients were classified as moderate-severe persistent (60%). The level of mite IgE showed that 45% patients had IgE levels between 17.5052.49 kU/I (very high), 37.5% between 3.50-17.49 kU/I (high) and 17.5% between 0.70-3.49 kU/I (moderate). When rhinitis severity was correlated with skin reactivity and mite IgE levels, a positive association between rhinitis severity and the diameter of skin reactivity (p= 0.043), was found. Correlations between rhinitis severity and mite IgE level (p= 0.048) and between the diameter of skin reactivity and mite IgE level (p< 0.001) were also significant. Conclusion: Similar to reports from developed countries, rhinitis severity, diameter of skin reactivity and mite-IgE levels were positively associted in rhinitis patients in Makassar. Keywords: rhinitis, allergy, skin prick test, IgE, mite

HUBUNGAN ANTARA BERATNYA RINITIS, REAKTIVITAS TES CUKIT KULIT DAN KADAR IMMUNOGLOBULIN E TUNGAU DEBU RUMAH PADA PASIEN RINITIS ALERGI DI MAKASSAR
Latar belakang: Terdapat hubungan yang erat antara berat rinitis, reaktifitas kulit tungau debu rumah dan hubungan antara tes cukit kulit dan kadar immunoglobulin E (IgE) terhadap tungau debu rumah pada pasien rinitis yang tinggal di negara maju. Tujuan: untuk melihat adanya hubungan antara beratnya rinitis, tes cukit kulit dan 1

The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No. 1 July-September 2008

Rahmawati. Relationship Between Rhinitis Severity

ORIGINAL ARTICLE

kadar IgE terhadap tungau debu rumah pada pasien rinitis di Makassar. Metode: telah dilakukan penelitian terhadap 40 pasien rinitis alergi di unit rawat jalan Bagian Telinga Hidung Tenggorokan (THT) Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar sejak Oktober 2007-Januari 2008. Setiap pasien dianamnesa untuk mengetahui beratnya rinitis dan dilakukan tes cukit kulit dengan dua belas alergen. Pasien dinyatakan sebagai tes cukit kulit positif jika diameter bentol terhadap tungau debu rumah yang timbul setelah 15 menit adalah 3+ atau 4+. Berat ringannya rinitis diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi ARIA-WHO (2001). Kadar IgE terhadap tungau debu rumah diukur dengan metode radioallergo sorben immuno assay test (RAST). Hasil: Jenis alergen inhalan yang banyak ditemukan adalah tungau debu rumah, debu rumah dan fungi, masing masing 90%, 40% dan 35%. Berdasarkan derajat rinitis alergi ditemukan sebanyak 60% pasien tergolong kedalam persisten sedang berat. Dari pemeriksaan kadar tungau debu rumah-IgE didapatkan 45% pasien mempunyai kadar antara 17.50-52.49 kU/I (sangat tinggi), 37,5% mempunyai kadar antara 3.50-17.49 kU/I (tinggi) dan 17,5% mempunyai kadar antara 0.70-3.49 kU/I (sedang). Jika berat ringannya rinitis dihubungkan dengan diameter bentol tes cukit kulit dan kadar IgE tungau debu rumah, ditemukan hubungan positif antara beratnya rinitis dan besar diameter bentol tes cukit kulit, antara beratnya rinitis dan kadar IgE tungau debu rumah dan antara tes cukit kulit dan kadar IgE tungau debu rumah (derajat signifikansi masing masing 0.043; 0.048 dan <0.001). Simpulan: seperti di negara negara maju, terdapat hubungan antara beratnya rinitis dengan diameter bentol tes cukit kulit dan kadar IgE tungau debu rumah pada pasien rinitis di Makassar. Kata kunci: rinitis, alergi, tes cukit kulit, IgE, tungau

PENDAHULUAN
Rinitis alergi adalah salah satu penyakit manifestasi reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai oleh immunoglobulin E dengan mukosa hidung sebagai organ sasaran utama. Gejalanya dapat berupa bersin, hidung beringus, hidung tersumbat dan gatal pada hidung yang mana akan sembuh secara spontan atau dengan pengobatan1,2,3. Prevalensi rinitis alergi di Amerika Utara 10-20%, di Eropa sekitar 10-15%, Thailand sekitar 20% dan di Jepang sekitar 10%. Di Indonesia sekitar 10-26% pengunjung poliklinik THT dibeberapa rumah sakit besar datang dengan keluhan rinitis alergi4,5. Pada unit rawat jalan Alergi Imunologi THT RS dr Wahidin Sudirohusodo Makassar selama 2 tahun 2

(2004-2006) didapatkan 64,4% pasien rinitis alergi dari 236 pasien yang menjalani tes cukit kulit6. Di negara tropis seperti Indonesia, alergen yang sangat berperan pada rinitis alergi adalah tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronyssimus). Berkaitan dengan macam aeroalergen ini, Madiadipoera T (1989) mengemukakan bahwa pada unit rawat jalan bagian Alergi THT RS Hasan Sadikin jenis reaksi kulit positif pada tes cukit kulit terbanyak adalah terhadap ekstrak debu rumah (98,5%) disusul tungau debu rumah (95%) dan Sumarman I dkk (1993) melaporkan tes cukit kulit yang paling banyak menunj ukkan reaksi positif adalah debu rumah disusul tungau debu rumah 7,8 . Lopo C (2003) dalam

The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No. 1 July-September 2008

ORIGINAL ARTICLE
Rahmawati. Relationship Between Rhinitis Severity

penelitiannya di Makassar melaporkan jenis alergen yang paling banyak positif pada tes cukit kulit adalah debu rumah (77,27%) dan tungau debu rumah (54,55%). Sedangkan penelitian Alimah Y (2005) melaporkan j enis alergen inhalan positif yang terbanyak yaitu debu rumah sebesar 60 % dan tungau debu rumah (75%)9,10. Pada unit rawat jalan Alergi Imunologi THT RS dr Wahidin Sudirohusodo Makassar selama 2 tahun (2005-2006) didapatkan alergen inhalan terbanyak adalah tungau debu rumah sebesar 75,6% disusul debu rumah sebesar 42,1%6. Immunoglobulin E merupakan mediator pada hipersensitivitas tipe cepat termasuk asma, rinitis alergi, urtikaria dan dermatitis atopi. Kondisi ini merupakan hasil interaksi antara alergen, IgE spesifik, mast sel atau basofil yang menyebabkan terjadinya perubahan pada membran sel. Immunoglobulin E ini dapat dideteksi dalam serum melalui immune assay atau pada kulit dengan tes kulit alergi11-15. Pemeriksaan IgE RAST (Radioallergosorbent test) diperkenalkan oleh Wide dkk (1967) untuk mendeteksi IgE spesifik antibodi dalam serum. IgE RAST walaupun mahal namun pada keadaan tertentu sangat diperlukan misalnya pada keadaan dermatographisme atau penyakit eksim yang luas atau pada pasien yang tidak dapat menghentikan penggunaan antihistamin, pasien yang sangat sensitif terhadap bahan alergen dan pasien anak yang tidak kooperatif. (Sumarman I, 1993). Selain itu keuntungan pemeriksaan IgE RAST adalah lebih kuantitatif dan dapat dimanfaatkan untuk memonitor imunoterapi16. Penelitian Sumarman I (1993) pada 36 sampel dengan tes cukit kulit yang positif

terhadap alergen debu rumah maupun tungau debu rumah dan pada pemeriksaan IgE RAST didapatkan 18 pasien (50%) memberi hasil positif terhadap debu rumah dan 32 pasien (88,9%) terhadap tungau debu rumah18. Donald dkk (1989) mengemukakan bahwa RAST mempunyai korelasi yang tinggi pada pasien yang mempunyai riwayat alergi dan tes cukit kulit serta imunoterapi16. Selama 2 dekade terakhir telah ditemukan banyak sekali teknologi yang canggih dalam uji alergi secara invitro. Teknologi terbaru yang diperkenalkan yaitu Immulite 2000 Allergy dan ini merupakan pemeriksaan alergi generasi ketiga yang digunakan untuk pemeriksaan immunoglobulin E spesifik. Sensitivitas generasi ke tiga ini meningkat melalui penggunaan enzim chemiluminescence. Beberapa peneliti melaporkan sensitivitas pemeriksaan ini cukup tinggi yaitu sekitar 9118. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara beratnya rinitis dan reaktivitas tes cukit kulit dan dengan kadar Ig E tungau debu rumah pada pasien rinitis alergi di Makassar.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di RS dr Wahidin Sudirohusodo dan Laboratorium Prodia, penelitian mulai dilakukan dari Oktober 2007 Januari 2008. Populasi adalah semua pasien rinitis yang berobat di Unit Rawat Jalan. Sampel adalah pasien rinitis alergi dengan hasil pemeriksaan tes cukit kulit terhadap alergen inhalan tungau debu rumah positif (+3 atau +4). Besar sampel dalam penelitian ini ditetapkan sebanyak 40 sampel dan dipilih dengan menggunakan tehnik purposive sampling. 3

The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No. 1 July-September 2008

Rahmawati. Relationship Between Rhinitis Severity

ORIGINAL ARTICLE

Penelitian dimulai dengan melakukan anamnesis kemudian dilakukan pemeriksaan telinga hidung tenggorokan (THT) Berat ringannya rhinitis ditentukan dengan berdasarkan klasifikasi ARIAWHO (2001). Selanjutnya dilakukan tes cukit kulit dengan menggunakan 12 jenis alergen dari dr Indrajana. Tes cukit kulit dilakukan dengan menggunakan jarum steril no 26 dengan sudut kemiringan 45 o pada epidermis kemudian dilakukan pembacaan hasil setelah 15 menit dengan mengukur diameter horizontal dan vertikal dari bintul (wheal) yang terj adi. Hasil penilaian tes cukit kulit dinyatakan positif jika diameter bentol berukuran minimal 4 mm (Standardization Committe of The Northen (Scandinavian) Society of Allergy (1972). Selanjutnya jika tes cukit kulit dinyatakan positif terhadap tungau debu rumah maka dilakukan pengambilan darah vena sebanyak 5 cc untuk pemeriksaan IgE terhadap tungau debu rumah. Kadar IgE terhadap tungau debu rumah diukur dengan metode Chemilumi-nescence yaitu mengukur nilai dari sirkulasi alergen spesifik IgE dalam sampel darah dengan bantuan enzim chemiluminescence. Alergen yang sudah ditandai ligandnya dan 50 mikroliter serum pasien diinkubasikan dengan anti ligand selama 30 menit. Setelah itu dilakukan pencucian cepat dengan cara berputar. Antibody monoklonal anti IgE yang sudah diberi label alkali fosfatase diinkubasikan dengan IgE spesifik alergen yang ditangkap anti ligand selama 30 menit. Substrat chemilumi-nescens ditambahkan pada pencucian putaran terakhir dan diinkubasikan selama 5 menit. Kadar IgE spesifik kemudian diukur dengan kurva standar (tabel 1) untuk memperoleh hasil kuantitatif dalam kilounit/liter. Hasil dikatakan positif jika didapatkan nilai lebih dari 0,35 kU/l. 4

Kelas 0 : < 0,35 kU/l I : 0,35 0,69 kU/l II : 0,70 3,49 kU/l III : 3,50 17,49 kU/l IV : 17,50 52,49 kU/l V : 52,50 99,99 kU/l VI : > 100 kU/l

Interpretasi Negatif Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi

Tabel 1. Interpretasi hasil pemeriksaan Immunoglobulin E spesifik 18 Data yang diperoleh diolah melalui program SPSS for Windows 11,5. Uji hipotesis dilakukan dengan uji Pearson Chi-Square. HASIL PENELITIAN Telah dilakukan tes cukit kulit pada 40 pasien rawat jalan di rumah sakit Wahidin Sudirohusodo selama periode Oktober 2007 Januari 2008 dengan karakteristik pasien seperti yang terlihat pada tabel 2.
Variabel Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Umur 10 - 19 20 - 29 30 - 39 40 - 49 50 - 59 Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Swasta PNS Siswa Mahasiswa Pendidikan SD-SLTP SLTA > SLTA Persentase 42,5 57,5 25,0 40,0 22,5 10,0 2,5 20,0 15,0 20,0 10,0 35,0 5 50,0 45

Tabel 2. Karakteristik umum pasien

The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No. 1 July-September 2008

ORIGINAL ARTICLE
Rahmawati. Relationship Between Rhinitis Severity

Pada tes cukit kulit ditemukan bahwa allergen yang paling banyak memberikan reaksi positif yaitu tungau debu rumah (90%), debu rumah (40%) dan fungi (35%). Untuk berat ringannya rinitis ditemukan terdapat 7 (17,5%) orang yang mengalami persisten ringan, 6 (15%) intermitten ringan, 3 (7.5%) intermitten sedang berat, dan 24 (60%) persisten sedang berat Jika pasien dikelompokkan berdasarkan diameter bentol terhadap tungau debu rumah maka terdapat 22 pasien (55%)

mempunyai bentol 3+ dan 18 pasien (45%) dengan bentol ukuran 4+ Dari pemeriksaan kadar tungau debu rumah-IgE didapatkan 45% pasien mempunyai kadar antara 17.50-52.49 kU/ I (sangat tinggi), 37,5% mempunyai kadar antara 3.50-17.49 kU/I (tinggi) dan 17,5% mempunyai kadar antara 0.703.49 kU/I (sedang) Jika kadar IgE-spesifk terhadap tungau debu rumah di letakkan diatas grafik, terlihat bahwa ke 40 sampel mempunyai kadar IgE-spesifk terhadap tungau debu rumah diatas nilai normal (maximal 0,35 kU/l) (gambar 1).

Kadar IgE TDR


40 39 38 37 36 35 34

K a d a R Ig E T D R

32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0

Kadar IgE TDR

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42

PENDERITA

Gambar 1. Distribusi kadar Immunoglobulin E Tungau Debu Rumah pada penderita rinitis alergi menunj ukkan 40 sampel pada penelitian ini mempunyai kadar immunoglobulin E spesifik tungau debu rumah berada diatas garis hitam yang merupakan nilai normal dari kadar IgE yaitu < 0,35 kU/l .
The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No. 1 July-September 2008

Rahmawati. Relationship Between Rhinitis Severity

ORIGINAL ARTICLE

Jika derajat rhinitis allergi dihubungkan dengan hasil tes cukit kulit (tabel 3) maka ditemukan bahwa beratnya rhinitis berhubungan positif dengan besarnya bentol tes cukit kulit (p= 0,043) Jika derajat rhinitis allergi dihubungkan dengan kadar IgE tungau debu rumah (tabel 4) maka ditemukan bahwa beratnya rhinitis tidak ada hubungannya dengan tingginya kadar IgE (p= 0.068). Namun bila dibuat simplipikasi tabel menjadi 2x3 (tabel 4) dimana cutoff derajat rinitis alergi intermiten ringan digabungkan dengan persisten ringan dan intermiten sedang berat digabung

dengan persisten sedang berat (tabel 5) maka hasil uji statistik (Pearson ChiSquare) akan didapatkan nilai p=0,048 yang berarti bermakna. Jika dilakukan analisis terhadap ukuran bentol tes cukit kulit dan kadar IgE terhadap tungau debu rumah bentol tes cukit kulit +4 adalah kelompok yang terbanyak memberikan hasil yang positif pada pemeriksaan IgE tungau debu rumah. Hasil uji statistik (Pearson ChiSquare) tes cukit kulit tungau debu rumah (+3 dan +4) dengan hasil pemeriksaan kadar Ig E tungau debu rumah didapatkan nilai p<0,001 yang berarti bermakna (tabel 6).

Derajat rinitis alergi Intermitten Ringan Persisten Ringan Intermitten Sedang Berat Persisten Sedang Berat Total

Gradasi tes cukit kulit terhadap tungau debu rumah +3 +4 5 1 5 3 9 22 2 0 15 18

p-value

0.043

Tabel 3. Gambaran hubungan derajat rinitis alergi dengan hasil tes cukit kulit tungau debu rumah pada penderita rinitis alergi

PEMBAHASAN
Pada penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara derajat rinitis alergi dengan hasil pemeriksaan tes cukit kulit. Hal ini menunj ukkan bahwa semakin berat derajat rinitis alergi maka semakin tinggi pula gradasi hasil tes cukit kulitnya. Terdapat hubungan yang bermakna antara derajat rinitis alergi dengan kadar immunoglobulin E terhadap tungau debu 6 rumah. Ini berarti semakin berat derajat rinitis alerginya maka akan semakin banyak dilepaskannya IgE sehingga dapat terlihat dari banyaknya kadar IgE spesifik tersebut pada serum pasien. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa apabila terjadi interaksi antara alergen dan IgE pada permukaan sel mastosit atau basofil maka akan terjadi degranulasi sel-sel

The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No. 1 July-September 2008

ORIGINAL ARTICLE
Rahmawati. Relationship Between Rhinitis Severity

Klassifikasi ARIA-WHO Intermitten Ringan Persisten Ringan Intermitten Sedang Berat Persisten Sedang Berat Total
Tabel 4.

Kelas kadar Immunoglobulin E 2 3 4 3 1 2 2 0 2 7 2 3 9 15 3 0 13 18

p-value

0,068

Gambaran hubungan antara derajat rinitis alergi dengan kadar Immunoglobulin E spesifik tungau debu rumah

Kelas kadar Immunoglobulin E Klasifikasi ARIA-WHO Derajat ringan Derajat sedang berat Total
Tabel 5.

p-value

2 5 2 7

3 3 12 15

4 5 13 18 0,048

Gambaran hubungan antara derajat rinitis alergi dengan kadar IgE spesifik tungau debu rumah

Kelas IgE 2 3 4 Total

Gradasi tes cukit kulit terhadap tungau debu rumah +3 +4 7 0 13 2 22 2 16 18

p-value

<0,001

Tabel 6. Gambaran hubungan antara tes cukit kulit dengan kadar IgE spesifik tungau debu rumah

The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No. 1 July-September 2008

Rahmawati. Relationship Between Rhinitis Severity

ORIGINAL ARTICLE

tersebut yang akan mengakibatkan dilepaskannya mediator-mediator antara lain histamin dan juga interleukin yang menyebabkan kelenjar mukosa dan goblet mengalami hipersekresi, vasodilatasi pembuluh darah, peningkatan permeabilitas sel yang menyebabkan inflamasi pada organ sasaran yaitu mukosa hidung sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap berat dan lamanya reaksi alergi tersebut. Semakin berat reaksi alergi maka akan semakin banyak interaksi alergen dan IgE sehingga kadar IgE dalam serum juga akan semakin meningkat. Ditemukan j uga hubungan yang bermakna antara tes cukit kulit dengan kadar IgE tungau debu rumah pada pasien rinitis alergi. Di sini tampak bahwa ada kaitan yang kuat antara alergen tungau debu rumah dengan pemeriksaan penunj ang tes cukit kulit maupun pemeriksaan IgE spesifiknya. Lukas (1993) mengemukakan bahwa pemeriksaan IgE spesifik mempunyai korelasi yang tinggi dengan riwayat alergi dan tes cukit kulit. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa tes cukit kulit didasarkan atas reaksi antara antigen dan sel mast yang tersensitasi di kulit yang menghasilkan respon berupa bintul dan kemerahan. Bila hasil tes cukit kulit menunjukkan gradasi yang tinggi, ini berarti reaksi alergi yang terjadi juga semakin berat dan bila hal ini dihubungkan dengan kadar Ig E maka akan semakin banyak IgE yang berada di permukaan sel mastosit atau basofil. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara derajat rinitis alergi dengan hasil pemeriksaan tes cukit kulit dan kadar IgE tungau debu rumah. Serta terdapat pula hubungan yang kuat antara hasil tes 8

cukit kulit dengan kadar IgE tungau debu rumah pada pasien rinitis alergi di Makassar.

DAFTAR RUJUKAN
1. Bousquet J , Cauwenberge P V, Khaltaev N; ARIA workshop group. world health organisation initiative, allergic rhinitis and its impact on asthma. J allergy clin immunol. 2001: S147S276. ARIA-W orld Health Organis ation Initiative. Allergic rhinitis and its impact on asthma: 35 40 Mygind, Meltzer OE, Orgel AH. Nasal cytology. In : Rhinitis mechanism and management. New York: Marcel Dekker, 1999:175 196. Madiadipoera T, Diagnosis rinitis alergi dalam kumpulan naskah ilmiah PIT PERHAT I Indonesia, Batu- Malang, 1996 Arfandy BR, Napitupulu BB. Berbagai gambaran klinis rinitis alergi. Dalam: naskah lengkap kursus/ pelatihan alergi imunoterapi. Makassar, 2002 Azis A, Margi Yati. Gambaran umum pasien suspek rinitis alergi berdasarkan tes cukit kulitalergen inhalan di Poli Alergi Imunologi RSW S Makasar Dalam: Makalah kongres nasional XV Perhati KL Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia, 2007. Sumarman I, Mediadipoera T. Hubungan antara gejala klinis , reaktivitas tes cukit kulit dan pemeriksaan IgE RAST tungau dan tungau debu rumah Dalam: Makalah Kongres Nas ional IX Perhati Perhimpunan Dokter Spesialis THT Indonesia, 1993 Madiadipoera T, Surachman S. Parameter keberhasilan pengobatan rinitis alergi. Indones ian Journal of Otorhinolaryngology-Head and Neck Surgery. 2003; 33:68-73

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No. 1 July-September 2008

ORIGINAL ARTICLE
Rahmawati. Relationship Between Rhinitis Severity

9.

Loppo C. Gambaran histopatologi polip hidung alergik dan non alergik, karya akhir, Universitas Has anuddin, Makassar, 2003 Alimah Y. Hubungan jumlah eosinofil mukosa hidung dengan gejala rinitis alergi sesuai klasifikasi ARIA-W HO 2001, karya akhir, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2005 Sumarman I, Mediadipoera T, Suprihati. Penatalaksanaan rinitis alergi sesuai WHO-ARIA. Dalam : Makalah kongres nasional XIII Perhati KL Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia, 2003 Baratawidjaja GK. Reaks i hipersensitivitas. Dalam: Baratawidjaja G K, Imunologi das ar. Edis i ke 6. J akarta: FK Univers itas Indones ia, 2004: 171-9 William H Wong. Allergen Spesific IgE, Diagnostic laboratory s ervic es . www.medscape.com/550606. accessed 8/3/2007 Arshad HS. Allergic inflammation. In: An Illustrated colour text allergy. London: Churchill Livingstone. 2002: 12-5.

15.

Fireman P: Allergic rhinitis. In atlas of allergies and clinical immunology 3 th edited Fireman P; Mosby Els ivier, Philadelphia, 147-66. Donald, JN: In vitro test in the diagnosis of allergic dis orders. In otolaryngic allergy and immunology , W.B Saunders Company Philadelphia, 1989: 141-9. Sumarman I. Strategi ras ional pengelolaan rinitis alergi perenial: Ditinjau dari aspek mediator, sitokin dan molekul adhesi. Dalam : Simposium allergic and quality of life: Their clinical implications in 21st Century. Jakarta, 2000: 1-18. Cobbaert CM, Jan GJ. Allergy testing on the IMMULITE 2000 random-access immunoanalyzer- a clinical evaluation study. Clin Chem Lab Med 2005;43: 772-81. Lab Med; Spesific IgE testing: Objective evidence of sensitization aids diagnosis and treatment dec isions; 2007, Available www.meds c ape.c om/ viewarticle/550606, accessed 8/13/2

10.

16.

11.

17.

12.

18.

13.

19.

14.

The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No. 1 July-September 2008

Vous aimerez peut-être aussi