Vous êtes sur la page 1sur 38

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang

ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif nonreversible atau reversible parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkhitis kronik sendiri ditandai dengan adanya batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurangkurangnya dua tahun berturut-turut, dan tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronis juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversible penuh, dan memenuhi kriteria PPOK. Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting dari PPOK, jauh lebih penting daripada faktor penyebab lainnya. Selain itu, faktor risiko lain yang dapat menyebabkan PPOK diantaranya adalah hipereaktiviti bronkus, riwayat infeksi saluran nafas bawah berulang, dan riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja. Di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1986, asma, bronkitis kronik, dan emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronis, dan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Faktor yang berperan dalam peningkatan tersebut diantaranya adalah kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70%), polusi udara terutama di kota besar, dan industrialisasi. Karena jumlah dan tingkat

mortalitas akibat kasus PPOK di Indonesia adalah tinggi, maka sebagai dokter umum harus dapat mengenali dan melakukan terapi pada PPOK.

1.2.

Tujuan Tujuan pembuatan laporan kasus yang berjudul Penyakit Paru Obstruktif

Kronis (PPOK) ini adalah untuk membahas gejala-gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, dan prognosis bagi penderita penyakit ini, mengingat kasus PPOK semakin meningkat setiap tahunnya. Dengan begitu diharapkan kita mampu menekan angka morbiditas dan mortalitas PPOK.

BAB II LAPORAN KASUS

2.1

IDENTIFIKASI Nama Jenis Kelamin Usia Alamat Pekerjaan Status Perkawinan Agama MRS : Tn. Johan : Laki-laki : 70 tahun : Jl. Musium Lr Mbah Rustam Km. 5 Palembang : Tidak bekerja : Menikah : Islam : 28 Agustus 2011

2.2

ANAMNESIS ( Tanggal 3 September 2011 ) Keluhan Utama Sesak yang bertambah hebat sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Perjalanan Penyakit 1 tahun SMRS, os mengeluh batuk, dahak (+), warna putih, 1 sendok makan setiap batuk. Demam (+) tidak terlalu tinggi, demam turun naik, sesak (-), nyeri dada (-), mual (+), muntah (-), nafsu makan biasa, BAB dan BAK biasa. Os tidak berobat. 20 hari SMRS, os mengeluh batuk berdahak semakin sering, dahak warna putih, 1 sendok makan setiap batuk, sesak (+), mengi(-), hilang timbul, tidak dipengaruhi cuaca dan aktivitas. Demam (-). 6 hari SMRS os mengeluh sesak napas semakin bertambah, mengi(-). Sesak napas tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca, dan emosi. Sesak napas tidak berkurang saat istirahat. Batuk (+), dahak warna kuning kehijauan. Nyeri dada (+) di dada kanan seperti ditusuk setiap os batuk. Nyeri dada tidak menjalar ke tempat lain. Mual (+), muntah (-), penurunan nafsu makan (+), os

berobat ke dokter dan diberi obat. Os lupa nama obatnya. Namun keluhan os tidak berkurang. 1 hari SMRS os mengeluh semakin sesak. Demam (+) tidak terlalu tinggi, nyeri ulu hati (+), mual (+), penurunan nafsu makan (+), BAB dan BAK biasa. Os berobat ke RSMH dan dirawat.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat darah tinggi disangkal Riwayat kencing manis disangkal Riwayat penyakit asma disangkal Riwayat minum obat selama 6 bulan disangkal Riwayat sakit maag sejak 3 bulan yang lalu Riwayat merokok (+) selama 50 tahun, 2 bungkus/hari. Os berhenti merokok sejak 20 hari SMRS

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

2.3

PEMERIKSAAN FISIK ( Tanggal 3 September 2011 ) Keadaan Umum Keadaan Umum Keadaan Sakit Kesadaran Gizi Tekanan darah Nadi Pernapasan Temperatur Tinggi badan Berat badan : Tampak sakit : Sakit sedang : Compos mentis : Kurang : 120/70 mmHg : 96 x/m, : 26 x/m : 36,9C : 163 cm : 42 kg

Keadaan Spesifik Kulit Warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), ikterus pada kulit (-), sianosis (), spider nevi (-), pucat pada telapak tangan dan kaki (-), eritema palmar (-), pertumbuhan rambut normal.

KGB Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal, dan submandibula serta tidak ada nyeri penekanan.

Kepala Normocephali

Mata Eksophtalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor (+/+), reflek cahaya normal, pergerakan mata ke segala arah baik. Edema subkonjugtiva (-).

Hidung Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik, tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping hidung (-)

Telinga Tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-), pendengaran baik.

Mulut Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), atrophi papil (-), hipertrofi ginggiva (-), gusi berdarah (-), stomatitis (-), fetor hepatikum (-), faring tidak ada kelainan.

Leher Pembesaran kelenjar thyroid (-), JVP (5-2) cmH2O, pembesaran kelenjar getah bening (-), kaku kuduk (-)

Dada Bentuk dada barrel chest, diameter anteroposterior 16 cm, diameter transversal 28 cm, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-), spider nevi (-).

Paru I : Statis, dinamis simetris kanan dan kiri, barrel chest, sela iga melebar (+) P : Stem fremitus sama kanan dan kiri P : Hipersonor pada lapangan paru kanan dan kiri. A: Vesikuler menurun pada paru kanan, ronkhi basah sedang (+) minimal pada basal paru kanan dan kiri, wheezing (-).

Jantung I : ictus cordis tidak terlihat P : ictus cordis tidak teraba P : batas jantung sulit dinilai A : HR : 96 x/menit, murmur (-), gallop (-)

Abdomen I : datar P : lemas, hepar dan lien tidak teraba, NT (-) P : timpani A : BU (+) N

Genital Tidak diperiksa

Ekstremitas atas: Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-), jaringan parut (-), akral dingin (-), jari tabuh (-), turgor baik, clubbing finger (-), eritem palmar (-).

Ekstremitas bawah: Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), nyeri otot tungkai (-), edema pretibial (-), edema pedis (-), jaringan parut (-), lebam (-), turgor kembali cepat.

2.4

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium Darah rutin ( Tanggal 2 September 2011 ) Pemeriksaan Hb Ht Leukosit LED Hasil 11,1 gr/dl 35 vol% 26.100 /mm 85 mm/jam 410.000/mm3 0/0/2/84/4/10
3

Nilai normal 14-18 g/dl 40-48 vol% 5000-10.000/mm3 L < 10 mm/jam, P < 15 mm/jam

Trombosit Hitung jenis

200.000-500.000/ mm3 0-1/1-3/2-6/50-70/2040/2-8

Kimia Klinik Pemeriksaan BSS Ureum Creatinin Hasil 139 mg/dl 36 mg/dl 1,0 mg/dl 15-39 mg/dl L 0,9-1,3 mg/dl, P 0,61,0 mg/dl Protein Total 6,1 g/dl 6,0-7,8 g/dl Nilai normal

Albumin Globulin SGOT SGPT Natrium Kalium

2,8 g/dl 3,3 g/dl 40 u/L 19 u/L 135 mmol/L 3,9 mmol/L

3,5-5,0 g/dl

<40 U/I <41 U/I 135-155 mmol/l 3,5-5,5 mmol/l

Urinalisis tanggal 6 September 2011 Sel epitel Leukosit Eritrosit Silinder Kristal Protein Glucose Keton Darah/Hb Bilirubin Urobilinogen Nitrit : positif (+) : 2-3 : 0-2 : positif (+) : negatif : positif (++) : negatif : negatif : positif (+) : negatif : negatif : negatif

Pemeriksaan Radiologi ( Foto thorax PA, tanggal 28 Agustus 2011)

Kualitas foto baik Simetris Trakea di tengah Tulang-tulang baik Sela iga melebar Diafragma tenting (-) CTR < 50% Sudut costophrenicus tumpul Parenkim paru: hiperlusen (hiperaerasi)

Kesan : PPOK

10

RESUME Seorang laki-laki berinisial J datang dengan keluhan utama sesak yang bertambah hebat sejak 1 hari SMRS. 1 tahun SMRS, os mengeluh batuk, dahak (+), warna putih, 1 sendok makan setiap batuk. Demam (+) tidak terlalu tinggi, demam turun naik nafsu makan biasa, BAB dan BAK biasa. Os tidak berobat. 20 hari SMRS, os mengeluh batuk berdahak semakin sering. Sesak (+) hilang timbul tidak dipengaruhi suhu dan aktivitas. 6 hari SMRS os mengeluh sesak napas semakin bertambah. Sesak napas tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca, dan emosi. Sesak napas tidak berkurang saat istirahat. Batuk (+), dahak kuning kehijauan. Nyeri dada (+) di dada kanan seperti ditusuk setiap os batuk. Mual (+), penurunan nafsu makan (+), os berobat ke dokter dan diberi obat. Namun keluhan os tidak hilang. 1 hari SMRS os mengeluh semakin sesak. Demam (+) tidak terlalu tinggi, nyeri ulu hati (+), mual (+), penurunan nafsu makan (+), BAB dan BAK biasa. Os berobat ke RSMH dan dirawat. Riwayat darah tinggi disangkal, kencing manis disangkal. Riwayat penyakit asma disangkal. Riwayat minum obat selama 6 bulan disangkal. Riwayat sakit maag sejak 3 bulan yang lalu. Riwayat merokok (+) selama 50 tahun, 2 bungkus/hari. Os berhenti merokok sejak 20 hari SMRS. Riwayat Penyakit yang sama dalam keluarga disangkal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan os tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 96 x/menit, pernapasan 26 x/menit, temperatur 36,9C, JVP (5-2) cmH2O. Pada pemeriksaan paru, inspeksi Statis, dinamis simetris kanan sama dengan kiri, barrel chest, dan sela iga yang melebar, dengan perkusi dada didapatkan hipersonor pada lapangan paru kanan dan kiri. Pada auskultasi, Vesikuler menurun pada paru kanan, ronkhi basah sedang (+) minimal pada basal paru, wheezing (-). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb yang menurun, leukosit dan laju endap darah yang meningkat, menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi serta kadar albumin yang rendah. Berdasarkan hasil anamnesis,

11

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dapat dipikirkan kemungkinan PPOK eksaserbasi akut dan pneumonia tipikal. Penatalaksanaan yang diberikan adalah diet NB TKTP tinggi albumin dan medikamentosa. Medikamentosa meliputi OBH syrup, antibiotik, dan vitamin. Prognosis dari PPOK tergantung dari penyebabnya, umur pasien, dan pengobatan yang dilakukan.

DIAGNOSIS KERJA PPOK eksaserbasi akut + Pneumonia tipikal

DIAGNOSIS BANDING Susp. Tumor paru kanan Kasus baru TB paru

TATALAKSANA Istirahat O2 3L Diet NB TKTP tinggi albumin IVFD NaCl 0,9% gtt XX/menit OBH syrup 3x1 Antacid syrup 3x1 Donperidone 3x1 Ceftriaxone 1x1 g B1B6B12 3x1

PEMERIKSAAN TAMBAHAN BTA I,II,III Kultur sputum Sitologi sputum Spirometri Bronkoskopi

12

PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionam : dubia ad bonam : dubia ad malam

FOLLOW UP 5 September 2011 S : O : Keadaan Umum Sensorium Tekanan Darah Nadi Frekuensi Pernapasan Temperatur Keadaan Spesifik Kepala Leher Thorax Nyeri dada kanan, nafsu makan kurang, mual Compos Mentis 120/60 mmHg 94x/m reguler 24x/m 36,4oC

Abdomen Ekstremitas

A :

P :

Palpebra conjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-) JVP (5-2) cm H2O, Pembesaran KGB (-) Barrel chest, sela iga melebar Cor : HR : 94x/m, murmur (-), gallop (-) Pulmo : I: statis simetris, dinamis: dada kanan tertinggal P: stem fremitus simetris kanan dan kiri P: hipersonor pada kedua lapangan paru A: vesikuler (+) normal pada paru kiri, menurun pada paru kanan, ronkhi (+) basah sedang di basal paru, wheezing (-) Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-) bising usus (+) normal, turgor <2 Edema pretibial (-/-) Akral hangat Clubbing finger (-/-) PPOK eksaserbasi perbaikan + pneumonia tipikal DD/ Tumor paru kanan - Istirahat - Diet NB TKTP tinggi albumin - IVFD NaCl 0,9% gtt XX/menit - OBH syrup 3 x 1 c - Antacid syrup 3x1 c - Donperidone 3x1

13

- Ceftriaxon 1x1 g - B1B6B12 3x1 Rencana : - BTA I, II, III - Kultur reg mikroorganisme sputum - Ekspertise Rontgen Lateral - Urine rutin 06 September 2011 S : O : Keadaan Umum Sensorium Tekanan Darah Nadi Frekuensi Pernapasan Temperatur Keadaan Spesifik Kepala Leher Thorax Nyeri di dada kanan, demam Compos Mentis 120/60 mmHg 94x/m reguler 24x/m 37,6C

Abdomen Ekstremitas A :

P :

Palpebra conjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-) JVP (5-2) cm H2O, Pembesaran KGB (-) Cor : HR : 94x/m, murmur (-), gallop (-) Pulmo : I : Statis dan dinamis kanan-kiri Simetris P : Stem Fremitus simetris P : Sonor di Kedua Lapangan Paru A : vesikuler (+) normal pada paru kiri, menurun pada paru kanan, ronkhi (+) basah sedang di basal paru, wheezing (-) Datar, lemas, hepar dan lien sulit dinilai, bising usus(+) Edema pretibial (-) PPOK eksaserbasi perbaikan + pneumonia tipikal DD/ Tumor paru kanan - Istirahat - Diet NB TKTP tinggi albumin - IVFD NaCl 0,9% gtt XX/menit - Antacid syrup 3x1 c - Donperidone 3x1 - Ceftriaxon 1x1 g - B1B6B12 3x1

14

7 September 2011 S : O : Keadaan Umum Sensorium Tekanan Darah Nadi Frekuensi Pernapasan Temperatur Keadaan Spesifik Kepala Leher Thorax Demam, nyeri dada kanan Compos Mentis 110/60 mmHg 100x/m reguler 36x/m 37,8oC

Abdomen Ekstremitas

A :

P :

Palpebra conjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-) JVP (5-2) cm H2O, Pembesaran KGB (-) Barrel chest, sela iga melebar Cor : HR : 100x/m, murmur (-), gallop (-) Pulmo : I: statis: simetris ka=ki, dinamis: dada kanan tertinggal P: stem fremitus menurun di hemithoraks kanan P: hipersonor pada kedua lapangan paru A: vesikuler menurun pada paru kanan, ronkhi basah halus (+) pada basal paru, wheezing (-) Datar, tegang, nyeri tekan (+), hepar dan lien sulit dinilai, bising usus (+) normal Edema pretibial (+/+) Akral hangat Clubbing finger (-/-) PPOK eksaserbasi perbaikan + pneumonia tipikal DD/ Tumor paru kanan - Istirahat - Diet NB TKTP - IVFD NaCl 0,9% gtt XX/menit - OBH syrup 3 x 1 c - Antacid syrup 3x1 c - Donperidone 3x1 - Ceftriaxon 1x1 g - B1B6B12 3x1 - Koreksi albumin

15

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


3.1. Anatomi dan Fisiologi Paru

Paru-paru adalah salah satu organ sistem pernapasan yang berada di dalam kantong yang dibentuk oleh pleura perietalis dan pleura viseralis. Kedua paruparu sangat lunak, elastis, sifatnya ringan terapung di dalam air, dan berada dalam rongga torak. Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul dan menjorok keatas kira-kira 2,5 cm di atas klavikula. Fasies kostalis yang berbentuk konveks berhubungan dengan dinding dada sedangkan fasies mediastinalis yang berbentuk konkaf membentuk pericardium. Pada pertengahan permukaan paru kiri terdapat hilus pulmonalis yaitu lekukan di mana bronkus, pembuluh darah, dan saraf masuk ke paru-paru membentuk radiks pulmonalis.2,8 a. Apeks pulmo Berbentuk bundar menonjol ke arah dasar yang melebar melewati apartura torasis superior 2,5-4 cm di atas ujung iga pertama. b. Basis pulmo

16

Pada paru-paru kanan, bagian yang berada di atas permukaan cembung diafragma akan lebih menonjol ke atas daripada paru-paru bagian kiri, maka basis paru kanan lebih kontak daripada paru-paru kiri. c. Insisura atau fisura Dengan adanya fisura atau takik yang ada pada permukaan, paru-paru dapat dibagi menjadi beberapa lobus. Letak insisura dan lobus dapat digunakan untuk menentukan diagnosis. Pada paru-paru kiri terdapat insisura yaitu insisura obliges. Insisura ini membagi paru-paru kiri atas menjadi tiga lobus yaitu lobus superior, medius, dan lobus inferior yang terbagi menjadi beberapa segmen. Paru-paru kanan memiliki dua insisura yaitu insisura obligue dan insisura interlobularis sekunder. Pada paru kanan hanya terdapat dua lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior yang juga terbagi menjadi beberapa segmen.

17

Fisiologi Paru Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang karbondioksida ke lingkungan. Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas ke udara dilakukan dengan dua cara pernapasan, yaitu: Respirasi / Pernapasan Dada Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga rongga dada membesar. 2. Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Otot-otot yang digunakan ketika bernapas yaitu: a. Otot yang Digunakan Saat Inspirasi Kontraksi diafragma Kontraksi otot eksternal Kontraksi otot aksesori, seperti sternocleidomastoid, serratus anterior, pectoralis minor, dan otot scalens. b. Otot yang Digunakan Saat Ekshalasi Otot internal inetrkostal dan transversus thoracis. Otot abdominal, termasuk oblique internal dan eksternal, tranversus abdominis dan otot rectus abdominis, dapat membantu otot internal interkostal saat ekshalasi.

3.2 Definisi COPD atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya

18

disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.3

3.3 Prevalensi Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $24 milyar per tahunnya. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya akan meningkat dari ke duabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian akan meningkat dari ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat ke enam. Merok merupakan farktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya.

3.4.

Etiologi Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari

partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut.1 Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai

19

adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin.3 Faktor resiko COPD bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikelpartikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya :4 Asap rokok Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung pada dosis merokoknya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok. Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikelpartikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru terbakar. Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paruparu dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun) Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan. Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga IAP memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan membunuh 2 juta wanita dan anak-anak setiap tahunnya. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan. Infeksi saluran nafas berulang Jenis kelamin Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi

20

dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena COPD dibandingkan perokok pria. Status sosio ekonomi dan status nutrisi Asma Usia. Onset usia dari COPD ini adalah pertengahan

3.5.

Patogenesis Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari

COPD ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.4 Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps.4 Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien COPD, yakni : peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag

21

(lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.5

3.6

Klasifikasi Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat :4 1. Derajat I: COPD ringan Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal. 2. Derajat II: COPD sedang Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya. 3. Derajat III: COPD berat Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien. 4. Derajat IV: COPD sangat berat Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.

3.7

Diagnosa Penderita COPD akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas,

batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan COPD ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara :1

22

1.

Anamnesis Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll.

2. 3.

Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya : Pernafasan pursed lips Takipnea Dada emfisematous atu barrel chest Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater Pelebaran sela iga Hipertropi otot bantu nafas Bunyi nafas vesikuler melemah Ekspirasi memanjang Ronki kering atau wheezing Bunyi jantung jauh Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan: Hiperinflasi Hiperlusen Diafragma mendatar Corakan bronkovaskuler meningkat Bulla Jantung pendulum

4.

Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai : VEP1 < KVP < 70% Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : VEP1 paska bronkodilator < 80% prediksi

5. 6.

Uji Coba kortikosteroid Analisis gas darah Semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi Secara klinis diperkirakan gagal nafas atau payah jantung kanan

23

3.8

Diagnosa Banding COPD didiagnosa banding dengan :1 1. Asma Bronkial 2. Gagal jantung kongestif 3. Bronkiektasis 4. Tuberkulosis

3.9.

Penatalaksanaan Adapun tujuan dari penatalaksanaan COPD ini adalah :1 Mencegah progesifitas penyakit Mengurangi gejala Meningkatkan toleransi latihan Mencegah dan mengobati komplikasi Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang Mencegah atau meminimalkan efek samping obat Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru Meningkatkan kualitas hidup penderita Menurunkan angka kematian

Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu tujuan selama tatalaksana COPD.5 Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana, yaitu :1 1. Evaluasi dan monitor penyakit PPOK merupakan penyakit yang progresif, artinya fungsi paru akan menurun seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, monitor merupakan hal yang sangat penting dalam penatalaksanaan penyakit ini. Monitor penting yang harus dilakukan adalah gejala klinis dan fungsi paru.

24

Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai PPOK atau pasien yang telah di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring penyakit : Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan Riwayat timbulnya gejala atau penyakit Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, tb paru Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit paru kronik lainnya Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik, atau penyakit-penyakit yang menyebabkan keterbattasan aktifitas Rencanakan pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan aktifitas, kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan depresi / cemas Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti merokok Dukungan dari keluarga

2. Menurunkan faktor resiko Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresifitas penyakit. Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok 5 A : 1). Ask (Tanyakan) Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan 2). Advise (Nasehati) Memberikan dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti merokok 3). Assess (Nilai)

25

Memberikan penilaian untuk usaha berhenti merokok 4). Assist (Bantu) Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi 5). Arrange (Atur) Jadwal kontak lebih lanjut

3. Tatalaksana PPOK stabil Terapi Farmakologis a. Bronkodilator Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten) 3 golongan : o Agonis -2: fenopterol, salbutamol, albuterol,

terbutalin, formoterol, salmeterol o Antikolinergik: bromid o Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi -2 dan steroid belum memuaskan Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada ipratropium bromid, oksitroprium

meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi b. Steroid PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV) Eksaserbasi akut

c. Obat-obat tambahan lain Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol, karbosistein, gliserol iodida Antioksidan : N-Asetil-sistein

26

Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin Antitusif : tidak rutin Vaksinasi : influenza, pneumokokus

Terapi Non-Farmakologis a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi psikososial b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV, AGD= PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer karena gagal jantung, polisitemia Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus dipantau secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan

normal berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya

konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat

mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah cara paling efektif untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK.

c. Nutrisi

27

d. Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungs paru atau gerakan mekanik paru) DERAJAT Semua derajat Derajat (PPOK Ringan) I VEP1 / KVP < 70 % VEP1 80% Prediksi Penatalaksanaan menurut derajat PPOK1 KARAKTERISTIK REKOMENDASI PENGOBATAN Hindari faktor pencetus Vaksinasi influenza

a. Bronkodilator kerja singkat (SABA, antikolinergik kerja pendek) bila perlu b. Pemberian antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan

Derajat II (PPOK sedang)

VEP1 / KVP < 70 % 50% VEP1 80% Prediksi dengan atau tanpa gejala

1.

Pengobatan

reguler Kortikosteroid inhalasi bila steroid

dengan bronkodilator:
a.

Antikolinergik kerja uji lama sebagai terapi positif pemeliharaan

b. c. 2.

LABA Simptomatik

Rehabilitasi Pengobatan reguler Kortikosteroid bila steroid atau

Derajat III (PPOK Berat)

VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 50% prediksi Dengan atau tanpa gejala

1.

dengan 1 atau lebih inhalasi bronkodilator:


a.

uji positif

Antikolinergik

kerja lama sebagai eksaserbasi terapi pemeliharaan


b. c. 2.

berulang

LABA Simptomatik

Rehabilitasi Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih

Derajat IV

VEP1 / KVP < 70%;

1.

28

(PPOK sangat berat)

VEP1 < 30% prediksi atau gagal nafas atau gagal jantung kanan

bronkodilator:
a.

Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan

b. c. d.

LABA Pengobatan komplikasi Kortikosteroid inhalasi bila

memberikan respons klinis atau eksaserbasi berulang


2. 3.

Rehabilitasi Terapi oksigen jangka panjang bila gagal nafas

pertimbangkan terapi bedah

4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rujmah : bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 ahri. Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk S.pneumonie, H influenzae, M catarrhalis). Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan

dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.

Gejala eksaserbasi : - Sesak bertambah - Produksi sputum meningkat - Perubahan warna sputum

Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :

29

a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline

Penyebab eksaserbasi akut Primer : - Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus) Sekunder : - Pnemonia - Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia - Emboli paru - Pneumotoraks spontan - Penggunaan oksigen yang tidak tepat - Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat - Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit) - Nutrisi buruk - Lingkunagn memburuk/polusi udara - Aspirasi berulang - Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi) Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat)

Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita yang telah diedukasi dengan cara :

30

- Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliser - Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur - Menambahkan mukolitik - Menambahkan ekspektoran Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.

Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di : 1. Poliklinik rawat jalan 2. Unit gawat darurat 3. Ruang rawat 4. Ruang ICU

Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit: Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask Bronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) + antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam) Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari. Steroid intravena: pada keadaan berat Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis. Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik

Indikasi rawat inap : Eksaserbasi sedang dan berat Terdapat komplikasi Infeksi saluran napas berat

31

Gagal napas akut pada gagal napas kronik Gagal jantung kanan

Indikasi rawat ICU : Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat. Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau

perburukan PaO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)

3.10.

Prognosa dan Komplikasi Dubia, tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.6 Komplikasi : Gagal nafas, kor pulmonal, septikemia6

3.11.

Pneumonia Tipikal Istilah pneumonia tipikal/atipik merupakan terminologi gambaran klinik

suatu pneumonia yang bersifat khas/tidak khas dan disebabkan oleh kuman Str. pneumonia atau kuman atipik. Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem pernapasan dimana alveoli (mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan penimbunan cairan. Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam sebab, meliputi infeksi karena bakteri,virus,jamur atau parasit. Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia atau kerusakan fisik dari paruparu, atau secara tak langsung dari penyakit lain seperti kanker paru atau penggunaan alcohol. Gejala khas yang berhubungan dengan pneumonia meliputi batuk, nyeri dada demam, dan sesak nafas. Alat diagnosa meliputi sinar-x dan pemeriksaan

32

sputum.Pengobatan tergantung penyebab dari pneumonia; pneumonia kerena bakteri diobati dengan antibiotika. Pneumonia merupakan penyakit yang umumnya terjadi pada semua kelompok umur, dan menunjukan penyebab kematian pada orang tua dan orang dengan penyakit kronik.9

Gejala Orang dengan pneumonia sering kali disertai batuk berdahak, sputum kehijauan atau kuning, demam tinggi yang disertai dengan menggigil. Disertai nafas yang pendek, nyeri dada seperti pada pleuritis, nyeri tajam atau seperti ditusuk. Salah satu nyeri atau kesulitan selama bernafas dalam atau batuk. Orang dengan pneumonia, batuk dapat disertai dengan adanya darah,sakit kepala,atau mengeluarkan banyak keringat dan kulit lembab. Gejala lain berupa hilang nafsu makan, kelelahan, kulit menjadi pucat, mual, muntah, nyeri sendi atau otot. Tidak jarang bentuk penyebab pneumonia mempunyai variasi gejala yang lain. Misalnya pneumonia yang disebabkan oleh Legionella dapat menyebabkan nyeri perut dan diare, pneumonia karena tuberkulosis atau Pneumocystis hanya menyebabkan penurunan berat badan dan berkeringat pada malam hari. Pada orang tua manifestasi dari pneumonia mungkin tidak khas. Bayi dengan pneumonia lebih banyak gejala, tetapi pada banyak kasus, mereka hanya tidur atau kehilangan nafsu makan.

Tabel 1. Sindrom-sindrom klinik pneumonia komunitas dan kelompok kuman penyebabnya9

33

Keterangan : *) neutropeni pada imunocompromised host (oleh kuman Gr (-) batang, Steph. aureus, jamur

Patofisiologi Gejala dari infeksi pneumonia disebabkan invasi pada paru-paru oleh mikroorganisme dan respon sistem imun terhadap infeksi.Meskipun lebih dari seratus jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan pneumonia, hanya sedikit dari mereka yang bertanggung jawab pada sebagian besar kasus.Penyebab paling sering pneumonia adalah virus dan bakteri. Penyebab yang jarang menyebabkan infeksi pneumonia ialah fungi dan parasit.1,2

Pemeriksaan Fisik Individu dengan gejala pneumonia memerlukan evaluasi medis.

Pemeriksaan fisik untuk perawatan kesehatan menunjukan demam atau kadangkadang suhu tubuh menurun, peningkatan frekwensi pernapasan(RR), penurunan tekanan darah, denyut jantung yang cepat, atau saturasi oksigen yang rendah,

34

dimana jumlah oksigen dalam darah yang diindikasikan oleh pulse oximetri atau analisis gas darah. Orang yang kesulitan bernafas, bingung atau dengan sianosis(kulit berwarna biru) memerlukan pertolongan segera.1,8

Foto Thorax, Kultur Sputum dan Tes-Tes Lain Tes penting untuk mendeteksi pneumonia pada keadaan yang tidak jelas ialah dengan foto thorax. Foto thorax dapat menampakan daerah opak (terlihat putih) yang menggambarkan konsolidasi. Pneumonia tidak selalu dilihat oleh sinar x, selain karena penyakitnya hanya pada tingkat permulaan atau karena mengenai bagian paru tertentu yang sulit dilihat dengan sinar x.Dalam beberapa kasus CT(computed tomography) dapat menunjukan pneumonia yang tidak terlihat dengan foto thorax sinar x. Sinar x dapat menyesatkan, karena masalah lain,seperti parut pada paru dan gagal jantung kongestif dapat menyerupai pneumonia pada foto thorax sinar x. Foto thorax juga digunakan untuk evaluasi adanya komplikasi dari pneumonia. Terapi Sebagian besar kasus pneumonia dapat diobati tanpa harus menjalani rawatcinap.cUmumnya antibiotik oral, istirahat, cairan dan perawatan rumah sudah mencukupi untuk kesembuhan sepenuhnya. Bagaimanapun, seseorang dengan pneumonia yang memiliki kesulitan bernapas, orang dengan masalah kesehatan lain dan para orang tuamungkin memerlukan perawatan yang lebih ahli. Jika gejala-gejalanya bertambah buruk, pneumonia tidak bertambah baik dengan perawatan di rumah atau muncul komplikasi, orang tersebut harus menjalani rawat inap di rumah sakit. Antibiotik digunakan untuk mengobati pneumonia yang disebabkan bakteri. Sebaliknya, antibiotik tidak berguna untuk pneumonia yang disebabkan virus, meskipun kadang juga digunakan untuk mengobati atau mencegah infeksi bakteri yang dapat muncul pada kerusakan paru oleh pneumonia yang disebabkan virus. Pilihan antibiotik tergantung dari sifat

pneumonia,mikroorganisme yang paling umum menyebabkan pneumonia berada pada daerah sekitar dan status imun dan kesehatan dari masing-masing individu. Pengobatan untuk pneumonia seharusnya didasarkan pada mikroorganisme

35

penyebab

dan

sensitivitas

antibiotik.

Bagaimanapun,

penyebab

spesifik

pneumonia diidentifikasikan pada hanya 50% orang bahkan setelah evaluasi ekstensif. Karena pengobatan secara umum seharusnya tidak ditunda pada seseorang dengan pneumonia yang serius,pengobatan empiris biasanya dimulai sebelum laporan laboratorium tersedia. Di United Kingdom amoxicillin adalah antibiotik yang dipilih untuk sebagian besar pasien dengan Community acquired pneumonia, kadangkala ditambah dengan chlarithromycin:pasien yang alergi terhadap penisilin diberi erithromycin, bukannya amoxicillin.

Komplikasi Komplikasi yang paling sering disebabkan oleh pneumonia karena bakteri daripada pneumonia karena virus. Komplikasi yang penting meliputi gagal napas, Effusi pleura, empyema dan abces.

36

BAB IV ANALISIS KASUS


Seorang laki-laki berinisial J berusia 70 tahun yang beralamat di Palembang datang ke RSMH dengan keluhan utama sesak yang bertambah hebat sejak 1 hari SMRS. Dari keluhan tersebut, yang dapat kita pikirkan adalah gangguan di sistem respirasi/paru, gangguan di hepar, gagal jantung, dan gangguan ginjal. 1 tahun SMRS, os mengeluh batuk, dahak (+), warna putih, 1 sendok makan setiap batuk. Demam (+) tidak terlalu tinggi, demam turun naik. Hal ini menandakan adanya batuk yang kronis. Dalam hal ini dapat dipikirkan adanya bronkhitis kronis dan TB paru. 20 hari SMRS, os mengeluh batuk berdahak semakin sering. Sesak (+) hilang timbul tidak dipengaruhi suhu dan aktivitas. Dari hal ini menunjukkan bahwa sesak napas bukan berasal dari gangguan jantung maupun alergi/asma. 6 hari SMRS os mengeluh sesak napas semakin bertambah. Sesak napas tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca, dan emosi. Sesak napas tidak berkurang saat istirahat. Batuk (+), dahak kuning kehijauan. Nyeri dada (+) di dada kanan seperti ditusuk setiap os batuk. Mual (+), penurunan nafsu makan (+). BAB dan BAK biasa. Dari anamnesis ini, kemungkinan gangguan hepar dapat disingkirkan karena tidak ada kelainan BAB dan BAK. Perubahan warna BAK bisa menunjukkan terjadinya gangguan di ginjal. 1 hari SMRS os mengeluh semakin sesak. Demam (+) tidak terlalu tinggi, nyeri ulu hati (+), mual (+), penurunan nafsu makan (+), BAB dan BAK biasa. Os berobat ke RSMH dan dirawat. Riwayat darah tinggi disangkal, kencing manis disangkal. Riwayat penyakit asma disangkal. Riwayat minum obat selama 6 bulan disangkal. Riwayat sakit maag sejak 3 bulan yang lalu. Riwayat merokok (+) selama 50 tahun, 2 bungkus/hari. Os berhenti merokok sejak 20 hari SMRS. Riwayat Penyakit yang sama dalam keluarga disangkal. Dari anamnesis ini, dapat diketahui terdapat

37

faktor resiko yaitu merokok yang lama untuk timbulnya gangguan pada paru berupa PPOK. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan os tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 96 x/menit, pernapasan 26 x/menit, temperatur 36,9C, JVP (5-2) cmH2O. Pada pemeriksaan paru, inspeksi Statis, dinamis simetris kanan sama dengan kiri, barrel chest, dan sela iga yang melebar, dengan perkusi dada didapatkan hipersonor pada lapangan paru kanan dan kiri. Pada auskultasi, Vesikuler menurun pada paru kanan, ronkhi basah sedang (+) minimal pada basal paru, wheezing (-). Berdasarkan pemeriksaan fisik, dapat ditegakkan diagnosis berupa penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb yang menurun, leukosit dan laju endap darah yang meningkat, menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi serta kadar albumin yang rendah. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dapat dipikirkan kemungkinan PPOK eksaserbasi akut dan pneumonia tipikal. Penatalaksanaan yang diberikan adalah diet NB TKTP tinggi albumin dan medikamentosa. Medikamentosa meliputi OBH syrup, antibiotik, dan vitamin. Prognosis dari PPOK tergantung dari penyebabnya, umur pasien, dan pengobatan yang dilakukan.

38

DAFTAR PUSTAKA

1. PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: 2006. p. 1-18. 2. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006. p. 984-5. 3. GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention. USA: 2007. p. 6. [serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari : http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=989 4. GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2007. p. 16-19. [serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari :

http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=1116 5. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001. p. 437-8. 6. PB PAPDI. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006. p. 105-8 7. Alsagaff, Hood, Mukti A.B. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru.

Surabaya:Airlangga University Press. 2009 8. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta:EGC. 2006 9. Zul Dahlan. Pandangan Baru Pneumonia Atipik dan Terapinya. Cermin Dunia Kedokteran No. 128, 2000

Vous aimerez peut-être aussi