Vous êtes sur la page 1sur 11

I W.

Mudita (2004)

ANALISIS AGROEKOSISTEM, PENGAMBILAN KEPUTUSAN, DAN EVALUASI PENGENDALIAN: Tanaman Kakao1


I W. Mudita Dosen pada PS Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Undana, Jl. Adisucipto, Penfui, Kupang 85001, NTT, e-mail: mudita.mailto@gmail.com

A. Apa Itu Analisis Agroekosistem? Apa itu agroekosistem telah diuraikan pada materi mengenai metode pemantauan agroekosistem serta peramalan hama dan penyakit sehingga tidak perlu lagi diuraikan pada materi ini. Bila diperlukan, pelajari kembali materi tersebut untuk memperoleh pemahaman yang lebih jelas mengenai apa yang dimaksud agroekosistem. Istilah analisis agroekosistem sering digunakan dalam berbagai konteks yang berbeda. Dalam kaitan dengan sistem usahatani misalnya, analisis agroekosistem dilakukan terutama untuk menggambarkan keadaan usahatani di suatu wilayah. Dalam kaitan dengan pengamatan perdesaan secara singkat analisis agroekosistem dilakukan dengan menggambarkan keadaan agroekosistem dalam bentuk gambar transek. Dalam kaitan dengan PHT analisis agroekosistem berkaitan dengan penentuan kemampuan merusak suatu hama atau penyakit, nilai kehilangan hasil yang ditimbulkan berkaitan dengan kerusakan yang terjadi, dan biaya pengendalian yang diperlukan untuk mengurangi kehilangan hasil. Analisis agroekosistem tersebut diperlukan terutama sebagai dasar untuk melakukan pengambilan keputusan pengendalian hama atau penyakit. Pengambilan keputusan pengendalian suatu pengendalian hama atau penyakit merupakan suatu proses untuk menentukan apakah suatu tindakan pengendalian yang biayanya telah ditentukan sudah perlu atau belum perlu diambil berdasarkan nilai kehilangan hasil tertentu yang akan dapat diselamatkan. Selanjutnya, bila telah dilakukan suatu tindakan pengendalian, perlu diketahui apakah tindakan yang dilakukan memberikan hasil yang efektif dan apakah menimbulkan dampak lain. B. Mengapa Perlu Analisis Agroekosistem? Analisis agroekosistem perlu dilakukan sebagai dasar pengambilan keputusan pengendalian. Data hasil pemantauan agroekosistem pada dasarnya merupakan data mentah yang jumlahnya banyak dan belum menunjukkan suatu pola tertentu. Data yang jumlahnya banyak dan membingungkan tersebut perlu diringkaskan untuk menghitung suatu nilai tertentu yang d apat dijadikan patokan pengambilan keputusan pengendalian. Misalnya dari hasil pemantauan diperoleh data padat populasi hama, data jenis dan padat populasi musuh alami, data biaya pengendalian, data produksi tanaman, data kehilangan hasil tanaman, dan sebagainya. Data yang sedemikian banyak ini perlu ditabulasikan dan digunakan untuk menghitung suatu besaran tertentu yang lebih sederhana. Besaran yang lebih sederhana itulah nantinya yang akan digunakan sebagai patokan pengambilan keputusan pengendalian. C. Bagaimana Cara Melakukan Analisis Agroekosistem? Cara melakukan analisis agroekosistem tergantung pada apa yang dianalisis dan untuk apa analisis dilakukan. Berikut akan diuraikan cara melakukan analisis untuk menentukan: (1) kemampuan merusak dan menurunkan produksi tanaman yang terjadi karena adanya suatu hama atau penyakit tertentu, (2) nilai kehilangan hasil yang ditimbulkan oleh suatu hama atau penyakit, dan (3) penentuan biaya pengendalian yang
1) Materi Pelatihan Petugas Sekolah Lapang Pengelolaan Hama Terpadu Tanaman Kakao dan Kelapa yang Diselenggarakan Dinas Perkebunan Provinsi NTT di Kupang pada 27 September-9 Oktober 2004

Materi Pelatihan Petugas SLPHT Dinas Perkebunan Provinsi NTT

I W. Mudita (2004)

diperlukan untuk mengurangi kehilangan hasil yang dapat ditimbulkan oleh suatu hama dan penyakit. Analisis agroekosistem selalu dimulai dengan mentabulasi data hasil pemantauan agroekosistem. Untuk mempermudah dan mempercepat, tabulasi data sebaiknya dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan program aplikasi tabel lajur, misalnya Excel. Penggunaan program aplikasi tabel lajur akan mempercepat berbagai perhitungan yang diperlukan, terutama perhitungan matematika seperti penjumlahan dan pengurangan, perkalian dan pembagian, serta perhitungan statistika seperti penentuan nilai rata-rata dari banyak satuan pemantauan. Kemampuan merusak suatu jenis hama atau penyakit menentukan besar kehilangan hasil yang akan terjadi. Kemampuan merusak suatu hama tergantung pada padat populasinya, sedangkan kemampuan merusak suatu penyakit tercermin sebagai intensitas penyakit yang bersangkutan. Intensitas kerusakan yang disebabkan oleh serangan hama dan intensitas penyakit selanjutnya mempengaruhi besar dan nilai kehilangan hasil yang akan terjadi. Untuk menentukan kemampuan merusak dan menimbulkan kehilangan hasil oleh suatu hama atau penyakit tertentu kita memerlukan data padat populasi hama, intensitas kerusakan karena serangan hama, dan intensitas penyakit. Data tersebut diperoleh dengan cara melakukan analisis terhadap hasil tabulasi data survai atau data pengamatan yang dilakukan dalam kegiatan pemantauan agroekosistem. Padat populasi hama dan musuh alami dapat berupa padat populasi mutlak, nisbi, atau indeks populasi sebagaimana telah diuraikan pada materi mengenai pemantauan agroekosistem. Untuk kepentingan analisis agroekosistem diperlukan padat populasi mutlak. Data padat populasi yang diperlukan adalah: 1) Padat populasi sebelum dilakukan tindakan pengendalian. Bila seuruh areal tanaman telah menerima tindakan pengendalian maka data padat populasi sebelum pengendalian dapat diperoleh melalui wawancara. Bila masih terdapat areal tanaman yang belum dikendalikan maka data padat populasi dapat diperoleh melalui pengamatan lapangan. 2) Padat populasi setelah dilakukan tindakan pengendalian. Data padat populasi ini diperoleh melalui pengamatan bila areal tanaman telah memperoleh tindakan pengendalian. Bila tidak ada areal tanaman yang telah menerima tindakan pengendalian maka data padat populasi ini diperoleh dengan melakukan percobaan pengendalian secara terbatas. Padat populasi ditentukan untuk setiap satuan pemantauan. Perbedaan antara padat populasi sebelum dan setelah pengendalian menunjukkan nilai efektivitas pengendalian yang dihitung dengan persamaan: Data padat populasi ditabulasi bersama-sama dengan data intensitas kerusakan dan data kehilangan hasil sebagaimana disajikan pada Lampiran 1. E=

X1 X 2 x 100 X1

Dengan keterangan E=persentase efektivitas pengendalian, X1=padat populasi sebelum pengendalian, dan X2=padat populasi setelah pengendalian. Intensitas kerusakan karena serangan hama maupun intensitas penyakit dapat dinyatakan sebagai: 1) Persentase bagian-bagian satuan pemantauan yang terserang hama atau yang menderita penyakit. 2) Persentase kisaran luas permukaan bagian-bagian satuan pemantauan ang terserang hama atau yang menderita penyakit. 3) Persentase skor kerusakan satuan pemantauan karena serangan hama atau karena menderita penyakit. Cara pertama dan kedua menghasilkan data persentase berskala rasio, sedangkan cara ketiga menghasilkan data persentase berskala ordinal. Cara penghitunga intensitas kerusakan dengan menggunakan cara tersebut di atas diuraikan di bawah ini.

Materi Pelatihan Petugas SLPHT Dinas Perkebunan Provinsi NTT

I W. Mudita (2004)

Penghitungan intensitas dengan cara menghitung jumlah bagian-bagian satuan pemantauan yang rusak atau berpenyakit dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: i=

n rusak x 100 ntotal

dengan keterangan: i=persentase intensitas kerusakan karena serangan hama atau intensitas penyakit untuk satu satuan pemantauan, nrusak=jumlah bagian satuan pemantauan yang rusak atau berpenyakit, dan ntotal=jumlah seluruh bagian dalam satu satuan pemantauan. Intensitas yang diperoleh dari setiap satuan pemantauan kemudian dihitung nilai rata-ratanya untuk seluruh satuan pemantauan. Cara perhitungan disajikan pada Lampiran 2a. Penghitungan intensitas kerusakan karena serangan hama maupun intensitas penyakit yang dilakukan dengan cara penentuan kisaran kerusakan bagian-bagian satuan pemantauan dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: i=

( p * q)
100n

x 100

dengan keterangan: i=persentase intensitas kerusakan karena serangan hama atau intensitas penyakit untuk satu satuan pemantauan, p=jumlah bagian satuan pemantauan dengan kisaran kerusakan tertentu, q=nilai kisaran kerusakan yang sama untuk sejumlah n bagian satuan pemantauan, dan n=jumlah seluruh bagian dalam satu satuan pemantauan. Intensitas yang diperoleh dari setiap satuan pemantauan kemudian dihitung nilai rataratanya untuk seluruh satuan pemantauan. Cara perhitungan disajikan pada Lampiran 2b. Penghitungan intensitas kerusakan karena serangan hama maupun intensitas penyakit yang dilakukan dengan cara pemberian skor dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: I=

(n * v)
Z*N

x 100

dengan keterangan: I=persentase skor intensitas kerusakan rata-rata, n=jumlah satuan pemantauan dengan nilai skor yang sama, v=nilai skor sama untuk sejumlah n satuan pemantauan, Z=nilai skor yang ditetapkan tertinggi, dan N=jumlah seluruh satuan pemantauan. Cara perhitungan disajikan pada Lampiran 2c. Kemampuan merusak suatu hama ditentukan dengan melakukan analisis regresi terhadap data padat populasi hama dan intensitas kerusakan yang ditimbulkannya. Analisis regresi merupakan teknik analisis statistika untuk menentukan hubungan antar sesuatu, dalam hal ini antara padat populasi dan intensitas kerusakan tanaman karena serangan hama. Analisis regresi yang dilakukan adalah analisis regresi linier sederhana melalui titik nol. Analisis tersebut dapat dilakukan dengan mudah dengan menggunakan program aplikasi tabel lajur Excel. Selanjutnya, untuk menentukan besar kehilangan hasil yang ditimbulkan oleh kerusakan yang terjadi dilakukan analisis regresi sederhana yang sama antara data intensitas kerusakan tanaman karena serangan hama dengan data kehilangan hasil atau antara data intensitas penyakit dengan data kehilangan hasil. Melalui analisis regresi ini diperoleh besaran yang menyatakan kemampuan merusak suatu hama dan besaran yang menyatakan kehilangan hasil yang ditimbulkan oleh kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu hama atau penyakit. Persamaan regresi untuk menyatakan hubungan antara padat populasi hama dan intensitas kerusakan tanaman maupun antara intensitas kerusakan tanaman atau intensitas penyakit dengan besar kehilangan hasil adalah: Y=1X dengan Y menyatakan intensitas kerusakan dan X menyatakan padat populasi hama pada analisis regresi yang pertama atau Y menyatakan besar kehilangan hasil dan X menyatakan intensitas kerusakan tanaman atau intensitas penyakit pada analisis regresi yang kedua. 1 menyatakan kemampuan merusak tanaman oleh hama pada analisis regresi yang pertama atau kemampuan menimbulkan kehilangan hasil pada analisis regresi yang pertama.

Materi Pelatihan Petugas SLPHT Dinas Perkebunan Provinsi NTT

I W. Mudita (2004)

Besar kehilangan hasil ditentukan dengan menggunakan data hasil tabulasi terhadap data hasil survai atau pengamatan yang dilakukan dalam pelaksanaan pemantauan agroekosistem. Data produksi yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut: 1) Data produksi sebelum adanya hama atau penyakit. Data ini hanya mungkin diperoleh melalui wawancara dengan petani. 2) Data produksi setelah ada hama atau penyakit tetapi sebelum dilakukan tindakan pengendalian. Data ini dapat diperoleh melalui pengamatan bila pada saat dilakukan pemantauan agroekosistem masih terdapat areal tanaman yang belum diberikan tindakan pengendalian. Data ini hanya dapat diperoleh melalui wawancara bila pada saat dilakukan pemantauan agroekosistem tidak lagi tersedia areal tanaman yang belum dikendalikan. 3) Data produksi setelah ada hama atau penyakit dan setelah dilakukan tindakan pengendalian. Data ini diperoleh melalui pengamatan dalam pelaksanaan pemantauan agroekosistem bila pada saat dilakukan pemantauan telah ada areal tanaman yang diberikan tindakan pengendalian. Data produksi tersebut setelah dikalikan dengan data harga hasil akan menghasilkan data nilai produksi yang terdiri atas nilai produksi sebelum adanya hama atau penyakit, nilai produksi setelah ada hama atau penyakit tetapi sebelum dilakukan tindakan pengendalian, dan nilai produksi setelah ada hama atau penyakit dan setelah dilakukan tindakan pengendalian. Cara perhitungan besar dan nilai produksi disajikan pada Lampiran 3. Kehilangan hasil dihitung sebagai selisih jumlah produksi antara keadaan tanpa hama dengan keadaan ada hama. Kehilangan hasil terdiri atas kehilangan hasil secara kuantitas kuantitas atau pengurangan jumlah hasil dan kehilangan hasil secara kualitas atau penurunan mutu hasil. Nilai kehilangan hasil dihitung sebagai hasil kali antara kehilangan hasil dengan harga hasil. Dalam hal kehilangan hasil berupa penurunan mutu hasil maka perkalian dilakukan terhadap jumlah hasil dengan mutu tertentu yang masingmasing harganya berbeda. Nilai kehilangan hasil dihitung per satuan luas areal tanaman per satuan waktu. Cara perhitungan kehilangan hasil disajikan pada Lampiran 3. Biaya pengendalian terdiri atas satuan biaya sebagai berikut: 1) Biaya bahan habis pakai. Biaya habis pakai tergantung pada metode dan teknik pengendalian yang digunakan. Bila digunakan lebih dari satu metode atau teknik pengendalian maka harus dihitung biaya bahan untuk setiap metode dan teknik pengendalian. Misalkan pengendalian dilakukan dengan menggunakan insektisida dengan teknik injeksi batang menggunakan mesin bor maka biaya bahan meliputi biaya insektisida dan biaya bahan bakar mesin bor. Bila insektisida diaplikasikan dengan teknik penyemprotan manual maka biaya bahan terdiri atas biaya pestisida dan biaya air untuk mencampur pestisida. Biaya setiap bahan pengendalian dalam sebulan dihitung sebagai hasil kali antara volume bahan yang digunakan dalam sekali aplikasi dikalikan dengan frekuensi aplikasi dalam sebulan dan dikalikan dengan harga setiap volume bahan yang dihabiskan. 2) Biaya alat tidak habis pakai. Biaya peralatan tidak habis pakai tergantung pada kepemilikan alat. Bila alat disewa dari pihak lain maka yang dihitung sebagai biaya alat adalah harga sewa. Biaya sewa dihitung sebagai biaya sewa harian dikalikan dengan jumlah hari sewa dalam sekali aplikasi dan dikalikan dengan frekuensi aplikasi dalam sebulan. Bila alat adalah milik petani sendiri maka yang dihitung sebagai biaya alat adalah biaya penyusutan alat untuk sekali pakai sebagai harga alat dibagi dengan hasil kali antara umur pakai alat dan frekuensi pemakan selama umur tersebut. 3) Biaya tenaga kerja. Biaya tenaga kerja bulanan dihitung sebagai hasil kali antara jumlah hari kerja per aplikasi dikali dengan upah harian dan dengan frekuensi aplikasi dalam sebulan. Ketiga komponen biaya tersebut kemudian dijumlahkan untuk memperoleh biaya pengendalian total. Biaya pengendalian kemudian dihitung per satuan luas areal tanaman per satuan waktu. Cara perhitungan biaya pengendalian disajikan pada Lampiran 4. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, analisis agroekosistem dalam PHT dilakukan untuk pengambilan keputusan pengendalian hama. Salah satu dasar pengambilan keputusan pengendalian hama yang digunakan dalam PHT adalah Ambang

Materi Pelatihan Petugas SLPHT Dinas Perkebunan Provinsi NTT

I W. Mudita (2004)

Ekonomi (AE) sebagaimana akan diuraikan pada bagian berikut. Pada bagian ini perlu terlebih dahulu disampaikan bahwa penentuan AE dilakukan dengan pendekatan analisis ekonomi. Penentuan AE, dengan demikian, dapat dilakukan dengan menggunakan data hasil analisis agroekosistem. Hasil analisis yang diperlukan untuk penentuan AE adalah: 1) Nilai kehilangan hasil. Penghitungan nilai kehilangan hasil berdasarkan data hasil survai telah diuraikan di atas. 2) Biaya pengendalian. Penghitungan biaya pengendalian berdasarkan hasil survai telah diuraikan di atas. 3) Potensi merusak oleh setiap individu hama. Penentuan merusak oleh setiap individu hama dilakukan dengan melakukan analisis regresi antara padat populasi hama dengan intensitas kerusakan tanaman sebagaimana telah diuraikan di atas. 4) Potensi menurunkan hasil oleh setiap satuan kerusakan. Penentuan potensi menurunkan hasil setiap satuan kerusakan dilakukan dengan melakukan analisis regresi antara data intensitas kerusakan tanaman dengan data kehilangan hasil tanaman sebagaimana telah diuraikan di atas. Bila nilai kehilangan hasil yang dapat diselamatkan dengan melakukan suatu tindakan pengendalian dinyatakan dengan B dan biaya pengendalian dinyatakan untuk menyelamatkan kehilangan hasil tersebut dengan C maka AE titik impas dihitung sebagai:

B =1 atau B=C C
Dalam hal ini nilai C dapat dihitung dengan mudah sebab merupakan penjumlahan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pengendalian. B merupakan nilai kehilangan hasil yang dapat diselamatkan melalui suatu tindakan pengendalian, yaitu hasil kali antara besar kehilangan hasil yang dapat diselamatkan (L) dengan harga setiap satuan hasil yang hilang (P). Pada pihak lain, L tergantung pada padat populasi hama pada saat dikendalikan, misalkan p, kemampuan merusak setiap individu hama, misalkan D, dan kemampuan setiap satuan kerusakan untuk menurunkan hasil, misalkan K. Besar nilai D dan K diperoleh melalui analisis regresi sebagaimana telah diuraikan di atas. Dengan demikian maka:

P*L P* p*D*K =1 atau =1 C C


p dalam hal ini menyatakan padat populasi hama pada saat harus dilakukan pengendalian, yaitu padat populasi yang didefinisikan sebagai AE. Hasil analisis agroekosistem dengan demikian dapat digunakan untuk menentukan nilai Ambang Ekonomi (AE) dengan menggunakan persamaan: p=AE=

C P*D*K

Misalkan biaya pengendalian per ha per bulan adalah Rp 50.000, harga setiap kg biji kakao adalah Rp 7.000, D=2,05 (hasil analisis regresi), dan K=1,27 maka AE=2,74 atau 3 telur PBK per buah kakao. Analisis agroekosistem memerlukan banyak perhitungan matematika maupun statistika. Perhitungan matematika dilakukan dengan menggunakan operator penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan perpangkatan yang disediakan oleh program aplikasi tabel lajur Excel. Dalam melakukan perhitungan dengan Excel, setiap sel yang memuat suatu data dinyatakan dengan huruf kolom (A, B, C, dst.) dan angka baris (misal 1, 2, 3, dst). Misalnya data padat populasi yang diketik pada kolom C baris 5 dirujuk sebagai C5. Perhitungan matematika dengan menggunakan Excel dilakukan dengan menggunakan operator sebagai berikut: 1) Penjumlahan, menggunakan operator +, misal =B3+B4. 2) Pengurangan, menggunakan operator -. Misal =B4-C4 3) Perkalian, menggunakan operator *, misal =C4*5 4) Pembangian, menggunakan operator /, misal =D5/3 atau =D4/D3 5) Perpangkatan, emnggunakan operator ^, misal =E5^3. Perhitungan statistika dapat dilakukan dengan:

Materi Pelatihan Petugas SLPHT Dinas Perkebunan Provinsi NTT

I W. Mudita (2004)

1) Memanfaatkan fungsi statistika, misal untuk menghitung jumlah digunakan fungsi SUM dengan cara =SUM(B5:B10), untuk menghitung nilai rata-rata digunakan fungsi AVERAGE dengan cara =AVERAGE(B5:B10). 2) Menggunakan fasilitas Data Analysis. Fasilitas ini tersedia bila modul Statistical Tool Pack diinstalasi sehingga pada menu Tools ditambahkan pilihan fasilitas Data Analysis. Ketika fasilitas Data Analysis dijalankan (diklik) maka akan tampil kotak dialog yang berisi berbagai pilihan teknik analisis statistika. Untuk melakukan analisis statistika sederhana gunakan teknik Descriptive Statististics sedangkan untuk melakukan analisis regresi gunakan teknik Regression. Cara melakukan analisis regresi dengan fasilitas Data Analisis pada program aplikasi tabel lajur Excel disajikan pada Lampiran 5.

D. Bagaimana Cara Melakukan Pengambilan Keputusan? Pengambilan keputusan pengendalian dilakukan dengan berdasarkan pada: (1) Ambang Ekonomi (2) pohon keputusan, dan (3) keputusan perilaku. Berikut akan diuraikan dasar pengambilan keputusan tersebut satu per satu dimulai dengan menjelaskan apa yang sebenarnya dimaksud dengan Ambang Ekonomi (AE). AE sebenarnya adalah padat populasi hama yang membutuhkan tindakan pengendalian untuk mencegah padat populasi terus meningkat sehingga mencapai Aras Luka Ekonomi (ALE). Pada pihak lain ALE adalah padat populasi hama terendah yang dapat menyebabkan kerusakan ekonomi. Selanjutnya kerusakan ekonomi adalah intensitas kerusakan tanaman yang disebabkan oleh hama yang membenarkan dilakukan pengeluaran biaya untuk mengendalikan hama. Ketiga definisi ini mungkin mudah dihapalkan tetapi sebenarnya membingungkan. Oleh karena itu, untuk mudahnya, AE dihitung sebagai ALE yaitu padat populasi hama yang bila dikendalikan maka biaya pengendalian yang dikeluarkan akan bernilai sama dengan kehilangan hasil yang dapat diselamatkan dengan melakukan suatu tindakan pengendalian. Penentuan AE dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan titik impas berdasarkan data hasil wawancara dan data hasil pengamatan sebagaimana telah diuraikan pada bagian analisis agroekosistem. AE yang dihasilkan adalah AE titik impas. Pendekatan lain yang juga dapat digunakan untuk menentukan AE adalah pendekatan biaya marjinal dan pendapatan marjinal. Dengan pendekatan ini, AE yang diperoleh disebut AE marjinal yang ditetapkan sebagai padat populasi ketika biaya marjinal bernilai sama dengan pengeluaran marjinal. Penentuan AE marjinal memerlukan sejumlah asumsi yang harus dipenuhi dan caranya cukup rumit. Namun perlu dicatat bahwa penentuan AE bukan merupakan kewajiban petugas pengamat hama, penyuluh, apalagi petani. AE, baik AE titik impas maupun AE marjinal, biasanya sudah ditentukan terlebih dahulu oleh instansi yang mempunyai kemampuan untuk melakukan itu. Yang perlu dilakukan oleh petugas pengamat hama, penyuluh, dan lebih-lebih petani adalah pengambilan keputusan pengendalian berdasarkan AE yang sudah ditentukan. Pengambilan keputusan berdasarkan AE dilakukan dengan membandingkan nilai padat populasi hama hasil pemantauan agroekosistem dengan nilai AE. Bila nilai padat populasi hama sama atau lebih tinggi daripada nilai AE maka diambil keputusan pengendalian, sebaliknya bila lebih rendah tidak perlu dilakukan pengendalian. Pengambilan keputusan berdasarkan pohon keputusan dilakukan langkah demi langkah dengan memilih sepasang pilihan pada setiap langkahnya. Untuk mengambil keputusan berdasarkan pohon keputusan pertama-tama perlu dibuat pohon keputusannya. Suatu pohon keputusan terdiri atas batang yang bercabang dua dan kemudian setiap cabang kembali bercabang dua. Percabangan terus dilakukan sampai tidak ada lagi pilihan yang tersedia. Langkah berikutnya adalah pemilihan salah satu cabang dari setiap percabangan pohon keputusan. Pemilihan salah satu cabang pada setiap percabangan didasarkan atas teori peluang mengenai terjadinya serangan hama. Peluang terjadinya serangan hama dapat ditentukan berdasarkan pengalaman, misalnya 0,25 terjadi serangan dan 0,75 tidak terjadi serangan. Setiap pilihan yang akan diambil kemudian diperhitungkan nilai hasil yang akan diperoleh dalam keadaan ada dan tidak ada serangan hama. Nilai hasil yang diperoleh kemudian dikalikan dengan nilai peluang terjadi dan tidak terjadi

Materi Pelatihan Petugas SLPHT Dinas Perkebunan Provinsi NTT

I W. Mudita (2004)

serangan hama untuk memperoleh nilai harapan hasil. Pilihan yang kemudian diambil adalah yang mempunyai nilai harapan hasil yang lebih besar. Pengambilan keputusan pengendalian hama berdasarkan keputusan perilaku semata-mata dilakukan berdasarkan atas pengalaman dan intuisi petani. Ketika menghadapi serangan suatu hama petani mungkin telah mempunyai pengalaman mengenai hama yang sama sebelumnya. Bila hama yang menyerang merupakan hama baru petani mungkin membandingkan dengan pengalaman ketika hama lain yang menyerang tanamannya sebelumnya atau memperoleh informasi dari petani lain mengenai pengalamannya. Berdasarkan pengalaman tersebut dan berbagai pilihan lain yang harus diambilnya petani kemudian melakukan penilaian mengenai tidakan yang akan diambil, apakah akan mengendalikan atau tidak mengendalikan hama.

E. Apa yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan? Meskipun padat populasi hama telah mencapai AE, belum tentu petani akan melakukan tindakan pengendalian hama. Hal ini karena kesediaan petani untuk mengambil keputusan pengendalian dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang penting adalah sebagai berikut: 1) Tujuan budidaya dan harga hasil. Petani yang melakukan budidaya untuk tujuan komersial akan lebih mudah mengambil keputusan pengendalian daripada petani yang melakukan budidaya untuk tujuan subsisten. Petani akan lebih bersedia melakukan pengendalian bila hasil tanaman bernilai ekonomis tinggi daripada rendah. 2) Ketersediaan biaya pengendalian. Petani yang mempunyai modal yang cukup sebagai biaya pengendalian akan lebih mudah mengambil keputusan melakukan tindakan pengendalian daripada yang kurang mempunyai modal. Kemampuan modal petani biasanya tergantung pada status kepemilikan lahan dan bila merupakan lahan hak milik tergantung pada luas lahan yang dimiki. 3) Ketersediaan tenaga kerja dalam kaitan dengan kesibukan petani. Petani biasanya tidak hanya membudidayakan satu jenis tanaman. Pada suatu waktu petani seringkali harus memprioritaskan tenaganya untuk melakukan kegiatan tertentu pada jenis tanaman tertentu pula. Dalam hal ini, pengambilan keputusan pengendalian akan lebih mudah dilakukan bila petani mempunyai cukup waktu atau bila ada tenaga kerja yang membantu. 4) Ketersediaan bahan dan alat pengendalian. Petani yang mudah memperoleh bahan dan alat yang diperlukan akan lebih mudah untuk melakukan tindakan pengendalian daripada yang tinggal di lokasi terpencil sehingga mengalami kesulitan dalam memperoleh bahan dan alat yang diperlukan. 5) Pemahaman petani mengenai hama. Petani mempunyai pemahaman yang berbedabeda mengenai hama yang menyerang tanamannya. Pemahaman terutama diperoleh melalui pengalaman, tetapi juga dapat melalui pelatihan. Petani yang mempunyai pemahaman yang lebih baik mengenai hama yang menyerang tanamannya akan lebih mudah mengambil keputusan pengendalian daripada yang mempunyai pemahaman kurang. F. Apa yang Harus Dilakukan Setelah Pengambilan Keputusan? Setelah diputusakan untuk melakukan pengendalian maka tindakan pengendalian harus dilakukan sesuai dengan cara kerja yang dianjurkan. Cara kerje pengendalian tergantung pada metode dan teknik pengendalian yang akan dilakukan. Misalnya, jika pengendalian akan dilakukan dengan metode kimiawi menggunakan insektisida yang diaplukasikan dengan teknik penyemprotan maka langkah-langkah aplikasi penyemprotan harus diikuti dengan benar, mulai dari menentukan konsentrasi dan dosis aplikasi, cara mencampur insektisida dengan air, cara melakukan penyemprotan, cara melakukan prosedur keselamatan, cara menyimpan dan membuang sisa insektisida, dan sebagainya. Biasanya, cara aplikasi dituliskan dalam label yang menyertai kemasan insektisida yang digunakan. Bila keterangan pada label belum jelas, penjelasan dapat diperoleh petugas yang berwenang atau dari buku-buku praktis mengenai aplikasi pestisida. Bila pengendalian dilakukan dengan metode kimiawi dan teknik pelepasan musuh alami

Materi Pelatihan Petugas SLPHT Dinas Perkebunan Provinsi NTT

I W. Mudita (2004)

introduksi maka cara penanganan musuh alami dan cara pelepasan harus dilakukan dengan benar. Pada dasarnya, setiap metode dan teknik aplikasi yang dipilih harus dilakukan dengan cara yang tepat agar tindakan pengendalian memberikan hasil yang diharapkan. Setelah dilakukan suatu tindakan pengendalian maka perlu dilakukan evaluasi mengenai hasil dari tindakan yang telah diambil. Pelaksanaan evaluasi pada dasarnya dilakukan dengan mengikuti cara-cara pemantauan agroekosistem, tetapi cakupannya dipersempit terutama untuk mengetahui padat populasi hama atau penyakit, padat populasi musuh alami, intensitas kerusakan tanaman karena serangan hama atau intensitas penyakit, cara pelaksanaan pengendalian, dampak samping pengendalian, dan hasil tanaman. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan petani dan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan. Daftar Pustaka Campbell, C.L., and L.V. Madden, 1990. Introduction to Plant Disease Epidemiology. John Wiley & Sons, New York (2, 4, 7) Danthanarayana, W. 1975. Integrated Pest Management: Part 1, Population Ecology. Universitas Udayana, Denpasar. (5) Southwood, T. R. E. 1978. Ecological Methods With Particular Reference to the Study of Insect Populations. John Wiley & Sons, New York. (5) Tarumingkeng, R.C. 1994. Dinamika Populasi: Kajian Ekologi Kuantitatif. Pustaka Sinar Harapan dan Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta. (5) Untung, K. 1984. Pengantar Analisis Ekonomi Pengendalian Hama Terpadu. Andi Offset, Yogyakarta. Untung, K. 1993a. Konsep Pengendalian Hama Terpadu. Andi Offset, Yogyakarta. Untung, K. 1993b. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Lampiran 1. Cara Menyajikan Data Padat Populasi, Intensitas Kerusakan atau Intensitas Penyakit, dan Kehilangan Hasil Satuan Pemantauan Padat Populasi Telur Intensitas Kerusakan Besar Kehilangan Hasil PBK Sebelum Buah Kakao (%) Kakau (kg/ha/bl) Pengendalian 1 3 5 10 2 5 10 19 3 1 3 5 4 6 11 20 5 9 20 25 6 1 2 7 7 0 0 0 8 5 11 19 9 7 12 18 10 3 4 6 11 4 5 6 12 2 4 4 13 9 19 20 14 11 25 30 15 2 3 6 16 0 0 0 17 0 0 0 18 4 8 9 19 8 17 15 20 2 2 3

Materi Pelatihan Petugas SLPHT Dinas Perkebunan Provinsi NTT

I W. Mudita (2004)

Lampiran 2a. Cara Menghitung Intensitas Berdasarkan Jumlah Bagian-bagian dari Satuan Pemantauan yang Rusak Satuan Pemantauan Jumlah Biji Total Jumlah Biji Rusak Intensitas Kerusakan (Buah Kakao) 1 20 9 45.00 2 15 8 53.33 3 11 7 63.64 4 21 11 52.38 5 19 12 63.16 6 8 8 100.00 7 17 15 88.24 8 14 0 0.00 9 26 0 0.00 10 22 2 9.09 Lampiran 2b. Cara Menghitung Intensitas Berdasarkan Kisaran Kerusakan Bagian-bagian Satuan Pemantauan Satuan Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Intensitas Pemantauan Biji Total Biji Sehat Biji Biji Biji Biji Kerusakan (Buah Kakao) Rusak Rusak Rusak Rusak >0-25% >25-50% >50-75% >75% 0 25 50 75 100 1 20 11 4 3 1 1 20.00 2 15 7 3 3 2 0 21.67 3 11 4 3 2 2 0 25.00 4 21 10 4 3 3 1 23.81 5 19 7 5 3 3 1 27.63 6 8 0 3 3 2 0 40.63 7 17 2 5 4 3 3 45.59 8 14 14 0 0 0 0 0.00 9 26 26 0 0 0 0 0.00 10 22 20 1 1 0 0 3.41 Lampiran 2c. Cara Menghitung Intensitas dengan Cara Pemberian Skor Satuan Jumlah Skor Kerusakan Biji Pemantauan Biji Total 0 1 2 (Buah Kakao) 1 20 0 4 3 2 15 9 3 3 3 11 8 3 2 4 21 7 4 3 5 19 11 5 3 6 8 12 3 3 7 17 8 5 4 8 14 15 0 0 9 26 0 0 0 10 22 0 1 1

3 1 2 2 3 3 2 3 0 0 0

4 1 0 0 1 1 0 3 0 0 0

Intensitas Kerusakan 21.25 25.00 29.55 27.38 31.58 46.88 50.00 0.00 0.00 3.41

Materi Pelatihan Petugas SLPHT Dinas Perkebunan Provinsi NTT

I W. Mudita (2004)

Lampiran 3. Cara Mentabulasi Data untuk Penentuan Besar dan Nilai Kehilangan Hasil Tanaman kakao
Hasil Tabulasi Data Survai dan/atau Pengamatan Sebelum Serangan Hama Faktor koreksi Setelah serangan Serangan hama Hama Tapi Sebelum Pengendalian Faktor koreksi Setelah pengendalian Serangan Hama dan Setelah Pengendalian

Luas kebun kakao rata-rata (hektar) Jumlah biji kering diperoleh dari sekali panen Frekuensi panen per bulan Jumlah biji kering dipanen dalam sebulan Jumlah biji kering dipanen per bulan per hektar Harga hasil Nilai hasil Nilai Kehilangan Hasil Nilai Kehilangan Hasil yang Dapat Diselamatkan

[=D6*C6] [=D7*C7] [=D8*C8] [=B7*B8] [=B9/B6]

b1 b2 b3

[=F6*E6] [=F7*E7] [=F8*E8] [=D7*D8] [=D9/D6]

a1 a2 a3

x y z [=F7*F6] [=F9/F6] p [=F10*p]

[=B10*p] [=B12-D12] [=F12-D12]

[=D10*p]

Lampiran 4. Cara Mentabulasi Data untuk Menentukan Biaya Pengendalian Biaya Bahan Nama bahan 1 Luas kebun yang dikendalikan Frekuensi pengendalian per bulan Jumlah bahan yang diperlukan setiap kali pengendalian Jumlah satuan bahan yang dibeli Harga satuan bahan Biaya bahan untuk setiap kali pengendalian Biaya bahan per bulan Biaya bahan per bulan per ha Nama bahan 2 Nama bahan 3 Biaya semua bahan per bulan per ha Biaya Alat Biaya Alat Disewa Jumlah hari sewa untuk setiap kali aplikasi Harga sewa per hari Frekuensi aplikasi per bulan Harfa sewa per bulan Harga sewa per bulan per ha Biaya Penyusutan Alat Milik Sendiri Harga alat Umur pakai alat Biaya penyusutan per tahun Jumlah hari pemakaian per bulan Biaya penyusutan per bulan Biaya penyusutan per bulan per ha Biaya Tenaga Kerja Upah harian Jumlah hari diperlukan untuk sekali semprot Upah sekali semprot Frekuensi penyemprotan per bulan Biaya tenaga kerja per bulan Biaya tenaga kerja per bulan per ha

x y z n p [=(B25*B26)/B24] [=B27*B23] [=B28/B22]

[=B29+B32+B34]

h p n [=B40*B41*B42] [=B43/B22]

p n [=B47/B48] h [=(B49/12)*B50] [=B51/B22]

a h [=B55*B66} n [=B57*B58] [=B59/B22]

Materi Pelatihan Petugas SLPHT Dinas Perkebunan Provinsi NTT

10

I W. Mudita (2004)

Lampiran 5. Cara Melakukan Analisis Regresi Linier Sederhana dengan Program Aplikasi Tabel Lajur Excel 1) 2) 3) 4) Siapkan data yang akan dianalisis sebagaimana pada Lampiran 1. Klik menu Tools lalu klik pilihan Data Analysis pada program tabel lajur Excel. Pada kotak dialog Data Analysis klik pilihan Regression Pada kotak isian Input Y Range dalam kotak dialog isikan letak data yang akan dijadikan sebagai nilai Y dengan cara memblok kolom yang berisi data yang bersangkutan. 5) Pada kotak isian Input X Range dalam kotak dialog isikan letak data yang akan dijadikan sebagai nilai X dengan cara memblok kolom yang berisi data yang bersangkutan. 6) Klik kotak isian Constant is Zero. 7) Klik bulatan Output Range dan pada kotak isiannya isi dengan kisaran kolom dan baris pada posisi beberapa baris di bawah data dengan cara memblok sembarang. 8) Klik kotak isian Residuals dan Standardized Residuals. 9) Klik kotak OK 10) Perhatikan hasil analisis regresi. Hasil analisis regresi terdiri atas tabel Summary Output, ANOVA, dan Residuals Output. Tabel Summary Output berisi sejumlah statistik, salah satu di antaranya adalah R Square yang menyatakan berapa persen variasi Y dapat dijelaskan oleh X (makin besar makin baik). Pada kotak ANOVA terdapat sejumlah statistik, yang terpenting adalah Significance F yang nilainya harus <0,05. Bila nilainya >0,05 maka hasil analisis regresi tak dapat digunakan. Statistik lain yang terdapat pada tabel ANOVA di bawahnya adalah Coefficients untuk X variable yang menyatakan nilai 1 pada persamaan regresi. Pada tabel Regression Output terdapat nilai Y prediksi untuk setiap nilai X dan nilai simpangannya terhadap nilai Y hasil pengamatan.

Materi Pelatihan Petugas SLPHT Dinas Perkebunan Provinsi NTT

11

Vous aimerez peut-être aussi