Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu komoditas pertanian
sekaligus sebagai tanaman industri yang sangat potensial dan mempunyai peranan
yang sangat penting baik dari segi nutrisi maupun ekonomi bagi penduduk
Indonesia disamping kakao, lada dan vanili. Buah kelapa terdiri dari beberapa
bagian yaitu sabut, tempurung, daging buah dan air. Seluruh bagian kelapa
tersebut dapat dimanfaatkan secara terpadu misalnya, serabut dapat dijadikan
keset dan dasar jok mobil; tempurung dapat dijadikan arang briket, karbon aktif,
atau diolah menjadi liquid smoke; air kelapa dimanfaatkan menjadi nata de coco;
daging kelapa menjadi minyak; Ampas dan blondo hasil pengolahan minyak bisa
dijadikan pakan ternak (Sukartin,2005).
Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu komoditas pertanian
yang mempunyai banyak manfaat. Salah satu bagian kelapa yang mempunyai
banyak manfaat adalah daging buah. Daging buah kelapa mengandung bermacam-
macam zat yaitu air, lemak, karbohidrat, protein, serat dan mineral. Kandungan
lemak pada daging buah kelapa cukup tinggi sekitar 34%, sedangkan kandungan
air, karbohidrat, protein, serat dan mineral rata-rata adalah 50%; 7,3%; 3,5%; 3%;
dan 2,2% (Suhardiyono, 1995).
Daging buah kelapa dimanfaatkan sebagai bahan dasar dalam pembuatan
minyak kelapa. Minyak kelapa pada umumnya dibagi menjadi dua kategori utama
yaitu RBD ("Refined, Bleached and Deodorized") dan VCO ( Virgin Coconut
Oil). Minyak kelapa murni atau VCO mengandung asam laurat yang tergolong
sebagai asam lemak jenuh berantai sedang. Asam lemak jenuh berantai sedang
memiliki sifat metabolisme yang berbeda dengan asam lemak jenuh berantai
panjang yang selama ini dianggap sebagai penyebab penyakit jantung. Asam
laurat dan asam lemak jenuh berantai sedang lain, seperti asam kaorat, asam
kaprilat, dan asam miristat yang terdapat dalam minyak kelapa juga mampu
menyembuhkan berbagai macam penyakit. (Sukartin,2005).
VCO mengandung asam laurat dengan kadar yang tinggi (kurang lebih
53%). Asam laurat ini mempunyai khasiat sebagai antibiotik alami yang dapat
membunuh berbagai jenis kuman, virus, dan parasit termasuk HIV dan hepatitis
virus C. Selain mengandung asam laurat, VCO juga mengandung capric acid.
Walaupun kandungannya hanya 6%, tetapi juga bermanfaat bagi kesehatan.
Berbagai macam metode digunakan untuk mendapatkan minyak kelapa
murni. Teknologi pengolahan minyak kelapa telah lama diketahui dan
dikembangkan, baik secara fisik, mekanik, kimia maupun enzimatis. Pembuatan
VCO ada 2 macam, yaitu cara kering (Dry process) dan cara basah (Wet process)
yang diproduksi dari buah kelapa segar dibuat santan terlebih dahulu. Proses
kering biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu proses hidraulik dan proses
kimia yang menggunakan pelarut organik. Perbedaan metode akan menghasilkan
VCO dengan karakteristik fisiko kimia yang berbeda.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum yang telah dilakukan yaitu :
1. Untuk mengetahui cara pembuatan VCO dengan berbagi cara dan
membandingkan sifat fisikokimianya.
2. Membandingkan kualitas minyak VCO dengan laru tempe, paya, cara blender
dan cara pancingan dengan jenis minyak lain seperti minyak klentik, minyak
sawit, margarine dan shortening.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kelapa
Kelapa (Cocos nucifera L) merupakan salah satu hasil pertanian Indonesia
yang cukup potensial. Hampir semua bagian dari tanaman tersebut dapat
dimanfaatkan oleh manusia. Banyak kegunaan yang dapat diperoleh dari kelapa
dan salah satu cara untuk memanfaatkan buah kelapa adalah mengolahnya
menjadi minyak makan atau minyak goreng. Produk kelapa yang paling berharga
adalah minyak kelapa, yang dapat diperoleh dari daging buah kelapa segar atau
dari kopra (Suhardiyono, 1995).
Buah kelapa berbentuk bulat panjang dengan ukuran kurang lebih sebesar
kepala manusia. Buah terdiri dari sabut (ekskarp dan mesokarp), tempurung
(endocarp), daging buah (endosperm) dan air buah (Ketaren, 1986).
Komposisi buah kelapa terdiri dari daging buah 28-34,9%; tempurung 12-
13,1%; sabut 25-32,8%; dan air kelapa 19,2-25%. Salah satu bagian kelapa yang
mempunyai banyak manfaat adalah daging buah. Daging buah adalah jaringan
yang berasal dari inti lembaga yang dibuahi sel kelamin jantan dan membelah diri.
Daging buah kelapa berwarna putih, lunak dan tebalnya 8-10
mm.(Palungkung,2004).
Daging buah merupakan sumber protein yang penting dan mudah dicerna.
Jumlah protein terbesar terdapat pada kelapa yang setengah tua. Sedangkan
kandungan kalorinya mencapai maksimal ketika buah sudah tua, demikian pula
dengan kandungan lemaknya. Buah kelapa akan maksimal kandungan aktivitas
vitamin A dan thiaminnya ketika buah setengah tua. Dengan demikian jumlah zat
dan gizi kelapa tergantung pada umur buah, seperti tercantum dalam tabel 1.
Tabel 1. komposisi kimia daging buah kelapa pada berbagai tingkat kematangan
Analisis (dlm 100 g) Buah muda Buah ½ tua Buah tua
Kalori (kal) 68,0 180,0 359,0
Protein (g) 1,0 4,0 3,4
Lemak (g) 0,9 13,0 34,7
Karbohidrat (g) 14,0 10,0 14,0
Kalsium (mg) 17,0 8,0 21,0
Fosfor (mg) 30,0 35,0 21,0
Besi (mg) 1,0 1,3 2,0
Vitamin A (I. U) 0,0 10.0 0,0
Thiamin (mg) 0,0 0,5 0,1
Vitamin C (mg) 4,0 4,0 2,0
Air (g) 83,3 70,0 46,9
Bagian yang dpt 53,0 53,0 53,0
dimakan
Sumber:Thieme,J.G (1968) dalam Ketaren (1986)
Daging buah kelapa juga sebagai salah satu sumber lemak nabati, dengan
kandungan lemak sekitar 35%. Kandungan zat gizi lainnya adalah karbohidrat
14%, protein 3%, beberapa vitamin dan mineral. Daging buah kelapa juga
mengandung enam asam amino esensial, seperti yang tercantum pada table 2.
Tabel.2 Komposisi Asam Amino dalam Protein Daging Buah Kelapa
Asam Amino Jumlah (%)
Lisin 5,80
Methionin 1,43
Fenilalanin 2,05
Triptofan 1,25
Valin 3,57
Leusin 5,96
Histidin 2,42
Triosin 3,18
Cistin 1,44
Arginin 15,92
Prolin 5,54
Serin 1,76
Asam aspartat 5,12
Asam glutamat 19,07
Sumber:Thieme,J.G (1968) dalam Ketaren (1986)
Di dalam daging buah kelapa juga terdapat enzim seperti peroksidase,
dehidrogenase, katalase dan fosfatase. Pada buah kelapa yang sudah dipetik,
enzim ini akan mempercepat proses hidrolisis minyak, sehingga terbentuk asam
lemak bebas dan mempercepat oksidasi asam lemak tidak jenuh yang
menghasilkan peroksida dan peroksida ini kemudian dipecah menjadi aldehid dan
keton (Surjadi et al, 1995).
Lengkapnya kandungan zat pada daging buah kelapa menyebabkan dapat
diolah menjadi berbagai produk kebutuhan rumah tangga, seperti bumbu dapur,
santan, kopra, minyak kelapa, dan kelapa parut kering. .(Palungkung,2004).
B. Minyak Kelapa
Produk kelapa yang paling berharga adalah minyak kelapa. Minyak kelapa
dapat diperoleh dari daging buah kelapa segar atau dari kopra. Menurut
(Budiarso,2004) di pasaran kurang lebih terdapat tiga jenis minyak kelapa yaitu:
a. Minyak kelapa RBD
RBD merupakan singkatan dari “Refined, Bleached and Deodorized” atau
minyak yang disuling, dikelentang, dan dihilangkan baunya.RBD terbuat dari
kopra (daging kelapa yang dijemur matahari atau diasapi). Sesuai kondisinya,
bahan ini relatif kotor dan mengandung bahan asing yang mempengaruhi hasil
akhirnya. Bahan asing ini bisa berupa jamur, tanah, sampah dan kotoran
lainnya.Proses penjemuran dan pengasapan memberikan pengaruh besar pada
hasil akhir. Demikian pula banyaknya jamur sangat mempengaruhi warna dan bau
minyak.Minyak mentah (crude oil) yang dihasilkan bisa berwarna coklat tua
sampai keabuan dan berbau tengik menyengat. Untuk menghasilkan minyak
goreng dan minyak komersial lainnya, pabrikan memproses lebih lanjut dengan
menyuling memakai pelarut kimia dan menghilangkan baunya. Untuk maksud ini
mereka menambahkan bahan kimia seperti beberapa jenis soda (NaOH atau
KOH). Bau dihilangkan dengan menyaring melalui karbon aktif. Tentu saja semua
ini sangat mempengaruhi viscositas (tingkat kekentalan), BD (berat jenis), titik
beku, rasa, bau dan sebagainya. Pada umumnya yang membedakan dengan mudah
adalah baunya dihilangkan dan rasanya hambar. Minyak RBD masih bisa
digunakan untuk keperluan makanan di rumah tangga dan industri.
b. Minyak kelapa tradisional
Minyak yang dibuat dari kelapa yang dihancurkan kemudian ditambahkan
air dan diambil santannya. Santan ini kemudian dipanaskan dengan api kecil
sampai terbentuk minyak. Minyak yang dihasilkan lalu disaring dan dipisahkan
dari blondo. Minyak jenis ini mempunyai aroma yang khas (harum).
c. Minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil)
Virgin Coconut Oil (VCO) atau minyak kelapa murni terbuat dari daging
kelapa segar. Prosesnya semua dilakukan dalam suhu relatif rendah. Daging buah
diperas santannya. Santan ini diproses lebih lanjut melalui proses
fermentasi,pendinginan,tekanan mekanis atau sentrifugasi. Penambahan zat
kimiawi anorganis dan pelarut kimia tidak dipakai serta pemakaian suhu tinggi
berlebihan juga tidak diterapkan. Hasilnya berupa minyak kelapa murni yang
rasanya lembut dan bau khas kelapa yang unik. Apabila beku warnanya putih
murni dan dalam keadaan cair tidak berwarna atau bening.
Menurut Ketaren ,1986 menambahkan bahwa warna coklat ada minyak
kelapa yang mengandung protein dan karbohidrat bukan disebabkan oleh zat
warna alamiah, tetapi karena reaksi browning yang terjadi antara senyawa
karbonil (yang berasal dari pemecahan peroksida) dan asam amino pada suhu
tinggi. Warna pada minyak kelapa disebabkan oleh zat warna dan kotoran-kotoran
lainnya. Zat alamiah yang terdapat pada minyak kelapa adalah karoten yang
merupakan hidrokarbon tak jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi. Pada
pengolahan minyak menggunakan uap panas, maka warna kuning yang
disebabkan oleh karoten akan mengalami degradasi.
Mutu minyak kelapa ditentukan oleh sifat fisik dan kimianya. Mutu
minyak yang dihasilkan tergantung dari mutu bahan dasar dan cara
pengolahannya. Menurut (Suhardiyono,1995), mutu minyak kelapa ditetapkan
dalam Standar Industri Indonesia dengan persyaratan seperti pada tabel berikut.
Tabel 2. Mutu minyak kelapa berdasarkan Standar Industri Indonesia
Kadar air Maksimal 0,5 persen
Kotoran Maksimal 0,5 persen
Angka iod (mg iod/mg sampel) 8-10
Angka penyabunan (mg KOH/mg sampel) 255-265
Angka peroksida (mg oksigen/g sampel) Maksimal 5
Asam lemak bebas (asam laurat) Maksimal 5 persen
Warna dan bau Normal
Kandungan logam berbahaya dan arsen tidak ada
.
III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
1. Alat
Sentrifugasi
Refraktometer
Gelas ukur
Kain saring
Aluminium foil
Botol kaca
Erlenmeyer
Seperangkat alat titrasi
Oven
Cawan porselen
Hot plat
2. Bahan
Kelapa Parut
Paya 3%
Aquades
Alkohol netral 95%
Indikator PP
NaOH 0,1N
KOH 0,1N
Indikator BB
VCO Standar
Minyak sawit
Minyak Klentik
Margarin
Shortening
B. Prosedur Kerja
- Pembuatan VCO
Kelapa Parut 0,5 Kg
Santan,dibiarkan 30’
VCO
C. Prosedur Analisis
- FFA
Sampel minyak ditimbang 2,84 g dalam erlenmeyer
Digojog,didinginkan,ditambah 2 tetes PP
Dioven ± 2 jam
Ditimbang
Dioven ± 30 menit
- Rendemen
Rendemen minyak diukur berdasarkan minyak yang dihasilkan terhadap
jumlah krim yang ditambahkan (ml).
Rendemen (%) = minyak yang dihasilkan x 100%
Krim sebagai bahan dasar
- Indeks Bias
Beberapa tetes minyak diteteskan pada prima refraktometer Abbe yang
sudah distabilkan pada suhu tertentu. Lalu dibiarkan selama 1 – 2 menit
untuk mencapai suhu refraktometer. Kemudian dilakukan pembacaan
indeks bias. Prima refraktometer sebelum dan sesudahnya dibersihkan
dengan alcohol. Indeks bias perlu dikoreksi untuk temperatur standar
dengan rumus:
R = R’ + K (T – T’)
Keterangan:
R : indeks bias pada suhu standar
R’ : indeks bias pada suhu pembacaan
T : suhu standar
T’ : suhu pembacaan
K : faktor koreksi 0,000385 untuk minyak.
- Sensori
Dilihat dari warna dan bau.
2. Bilangan Asam
Berat Ml % Bilangan
No Sampel
awal(gr) KOH Asam
1 VCO laru tempe 2.063 0.6 0.049
2 VCO paya 2.0163 0.28 0.048
3 VCO blender 2.0453 0.6 0.045
4 VCO pancingan 2.0143 0.11 0.046
Minyak Klentik
5 (kanil) 2.0663 0.09 0.049
6 Shortning 2.0064 0.2 0.018
7 Margarin 2.0041 0.1 0.019
3. Kadar air
berat berat sampel berat sampel
No Sampel Kadar Air Rata-rata
cawan (gr) awal (gr) akhir (gr)
1 VCO laru tempe 21.0574 1.8638 1.8506 0.708 % 0.481 %
31.4017 1.8103 1.8057 0.254 %
2 VCO paya 26.1845 2.015 1.9931 8.199 % 4.5635%
23.0364 2.0149 1.9947 0.928%
3 VCO blender 55.5035 2.1615 2.1163 2.091% 1.9705%
65.0513 2.0403 2.0026 1.85%
4 VCO pancingan 54.1709 2.0091 2.0073 0.896% 0.1098%
57.3814 2.0037 2.001 0.13%
5 Minyak Klentik (kanil) 34.2661 2.0125 2.0105 0.129% 0.1338%
26.1387 2.0206 2.0078 0.1386 %
6 Shortning 28.2604 2.085 2.0718 1.107%
7 Margarin 26.412 2.0643 2.02 14.581%
4. Rendemen
Volume Volume
No Bahan Sampel Rendemen
VCO
(ml) (%)
VCO
1 laru tempe 5% 400 60 15
2 Paya 3% 400 80.5 20.125
3 Blender 380 65 17.105
4 Pancingan 1:3 400 170 42.5
Minyak Klentik
1 Kanil 600 130 21.67
5. Indeks Bias
No Sampel K T (°C ) T' (°C) R' R
0.00038
1 VCO Laru 5 28 28.2 1.389 1.389
0.00038
2 VCO Paya 5 28 28.5 1.405 1.4051
0.00038
3 VCO Blender 5 26.1 26.2 1.47 1.470039
0.00038
4 VCO Pancingan 5 28.2 28.3 1.435 1.435039
0.00038
5 Minyak klentik (kanil) 5 28 28.2 1.355 1.355
0.00038
6 Shortening 5 28 28.4 1.574 1,574154
0.00038
7 Margarin 5 28 28.4 1.525 1,52514
6. Sensori
No Sampel Warna Aroma
1 VCO Laru Keruh Kekuningan Kelapa menyengat
2 VCO Paya Agak Kekuningan Terasa bau kelapa
3 VCO Blender Keruh Kekuningan Agak basi
4 VCO Pancingan Bening Kelapa
5 Minyak klentik (kanil) Kuning agak jernih Kelapa tengik
6 Shortening Putih Kurang menyengat
7 Margarin Kuning agak jernih Menyengat
B. Pembahasan
VCO dapat dibuat dengan berbagai metode antara lain dengan fermentasi,
pancingan, dan blender. Perbedaan metode akan menghasilkan VCO dengan
karakteristik fisikokimia yang berbeda. Prinsip yang digunakan dalam pembuatan
minyak kelapa murni adalah perusakan sistem emulsi pada santan, yaitu dengan
merusak protein yang menyelubungi globula minyak, baik dengan cara enzimatis,
pancingan (osmosis) dan mekanis (blender).
Prinsip yang digunakan pada pembuatan minyak kelapa murni dengan
metode fermentasi adalah dengan menurunkan pH sistem akibat terbentuknya
asam-asam, sehingga pH sistem mencapai titik isoelektrik protein dalam santan
yaitu pada kisaran pH 3,8 – 3,9. Apabila titik isoelektrik protein tercapai, maka
protein akan mengendap dan sistem emulsi akan rusak. Sedangkan prinsip yang
digunakan pada pembuatan minyak dengan metode pancingan yaitu tekanan
osmosis dari minyak yang digunakan sebagai pancingan yang akan bergabung
dengan santan lalu memecah globula-globula santan atau protein dari santan. Dan
prinsip dari metode blender adalah pemecahan globula yang dilakukan secara
mekanis dengan menggunakan blender.
Untuk mengetahui sifat fisikokimia dari minyak, maka dilakukan analisis
baik secara kuantitatif dengan mengukur rendemen minyak, dan secara kualitatif
dengan mengukur kadar air, kadar asam lemak bebas, indeks bias dan kejernihan
dari minyak yang dihasilkan.
1. Rendemen
Rendemen merupakan perbandingan antara jumlah minyak yang
dihasilkan terhadap jumlah krim atau kanil yang digunakan dalam pengolahan.
Krim / kanil diperoleh dari santan yang didiamkan beberapa lama. Kemudian
krim tersebut dipecah/ dirusak sistem emulsinya dengan cara fermentasi,
pancingan dan blender, sehingga minyak yang dikelilingi oleh globula protein
dapat keluar. Setelah proses pemisahan selesai akan terbentuk 3 lapisan yaitu
minyak, blondo dan air.
Dari hasil praktikum, rendemen minyak terbanyak diperoleh dari metode
pancingan yaitu 46,11%. Sedangkan dengan metode blender dan fermentasi
berturut-turut diperoleh 29,25 % dan 23 %. Metode pancingan ini telah
dikembangkan oleh laboratorium Kimia-Fisika Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta. Setelah krim ditambah dengan minyak pancingan, kemudian
didiamkan selama 10 jam, VCO sudah dapat diambil. Dengan pengemasan yang
baik pada suhu kamar, VCO tanpa pemanasan awet bertahun-tahun. (Ir. Barlina,
R, 2004)
2. Kadar Air
Kadar air sangat menentukan kualitas dari VCO yang dihasilkan. Kadar
air berperan dalam proses oksidasi maupun hidrolisis minyak yang akhirnya dapat
menyebabkan ketengikan. Semakin tinggi kadar air, minyak semakin cepat tengik
(Sardi Duryatmo, 2005).
Kadar air paling tinggi pada minyak menurut hasil praktikum diperoleh
dari metode blender yaitu 77,605 %. Sedangkan untuk metode pancingan dan
fermentasi adalah 59,5 % dan 50,79 %. Hal ini dapat terjadi mungkin karena
minyak belum terpisah secara sempurna dan cara pemisahan minyak dari blondo
dan air yang kurang baik.
Tingginya kadar air akan menurunkan kualitas minyak yang dihasilkan
yaitu minyak akan menjadi cepat tengik selama penyimpanan. Kadar air dalam
VCO dapat diketahui dengan cara yang mudah yaitu dengan mendiamkannya
pada suhu rendah. Jika VCO mudah membeku maka kemurniannya lebih bagus
sebab dibawah suhu 25 0C VCO mulai membeku. Namun, bila kadar air tinggi
proses pembekuan lebih lama. Air membeku pada suhu 00C. VCO membeku
seperti mentega dan jika dikembalikan ke suhu panas, mencair seperti semula
(Sardi Duryatmo, 2005).
3. Kadar Asam Lemak Bebas
Kadar asam lemak bebas merupakan benyaknya asam lemak bebas yang
dihasilkan dari proses hidrolisis minyak. Banyaknya asam lemak bebas dalam
minyak menunjukkan penurunan kualitas minyak.
Hasil praktikum menunjukkan % FFA yang tinggi diperoleh pada
pembuatan VCO dengan cara fermentasi (0,32 %), sedangkan dengan pancingan
diperoleh hasil 0,16 % dan 0,18 % untuk blender. Pada proses fermentasi,
terdapat pemberian laru tempe 3-5 % yang mengandung Rhizopus Oligosporus.
Mikroba ini mempunyai kemampuan menghasilkan enzim protease dan lipase
yang dapat menghidrolisis minyak dengan didukung oleh kadar air yang tinggi
(Sardjono, 1989) dalam Erminawati (1999). Hidrolisis minyak akan
menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Semakin tinggi konsentrasi asam
lemak bebas berarti semakin banyak mikroba yang melakukan fermentasi.
Pada metode blender, minyak keluar karena protein yang menutupi
globula minyak pecah karena dihancurkan oleh gerak mekanik dari blender.
Sedangkan pada metode pancingan, minyak keluar karena adanya perbedaan
konsentrasi, sehingga minyak yang berada dalam kelapa (hipotonis) keluar dari
kelapa (hipertonis). Minyak tersebut dengan adanya kadar air yang tinggi dapat
terhidrolisis menjadi asam-asam lemak bebas. Namun jika dibandingkan dengan
metode fermentasi, metode pancingan dan blender menghasilkan asam lemak
bebas yang lebih rendah. Menurut Bambang Setiaji dalam Fendy R Paimin
(2004), kandungan asam lemak bebas pada pengolahan minyak melalui proses
fermentasi menggunakan ragi starter cenderung melampaui nilai standar yang
diinginkan konsumen.
4. Indeks Bias
Indeks bias minyak merupakan perbandingan sinus sudut sinar datang dan
sudut sinar pantul dari cahaya yang melalui minyak. Pembiasan ini disebabkan
karena adanya interaksi antara gaya elektrostatik dan elektromagnetik atom dalam
molekul minyak. Pengukuran indeks bias ini dapat digunakan untuk mengukur
kemurnian minyak (Sudarmadji, et al, 1996)
Menurut Ketaren (1986) indeks bias dipengaruhi oleh kadar asam lemak,
proses oksidasi dan suhu. Semakin besar kandungan asam lemak bebas dan
semakin besar reaksi oksidasi, maka indeks bias semakin besar. Pengukuran
indeks bias pada suhu tinggi akan mengakibatkan nilai indeks bias semakin kecil.
Indeks bias juga dipengaruhi oleh kejernihan minyak. Semakin tinggi
nilai indeks bias maka semakin tidak jernih minyak tersebut. Menurut Setyawati
et al (2001) peningkatan konsentrasi enzim berpengaruh pada dekomposisi protein
menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih rendah, sehingga sulit
terkoagulasi dan terendapkan akibatnya kejernihan minyak berkurang dan akan
berpengaruh terhadap indeks bias.
Dari hasil praktikum dengan metode yang berbeda-beda dihasilkan nilai
indeks bias yang hamper sama. Fermentasi, pancingan dan blender mempunyai
nilai indeks bias berturut-turut 1,458, 1,459 dan 1,459. Metode fermentasi
menghasilkan nilai indeks bias yang paling kecil dibandingkan metode yang lain.
Hal ini berarti minyak VCO yang dihasilkan paling jernih.
5. Kejernihan
Kejernihan minyak dipengaruhi oleh berat jenis minyak. Semakin tinggi
berat jenis minyak, maka semakin berkurang tingkat kejernihan minyak. Hal ini
disebabkan adanya kotoran, protein dan mineral. Adanya kotoran, polimer yang
terbentuk atau zat-zat yang berat molekulnya tinggi akan menambah kekentalan
dan berat jenis minyak (Srikandi et al, 1995 dalam Erminawati, 1999).
Menurut Setyawati et al (2001) dekomposisi protein menjadi senyawa
dengan berat molekul yang lebih rendah sehingga sulit terkoagulasikan dan
terendapkan, akibatnya akan mempengaruhi kejernihan minyak. Kejernihan
minyak dapat diukur dengan spektrofotometor.
Kualitas VCO yang dihasilkan tidak dapat dinilai dari pengamatan fisik
minyak saja seperti dari kejernihan, rasa, aroma dan warna. Tetapi juga harus
dilihat dari analisis di laboratorium untuk mengetahui sifat-sifat fisikokimia dari
minyak tersebut. Parameter fisikokimia yang menentukan kualitas VCO
diantaranya kadar kolesterol, kadar air, asam lemak bebas, bilangan yodium, titik
leleh dan nilai peroksida (Fendy R Paimin, 2004). Minyak kelapa murni
berkualitas tinggi harus sesuai dengan standar mutu VCO yang ditetapkan.
Dibawah ini adalah standar mutu VCO menurut standar Kanada.
Standar Mutu VCO
Parameter Nilai Khas
Warna Bening tanpa warna
Bau Khas kelapa alamiah, tidak
tengik
Kolesterol < 0,2 g/100 g
Asam lemak bebas < 0,1 %
Bilangan Yodium Maks 9 g/100 g
Titik leleh 23 27 0C
Kadar air dan < 0,15 %
ketidakmurnian
SNI 01-2902-1992
Nilai saponifikasi 260 mg KOH/g Ave
Materi tak disaponifikasi 0,23 %
Bobot jenis 0,92 Ave
Nilai peroksida 0,09
Sumber: Departemen Penutupan Tambang PT Newmont Minahasa Raya
Dari hasil praktikum, dapat diketahui bahwa metode pancingan adalah
metode yang paling baik dalam pembuatan VCO dibanding metode fermentasi
dan blender. Metode pancingan menghasilkan minyak dengan rendemen paling
tinggi, kadar airnya sedang, kadar asam lemak bebas paling rendah dan indeks
bias yang hampir sama dengan metode yang lain.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Suhadiyono dan S. Syamsiah. 1987. Pembuatan Minyak Kelapa dengan Cara
Fermentasi. Bioproses dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi.
UGM. Penerbit Liberty: Yogyakarta.
LAMPIRAN
1. FFA
Rumus :
ml NaOH x N x BM As.Laurat
% FFA = x 100%
berat contoh ( gram) x 1000
ml NaOH x N x BM As.Laurat
% FFA Shortening = x 100%
berat contoh ( gram) x 1000
1,2 x 0,1 x 200
= x 100%
2,8462 x 1000
= 0,8432%
ml NaOH x N x BM As.Laurat
% FFA Margarin = x 100%
berat contoh ( gram) x 1000
1,3 x 0,1 x 200
= x 100%
2,8650 x 1000
= 0,908%
ml NaOH x N x BM As.Laurat
% FFA Laru Tempe = x 100%
berat contoh ( gram) x 1000
2,51 x 0,1 x 200
= x 100%
2,8462 x 1000
= 1,764%
ml NaOH x N x BM As.Laurat
% FFA VCO Paya = x 100%
berat contoh ( gram) x 1000
2,45 x 0,1 x 200
= x 100%
2,8502 x 1000
= 1,7192%
ml NaOH x N x BM As.Laurat
% FFA VCO Pancingan = x 100%
berat contoh ( gram) x 1000
2,35 x 0,1 x 200
= x 100%
2,8433 x 1000
= 1,653%
ml NaOH x N x BM As.Laurat
% FFA VCO Blender = x 100%
berat contoh ( gram) x 1000
2,25 x 0,1 x 200
= x 100%
2,8 x 1000
= 1,607%
ml NaOH x N x BM As.Laurat
% FFA Minyak Klentik (kanil) = x 100%
berat contoh ( gram) x 1000
2,5 x 0,1 x 200
= x 100%
2,8715 x 1000
= 1,7413%
2. Bilangan Asam
Rumus :
BM KOH
Bilangan Asam = x %FFA
BM As.Lemak / 10
BM KOH
Bilangan Asam VCO Laru = x %FFA
BM As.Lemak / 10
56
= x 1,764%
200 / 10
= 4,9392%
BM KOH
Bilangan Asam VCO Paya = x %FFA
BM As.Lemak / 10
56
= x 1,7192%
200 / 10
= 4,814%
BM KOH
Bilangan Asam VCO Pancingan = x %FFA
BM As.Lemak / 10
56
= x 1,653%
200 / 10
= 4,6284%
BM KOH
Bilangan Asam VCO Blender = x %FFA
BM As.Lemak / 10
56
= x 1,607%
200 / 10
= 4,4996%
BM KOH
Bilangan Asam VCO Minyak Klentik = x %FFA
BM As.Lemak / 10
56
= x 1,7413%
256 / 10
= 3,809%
BM KOH
Bilangan Asam Margarin = x %FFA
BM As.Lemak / 10
56
= x 0,907%
256 / 10
= 1,984%
BM KOH
Bilangan Asam Shortening = x %FFA
BM As.Lemak / 10
56
= x 0,8432%
200 / 10
= 2,361%
3. Kadar Air
Rumus :
Kadar air = B – C x 100%
B–A
Keterangan :
A = berat cawan (gram)
B = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (gram)
C = berat cawan + sampel setelah dikeringkan (gram)
a. Kadar Air Laru Tempe
Berat Cawan Kosong (A) = 1) 21,0574 g
= 2) 31,4017 g
Berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (B) = 1) 22,9212 g
= 2) 33,2120 g
Berat cawan + sampel setelah dikeringkan (C) = 1) 22,9080
= 2) 33,2074
B−C
1. Kadar Air VCO Laru = x 100%
B−A
0,0132
= x 100%
1,8638
= 0,708 %
B−C
2. Kadar Air VCO Laru = x 100%
B−A
0,0046
= x 100%
1,8103
= 0,254 %
0.708% + 0.254%
Rata –rata =
2
= 0.481 %
b. Kadar Air VCO Paya
Berat Cawan Kosong (A) = 1) 26,1845g
= 2) 23,0364 g
Berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (B) = 1) 28,1995g
= 2) 25,0513g
Berat cawan + sampel setelah dikeringkan (C) = 1) 28,0343 g
= 2) 25,0326 g
B−C
1. Kadar Air VCO Paya = x 100%
B−A
0,1652
= x 100%
2,0150
= 8,199%
B−C
2. Kadar Air VCO Paya = x 100%
B−A
0,0187
= x 100%
2,0149
= 0,928%
8.199% + 0.928%
Rata –rata =
2
= 4.5635 %
c. Kadar Air VCO Pancingan
Berat Cawan Kosong (A) = 1) 54,1709g
= 2) 57,3814g
Berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (B) = 1) 56,1800g
= 2) 59,3850 g
Berat cawan + sampel setelah dikeringkan (C) = 1) 56,1782 g
= 2) 59,3824 g
B−C
1. Kadar Air VCO Pancingan = x 100%
B−A
0,0018
= x 100%
2,0091
= 0,0896%
B−C
2. Kadar Air VCO Pancingan = x 100%
B−A
0,0026
= x 100%
2,0037
= 0,13%
0.0896% + 0.13%
Rata –rata =
2
= 0.1098 %
d. Kadar Air VCO Blender
Berat Cawan Kosong (A) = 1) 55,5035g
= 2) 65,0513g
Berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (B) = 1) 57,6650g
= 2) 67,0916g
Berat cawan + sampel setelah dikeringkan (C) = 1) 57,6198g
= 2) 67,0539g
B−C
1. Kadar Air VCO Blender = x 100%
B−A
0,0452
= x 100%
2,1615
= 2,091%
B−C
2. Kadar Air VCO Blender = x 100%
B−A
0,0377
= x 100%
2,0403
= 1,85%
2.091% + 1.85%
Rata –rata =
2
= 1.9705 %
e. Kadar Air Minyak Klentik (kanil)
Berat Cawan Kosong (A) = 1) 34,2661g
= 2) 26,1387g
Berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (B) = 1) 36,2786g
= 2) 28,1491g
Berat cawan + sampel setelah dikeringkan (C) = 1) 36,2760g
= 2) 28,1463g
B−C
1. Kadar Air VCO Blender = x 100%
B−A
0,0026
= x 100%
2,0125
= 0,129%
B−C
2. Kadar Air VCO Blender = x 100%
B−A
0,0028
= x 100%
2,0206
= 0,1386%
0.129% + 0.1386%
Rata –rata =
2
= 0.1338 %
f. Kadar Air Margarin
Berat Cawan Kosong (A) = 26,4120g
Berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (B) = 28,4763g
Berat cawan + sampel setelah dikeringkan (C) = 28,1753g
B−C
Kadar Air VCO Margarin = x 100%
B−A
0,301
= x 100%
2,0643
= 14,581%
g. Kadar Air Shortening
Berat Cawan Kosong (A) = 28,2604g
Berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (B) = 30,3554g
Berat cawan + sampel setelah dikeringkan (C) = 30.3322g
B−C
Kadar Air VCO Shortening = x 100%
B−A
0,0232
= x 100%
2,095
= 1.107%
4. Rendemen
Rumus :
Minyak yang dihasilkan (ml )
Rendemen (%) = x 100%
krim(ml )
Minyak yang dihasilkan (ml )
Rendemen Laru Tempe (%) = x 100%
krim(ml )
60ml
= x 100%
400ml
= 15%
Minyak yang dihasilkan (ml )
Rendemen VCO Paya(%) = x 100%
krim(ml )
80,5ml
= x 100%
400ml
= 20,125%
Minyak yang dihasilkan (ml )
Rendemen VCO Pancingan (%) = x 100%
krim(ml )
170 ml
= x 100%
400ml
= 42,5%
Minyak yang dihasilkan (ml )
Rendemen VCO Blender (%) = x 100%
krim(ml )
65 ml
= x 100%
380ml
= 17,11%
Minyak yang dihasilkan (ml )
Rendemen Minyak Klentik (kanil) (%) = x 100%
krim(ml )
130 ml
= x 100%
600ml
= 21,67%
5. Indeks Bias
Rumus :
Indeks bias = R’ – K (T-T’)
Indeks bias VCO Laru = R’ – K (T-T’)
= 1,389 – 0,000385 (28 º C - 28,2º C)
= 1,389077
Indeks bias VCO Paya = R’ – K (T-T’)
= 1,405– 0,000385 (28º C -28,5º C)
= 1,4051
Indeks bias VCO Pancingan = R’ – K (T-T’)
= 1,435 – 0,000385 (28,2 ºC-28,3 ºC)
= 1,43504
Indeks bias VCO Blender = R’ – K (T-T’)
= 1,47 – 0,000385 (26,1º C - 26,2º C)
= 1,47001
Indeks bias Minyak Klentik (kanil) = R’ – K (T-T’)
= 1,355 – 0,000385 (28º C - 28,2ºC)
= 1,355077
Indeks bias Margarin = R’ – K (T-T’)
= 1, 525 – 0,000385 (28º C - 28,4ºC)
= 1,52514
Indeks bias Sortening = R’ – K (T-T’)
= 1, 574– 0,000385 (28º C - 28,4ºC)
= 1,574154
7. Shortening
Indeks Bias
T : 28º C
R’ : 1,574
T’ : 28,4º C
Kadar Air
Berat Cawan Kosong =
Berat sampel = 2,0850
Berat cawan + sampel sebelum dioven =
Berat cawan + sampel setelah dioven = 30,3524
Berat air = 30,3554 - 30,3524= 0,0030
Kadar Air :
Berat air
# Shortening = x 100%
Berat bahan (BB )
0,0030
Kadar air margarin = x 100%
2,0850
= 0,144%
Uji Sensoris
# Warna = putih
# Bau = kurang menyengat