Vous êtes sur la page 1sur 1

DUALISME JALAN YANG PANJANG TUK DITAKLUKAN Di setiap langkah kegiatan kenapa pertanyaan ini selalau mencul dan

membebani naluri akal sehatku. Sebuah pertanyaan yang diperlukan jawaban jernih dan pikiran tenang layaknya angin sepoi di tepi lautan nang indah negeri ini. Yakni kenapa harus terjadi keluar dualisme yang se-akan tak bisa kita persatukan ?Apakah ini yang harus terjadi atau sebuah resiko realitis yang memang terjadi ? mampu dan bisakah ini dipertemukan dalam kata berdiri sama tegak, berlari sama terbirit, berkata sama se-irama, berdialog sama searah, berlalu sama memburu, dan terduduk sama se-derajat. Sangking berkali-kalinya pertanyaan itu muncul tanpa diundung, lenyap tanpa suara, pergi tanpa pamit. Kemunculapun tanpa pamrih apalagi kepergiannya pun tanpa sepucuk surat, seakan kejadian itu selalu dan selalu meninggalkan kenangan yang tak ada jawaban dengan ujung pakal di sana. Membuat pengembara naluri ini berkali-kali berjalan kesana-kemari demi sebuah jawaban yang dipergunakan untuk menghentikan pengembaraan naluri yang selama ini ia jalani. Saat kegemasan mulai mengerogoti naluri pertanyaan-pertanyaan diatas. Sontak pengembara naluri ini berdiam. Kenapa harus gemas? Bukankah gemas itu tanpa putus asa atau malah tanda-tanda saatnya pemberentian mengembara? Entah, ini sebuah engoku belaka atau malah sebuah protes yang htak kunjung ada jawaban menghampiriku. Semua belum tau, karena hanya satu yang pengembara itu tau yakni sebuah semangat ingin tau melalui pertanyan-pertanyaan jelas terpapang diujung muka yang menggambarkan aneka ragam sebuah manusia yang seiring helatan nafas diujung hidungnya ingin tau atau mengetahui sejauh mana pengembaraan ini akan ia jalankan dan seberapa kilometerkah jembatan-jembatan yang akan ia telusuri. Dan berapa biji bebatuan yang akan ia taklukan, semau itu akan tetap tak terjawab dengan sempurna, karena sesempurna manusia suatu saat sifat kemanusiawian akan muncul tanpa diundang, pergi tanpa pamit meberi materi tanpa pamrih. Yakni jelas dualisme itu akan selalu ada dan tak perlu jawaban hingga lari kemana-mana atau mengembara kesana-kemari. Tapi tetap itu deperlukan karena sudah berapa kilometer jalan yang engkau tempuh, sudah berapa ratus bebatuan yang engkau taklukan, sudah berapa nikmat yang engkau biarkan, sudah berpa kali penghianatan yang engkau tuangkan dalam kehidupan nyata dibalik ke-semuan semua ini. Blora, SMK Ma`arif 05 Mei 2011 M Mundir Ahmed

Vous aimerez peut-être aussi