Vous êtes sur la page 1sur 17

Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Sering kita dengar pembahasan mengenai aurat wanita. Namun mungkin sedikit atau jarang sekali kita mendengar pembahasan aurat para lelaki. Sering kita lihat bagaimana sebagian pria menampakkan paha atau membuka aurat lainnya. Lalu manakah batasan aurat pria yang terlarang dilihat oleh orang lain? Moga Allah memudahkan dalam membahas hal ini. Aurat Sesama Lelaki Aurat sesama lelaki baik dengan kerabat atau orang lain- adalah mulai dari pusar hingga lutut. Demikian menurut ulama Hanafiyah. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Karena di antara pusar sampai lutut adalah aurat.[1] Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa pusar sendiri bukanlah aurat. Mereka berdalil dengan riwayat bahwa Al Hasan bin Ali radhiyallhu anhuma pernah menampakkan auratnya lalu Abu Hurairah radhiyallahu anhu menciumnya. Akan tetapi ulama Hanafiyah berpendapat bahwa lutut termasuk aurat. Mereka berdalil dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Lutut termasuk aurat.[2] Namun hadits ini adalah hadits yang dhoif. Apa saja yang boleh dilihat oleh laki-laki sesama lelaki, maka itu boleh disentuh. Sedangkan ulama Syafiiyah dan Hambali berpendapat bahwa lutut dan pusar bukanlah aurat. Yang termasuk aurat hanyalah daerah yang terletak antara pusar dan lutut. Hal ini berdasarkan riwayat dari Abu Ayyub Al Anshori radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Apa saja yang di atas lutut merupakan bagian dari aurat dan apa saja yang di bawah pusar dan di atas lutut adalah aurat.[3] Namun riwayat ini dhoif. Pendapat terkuat dalam hal ini adalah pendapat yang menyatakan bahwa aurat lelaki sesama lelaki adalah antara pusar hingga lutut. Artinya pusar dan lutut sendiri bukanlah aurat. Demikian pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Wallahu alam. Apakah Benar Paha Termasuk Aurat?

Sebagian ulama memang berpendapat bahwa paha tidak termasuk aurat, artinya boleh ditampakkan. Yang berpendapat seperti ini adalah Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, pendapat ulama Malikiyah, dan pendapat ulama Zhahiriyah (Ibnu Hazm, cs).[4] Di antara dalil yang menjadi pendukung adalah berikut ini: Anas bin Malik berkata, Dan saat itu (ketika di Khaibar) sungguh lututku menyentuh paha Nabi shallallahu alaihi wasallam. Lalu beliau menyingkap sarung dari pahanya hingga aku dapat melihat paha Nabi shallallahu alaihi wasallam yang putih.[5] Syaikh Abu Malik menyanggah alasan dari Ibnu Hazm dengan hadits di atas, beliau hafizhohullah berkata, Hadits di atas dimaksudkan bahwa sarung Nabi shallallahu alaihi wa sallam tersingkap dengan sendirinya, bukan Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang menyingkapnya sendiri dan beliau juga tidak menyengajainya. Hal ini didukung dengan riwayat dalam Shahihain yang menyatakan , artinya sarung tersebut tersingkap dengan sendirinya.[6] Dalil lain yang menjadi pendukung pendapat ini adalah, - - (Aisyah berkata), Pada suatu ketika, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sedang berbaring di rumah saya dengan membiarkan kedua pahanya atau kedua betisnya terbuka. Tak lama kemudian, Abu Bakar minta izin kepada Rasulullah untuk masuk ke dalam rumah beliau . Syaikh Abu Malik menyanggah pendapat yang berdalil bahwa paha bukan termasuk aurat berdalil dengan hadits di atas, di mana beliau berkata, Tidak bisa kita mempertentangkan hadits yang jelas-jelas mengatakan batasan aurat bagi pria dengan hadits-hadits umum yang telah disebutkan sebelumnya. Bahkan semakin penguat lemahnya pendapat ini, yaitu terdapat dalam riwayat Muslim suatu pertentangan, di mana perowi mengatakan paha dan betisnya. Di riwayat lain dikatakan dengan lafazh , beliau menyingkap paha atau betisnya. Dan betis sama sekali bukanlah aurat berdasarkan ijma (kesepakatan) para ulama.[7] Kesimpulannya, yang lebih tepat dan lebih hati-hati dalam masalah ini, paha adalah aurat. Itulah yang lebih rojih (kuat) berdasarkan alasan yang telah dikemukakan di atas. Aurat Lelaki dengan Wanita Lainnya

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa wanita boleh melihat selain pusar hingga lutut dengan syarat selama aman dari fitnah (artinya tidak sampai membuat wanita tersebut tergoda). Ulama Malikiyah berpendapat bahwa dibolehkan bagi wanita melihat pria sebagaimana pria dibolehkan melihat mahromnya, yaitu selama yang dilihat adalah wajah dan athrofnya (badannya), ini juga dengan syarat selama aman dari fitnah (godaan). Sedangkan ulama Syafiiyah berpendapat bahwa wanita tidak boleh melihat aurat lelaki dan juga bagian lainnya tanpa ada sebab. Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah Taala, Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya. (QS. An Nuur: 31) Dalil lainnya yang digunakan sebagai hujjah oleh Syafiiyah adalah hadits dari Ummu Salamah, ia berkata, - - - . - . - Aku berada di sisi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika Maimunah sedang bersamanya. Lalu masuklah Ibnu Ummi Maktum -yaitu ketika perintah hijab telah turun-. Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun bersabda, Berhijablah kalian berdua darinya. Kami bertanya, Wahai Rasulullah, bukankah ia buta sehingga tidak bisa melihat dan mengetahui kami? Nabi shallallahu alaihi wa sallam balik bertanya: Apakah kalian berdua buta? Bukankah kalian berdua dapat melihat dia?[8] [Riwayat ini adalah riwayat yang dhoif, lemah] Abu Daud berkata, Ini hanya khusus untuk isteri-isteri Nabi shallallahu alaihi wa sallam, tidakkah engkau lihat bagaimana Fatimah binti Qais di sisi Ibnu Ummi Maktum! Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah berkata kepada Fatimah binti Qais, Bukalah hijabmu di sisi Ibnu Ummi Maktum, sebab ia adalah seorang laki-laki buta, maka tidak mengapa engkau letakkan pakaianmu di sisinya.[9] Adapun pendapat terkuat menurut madzhab Hambali, boleh bagi wanita melihat pria lain selain auratnya. Hal ini didukung oleh hadits Aisyah dan haditsnya muttafaqun alaih. Dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata; Aku melihat Nabi shallallahu alaihi wasallam menutupiku dengan pakaiannya, sementara aku melihat ke arah orang-orang Habasyah yang sedang bermain di dalam

Masjid sampai aku sendirilah yang merasa puas. Karenanya, sebisa mungkin kalian bisa seperti gadis belia yang suka bercanda.[10] Yang terkuat adalah pendapat terakhir, yaitu boleh bagi wanita melihat pria lain selain auratnya karena dalil yang mendukung lebih shahih dan lebih kuat. Wallahu alam. Aurat Lelaki di Hadapan Istri Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan fuqoha bahwa tidak ada batasan aurat antara suami istri. Semua bagian tubuhnya halal untuk dilihat satu dan lainnya, sampai pun pada kemaluan. Karena menyetubuhinya saja suatu hal yang mubah (boleh). Oleh karena itu melihat bagian tubuh satu dan lainnya terserah dengan syahwat atau tidak-, tentu saja dibolehkan. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa dimakruhkan untuk memandang kemaluan satu dan lainnya. Namun hadits yang digunakan adalah hadits yang dhoif. Hadits tersebut adalah, Jika salah seorang dari kalian mendatangi isterinya hendaklah dengan penutup, dan jangan telanjang bulat.[11] Akhir Tulisan: Nasehat bagi Penggemar Bola dan Penggemar Renang Jika kita sudah mengetahui manakah aurat lelaki, ada satu hal yang mesti kami ingatkan tentang tersebarnya kekeliruan di tengah masyarakat mengenai aurat lelaki ini. Yaitu seringkalinya kita melihat para pria buka-bukaan aurat, baik paha yang disingkap seperti ketika main bola- atau sengaja menyingkap bagian aurat lainnya mungkin saja ketika renang- dengan hanya memakai maaf- celana dalam. Ini sungguh kekeliruan. Dari Abu Said Al Khudri, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Seorang laki-laki janganlah melihat aurat laki-laki lainnya. Begitu pula seorang wanita janganlah melihat aurat wanita lainnya. (HR. Muslim no. 338). Artinya, orang yang sengaja buka aurat telah bermaksiat. Aurat sesama pria tentu saja tidak boleh dilihat, lantas bagaimanakah dengan menonton pertandingan bola yang jelas sekarang ini sering menampakkan paha karena celana yang digunakan begitu pendek?! Wabillahit taufiq. Wa shallallahu ala nabiyyina Muhammad, wa ala aalihi wa shohbihi wa sallam. Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tatimmush sholihaat. Referensi utama: Al Mawsuah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 31/50-53.

Riyadh-KSA, on 23rd Muharram 1432 H (29/12/2010) Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel www.muslim.or.id [1] HR. Ahmad 2/187, Al Baihaqi 2/229. Syaikh Syuaib Al Arnauth menyatakan sanad hadits ini hasan [2] HR. Ad Daruquthni 1/506. Dalam hadits ini terdapat Abul Janub dan dia termasuk perowi yang dhoif. [3] HR. Al Baihaqi 2/229 dan Al Jaami Ash Shogir 7951. Dalam hadits ini terdapat Said bin Abi Rosyid Al Bashri dan ia termasuk perowi yang dhoif. [4] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin Asy Sayid Salim, Al Maktabah At Taufiqiyah, 3/7. [5] HR. Bukhari no. 371 dan Muslim no. 1365. [6] Shahih Fiqh Sunnah, 3/7. [7] Shahih Fiqh Sunnah, 3/8. [8] HR. Abu Daud no. 4112, At Tirmidzi no. 2778, dan Ahmad 6/296. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dhoif. [9] Lihat Sunan Abi Daud Bab Firman Allah Taala: . [10] HR. Bukhari no. 5236 dan Muslim no. 892. [11] HR. Ibnu Majah no. 1921. Ibnu Hajar menyatakan bahwa dalam hadits tersebut terdapat Mandal dan ia dhoif (Mukhtashor Al Bazzar, 1/579). Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dhoif.

Busana muslim, identitas diri muslimah


Oleh: Sri Widiyastuti, SPd. (Sumber: www.fahima.org) Seseorang bertanya, "Bagaimana tentang seseorang yang suka mengenakan pakaian dan sepatu yang indah-indah?" Rasulullah menjawab, "Semua ciptaan Allah adalah indah dan Dia menyukai keindahan." (HR Muslim) Suatu hari saya ditanya oleh seorang teman seputar busana. Teman saya ini baru saja mendapat kesempatan untuk menjadi asisten mata kuliah matematika disuatu universitas pertanian di Bogor. Saat pertama kali mengajar adalah saat yang menegangkan baginya, apalagi mahasiswanya seusia atau beda hanya beberapa tahun darinya, membuatnya harus berpenampilan lebih anggun dan berwibawa. Terkadang, saya, anda dan kebanyakan wanitapun, merasa perlu untuk membuat diri dan penampilan lebih dari biasanya ketika mendatangi suatu acara khusus, misalnya di undang ke acara walimahan teman atau saudara, undangan dari relasi, atau saat-saat yang dianggap khusus, misalnya pada hari raya, atau mendatangi mesjid akan meluangkan waktu sedikit banyak untuk memperhatikan keserasian busana yang akan kita pakai. Tidak hanya untuk pribadi, kadang untuk pasangan kita dan anak-anak kita. Hal ini dilakukan semata-mata ingin menghormati si pengundang dan tentu saja dengan penampilan yang sedikit berbeda akan menambah kesan yang berbeda pula. Sebenarnya hal ini tidaklah berlebihan sebagaimana disebutkan dalam hadist diatas, bahwasannya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Asalkan tidak dilakukan berlebihan dan tidak menjadikan diri kita sombong. Dan tentunya diniatkan semata-mata hanya untuk mencari keridloan Allah Nah, sebenarnya apa sih yang dimaksudkan dengan busana? Dan apa saja yang perlu diketahui tentang busana yang kita pakai? Yuk kita lihat satu-satu. ******** Pengertian Busana/Pakaian Busana menurut bahasa adalah segala sesuatu yang menempel pada tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki. Menurut istilah, busana adalah pakaian yang kita kenakan setiap hari dari ujung rambut sampai ujung kaki berserta segala pelengkapannya, seperti tas, sepatu, dan segala macam perhiasan/aksesoris yang melekat padanya. Al-Quran paling tidak menggunakan tiga istilah untuk pakaian yaitu, libas, tsiyab, dan sarabil. Kata libas ditemukan sebanyak sepuluh kali, tsiyab ditemukan sebanyak delapan kali, sedangkan sarabil ditemukan sebanyak tiga kali dalam dua ayat. Kata libas digunakan oleh Al-Quran untuk menunjukkan pakaian lahir maupun batin, sedangkan kata tsiyab digunakan untuk menunjukkan pakaian lahir. Kata ini terambil dari kata tsaub yang berarti kembali, yakni kembalinya sesuatu pada keadaan semula, atau pada keadaan yang

seharusnya sesuai dengan ide pertamanya. ************ Fungsi Busana/Pakaian Awal perkembangannya, busana atau pakaian dipakai sebagai pelindung tubuh dari sengatan matahari dan rasa dingin. Pada akhirnya tidak hanya kedua fungsi tersebut yang menjadi tujuan utama berbusana, tetapi busana menjadi bagian penting dari hidup manusia karena mengadung unsur etika dan estetika dalam masyarakat. Dengan berbusana yang harmonis dan serasi akan menambah baik penampilan diri kita. Terkadang seseorang bisa dinilai dari cara berbusananya. Bagi kita muslimah berbusana tidak sekedar menutup tubuh, tetapi merupakan identitas bagi diri kita sebagai muslimah. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah: "Hai Nabi, katakanlah kepada isteriisterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang-orang mukmin: 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh kerananya mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'" (Al-Ahzab: 59). Esensi yang lain lagi yaitu seberapa jauh kesyukuran kita kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan-Nya kepada kita. Rasa syukur kita kepada Allah kita tuangkan salah satunya dengan cara mengetahui dengan jelas apa saja syarat-syarat busana yang layak menurut syariah dipakai oleh seorang muslimah. *********** Syarat Busana Muslim(ah) Busana muslim, begitu sering disebut saat ini. Oleh sebagian perancang busana Indonesia disebut sebagai busana seni kontemporer. Dalam kolom konsultasi syari'ah online, ada beberapa syarat yang wajib dipenuhi dalam berbusana. Syarat-syarat tersebut adalah: menutupi seluruh tubuh selain yang dikecualikan, tidak tembus pandang, tidak ketat sehingga membentuk lekuk tubuh, tidak menyerupai pakaian laki-laki dan tidak menyerupai pakaian 'khas' milik orang kafir atau pakaian orang fasik. Berikut penjelasannya yang dikutip dari buku Jilbab Al Mar'ah Al Muslimah fil Kitabi wa Sunnah (Syaikh Al Albany), beberapa syarat yang wajib dipenuhi agar dapat berbusana harmonis dan tentunya syar'i. 1. Menutupi seluruh tubuh selain yang dikecualikan Syarat. Ini terdapat dalam surat An Nuur ayat 31 Allah berfirman: "Katakanlah kepada wanita yang beriman: 'Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka.'"

Juga firman Allah dalam surat Al-Ahzab:59 yang berbunyi: "Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mumin: 'Hendaklah mereka mengulurkann jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.'" Ayat ini menjelaskan pada kita bahwa menutup seluruh tubuh adalah kewajiban setiap wanita muslimah (mukminah) dan merupakan tanda keimanan mereka. Menutup aurat adalah salah satu dari kewajiban yang telah ditetapkan bagi muslimah, sedangkan menuntut ilmu adalah kewajiban lain yang berlaku untuk seumur hidup. Al-Qurthubi berkata: "Pengecualian itu adalah pada wajah dan telapak tangan. Yang menunjukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakr menemui Rasulullah sedangkan ia memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah berpaling darinya dan berkata kepadanya: "Wahai Asma! Sesungguhnya jika seorang wanita itu telah mencapai masa haid, tidak baik jika ada bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini.' Kemudian beliau menunjuk wajah dan (telapak) tangannya. Allah Pemberi Taufik dan tidak ada Rabb selain-Nya." 2. Bukan berfungsi sebagai perhiasan. Ini berdasarkan firman Allah dalam surat An-Nuur ayat 31 yang berbunyi: "Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan mereka." Secara umum kandungan ayat ini juga mencakup pakaian biasa jika dihiasi dengan sesuatu, yang menyebabkan kaum laki-laki melirikkan pandangan kepadanya. Hal ini dikuatkan firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 33: "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah." Berhias diri seperti orang-orang jahiliyah disini artinya bertabarruj. Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutup karena dapat membangkitkan syahwat laki-laki. (Fathul Bayan VII/19). 3. Tidak tembus pandang. Dalam sebuah hadits Rasulullah telah bersabda: "Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakain namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat bongkol (punuk) unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum wanita yang terkutuk." Di dalam hadits lain terdapat tambahan: "Mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan sekian dan sekian." (HR. Muslim dari riwayat Abu Hurairah). Atsar di atas menunjukkan bahwa pakaian yang tipis atau yang mensifati dan menggambarkan lekuk-lekuk tubuh adalah dilarang. Oleh karena itu Aisyah pernah berkata: "Yang namanya khimar adalah yang dapat menyembunyikan kulit dan rambut." Saat ini banyak diproduksi bahan-bahan lenan yang tipis dan berbahan lembut. Dengan sentuhan teknologi jahit menjahit mungkin bisa disiasati dengan menambahkan lapisan (yang agak tebal/senada) didalam bahan baju ketika menjahitnya atau memakainya,

sehingga kita tetap bisa mengenakan busana yang kita inginkan. 4. Tidak ketat hingga memperlihatkan lekuk tubuh. Usamah bin Zaid pernah berkata: Rasulullah pernah memberiku baju Quthbiyah yang tebal yang merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi bertanya kepadaku: "Mengapa kamu tidak mengenakan baju Quthbiyah?" Aku menjawab: "Aku pakaikan baju itu pada istriku." Nabi lalu bersabda: "Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam di balik Quthbiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya." (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi dengan sanad Hasan). Aisyah pernah berkata: "Seorang wanita dalam shalat harus mengenakan tiga pakaian: baju, jilbab dan khimar." Adalah Aisyah pernah mengulurkan izar-nya (pakaian sejenis jubah) dan berjilbab dengannya. 5. Tidak menyerupai pakaian laki-laki. Dari Abu Hurairah berkata: "Rasulullah melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria." Dari Abdullah bin Amru yang berkata: "Saya mendengar Rasulullah bersabda: 'Tidak termasuk golongan kami para wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria dan kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita.'" Dari Abdullah bin Umar yang berkata: "Rasulullah bersabda: 'Tiga golongan yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan memandang mereka pada hari kiamat; Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang bertingkah kelaki-lakian dan menyerupakan diri dengan laki-laki dan dayyuts (orang yang tidak memiliki rasa cemburu).'" Dalam hadits-hadits ini terkandung petunjuk yang jelas mengenai diharamkannya tindakan wanita menyerupai kaum pria, begitu pula sebaiknya. Tidak menyerupai pakaian pria disini, misalnya seorang muslimah memakai celana panjang yang layaknya dipakai oleh seorang laki-laki, memakai kemeja laki-laki dll. Sehingga secara psikologis terpengaruh pada pribadi pemakainya, misalnya merasa sekuat pria, merasa tomboy dll. 6. Tidak menyerupai pakaian 'khas' orang kafir atau orang fasik. Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum muslimin (laki-laki maupun perempuan) tidak boleh bertasyabuh (menyerupai) kepada orang-orang kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakaian khas mereka. Dalilnya adalah firman Allah surat AlHadid:16, yang berbunyi: "Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka

lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik." Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Al-Iqtidha hal. 43: Firman Allah "Janganlah mereka seperti..." merupakan larangan mutlak dari tindakan menyerupai mereka, di samping merupakan larangan khusus dari tindakan menyerupai mereka dalam hal membatunya hati akibat kemaksiatan. Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini (IV/310) berkata: "Karena itu Allah melarang orang-orang beriman menyerupai mereka dalam perkara-perkara pokok maupun cabang. Allah berfirman dalam surat AlMujadalah:22 bahwa tidak ada seorang mumin yang mencintai orang-orang kafir. Barangsiapa yang mencintai orang-orang kafir, maka ia bukan orang mumin, sedangkan tindakan menyerupakan diri secara lahiriah merupakan hal yang dicurigai sebagai wujud kecintaan, oleh karena itu diharamkan. 7. Memakai busana bukan untuk mencari popularitas. Berdasarkan hadits Ibnu Umar yang berkata: "Rasulullah bersabda: 'Barangsiapa mengenakan pakaian (libas) syuhrah di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.'" (Abu Daud II/172; Ibnu Majah II/278-279). Libas Syuhrah adalah setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan untuk meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakain tersebut mahal, yang dipakai oleh seseorang untuk berbangga dengan dunia dan perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai rendah, yang dipakai oleh seseorang untuk menampakkan kezuhudannya dan dengan tujuan riya. Ibnul Atsir berkata: "Syuhrah artinya terlihatnya sesuatu. Maksud dari Libas Syuhrah adalah pakaiannya terkenal di kalangan orang-orang yang mengangkat pandangannya mereka kepadanya. Ia berbangga terhadap orang lain dengan sikap angkuh dan sombong." Demikianlah syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang muslimah dalam menentukan busana yang akan dikenakannya. Semakin kita mengetahui dengan jelas syarat-syarat berbusana muslimah, kita akan lebih dapat berkreasi dengan busana kita. Berbusana muslimah yang harmonis merupakan salah satu tanda ke syukuran kita kepada Allah . Tunggu apalagi? *) penulis adalah sarjana lulusan Pendidikan Tata Busana IKIP Semarang

Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal menjawab: Mungkin sebagian orang sering menemukan di sekitarnya orang-orang yang celananya di atas mata kaki (cingkrang). Bahkan ada yang mencemoohnya dengan menggelarinya sebagai celana kebanjiran. Pembahasan kali ini insya Allah- akan sedikit membahas mengenai cara berpakaian seperti ini apakah memang pakaian ini merupakan ajaran Nabi shallallahu alaihi wa sallam atau bukan. Penampilan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan Celana Setengah Betis Perlu diketahui bahwasanya celana di atas mata kaki adalah sunnah dan ajaran Nabishallallahu alaihi wa sallam. Hal ini dikhususkan bagi laki-laki, sedangkan wanita diperintahkan untuk menutup telapak kakinya. Kita dapat melihat bahwa pakaian Nabi shallallahu alaihi wa sallam selalu berada di atas mata kaki sebagaimana dalam keseharian beliau shallallahu alaihi wa sallam. Dari Al Asyats bin Sulaim, ia berkata : : : : ( : Saya pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya yang berkata, Ketika saya sedang berjalan di kota Al Madinah, tiba-tiba seorang laki-laki di belakangku berkata, Angkat kainmu, karena itu akan lebih bersih. Ternyata orang yang berbicara itu adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Aku berkata,Sesungguhnya yang kukenakan ini tak lebih hanyalah burdah yang bergaris-garis hitam dan putih. Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai teladan? Aku melihat kain sarung beliau, ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua betisnya. (Lihat Mukhtashor Syamail Muhammadiyyah, hal. 69, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan. Beliau katakan hadits ini shohih) Dari Hudzaifah bin Al Yaman, ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah memegang salah satu atau kedua betisnya. Lalu beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Di sinilah letak ujung kain. Kalau engkau tidak suka, bisa lebih rendah lagi. Kalau tidak suka juga, boleh lebih rendah lagi, akan tetapi tidak dibenarkan kain tersebut menutupi mata kaki. (Lihat Mukhtashor Syamail Al Muhammadiyyah, hal.70, Syaikh Al Albani berkata bahwa hadits ini shohih) Dari dua hadits ini terlihat bahwa celana Nabi shallallahu alaihi wa sallam selalu berada di atas mata kaki sampai pertengahan betis. Boleh bagi seseorang menurunkan celananya,

namun dengan syarat tidak sampai menutupi mata kaki. Ingatlah, Nabishallallahu alaihi wa sallam adalah sebagai teladan terbaik bagi kita dan bukanlah professor atau doctor atau seorang master yang dijadikan teladan. Allah Taala berfirman, Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al Ahzab [60] : 21) Menjulurkan Celana Hingga Di Bawah Mata Kaki Perhatikanlah hadits-hadits yang kami bawakan berikut ini yang sengaja kami bagi menjadi dua bagian. Hal ini sebagaimana kami ikuti dari pembagian Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah dalam kitab beliau Syarhul Mumthi padaBab Satrul Awrot. Pertama: Menjulurkan celana di bawah mata kaki dengan sombong Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret pakaianya dalam keadaan sombong. (HR. Muslim no. 5574). Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma juga, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya orang yang menyeret pakaiannya dengan sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat. (HR. Muslim no. 5576) Masih banyak lafazh yang serupa dengan dua hadits di atas dalam Shohih Muslim. Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Ada tiga orang yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat nanti, tidak dipandang, dan tidak disucikan serta bagi mereka siksaan yang pedih. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebut tiga kali perkataan ini. Lalu Abu Dzar berkata,

Mereka sangat celaka dan merugi. Siapa mereka, Ya Rasulullah? Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab, Mereka adalah orang yang isbal, orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu. (HR. Muslim no. 306). Orang yang isbal (musbil) adalah orang yang menjulurkan pakaian atau celananya di bawah mata kaki. Kedua: Menjulurkan celana di bawah mata kaki tanpa sombong Dari Abu Huroiroh radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Kain yang berada di bawah mata kaki itu berada di neraka. (HR. Bukhari no. 5787) Dari hadits-hadits di atas terdapat dua bentuk menjulurkan celana dan masing-masing memiliki konsekuensi yang berbeda. Kasus yang pertama -sebagaimana terdapat dalam hadits Ibnu Umar di atas- yaitu menjulurkan celana di bawah mata kaki (isbal) dengan sombong. Hukuman untuk kasus pertama ini sangat berat yaitu Allah tidak akan berbicara dengannya, juga tidak akan melihatnya dan tidak akan disucikan serta baginya azab (siksaan) yang pedih. Bentuk pertama ini termasuk dosa besar. Kasus yang kedua adalah apabila seseorang menjulurkan celananya tanpa sombong. Maka ini juga dikhawatirkan termasuk dosa besar karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengancam perbuatan semacam ini dengan neraka. Perhatikan bahwasanya hukum di antara dua kasus ini berbeda. Tidak bisa kita membawa hadits muthlaq dari Abu Huroiroh pada kasus kedua ke hadits muqoyyad dari Ibnu Umar pada kasus pertama karena hukum masing-masing berbeda. Bahkan ada sebuah hadits dari Abu Said Al Khudri yang menjelaskan dua kasus ini sekaligus dan membedakan hukum masing-masing. Lihatlah hadits yang dimaksud sebagai berikut. Pakaian seorang muslim adalah hingga setengah betis. Tidaklah mengapa jika diturunkan antara setengah betis dan dua mata kaki. Jika pakaian tersebut berada di bawah mata kaki maka tempatnya di neraka. Dan apabila pakaian itu diseret dalam keadaan sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya (pada hari kiamat nanti). (HR.

Abu Daud no. 4095. Dikatakanshohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih Al Jami Ash Shogir, 921) Jika kita perhatikan dalam hadits ini, terlihat bahwa hukum untuk kasus pertama dan kedua berbeda. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa jika menjulurkan celana tanpa sombong maka hukumnya makruh karena menganggap bahwa hadits Abu Huroiroh pada kasus kedua dapat dibawa ke hadits Ibnu Umar pada kasus pertama. Maka berarti yang dimaksudkan dengan menjulurkan celana di bawah mata kaki sehingga mendapat ancaman (siksaan) adalah yang menjulurkan celananya dengan sombong. Jika tidak dilakukan dengan sombong, hukumnya makruh. Hal inilah yang dipilih oleh An Nawawi dalam Syarh Muslim dan Riyadhus Shalihin, juga merupakan pendapat Imam Syafii serta pendapat ini juga dipilih oleh Syaikh Abdullah Ali Bassam di Tawdhihul Ahkam min Bulughil Marom -semoga Allah merahmati mereka-. Namun, pendapat ini kurang tepat. Jika kita melihat dari hadits-hadits yang ada menunjukkan bahwa hukum masing-masing kasus berbeda. Jika hal ini dilakukan dengan sombong, hukumannya sendiri. Jika dilakukan tidak dengan sombong, maka kembali ke hadits mutlak yang menunjukkan adanya ancaman neraka. Bahkan dalam hadits Abu Said Al Khudri dibedakan hukum di antara dua kasus ini. Perhatikan baik-baik hadits Abu Said di atas: Jika pakaian tersebut berada di bawah mata kaki maka tempatnya di neraka. Dan apabila pakaian itu diseret dalam keadaan sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya (pada hari kiamat nanti). Jadi, yang menjulurkan celana dengan sombong ataupun tidak, tetap mendapatkan hukuman. Wallahu alam bish showab. Catatan: Perlu kami tambahkan bahwa para ulama yang menyatakan makruh seperti An Nawawi dan lainnya, mereka tidak pernah menyatakan bahwa hukum isbal adalah boleh kalau tidak dengan sombong. Mohon, jangan disalahpahami maksud ulama yang mengatakan demikian. Ingatlah bahwa para ulama tersebut hanya menyatakan makruh dan bukan menyatakan boleh berisbal. Ini yang banyak salah dipahami oleh sebagian orang yang mengikuti pendapat mereka. Maka hendaklah perkara makruh itu dijauhi, jika memang kita masih memilih pendapat yang lemah tersebut. Janganlah terus-menerus dalam melakukan yang makruh. Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua. Sedikit Kerancuan, Abu Bakar Pernah Menjulurkan Celana Hingga di Bawah Mata Kaki Bagaimana jika ada yang berdalil dengan perbuatan Abu Bakr di mana Abu Bakr dahulu pernah menjulurkan celana hingga di bawah mata kaki? Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah pernah mendapat pertanyaan semacam ini, lalu beliau memberikan jawaban sebagai berikut. Adapun yang berdalil dengan hadits Abu Bakr radhiyallahu anhu, maka kami katakan tidak ada baginya hujjah (pembela atau dalil) ditinjau dari dua sisi.

Pertama, Abu Bakr radhiyallahu anhu mengatakan, Sesungguhnya salah satu ujung sarungku biasa melorot kecuali jika aku menjaga dengan seksama. Maka ini bukan berarti dia melorotkan (menjulurkan) sarungnya karena kemauan dia. Namun sarungnya tersebut melorot dan selalu dijaga. Orang-orang yang isbal (menjulurkan celana hingga di bawah mata kaki, pen) biasa menganggap bahwa mereka tidaklah menjulurkan pakaian mereka karena maksud sombong. Kami katakan kepada orang semacam ini : Jika kalian maksudkan menjulurkan celana hingga berada di bawah mata kaki tanpa bermaksud sombong, maka bagian yang melorot tersebut akan disiksa di neraka. Namun jika kalian menjulurkan celana tersebut dengan sombong, maka kalian akan disiksa dengan azab (siksaan) yang lebih pedih daripada itu yaitu Allah tidak akan berbicara dengan kalian pada hari kiamat, tidak akan melihat kalian, tidak akan mensucikan kalian dan bagi kalian siksaan yang pedih. Kedua, Sesungguhnya Abu Bakr sudah diberi tazkiyah (rekomendasi atau penilaian baik) dari Nabi shallallahu alaihi wa sallamdan sudah diakui bahwa Abu Bakr tidaklah melakukannya karena sombong. Lalu apakah di antara mereka yang berperilaku seperti di atas (dengan menjulurkan celana dan tidak bermaksud sombong, pen) sudah mendapatkan tazkiyah dan syahadah(rekomendasi)?! Akan tetapi syaithon membuka jalan untuk sebagian orang agar mengikuti ayat atau hadits yang samar (dalam pandangan mereka, pen) lalu ayat atau hadits tersebut digunakan untuk membenarkan apa yang mereka lakukan. Allah-llah yang memberi petunjuk ke jalan yang lurus kepada siapa yang Allah kehendaki. Kita memohon kepada Allah agar mendapatkan petunjuk dan ampunan. (Lihat Fatawal Aqidah wa Arkanil Islam, Darul Aqidah, hal. 547-548). Marilah Mengagungkan dan Melaksanakan Ajaran Nabi shallallahu alaihi wa sallam Allah Taala berfirman, Barangsiapa yang mentaati Rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. (QS. An Nisa [4] : 80) Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (QS. An Nur [24] : 63) Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (QS. An Nur [24] : 54)

Hal ini juga dapat dilihat dalam hadits Al Irbadh bin Sariyah radhiyallahu anhu seolaholah inilah nasehat terakhir Nabishallallahu alaihi wa sallam. Beliau shallallahu alaihi wa sallam menasehati para sahabat radhiyallahu anhum, Berpegangteguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafaur rosyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian. (HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban. At Tirmidizi mengatakan hadits ini hasan shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targhib wa At Tarhib no. 37) Salah seorang khulafaur rosyidin dan manusia terbaik setelah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Abu Bakar Ash Shiddiqradhiyallahu anhu mengatakan, Aku tidaklah biarkan satupun yang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam amalkan kecuali aku mengamalkannya karena aku takut jika meninggalkannya sedikit saja, aku akan menyimpang. (Lihat Shohih wa Dhoif Sunan Abi Daud, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa atsar ini shohih) Sahabat Sangat Perhatian dengan Masalah Celana Sebagai penutup dari pembahasan ini, kami akan membawakan sebuah kisah yang menceritakan sangat perhatiannya salaf (shahabat) dengan masalah celana di atas mata kaki, sampai-sampai di ujung kematian masih memperingatkan hal ini. Dalam shohih Bukhari dan shohih Ibnu Hibban, dikisahkan mengenai kematian Umar bin Al Khaththab setelah dibunuh seseorang ketika shalat. Lalu orang-orang mendatanginya di saat menjelang kematiannya. Lalu datanglah pula seorang pemuda. Setelah Umar ngobrol sebentar dengannya, ketika dia beranjak pergi, terlihat pakaiannya menyeret tanah (dalam keadaan isbal). Lalu Umar berkata, Panggil pemuda tadi! Lalu Umar berkata, Wahai anak saudaraku. Tinggikanlah pakaianmu! Sesungguhnya itu akan lebih mengawetkan pakaianmu dan akan lebih bertakwa kepada Rabbmu. Jadi, masalah isbal (celana menyeret tanah) adalah perkara yang amat penting. Jika ada yang mengatakan kok masalah celana saja dipermasalahkan? Maka cukup kisah ini

sebagai jawabannya. Kita menekankan masalah ini karena salaf (shahabat) juga menekankannya. -Semoga kita dimudahkan dalam melaksanakan ketaatan kepada AllahSemoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Semoga Allah selalu memberikan ilmu yang bermanfaat, rizki yang thoyib, dan menjadikan amalan kita diterima di sisiNya. Innahu samiun qoriibum mujibud daawaat. Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ala nabiyyina Muhammad wa ala alihi wa shohbihi wa sallam. Selesai disusun di Yogyakarta, pada siang hari, hari ke-29 bulan Shofar tahun 1429 H bertepatan dengan hari ied umat Islam setiap pekannya (Jumat), 7 Maret 2008

Vous aimerez peut-être aussi