Vous êtes sur la page 1sur 5

TUGAS BAHASA INDONESIA

MERINGKAS NOVEL

NAMA KELAS SEKOLAH MATA PELAJARAN

: ARFAN YUSUP RAMADHAN : VI 2 : SD NEGERI KARANG ASIH 12 : BAHASA INDONESIA

JUDUL PENULIS

: THE MOTEL : ARI Z. NANTO

JUMLAH HALAMAN YANG DI BACA : 12 POKOK POKOK ISI : - Misteri di dalam kamar motel nomor 13 - Hujan sore baru saja reda, menyisakan rintik dan kesejukan

THE MOTEL

Hujan sore baru saja reda, menyisakan rintik dan kesejukan. Bau rumput basah yang terbawa embusan angin bercampur dengan aroma bunga melati di halaman samping sebuah motel. Di sana berdiri seorang pemuda yang mengenakan jaket pendek dan kaos leher V. di tangannya tergenggam sebuah kamera mahal keluaran terbaru. Di pundaknya, tergantung tas ransel yang tampak lusuh. Mata pemuda itu menatap lurus ke atas, ke sebuah jendela kamar motel yang terbuka di lantai dua. Sesekali dipicingkan matanya dan di angkat tangan kirinya ke kening seperti orang yang sedang memberi hormat. Dari hela nafasnya, terdengar jelas bahwa ia sudah tidak sabar menunggu lebih lama. Matanya melirik ke jam yang melingkar di pergelangan tangan. Sementara itu, beberapa meter jaraknya dari tempat pemuda itu berdiri, seorang lelaki tua tengah menggali tanah di pekarangan belakang motel. Di sana terdapat sebuah makam yang terlihat cukup terawat. Ukiran pada batu nisannya bertuliskan nama seorang wanita ,Elisabet. Setelah dirasa cukup dalam, lelaki tua itu baru berhenti menggali. Nafasnya tersengal. Peluh sudah bercampur dengan sisa air hujan. Senyumnya mengembang dan ia terlihat sangat puas. Sambil menenteng cangkul, ia bergerak menuju si pemuda yang nampak tidak antusias. sedang menunggu apa, nak surya?

Setengah kaget pemuda itu menoleh. Eh , pak Brata. Ini lho, sedang menunggu kelelawar kelelawar keluar dari jendela kamar itu. Biasanya sore begini sudah pada beterbangan mencari makan. Lelaki tua itu tersenyum. Sebuah sikap bersahabat yang khas milik orang desa. sabar saja nak surya. Paling paling sebentar lagi kelelawar kelelawar itu muncul. Surya membalas dengan senyum dipaksakan. Dari gurat wajahnya, terpancar sebuah rasa penasaran yang selama ini tertahan. Kalau boleh tahu, pak Brata, kamar di atas sana itu Mm, maksud saya, siapa yang tinggal didalamnya? Kalau tidak salah kamar nomor 13 ya? Lagi-lagi pak Brata hanya tersenyum. Memangnya kenapa , Nak Surya? Sudah dua hari ini saya perhatikan, dari dalam kamar itu selalu banyak kelelawar keluar masuk. Saya berhasil membuat dokumentasi fotonya ketika mereka keluar kamar di sore hari dan baru masuk di pagi hari. Pak Brata mau lihat? Lelaki tua itu mengangguk perlahan. Surya menurunkan tas ranselnya. Denga susah payah, ia berusaha membuka zipper yang macet. Maklum, Pak Brata, tas keramat. Isinya sih tidak terlalu penting. Yang paling utama dan harus ada di dalamnya adalah kamera. Tas butut ini telah menemani saya berpetualang. Seperti waktu di sumatera dan kalimantan, saya berhasil membuat foto harimau, macan dahan, macan tutul, tapir dan orang utan. Pak Brata mengangguk beberapa kali mendengar penuturan pemuda

dihadapannya. Nah, ini dia Pak fotonya. Pak Brata memperhatikan foto-foto kelelawar hasil jepretan surya. Bagaimana , Pak? Bagus kan? Pak Brata kembali mengangguk.Bagus. Mau kamu apakan foto foto itu nantinya? Ya pasti akan saya publikasikan di majalah tempat saya bekerja dong, Pak Brata. Saya ini kan wartawan, meski Cuma freelance. Apa yang kamu tau tentang kelelawar?

Dari semua binatang, terus terang saya paling tertarik dengan kelelawar. Hewan ini merupakan satu-satunya jenis mamalia yang bisa terbang dengan menggunakan sayapnya. Karena sangat sensitifterhadap dehidrasi, mereka aktif mencari makan dan terbang pada malam hari. Siang harinya, mereka justru tidur dengan posisi bergelantung terbalik. Benar benar binatang yang unik bukan? Pak Brata mendengar dengan seksama. Tapi biasanya kelelawar memiliki mata yang besar, bentangan sayap dua meter dan berat mencapai satu setengah kilogram. Kelelawar kelelawar disini sejauh penglihatan saya, panjang tubuhnya hanya tujuh sampai sembilan sentimeter atau kira kira sebesar ibu jari. Beratnya antara lima belas sampai lima puluh gram dengan bulu berwarna cokelat keabu abuan. Saya tidak pernah melihat kelelawar seperti ini sebelumnya, pak. Mungkin pak Brata tahu apa nama kelelawar kelelawar itu? Pak Brata menghela nafas dalam. Wajahnya tertunduk. Surya menangkap sekelebatan cahaya dalam mata orang tua itu yang tampak kebingungan untuk menjawab. Sebelum Surya menggerakan bibirnyauntuk kembali bertanya, tiba tiba segerombolan kelelawar beterbangan keluar dari dalam kamar itu. Jumlahnya mencapai puluhan, bahkan mungkin ratusan ekor. Dengan sigap Surya membidikan kameranya ke arah kelelawar kelelawar itu. Dia tersenyum karena berhasil mengambil gambar beberapa kali. Tapi senyumnya pupus begitu menyadari ada sesuatu yang menyembul keluar dari balik jendela yang terbuka. Wujudnya tidak begitu jelas. Hanya siluet hitam yang menyerupai sesosok manusia. Surya sendiri tidak begitu yakin. Dia membalikan badannya untuk bertanya kepada pak Brata. Siapa yang berdiri di.. Brak! Surya tidak sempat melanjutkan kalimatnya. Dia ambruk dengan luka di kepala yang cukup lebar karena di hantam cangkul Pak Brata. Dari balik jendela dapur, Bu Brata memperhatikan suaminya yang tegah melepas pakaian yang dikenakan Surya. Dengan sebuah suntikan besar, Pak Brata menyedot darah segar keluar dari tubuh Surya dan menampungnya di ember. Pak Brata lalu

memberi isyarat agar isterinya itu turun. Bu Brata keluar sambil menenteng baskom kosong yang akan dipergunakan sebagai wadahberisi darah surya. Sudah sana cepat! perintah Pak Brata. Bu Brata yang selalu tampak dalam keadaan ketakutan itu beringsut pergi. Dia kembali naik ke atas. Dari balik jendela dapur, ia memperhatikan suaminya yang tengah mengubur barang barang milik surya, seperti pakaian, tas, kamera dan foto foto ke dalam lubang yang telah ia gali. Tanpa perasaan berdosa, Pak Brata menggotong tubuh surya yang telah menjadi mayat dan membawanya ke atas. Bu Brata melangkah dengan kaki dan tangan yang gemetaran. Dia menuju ke kamar nomor 13. Mengetuk pintu tiga kali dan menunggu dengan wajah tertunduk ketakutan. Dari dalam terdengar nafas berat yang kian lama kian jelas. Perlahan pintu itu terbuka. Bu Brata menyodorkan baskom berisi darah kepada sosok gelap di hadapannya. Ketika pintu kembali tertutup, Bu Brata baru bisa menghela nafas lega. Dari dapur, ia mendengar suara seekor anjing yang terus menyalak dengan keras. Sebagai pertanda bahwa makan malamnya sebentar lagi siap tersaji.

Vous aimerez peut-être aussi