Vous êtes sur la page 1sur 5

AKU LELAH!!!

(Sebuah Nasihat)

Kuusap wajahku dengan keduatanganku. Kuhapus sisa-sisa air mata yang membasahi pipi. Tak segera akubangkit dari sujud panjangku. Hanya diam dan termenung ditemani kedua malaikatpencatat amalku, disaksikan oleh makhluk-makhluk Allah SWT, dan tentunya olehRabbku..

Lelah. Penat. Capai. Ketiga kata itutak cukup menggambarkan kondisiku beberapa hari ini. Muak. Kesal. Hampa. Ketigakata itupun tak cukup untuk menggambarkan kondisi hatiku belakangan ini.

Kerja, kerja, dan kerja lagi. Hanyaitu yang dituntut dari diriku. Seperti kuli! Tak ubahnya seperti buruh.. Bahkanmungkin lebih rendah. Kuli dan buruh punya waktu untuk menghela nafas dan diperhatikanhaknya. Bahkan ada undang-undang penetapan UMR.. Aku? Digaji pun tidak.Jangankan uang sepeser yang kudapat, sudah cukup uang yang aku keluarkan selamaini.

Ukhuwah. Mana ukhuwah yang selaludigembar-gemborkan oleh orang-orang yang diberi label aktivis, label yang samaseperti diriku sandang? Hubungan yang terbina hanya hubungan kerja. Tak lebih!Siapa yang mau tahu masalahku? Mereka bilang ukhuwah itu saling, saling memberidan menerima. Tapi...mana buktinya? Berapa pulsa yang kuhabiskan untuk mengabarimereka tentang masalahku, hanya tiga orang yang membalas.Aah...b***** *t! Hanyaketika perlu mereka menghubungiku,

ketika aku perlu? Aku sendiri akhirnya yangharus menjalaninya, menangis sendiri, tak ada yang membantuku membawa bebanini. Tak ada.

Pikiranku kembali memutar percakapanaku dan kedua orang saudaraku. Ketika aku mewacanakan siapa yang akanmenggantikan diriku jika aku harus pergi. Keduanya enggan. Ingin memperbaikihidup dan mempersiapkan masa depan jawab mereka. Tak bolehkah kami melakukanitu? Bukan untuk kami InsyaAllah.

Mungkin jamaah sama seperti duniakedokteran. Tidak mengenal kata hak dokter dan kewajiban pasien. Yang adahanyalah hak pasien dan kewajiban dokter. Ya...di jamaah ini yang penting amanahterlaksana, tidak menghambat. Mungkin enak menjadi manusia yang bisa denganmudahnya mengatakan mundur dari gerakan ini, bisa mengerjakan apa yang dimau.Aah..akhi, jika aku bisa aku pun ingin meraih mimpi, belajar ilmu kedokteransebanyak mungkin lalu lulus dan menjadi dokter yang berguna bagi umat.. Tapitidak. Pilihan itu tidak pernah ada dihadapanku. Tidak ada yang menjamin akuakan menjadi dokter yang berguna kelak jika aku hanya belajar.

Pikiranku melayang membayangkankondisiku belakangan ini. Betapa buruknya. Kulihat lembar amal yaumi'anku.Hanya beberapa kewajiban yang aku penuhi. Tak terasa air mataku kembalimengalir. Aah...ya Rabb, inikah orang yang sebut sebagai aktivis? Orang yang kauberi gelar Khoiru Ummah? Orang yang tidak berdaya begitu Kau tinggalkan, tapimasih saja congkak meninggalkan diri-Mu. Dan menyalahkan orang disekitarnyaatas kehampaan diri.. Ahh...betapa rendahnya.

Kulihat meja belajarku. Masihtergeletak buku Profil Kader. Tersadar betapa kata aktivis begitu berat.

Tersadar gelar kader begitu tak pantas aku sandang. Bahkan standar kaderminimal pun belum bisa kulampaui.

Di saat kondisiku yang begituburuk,Allah SWT masih berbaik hati membangkitkan jiwa pejuang dalam diriprajurit kecil ini. Kabar tentang kekalahan di beberapa daerah yang menggelarpilkada. Kabar tentang kealpaan seorang kader yang telah menjadi sorotanpublik. Kabar tentang mundurnya beberapa rekanku menampar diri ini. "Mauseperti mereka?".

Tamparan itu terasa begitu keras.Pedih. Mas'ulku di satu wajihah beberapa tahun yang lalu, pergi memilih jalanlain. Kakak kelasku menyatakan selamat tinggal, karena langkahnya "dijegal". Tak terhitung berapa banyak saudaraku berhenti dengan alasan ingin memperbaikiakademisnya tapi kemudian tenggelam dalam hidup duniawi. Bahkan kabar seorangsaudariku di fakultas lain menyatakan berhenti dari dakwah yang ia usung sejakSMP hanya karena ia berpacaran dengan seorang Nasoro. Na'udzubillah. Janganjadikan aku salah seorang diantara mereka ya Rabb.

Teringat perkataan Imam Syahid HasanAl Banna, " Dunia adalah tempat untuk bekerja. Karena kita kanberistirahat di surga.". Berkelebat perkataan seorang saudara, "Jikaantum tidak ingin sibuk. Sok mangga, keluar dari jalan ini. Jika antum tidakingin lelah. Silakan meninggalkan jalan ini. Karena jalan ini tidak membutuhkanantum, tapi antumlah yang membutuhkan jalan ini.".

Berkelebat bayangansaudara-saudaraku di negeri para nabi, Palestina. Tak hanya mereka, saudarakudi Irak, Cechnya, Moro, dan tempat lainnya rela memberikan harta, raga bahkanjiwanya untuk ditukarkan dengan surga. Sedangkan diriku?

Berapa banyak hartayang telah aku gunakan untuk berjuang di jalan ini? Adakah raga terluka, darahmenetes selama ini? Tak sebanding!

Bahkan Umar r.a. berkata "Jika hanyaada seorang yang akan mengusung dakwah ini, maka akulah orangnya.". Sedangkanaku? Sudah sunnatullah jalan ini begitu berat, penuh rintangan, maka hanyaorang-orang terpilihlah yang Ia izinkan ada di jalan ini. Sudah digariskanperjuangan itu pahit, karena surga itu manis.

Kuraih Handphoneku. Kubukainboxnya, kucari sebuah pesan dari saudaraku, pesan yang selalu mengingatkanku, "Sungguh! Jamaah ini besar dan kokoh karena keikhlasan dan mujahadah paramuassis kita. Mereka bak cahaya yang menyinari semesta. Akankah cahaya itupadam karena kemaksiatan kita? Tanyakan pada hatimu..."

Kembali aku tersungkur, pundakkubergetar, air mata kembali mengalir menyadari kealpaan diri. Picik! Sombong!Angkuh! Tak ada kata yang tepat untuk menggambarkan diriku saat ini. Ya Rabb...izinkan kami tetap berjuangdi jalan-Mu ya Rabb. Jangan jadikan kami manusia-manusia yang tergantikan, manusia-manusia yang Engkau gantikan dengan manusia-manusia yang lebih baik. Bantu kami untuk tetap ikhlas Ya Rabb, agar yang kami lakukan tidak menjadikesia-siaan. Ampuni kami Ya Rabb. Mungkin karena kamilah dakwah ini lemah.

Mungkin karena kemaksiatan dan kesalahan yang kami lakukanlah Engkau tundakemenangan dakwah. Mungkin karena kesombongan dan kepicikan kami saudarakumundur dan pergi dari jalan ini. Ampuni kami Ya Rabb. Sungguh! Engkau tidakpernah membutuhkan kami, kamilah yang membutuhkan Engkau. Jadi jangan pernahtinggalkan kami Ya Rabb. Amin. Wallahu'alam.

Vous aimerez peut-être aussi